Anda di halaman 1dari 189

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM

PRAKTIK PENERAPAN TEKNOLOGI PEKERJAAN SOSIAL ARAS


MIKRO, MESSO, MAKRO
PEREMPUAN RAWAN SOSIAL EKONOMI

Acc Bimbingan Laporan Praktikum


Laboratorium
Ezra Martha Eticha Simanullang
18.04.168
Prodi Pekerjaan Sosial
Bandung, 28 April 2021

Dr.Bambang Rustanto.M.Hum
NIP 196206231982021001

PEMBIMBING

Dr. BAMBANG RUSTANTO, M.Hum

Oleh

EZRA MARTHA ETICHA SIMANULLANG


NRP 18.04.168

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PROGRAM SARJANA


TERAPAN

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL


BANDUNG 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PRAKTIK PENERAPAN TEKNOLOGI


PEKERJAAN SOSIAL ARAS MIKRO,
MESSO, MAKRO TOPIK PEREMPUAN
RAWAN SOSIAL EKONOMI

Nama Mahasiswa : EZRA MARTHA ETICHA SIMANULANG

NRP : 18.04.168

Program : Program Studi Pekerjaan Sosial


Program Sarjana Terapan

Pembimbing

Dr. BAMBANG RUSTANTO, M.Hum

Mengetahui
Ketua Program Pendidikan Pekerjaan Sosial Program Sarjana
Terapan
Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung,

Dr. AEP RUSMANA, M.Si


MOTTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
rahmat, pertolongan dan anugerah-Nya melalui orang orang yang membimbing dan
mendukung dengan berbagai cara sehingga penulis dapat menulis dan
menyelesaikan laporan ini.
Segala perjuangan saya hingga titik ini saya persembahkan kepada dua
orang paling berharga dalam hidup saya. Hidup menjadi begitu mudah dan lancar
ketika kita memiliki orang tua yang lebih memahami kita daripada diri kita sendiri,
untuk ayah Jackson Parny Simanullang dan ibu Nelsy Sartika Marbun yang telah
mengisi dunia saya dengan begitu banyak kebahagiaan sehingga seumur hidup
tidak cukup untuk menikmati semuanya. Terima kasih atas semua cinta yang telah
ayah dan ibu berikan kepada saya. Ayah dan Ibu telah menjadi orang tua yang
sempurna.
Karena kalian berdua, hidup terasa begitu mudah dan penuh kebahagiaan.
Terima kasih karena selalu menjaga saya dalam doa-doa ayah dan ibu serta selalu
membiarkan saya mengejar impian saya apa pun itu. Ketika dunia menutup
pintunya pada saya, ayah dan ibu membuka lengannya untuk saya. Ketika orang-
orang menutup telinga mereka untuk saya, mereka berdua membuka hati untukku.
Ibu dan ayah telah melalui banyak perjuangan dan rasa sakit. Tapi saya
berjanji tidak akan membiarkan semua itu sia-sia. Saya ingin melakukan yang
terbaik untuk setiap kepercayaan yang diberikan. Saya akan tumbuh, untuk menjadi
yang terbaik yang saya bisa. Pencapaian ini adalah persembahan istimewa saya
untuk ayah dan ibu.
MOTTO

“Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.
Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan
goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku,
tempat perlindunganku ialah Allah”. (Mazmur 62:6-8)
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Yesus Kristus yang telah memberikan segala
limpahan berkat serta nikmat Nya, sehingga menjadikan penulis mampu untuk
menyelesakan Laporan Praktikum Laboratorium dengan judul “Penerapan
Teknologi Pekerjaan Sosial dalam Aras Mikro, Aras Messo, dan Aras Makro Topik
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi” tepat pada waktunya.
Laporan ini merupakan hasil dari kegiatan Praktikum Laboratorium yang
dilaksanakan mulai dari tanggal 10 Februari-16 April 2021, didalamnya berisi
analisis mengenai Penerapan Teknologi Pekerjaan Sosial dalam Aras Mikro, Aras
Messo, dan Aras Makro di Desa Cikalongwetan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak pihak yang
ikut terlibat dan membantu hingga laporan ini dapat selesai sesuai dengan waktu
yang diharapkan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Marjuki, M.Sc selaku Direktur Politeknik Kesejahteraan Sosial


