Anda di halaman 1dari 14

BAHAN AJAR

ESDM Ketenagakerjaan
“Struktur Ketenagakerjaan”

Kelas E
Kelompok 4:
Intan septiya indrawati/ A1A021208
Ihza Izaldi Anwar / A1A0201206
Ikhzal Amyza Putra / A1A021207

PROGRAM STUDI S1 ILMU EKONOMI STUDI


PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS
MATARAM
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga


kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Undang-undang RI
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), Tenaga kerja dalam pembangunan
nasional merupakan faktor dinamika penting yang menentukan laju pertumbuhan
perekonomian baik dalam kedudukannya sebagai tenaga kerja produktif maupun
sebagai konsumen. Ketidakseimbangan dalam penyebaran penduduk antar daerah
atau wilayah mengakibatkan tidak proporsionalnya penggunaan tenaga kerja secara
regional dan sektoral sehingga menghambat pula laju pertumbuhan perekonomian
nasional. Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi,
Sebagai sarana produksi, tenaga kerja sangatlah penting dalam proses produksi
daripada sarana produksi lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan sebagainya,
dikarenakan manusialah yang menggerakkan atau mengoperasikan seluruh
sumbersumber tersebut untuk menghasilkan suatu barang yang bernilai yang nantinya
akan berpengaruh terhadap besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di suatu
wilayah.
BAB II
PEMBAHASAN
STRUKTUR UMUM TENAGA KERJA

A. Penduduk

Tenaga kerja adalah semua penduduk dalam usia kerja atau usia produktif. Dalam
istilah UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Penduduk dibagi menjadi dua yaitu :

1. Penduduk usia kerja


adalah penduduk berumur 15 tahun dan lebih. Penduduk yang termasuk angkatan
kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja.
Penduduk usia kerja di bagi menjadi dua yaitu :
 Angkatan kerja, dan bukan angkatan kerja.
Seperti contoh angkatan kerja yaitu balita,dll
 Dan yang bukan angkatan kerja
Seperti contoh yaitu ibu rumah tangga, mahasiswa, dll.
2. Bukan Penduduk usia kerja
adalah Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja
(15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau
melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.

B. Struktur Ketenagakerjaan
Struktur Ketenagakerjaan adalah indikator yang membagi populasi penduduk
berdasarkan status kerja, menganggur, mengurus rumah tangga, belajar, dan melakukan
kegiatan lainnya.
 Populasi penduduk
jumlah total penduduk semua usia berdasarkan data SUSENAS.
 Penduduk usia kerja
jumlah total penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan data SAKERNAS.
 Penduduk bukan usia kerja
jumlah total penduduk 14 tahun ke bawah. Perhitungan ini memadukan data
SUSENAS dan SAKERNAS, yaitu dengan mengurangi total populasi penduduk
dengan penduduk usia kerja.
 Angkatan kerja terbuka
tenaga kerja termasuk mereka yang memiliki pekerjaan dan mereka yang
menganggur tetapi masih aktif mencari pekerjaan, atau telah putus asa mencari
pekerjaan, atau sedang mempersiapkan usaha baru, atau sudah diterima tetapi
belum bekerja.
 Bukan angkatan kerja
penduduk yang bukan merupakan angkatan kerja dan penduduk yang sedang
bersekolah, mengurus rumah tangga, dan melakukan kegiatan lainnya.
 Penduduk bekerja
penduduk yang menyatakan telah bekerja 1 minggu yang lalu, atau mempunyai
pekerjaan/ usaha tetapi sementara tidak bekerja selama seminggu yang lalu.
 Penduduk bekerja paruh waktu
mereka yang bekerja kurang dari 34 jam seminggu
 Penduduk menganggur terbuka
Orang-orang yang menganggur tetapi masih aktif mencari pekerjaan, atau telah
putus asa dalam mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan usaha baru,
atau sudah diterima tetapi belum bekerja.
 Bukan pemuda
penduduk yang berusia lebih dari 24 tahun.
 Pemuda
penduduk yang berusia antara 15 - 24 tahun.

