Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA

“ LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum Matematika

Dosen Pengampu: Desty Haswati, M.Pd

Disusun Oleh:

Mega Putri Yaumil Fitria (2184202001)


Septi Selviani Dewi (2184202009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa ide maupun materi.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat membantu para pembaca


mendapatkan ilmu dan pengalaman. Sebenarnya penyusun berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, penyusun percaya


bahwa dalam penyusunannya masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan dan saran yang bermanfaat
untuk perbaikan makalah ini.

Tangerang, 13 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
I.1. Latar Belakang............................................................................................................4
I.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
I.3. Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5
II.1. Landasan Pengembangan Kurikulum...............................................................5
II.1.1. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum..............................................6
II.1.2. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum.........................................11
II.1.3. Landasan Sosial dan Budaya Pengembangan Kurikulum............................16
II.1.4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum.....19
II.1.5. Landasan Yuridis Pengembangan Kurikulum..............................................20
BAB III PENUTUP.....................................................................................................23
III.1. Kesimpulan.............................................................................................................23
III.2. Saran........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting,
sehingga apabila kurikulum di ibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang
tidak menggunakan landasan atau fondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin
atau terjadi guncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah roboh. Demikian
pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat,
maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan
dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu
sendiri.

Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan,


suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum.

I.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pengembangan Kurikulum ?
2. Macam-macam Landasan Pengembangan Kurikulum ?

I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengembangan Kurikulum
2. Untuk mengetahui macam-macam Landasan Pengembangan Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Landasan Pengembangan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting,


sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang
tidak menggunakan landasan atau fondasi yang kuat, maka ketika di terpa angin
atau terjadi guncangan, bangunan gedung tersebut tidak akan mudah roboh.
Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan
yang kuat, maka kurikulum tersebut tidak akan mudah terombang-ambing dan
yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh
pendidikan itu sendiri. Horny c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of
current English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi
landasan sebagai berikut:”foundation... that on which an idea or belief rest; an
underlying principle’s as the foundation of religius belief; the basis or starting
point...”. jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau
kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari,
contohnya seperti landasan kepercayaan agama,dasar atau titik tolak. Dengan
demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu
gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak
dalam mengembangkan kurikulum.

Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan


kurikulum, yaitu: philosophy and the nature of knowledge, society and culture
the individual , dan learning theory.

Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut maka dibuat model yang
disebut “an eclectic model of the curriculum and its foundation.”
Berdasarkan perbandingan kedua pendapat diatas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa landasan pokok dalam pengembangan kurikulum adalah
landasan filosofis , landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Ke lima jenis landasan pengembangan
kurikulum tersebut diuraikan di bawah ini.

II.1.1. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

a. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu philosophia (philore
= cinta, senang, suka, dan sophia = kebaikan atau kebenaran). Menurut asal
katanya, filsafat berarti cinta akan kebenaran. Orang berfilsafat adalah orang
yang senang akan kebenaran. Orang yang ahli berfilsafat disebut philosopher
(inggris), failasuf (Arab), dan filsuf (Indonesia). Dalam menyeluruh
mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan
melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai dibalik
pengetahuan itu sendiri.

b. Manfaat Filsafat Pendidikan

1. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-


anak melalui pendidikan disekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang
didirikan untuk mendidik anak-anak kearah yang dicita-citakan oleh
masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang
dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus
dicapai.
3. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada
segala usaha pendidikan.
c. Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Pandangan-pandangan filsafat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama


dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan
arah ke mana peserta didik akan dibawa.

Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang di anut oleh perorangan
akan sangat memengaruhi tujuan pendidikan yang akan dicapai.

The United States Office of Education (1918) telah mencanangkan tujuan


pendidikan melalui “Seven Cardinal Principles”, yaitu:

1. Health, yaitu sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-


murid.
2. Commandof fundamental, yaitu penguasaan kecakapan pokok-pokok
yang fundamental.
3. Worthy home membership,yaitu mendidik anak-anak menjadi anggota
keluarga yang berharga, sehingga berguna bagi masyarakat.
4. Vocational efficency, yaitu efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam
waktu yang singkat dapat mencapai hasil yang banyak dan memuaskan.
5. Citizenship, yaitu usaha mengembangkan angsa menjadi warga negara
yang baik.
6. Worthy use of leisure, yaitu memanfaatkan waktu senggang dengan baik
yang senantiasa bertambah panjang berhubung dengan industrialisasi
yang lebih sempurna.
7. Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.