Bandung.
2. Dr. Aep Rusmana, M.Si selaku ketua Program Studi Sarjana Terapan
Pekerjaan Sosial Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.
3. Dr. Pribowo, M.Pd selaku Kepala Laboratorium Pekerjaan Sosial
Politeknik Kesejahteraa Sosial Bandung.
4. Dr. Bambang Rustanto, M.Hum selaku dosen pembimbing Praktikum
Laboratorium.
5. Para dosen Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah
mencurahkan tenaga mencurahkan tenaga, pikiran, dan ilmu yang
dimiliki untuk dapat diajarkan kepada penulis dan teman-teman
mahasiswa Poltekesos lainnya.
6. Budi Setiadi selaku Ketua RW dan Uka selaku Ketua RT serta
masyarakat Desa Cikalongwetan yang telah memberikan dukungan atas
kegiatan praktikum laboratorium mahasiswa Poltekesos Bandung.

i
7. Seluruh masyarakat RT 01 RW 17 yang telah membantu serta
mendukung proses praktikum.
8. Keluarga besar Simanullang dan Lumbangaol yang telah memberikan
dukungan dan doa kepada penulis.
9. Yunus dan Kevin selaku saudara penulis yang selalu memberikan
dukungan dan doa serta semangat kepada penulis.
10. Jerry Nadeak selaku teman dekat penulis yang istimewa selalu
memberikan dukungan, kebaikan, perhatian dan kebijaksanaan. Terima
kasih karena memberi tahu penulis cara hidup dengan jujur dan bahagia.
11. Sahabat-sahabat penulis yang senantiasa memberikan doa dan
semangat kepada penulis.
12. Teman-teman kelompok praktikum (Sulis, Shafira, Vrinsca, Nopy, dan
Ega) yang selalu bersemangat dan selalu kompak.

Akhir kata, penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak


kekurangan dalam penulisan pada laporan praktikum laboratorium kali ini. Oleh
sebab itu, dimohon kepada pembaca agar dapat memberi saran dan masukan dalam
rangka adanya perbaikan guna penyusunan laporan praktikum selanjutnya.
Demikian laporan ini disampaikan semoga dapat menjadi sumber ilmu yang
bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Atas bantuan dan bimbingannya,
penulis ucapkan terimakasih.

Bandung Barat, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………...... viii
BAB I PENDAHULUAN….…………………………………................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Permasalahan ………………………............................................. 4
1.3 Maksud dan Tujuan......................................................................... 5
1.4 Manfaat Praktikum........................................................................... 6
1.5 Waktu dan Lokasi Praktikum…………………….......................... 6
1.6 Tahapan Praktikum.......................................................................... 7
1.7 Keluaran .......................................................................................... 9
1.8 Proses Supervisi............................................................................... 9
BAB II KAJIAN KONSEPTUAL .….……………………………........... 13
2.1 Kajian Konseptual Perempuan Rawan Sosial Ekonomi……………13
2.1.1 Definisi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi ........................... 13
2.1.2 Kriteria Perempuan Rawan Sosial Ekonomi ............................ 13
2.1.3 Kebutuhan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi........................ 14
2.1.4 Faktor Penyebab Munculnya Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi……………………………………………………… 16
2.1.5 Faktor Penyebab Munculnya Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi……………………………………………………… 16
2.1.6 Masalah Yang Dihadapi Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi................................................................................... 17
2.1.7 Karakteristik Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)...... 18
2.2 Kajian Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial………………...19
2.3 Kajian Pekerjaan Sosial ………........................................................19
2.3.1 Pengertian Pekerjaan Sosial ……………………...…………...19
2.3.2 Tujuan Pekerjaan Sosial …………………....…………………20