SKEMA ANGKATAN KERJA

PENDUDUK

USIA KERJA (tenaga kerja) BUKAN USIA KERJA (tenaga kerja)

15-64 tahun 0 - 15 th & 65 th ke atas

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Bekerja Menganggur / Sedang 1. Pelajar/Mahasiswa


Mencari Pekerjaan 2. Ibu Rumah Tangga
3. Pensiunan
BAB II
PEMBAHASAN
STRUKTUR PENDIDIKAN TENAGA KERJA

A. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan


berpikir dari seseorang. Karena di era global seperti ini persaingan semakin ketat
diiringi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Upaya mencerdaskan
bangsa ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa, “Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Maka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diselenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan (UU
Sisdiknas : 2003)

Secara alternatif pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar yang


dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peranan dalam berbagai lingkungan secara tepat di masa yang akan datang.
Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar yang memiliki program-
program dalam pendidikan formal, non formal dan informal di sekolah yang
berlangsung seumur hidup yang bertujuan mengoptimalisasi pertimbangan
kemampuan-kemampuan individu, agar dikemudian hari dengan memainkan
peranan secara tepat
Ketentuan UU SPN Nomor 20 Tahun 2003 pada Bab V1 pasal 13 ayat 1
disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

 Pendidikan Formal

Pasal 14 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas


pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.Pendidikan formal
adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat atau berjenjang, dimulai dari sekolah
dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk
kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program
spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus
menerus (Coombs 1973).
Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-programnya
bersifat informal ini diarahkan untuk mencapai tujuan belajar tertentu maka
kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam pendidikan yang
programprogramnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-
programnya bersifat formal.

 Pendidikan non Formal

Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis,


di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya(Coombs 1973).

Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal memiliki tujuan


dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan
lembaga-lembaga untuk melayani kebutuhan belajar khusus para peserta didik
 Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia


sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan
dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan
media massa (Coombs 1973).

Pendidikan yang program-programnya bersifat informal tidak diarahkan


untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi. Kegiatan pendidikan ini
lebih umum, berjalan dengan sendirinya, berlangsung terutama dalam lingkungan
keluarga, serta melalui media massa, tempat bermain, dan lain sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN
STRUKTUR UMUR DAN ANGKATAN KERJA

Berdasarkan labor force concept, tenaga kerja bisa dikelompokan lagi


menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Termasuk bukan angkatan kerja
antara lain tenaga kerja yang sebagian besar waktunya di- gunakan untuk mengurus
rumah tangga, sekolah, serta para pensiunan dan orang yang cacat fisik sehingga tidak
dapat melakukan suatu pekerjaan. Sementara yang termasuk angkatan kerja adalah
tenaga kerja yang sedang bekerja atau sedang berusaha mencari pekerjaan

Tabel 3 memberikan gambaran mengenai struktur umur angkatan kerja


Indonesia di daerah pedesaan maupun perkotaan. Secara umum, proporsi angkatan
kerja pedesaan (58,87 per- sen) lebih banyak daripada angkatan kerja perkotaan
(41,13 persen). Keada- an seperti ini sejalan dengan struktur tenaga kerja, hanya saja
rasio angkat- an kerja pedesaan terhadap perkotaan angkanya lebih tinggi
dibandingkan dengan rasio tenaga kerja pedesaan. Fenomena ini mengindikasikan,
bahwa secara umum tenaga kerja yang tinggal di pedesaan lebih banyak yang
memasuki aktivitas ekonomi (angkatan kerja) dibandingkan dengan di daerah
perkotaan.
Tabel 3
Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur di
Pedesaan dan Perkotaan Indonesia 2006

Kelompok Pedesaan Perkotaan Pedesaan+Perkotaan


Umur

15 – 24 13.221.513 9.232.567 22.454.080


(21,13) (21,12) (21,13)
25 – 34 15.295.427 12.324.866 27.620.293
(24,44) (28,20) (25,99)
35 – 44 14.622.014 10.636.787 25.258.801
(23,37) (24,34) (23,77)
45 – 54 10.445.457 7.281.717 17.727.174
(16,69) (16,66) (16,68)
55+ 8.988.305 4.233.142 13.221.447
(14,36) (9,68) (12,44)

Total 62.572.716 43.709.079 106.281.795


(100,00) (100,00) (100,00)
[58,87]* [41,13]* [100,00]*

Sumber: Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional 2006, diolah penulis. Keterangan: Angka dalam
kurung adalah persentase kolom, angka dalam kurung bertanda asterik adalah
persentase baris.

Dilihat dari struktur umur, angkat- an kerja pedesaan usia muda hingga 34 tahun
(45,57 persen), ternyata proporsinya lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan (49,32
persen). Hal ini memperkuat dugaan, bahwa tenaga kerja yang tergolong angkatan kerja
banyak yang mencoba mengadu nasib untuk mendapatkan pekerjaan di perkotaan.
Sementara itu, angkatan kerja 15-24 tahun yang proporsinya hampir sama antara pedesaan
dan perkotaan, kemungkinan agak enggan pergi ke kota sehubungan pendidikan mereka
yang kurang memadai, dan sudah memperhitungkan tidak akan kuat bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan di kota.