Tujuan Pendidikan Indonesia bersumber pada pandangan hidup


masyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila.
d. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan


pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga
harus mencerminkan falsafah tahu pandangan hidup yang dianut oleh bangsa
tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

Sebagai contoh pada waktu Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, maka
kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan
politik Belanda. Setelah Indonesia merdeka yang secara bulat dan utuh
menggunakan Pancasila sebagai dasar falsafah hidup dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

e. Aliran-aliran filsafat pendidikan

Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran


filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada
umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada umumnya, dan pendidikan
Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.

1. Idealisme

a. Konsep-Konsep Filsafat

1. Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya


bersifat spiritual atau rohaniah.
2. Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir
atau rasioanal.
3. Epistemologi (hakikat pengetahuan): pengetahuan yang benar diperoleh
melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir.
4. Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban
moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau
metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.

b. Konsep-Konsep Pendidikan

1. Tujuan pendidikan: Pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan


kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
2. Isi pendidikan: pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan
liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
3. Metode pendidikan: Metode dialektik atau dialogik, meskipun demikian
setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (elektif).
4. Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas
mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidik harus
menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat
belajar secara efisien dan efektif.

2. Realisme

a. Konsep-Konsep Filsafat

1. Metafisika : Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau


materi.
2. Humanologi : Hakikat manusia terletak pada apa yang dikerjakannya.
3. Epistemologi: Pengetahuan diperoleh melalui pengindraan melalui
pikiran.
4. Aksiologi : Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang
dipengaruhi melalui ilmu.

b. Konsep-Konsep Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan: Dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup
dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial.
2. Isi Pendidikan: Kurikulum Komprehensif yang berisi semua
pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan
tanggung jawab sosial.
3. Metode Pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupun
tidak langsung.
4. Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan
pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan
yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin
mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik
menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki
kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang di bebankan
kepadanya.

3. Pragmatisme

a. Konsep-Konsep Filsafat

1. Metafisika: Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan


tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik.
2. Humanologi: Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan
sosial.
3. Epistemologi: pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang.
4. Aksiologi: ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara
eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak
ada nilai yang absolut.

b. Konsep-Konsep Pendidikan
1. Tujuan pendidikan: Memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan
masyarakat.
2. Isi pendidikan: Kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah
teruji seta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan
liberal yang menghilangkan pemisahan antara pendidikan umum dengan
pendidikan praktis atau vokasional.
3. Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah
merupakan metode utamanya.
4. Peranan peserta didik dan pendidik: peserta didik adalah sebuah
organisme yang rumit yang mampu tumbuh. Peranan pendidik adalah
mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau
banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.

II.1.2. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh kondisi psikologis individu yang


terlibat didalam-Nya, karena apa yang ingin disampaikan menuntut peserta
didik untuk melakukan perbuatan belajar atau sering disebut proses belajar.
Untuk itu, paling tidak dalam pengembangan kurikulum diperlukan dua
landasan psikologi, yaitu psikologi belajar dan psikologi perkembangan.

a. Psikologi Belajar

Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana


peserta didik melakukan perbuatan belajar. Secara umum belajar diartikan
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu
dengan lingkungannya.
Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan
memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada
khususnya. Teori belajar tersebut adalah:

1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitovisme)

Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Gestalt Field melihat
belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, eksplorasi, imajinatif, dan
kreatif.

Asal mula teori belajar kognitif bersumber pada psikologi lapangan


(field psychology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu
berada dalam suatu lapangan psikologi yang oleh Kurt Lewin disebut life
space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai dan ada
hambatan-hambatan yang harus diatasi.

Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada


perubahan dalam aspek kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu
kegiatan mental internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
Menurut teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar
anak, dimana cara belajar orang dewasa lebih banyak melibatkan
kemampuan kognitif yang lebih tinggi.

Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang aktif


yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk
memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui
untuk mencapai suatu pemahaman baru. Karena itu teori ini disebut juga
teori pengolahan informasi (information processing theory).

2. Teori Psikologi Behavoiristik

Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respons Theory ( S-


R). Kelompok ini mencakup 3 teori, yaitu S-R Bond, Conditioning, dan
Reinforcement. Kelompok ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau
individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya.
Lingkungannya yang membentuknya, apakah lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.

Teori S-R Bond bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori


asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun behaviorisme.
Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus-
respo atau aksi reaksi.

Tokoh utama dari teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga
hukum belajar yang terkenal dari Thorndike, yaitu law of readiness, law
of excercise or repetition dan law of effect ( Bigge dan Trust, 1980:273)

Teori kedua dari rumpun behaiorisme adalah conditioning atau


stimulus responce with conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah
John B. Watson, terkenal dengan percobaan conditioning pada anjing.
Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu
dibantu dengan kondisi tertentu.

Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokohnya C.L.Hull. Teori ini


berkembang dari teori psikologi, reinforcement merupakan
perkembangan lanjutan dari teori S-R Bond dan conditioning.

Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori


psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam


rumusan yang spesifik.
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar.
c. Mengidentifikasi reinforce yang memadai.
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan
memperlemah pola perilaku yang dikehendaki.
3. Teori Psikologi Humanistis

Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori
ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya
sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu
teori ini disebut juga dengan “self Theory”.

Berbeda dengan teori behavioristik, teori humanistik menolak proses


mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses
mengembangkan pribadi secara utuh. Aliran ini percaya bahwa dorongan
untuk belajar timbul dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik). Carl R.
Rogel (Y. Suyitno, 2007:103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar
berdasarkan teori psikologi humanistis sebagai berikut:

a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tahu, melakukan


eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
b. Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan
kebutuhan anak.
c. Belajar di perkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti
hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi,
baik intelektual maupun perasaan.

Guru berdasarkan psikologi humanistis harus mampu menerima siswa


sebagai seorang yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan
mampu mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna.
b. Psikologi Perkembangan

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa


konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai
dewasa.

1) Metode dalam psikologi perkembangan

Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi


yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik atau
studi kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang
perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian
perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat lahir sampai
dengan dewasa. Metode cross sectional yang dilakukan oleh Arnold
Gessel dengan cara mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan
usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan
kemampuan, serta prilaku mereka.

Studi psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund freud. Studi ini lebih


banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa
sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak. Karena dapat
mengganggu perkembangan pada masa selanjutnya. Metode sosiologik
digunakan oleh Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak
dari tuntutan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam
masyarakat. Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan yang harus
dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Sedangkan metode
lainnya ialah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para
ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-
pola perkembangan anak.
2) Teori Perkembangan

Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang pendekatan


perkembangan individu , yaitu pendekatan pentahapan (stage approach)
atau perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan.
Kedua, pendekatan diferensial (diferential approach) melihat bahwa
individu memiliki persamaan dan perbedaan yang dibedakan atas jenis
kelamin, ras, agama, status sosial ekonomi dan sebagainya.
Pengelompokan individu ada kalanya juga didasarkan atas kesamaan
karakteristiknya. Ketiga, pendekatan isaftif ( Isaftif approach) berusaha
melihat karakteristik individu yang memiliki sifat-sifat individual yang
hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh individu
lainnya.

II.1.3. Landasan Sosial dan Budaya Pengembangan Kurikulum

Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang


berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan
kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu kepada
landasan sosiologi? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan
masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.

Dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu


agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses
sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antropologi, pendidikan adalah
“enkulturasi” atau pembudayaan.

a. Masyarakat dan Kurikulum

Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka


sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok
individu yang terorganisasi yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang
berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.

Menurut Daud Yusuf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam
masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu : logika,
estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika
berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan etika berkaitan dengan
apek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang
bersumber pada logika (pikiran).