iii
2.3.3 Kode Etik Pekerjaan Sosial …………....……………………. 20
2.3.4 Fungsi Pekerja Sosial ……………………………………….. 22
2.3.5 Peran-peran Pekerja Sosial ………………………………….. 22
2.3.6 Relevansi Pekerja Sosial Dengan Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE) ..................................................................... 23
2.4 Konsep/Teori Tentang Kebijakan Sosial dan Program
Penanganan Masalah Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)..24
2.4.1 Tinjauan Tentang Kebijakan ……………………….........….. 24
2.4.2 Tinjauan Tentang Kebijakan Sosial ………………………… 25
2.5 Konsep/Teori Tentang Sistem Sumber Kesejahteraan Yang
Relevan Dengan Masalah Perempuan Sosial Ekonomi ………...... 33
2.6 Praktik Pekerja Sosial …………………………………………… 44
2.6.1 Pekerjaan Sosial Aras Mikro ……………………………….. 44
2.6.2 Pekerjaan Sosial Aras Messo………………………………… 44
2.6.3 Pekerjaan Sosial Makro……………………………………… 45
2.7 Tekonologi Aras Mikro ………………………………………….. 46
2.7.1 Intervensi Aras Mikro ……………………………………….. 46
2.7.2 Teknologi Aras Mikro ………………………………………. 53
2.8 Teknologi Aras Messo …………………………………………… 58
2.8.1 Intervensi Aras Messo……………………………………….. 59
2.8.2 Teknologi Aras Messo ….…..………………………………. 66
2.9 Teknologi Aras Makro ………………………………………….. 68
2.9.1 Intervensi Aras Makro ………………………………………. 68
2.9.2 Teknologi Aras makro ………………………………………. 72
BAB III PERANCANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI........... 77
3.1. Praktik Aras Mikro.......................................................................... 77
3.1.1 Penerapan Engagement, Intake, dan Contract.......................... 77
3.1.2 Penerapan Assessment.............................................................. 78
3.1.3 Rancangan Rencana Intervensi (Planning) ………………….. 90
3.1.4 Rancangan Skenario Intervensi (Intervention)......................... 96
3.1.5 Rancangan Evaluasi.................................................................. 99

iv
3.1.6 Rancangan Terminasi ............................................................... 101
3.2 Praktik Aras Messo........................................................................... 102
3.2.1 Penerapan Engagement, Intake, dan Contract.......................... 102
3.2.2 Perancangan Asesmen............................................................... 103
3.2.3 Rancangan Rencana Intervensi (Planning).......……………… 116
3.2.4 Rancangan Skenario Intervensi (Intervention)......................... 119
3.2.5 Rancangan Evaluasi (Evaluation)............................................. 121
3.2.6 Rancangan Terminasi (Termination)........................................ 123
3.3 Praktik Aras Makro.......................................................................... 124
3.3.1 Inisiasi Sosial …....................................................................... 124
3.3.2 Pengorganisasian Sosial............................................................ 127
3.3.3 Penerapan Asesmen.................................................................. 128
3.3.4 Penerapan Rencana Intervensi.................................................. 133
3.3.5 Perancangan Intervensi ……................................................... 141
3.4 Refleksi ……………….........…………………………………….. 146
3.4.1 Capaian Tujuan dan Manfaat Yang Dirasakan Praktikan ....... 146
3.4.2 Faktor Pendukung dan Penghambat …………..……………. 147
BAB IV PENUTUP.......….……………………………..........…................ 149
4.1. Simpulan Praktik ............................................................................ 149
4.2 Saran Praktik Laboratorium ............................................................ 150
DAFTAR PUSTAKA........……………………………............................... 151
LAMPIRAN.......….……………………………..........…............................152

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Identitas Keluarga Klien A………………...…………..………... 79


Tabel 3.2 Gejala Dan Fokus Masalah Klien…….…………………………. 88
Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Program Penurunan Kecemasan Klien A……... 95
Tabel 3.4 Perancangan Intervensi Penurunan Kecemasan Klien A ……….. 96
Tabel 3.5 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Mikro……….....…………... 99
Tabel 3.6 Perancangan Terminasi Dan Rujukan Praktik Aras Mikro…....... 101
Tabel 3.7 Identitas Klien Praktik Aras Messo……….…………………….. 104
Tabel 3.8 Identitas Keluarga Klien A Aras Messo………………………… 104
Tabel 3.9 Identitas Keluarga Klien ER Aras Messo.………………………. 104
Tabel 3.10 Identitas Keluarga Klien U Aras Messo…….............................. 105
Tabel 3.11 Dimensi Keberfungsian Sosial Klien Praktik Aras Messo…….. 105
Tabel 3.12 Permasalahan Klien Praktik Aras Messo ……………………… 111
Tabel 3.13 Sistem Partisipan Dan Peranannya…………………...................117
Tabel 3.14 Jadwal Kegiatan Program Penguatan Kepercayaan Diri………..119
Tabel 3.15 Perancangan Intervensi………………………………………….119
Tabel 3.16 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Messo……………………...122
Tabel 3.17 Perancangan Terminasi Dan Rujukan…………………………...123
Tabel 3.18 Sistem Partisipan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA………………………………………………………………………. 136
Tabel 3.19 Jadwal Kegiatan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA………………………………………………………………………. 140
Tabel 3.20 Rencana Anggaran Biaya Program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA………………………………………………………………………. 141
Tabel 3.21 Pelatihan Pengolahan Kue Tradisional…………………………. 142
Tabel 3.22 Seminar Kewirausahaan Partisipatif……………………………..143
Tabel 3.24 Perancangan Terminasi Dan Rujukan…………………………....145