Selanjutnya Tabel 3 juga memper- lihatkan, proporsi angkatan kerja yang berusia 35
tahun ke atas (54,43 persen) lebih banyak yang tinggal di pedesaan daripada di perkotaan
(50,68 persen). Pada usia tersebut mungkin mereka yang berstatus sebagai migran pekerja di
kota sudah merasa tidak bisa produktif lagi, sehingga lebih memilih pulang ke desa. Bisa
pula mereka merasa telah cukup mencari bekal hidup dengan bekerja banting tulang di kota,
dan setelah tua tinggal menikmati remitan di desa yang mereka tabung- kan sebelumnya,
agar dapat dinikmati pada masa tuanya.

BAB IV
PEMBAHASAN
STRUKTUR PENDIDIKAN DAN ANGKATAN KERJA

Kalau diamati secara parsial, angkatan kerja di pedesaan yang berada pada jenjang
pendidikan SD proporsinya mencapai duapertiga dari seluruh angkatan kerja di pedesaan,
sementara di perkotaan menyebar pada tingkat pendidikan SD dan SMTA masing-masing
sepertiga bagian dari total angkatan kerja di kota. Keadaan ini akan menjadi persoalan,
manakala sektor pekerjaan pertanian di pedesa- an makin berkurang, sementara sektor
pekerjaan pertanian lainnya belum bisa berkembang (Manning, 1987; Hayami, 1988).

Sebetulnya, masalah ketenaga- kerjaan tidak melulu ada di pedesaan, di perkotaan


pun masalah itu masih tetap menjadi hal yang sangat perlu diantisipasi. Struktur
pendidikan ang- katan kerja perkotaan, memang me- nunjukkan tanda yang lebih baik
dibandingkan dengan pedesaan, namun rupanya tidak dibarengi dengan berkembangnya
kesempatan kerja yang memadai dan sesuai dengan pendidikannya. Fenomena mismatch
antara lapangan pekerjaan dengan kualifikasi pendidikan, merupakan hal yang lumrah
ditemukan di perkotaan.

Data yang tersaji dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidik- an angkatan
kerja di pedesaan nam- pak lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan. Di pedesaan
ada kecen- derungan mengelompok pada tingkat pendidikan SD (66,50 persen). Semen-
tara itu di daerah perkotaan proporsi terbanyak berada pada tingkat pendi- dikan SMTA
(34,18 persen).
Tabel 4

Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Pedesaan dan


Perkotaan Indonesia 2006

Tk. Pendidikan Pedesaan Perkotaan Pedesaan+Perkotaan

< SD 41.609.150 14.860.768 56.469.918


(66.50) (34.00) (53.13)
SMTP 12.671.223 9.232.333 21.903.556
(20.25) (21.12) (20.61)
SMTA 6.993.350 14.939.393 21.932.743
(11.18) (34.18) (20.64)
Diploma/Akd 712.510 1.732.053 2.444.563
(1.14) (3.96) (2.30)
Universitas 586.483 2.944.532 3.531.015
(0.94) (6.74) (3.32)

Total 62.572.716 43.709.079 106.281.795


(100,00) (100,00) (100,00)
[58,87]* [41,13]* [100,00]*

Sumber: Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional 2006, diolah penulis.

Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase kolom, angka dalam kurung bertanda asterik adalah
persentase baris.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah salah satu ukuran
ketenegakerjaan yang banyak digunakan. Pengukuran TPAK dilaku- kan dengan cara
menghitung jumlah absolut angkatan kerja dibagi dengan tenaga kerja atau penduduk usia
kerja kemudian dikalikan 100. Jika TPAK menunjukkan angka 75, artinya ter- dapat 75 orang
yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan setiap 100 orang tenaga kerja. Berdasarkan
TPAK kita dapat melakukan perkiraan, berapa besar penduduk usia kerja yang berpartisipasi
dalam aktivitas ekonomi.

BAB V
PEMBAHASAN
STRUKTUR LAPANGAN KERJA UTAMA

Lapangan Kerja Utama


(17 Sektor)

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Pengadaan Listrik dan Gas
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
6. Konstruksi
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi
11. Jasa Keuangan dan Asuransi
12. Real Estat
13. Jasa Perusahaan
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
17. Jasa Lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Secha dan Rudi Bambang Trisilo. 1990. “Struktur Ketenaga- kerjaan di Indonesia” dalam Aris
Ananta (ed.), Ekonomi Sumber Daya Manusia. LDFE-UI, Jakarta

https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html

Anda mungkin juga menyukai