Tyler (1964), Taba (1963), Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan


masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuan fungsi sosial
pendidikan, yaitu:

1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya.
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja kelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik.
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.

b. Kebudayaan dan Kurikulum

Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-


cita, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati
oleh masyarakat.

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan


kurikulum dengan pertimbangan:
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh
individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga,
masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut
kurikulum.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan
budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial
masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian,
nelayan, dan sebagainya. Pendidikan disekolah pada dasarnya bertujuan
mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi
dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan
kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa
implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti:
nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan kurikulum


muatan lokal. tersebut yang dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan
dalam keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 0412/U/1987
tanggal 11 Juli 1987 tentang . Disusul dengan penjabaran pelaksaannya
dalam keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah No.
173/C/Kep/M/1987 tanggal 7 Oktober 1987.

Adapun yang dimaksud muatan lokal adalah program pendidikan yang isi
dan media penyampainya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di
sebagian sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan
Bahasa Daerah.

Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari


kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya
dengan kepentingan nasional muatan lokal bertujuan:

1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.


2) Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan kearah yang
positif.

II.1.4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum

Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi


lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan
datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu
lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak
dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat
seiring lajunya perkembangan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada


hal-hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:

1) Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan


efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan
prasarana iptek, pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta
rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai
luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas,
efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang
memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret
dalam pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:

1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk


menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan
mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan
IPTEK untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas.

Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi


masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di
dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan
kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

II.1.5. Landasan Yuridis Pengembangan Kurikulum

Landasan yuridis atau landasan hukum pengembangan kurikulum pada


umumnya adalah Undang-Undang dan Peraturan-peraturan Pemerintah yang
saat ini sedang berlangsung. Berikut ini dikemukakan beberapa Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah yang melandasi kurikulum di Indonesia :
1) Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam pembukaan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 tercantum tujuan nasional yaitu memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Pasal 31 UUD NKRI tahun 1945
menyatakan bahwa setiap (1) setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan; (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional yang diatur dalam Undang-Undang; (3) setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; (4) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-
undang.
2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Pada Bab II pasal 2 menyatakan bahwa “pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 Pasal 3 menyatakan
bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan pengetahuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman.
3) Undang-Undang RI No. 23 tahun 2000 tentang perlindungan anak, pada
ketentuan umum, dikemukakan bahwa (1) anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan; (2)
perlindungan anak segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harakat martabat kemanusiaan, serat mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4) Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyatakan
bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang
sangat strategis dalam pembangun nasional dalam bidang pendidikan. Dalam
Pasal 20 dikemukakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berkewajiban : (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu serta menilai evaluasi hasil pembelajaran; (b)
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan potensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Teknologi,
dan seni; (c) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau
latar belakang keluarga dan status ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran; (d) menjunjung tinggi Peraturan Perundang-Undangan,
hukum, dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika; (e) memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
5) Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan. Bab II Pasal 2 dikemukakan bahwa: 1).
lingkungan standar pendidikan meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses;
(c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g)
standar pembiayaan; (h) standar penilaian pendidikan. Pasal 3
mengemukakan bahwa standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan. Dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Pasal 4 standar
nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting


dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan
tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan
tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus
dimiliki setiap siswa. Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses
penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta
bagaimana cara mempelajarinya.
Namun demikian, persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta
bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab
menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta
tujuan yang ingin dicapai; sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan
persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Macam-macam landasan
pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial dan budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
landasan yuridis.

III.2. Saran

Demikian makalah ini dalam mata kuliah Kurikulum Pembelajaran yang


diampu oleh Ibu Desty Haswati, M.Pd. yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Penyusun  menyadari bahwa makalah ini merupakan proses
dalam menempuh pembelajaran, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan pemakalah
semoga makalah ini dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Zainal Aripin, M.Pd. 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum , Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

Tim MKDK 2012 , Kurikulum dan Pembelajaran , Depok : PT RajaGrafind Persada

Lely, Halimah. (2010). Pengembangan Kurikulum. Bandung : RIZQI Press.

Sanjaya, Wina. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media


Group.

Anda mungkin juga menyukai