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Proses Assesment Terhadap Klien “A”.……………………....78


Gambar 3.2 Genogram Klien A…………………………………………….81
Gambar 3.3 Ecomap Klien A .……………………………………………...85
Gambar 3.4 Kegiatan Transect Walk ……………………………………… 126
Gambar 3.5 Simulasi Rembug Warga …………………………………….. 129

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian Kesbangpol


Lampiran 2 Surat Pemberitahuan Praktikum
Lampiran 3 Pernyataan Persetujuan Untuk Menjadi Klien
Lampiran 4 Matriks Rencana Kerja
Lampiran 5 Instrumen Wawancara
Lampiran 6 Catatan Proses Praktik Aras Mikro
Lampiran 7 Catatan Ringkas Praktik Aras Mikro
Lampiran 8 Catatan Proses Praktik Aras Messo
Lampiran 9 Catatan Ringkas Praktik Ares Messo

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Landasan Konstitusi Negara Republik Indonesia adalah Pembukaan
Undang-undang dasar 1945 telah jelas disebutkan bahwa salah satu tugas
pemerintah Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum. Pembukaan Undang-Undang Dasar ini tidak pernah diubah dan apa yang
tercantum tetap utuh. Hal tersebut mengartikan bahwa salah satu tugas pemerintah
dari dulu, sekarang dan selanjutnya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
Istilah kesejahteraan umum sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945
mempunyai arti yang sama dengan istilah kesejahteraan sosial. Dalam batang tubuh
UUD 1945, kesejahteraan sosial sendiri sudah diatur dalam bab tersendiri yaitu
pada bab XIV (Fahrudin: 1-2, 2012).
Sekarang ini sudah ada undang-undang yang secara khusus membahas dan
mengatur tentang kesejahteraan sosial, yaitu UU No. 11 Tahun 2009. Undang-
undang ini mengatur tentang hal yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial,
seperti: azas dan tujuan kesejahteraan sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial,
penanggulangan kemiskinan, tanggungjawab, dan wewenang, sumber daya,
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, pendaftaran dan penyelenggaraan LKS,
akreditasi dan sertifikasi, serta pembinaan dan pengawasaan, serta pemantauan dan
evaluasi.
Oleh karena itu, profesi pekerjaan sosial diperlukan perannya dalam
mengatasi kesejahteraan sosial. Semakin kompleksnya permasalahan sosial di
masyarakat menuntut pekerja sosial supaya mampu bekerja secara profesional,
terutama terkait pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu
aspek keprofesionalan sebuah profesi adalah pendidikan formal yang mengajarkan
ilmu dan keterampilan yang menjadi dasar praktik pekerjaan sosial.
Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung merupakan salah
satu Lembaga Pendidikan Tinggi di bidang Pekerjaan Sosial di bawah Kementerian
Sosial Republik Indonesia. Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

1
menyelenggarakan program pendidikan sarjana terapan dan pascasarjana spesialis
pekerjaan sosial, program pendidikan sarjana terapan terdiri atas tiga jurusan yaitu
pekerjaan sosial, rehabilitasi sosial, serta perlindungan dan pemberdayaan sosial.
Tujuan dari pendidikannya yaitu untuk mencetak sumber daya pekerja sosial yang
berkualitas dan menghasilkan tenaga-tenaga profesional di bidang pelayanan
kesejahteraan sosial. Tugas dan fungsi Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ketenagakerjaan yang ahli di bidang
pelayanan kesejahteraan sosial baik di instansi pemerintah maupun di lembaga
masyarakat.
Praktikum Laboratorium, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan mempraktikkan berbagai metoda/teknik/ teknologi praktik pekerjaan
sosial, baik laboratorium indoor maupun outdoor. Pada saat pandemi COVID-19
ini hanya dilakukan praktikum laboratorium outdoor di lingkungan tempat tinggal
mahasiswanya. Kemampuan mempraktikkan metoda/teknik/ teknologi praktik
pekerjaan sosial tersebut berupa keahlian/keterampilan praktik dalam dimensi dan
perspektif secara lebih luas dengan mendasarkan pada keterampilan umum. Sesuai
Permendikbud nomor 3 Tahun 2020 bahwa jenjang 6 sarjana terapan yaitu
menghasilkan prototipe, prosedur baku, disain dalam bentuk kertas kerja. Oleh
karena itu, fokus kegiatan praktikum laboratorium ini adalah menyimulasikan
penerapan berbagai metoda/teknik/teknologi praktik pekerjaan sosial sesuai dengan
tahapan praktik pekerjaan sosial yang diarahkan pada capaian profil Prodi
Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan.
Praktikum Laboratorium ini memiliki bobot 6 SKS dan dilaksanakan selama
satu Semester, pelaksanaan praktikum selama masa pandemi COVID-19
menggunakan sistem daring. Kegiatan Praktikum Laboratorium sendiri terdiri dari
tahap persiapan/pra lapangan, tahap pelaksanaan, penyusunan laporan praktikum,
dan ujian praktikum. Pada tahap persiapan, mahasiswa dibekali dengan berbagai
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dari narasumber yang diundang
oleh lembaga Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung yang diadakan
secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting. Selain itu juga mahasiswa
melakukan perizinan dan menjalin relasi dengan pihak kelurahan dan lingkungan

2
di sekitar. Pada tahap pelaksanaan, Mahasiswa melakukan simulasi penerapan
teknologi pekerjaan sosial sesuai dengan tahapan pertolongan pekerjaan sosial baik
pada klien aras mikro, messo mapun makro. Kegiatan lapangan selama masa
pandemi COVID-19 dilakukan ditempat tinggal masing-masing mahasiswa.
Kegiatan Praktikum Laboratorium ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman mengenai metode dan teknik serta
teknologi pekerjaan sosial, meningkatkan kemampuan diri dalam mengaplikasikan
pengetahuan, nilai dan etika, serta keterampilan praktik pekerjaan sosial untuk:
menangani masalah kesejahteraan sosial baik aras mikro, messo, dan makro;
melakukan penyuluhan sosial; analisis masalah sosial; analisis sumber daya sosial;
dan analisis pemberdayaan sosial.
Program studi diploma IV Politeknik Kesejahteraan Sosial
(POLTEKESOS) Bandung mempersyaratkan mahasiswanya untuk melakukan
Praktikum Laboratorium pada semester VI yang memiliki fokus pada asesmen
Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang terdiri dari 26 jenis masalah
dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang berjumlah 10
sebagaimana yang tercantum di dalam Permensos No. 12 Tahun 2008. Praktikum
Laboratorium ini mengharuskan mahasiswa untuk bisa memenuhi beberapa
kompetensi, seperti: membangun relasi sosial, menyimulasikan beberapa tools
asesmen, melakukan asesmen dan mengumpulkan data tentang sasaran, membuat
pencatatan dan pelaporan, serta menyusun rencana intervensi, skenario intervensi,
skenario evaluasi, dan skenario terminasi.
Penyusunan laporan praktikum dilakukan setelah praktikan menyelesaikan
proses praktikum. Laporan yang disusun meliputi laporan individu, yang akan
dibimbing oleh supervisor. Ujian praktikum dilakukan paling lambat 10 hari setelah
praktikum selesai. Mahasiswa/praktikan akan mendapatkan bimbingan dari
supervisor untuk menyiapkan laporan individu dan video simulasi penerapan
teknologi pekerjaan sosial terbaik yang akan diujikan.

3
1.2 Permasalahan
Jumlah Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Sosial RI No. 8 tahun 2012 yang terdiri dari 26 jenis, di
Desa Cikalongwetan terdapat 5 jenis yang tersebar di 18 RW dan 30 RT.
Berdasarkan data yang didapatkan oleh praktikan jenis pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial yang terdapat di Desa Cikalongwetan terdiri dari penyandang
disabilitas, lanjut usia terlantar, perempuan rawan sosial ekonomi, keluarga
bermasalah psikologis dan PRSE. Berdasarkan beberapa jenis Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) tersebut, praktikan memilih fokus masalah
perempuan rawan sosial ekonomi.
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) merupakan salah satu
permasalah yang disebabkan karena kemiskinan. Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE) ini disebabkan karena ditinggal oleh suaminya dan mereka tidak
mempunyai pekerjaan yang penghasilannya dapat mencukupi kehidupannya sehari-
hari. Jumlah tanggungan yang banyak juga menjadi masalah yang dialami oleh
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE). Kebanyakan PRSE yang ada di Desa
Cikalongwetan bekerja sebagai buruh harian lepas, tetapi ada juga yang hanya
berharap dari pendapatan anaknya. Persebaran perempuan rawan sosial ekonomi di
Desa Cikalongwetan berada di 13 RW dan di 26 RT. Jumlah perempuan rawan
sosial ekonomi terbanyak adalah di RW 16 sebanyak 32 orang yang tersebar di
beberapa RT.
Sebagian besar PRSE yang ada di Desa Cikalongwetan berstatus janda, baik
karena suaminya yang telah meninggal dunia, maupun telah bercerai dan ada juga
yang berstatus menikah namun suaminya tidak memberikan kejelasan dalam
memberikan nafkah bagi keluarganya. Rata- rata perempuan rawan sosial ekonomi
di Desa Cikalongwetan berpendidikan terakhir yaitu tingkat SD dan SMP,
meskipun ada sebagian kecil perempuan rawan sosial ekonomi yang pendidikan
terakhirnya adalah SMA.
Masalah yang dihadapi PRSE diantaranya pengetahuan dan keterampilan
mereka yang pada umumnya masih rendah, kesempatan kerja untuk wanita dalam
proses produksi cenderung terbatas, masalah kondisi sosial lingkungan keluarga

4
yang tidak mendukung, produktivitaas dan upah rendah, masalah sosial budaya
khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Untuk memenuhi kehidupannya, PRSE di Desa Cikalongwetan bekerja
sebagai buruh harian lepas atau asisten rumah tangga. Pekerjaan ini dilakukan
seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyetrika baju dan lain-lain.
Selain itu, ada beberapa perempuan rawan sosial ekonomi yang bekerja sebagai
wiraswasta yang menyambung hidup dengan berjualan makanan.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dan Tujuan dari Praktikum Laboratorium yang dilakukan oleh
praktikan di Desa Cikalongwetan, Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung
Barat adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum praktikum laboratorium adalah menyiapkan mahasiswa
dalam penguasaan berbagai metode dan teknik serta keterampilan pekerjaan
sosial sebagai dasar untuk melakukan praktikum institusi dan komunitas.
2. Tujuan Khusus
Praktikum laboratorium secara khusus bertujuan:
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap metode dan teknik
serta teknologi pekerjaan sosial .
b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, nilai dan etika serta keterampilan praktik pekerjaan sosial
untuk menangani masalah kesejahteraan sosial baik klien aras mikro,
mezzo maupun makro.
c. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan penyuluhan sosial.
d. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis masalah
sosial.
e. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis sumber daya
sosial

5
f. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan analisis
pemberdayaan sosial
1.4 Manfaat Praktikum
Praktikum Laboratorium yang dilakukan oleh praktikan di Desa
Cikalongwetan, Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat memiliki
manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
nilai dan etika serta keterampilan praktik pekerjaan sosial untuk menangani
masalah kesejahteraan sosial baik klien aras mikro, mezzo maupun makro.
2. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
dan keterampilan dalam melakukan penyuluhan sosial.
3. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
dan keterampilan dalam melakukan analisis masalah sosial.
4. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
dan keterampilan dalam melakukan analisis sumber daya sosial.
5. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuan,
dan keterampilan dalam melakukan analisis pemberdayaan sosial.
1.5 Waktu dan Lokasi Praktikum
Praktikum Laboratorium dilaksanakan selama dua bulan setengah, dengan
mengambil lokasi di desa masing-masing sesuai dengan tempat tinggal praktikan.
Pada semester Genap Tahunn Akademik 2020/2021 ini, jadwal praktikum
laboratorium dilaksanakan pada:

1. Pra Lapangan : 28 Januari – 9 Februari 2021


2. Lapangan : 10 Februari – 16 April 2021
3. Ujian Lisan : 29 April – 30 April 2021
Lokasi Praktikum berada di Desa Cikalongwetan, Kecamatan
Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat.

6
1.6 Tahapan Praktikum
Kegiatan praktikum laboratorium dibagi menjadi 3 (tiga) tahap kegiatan
yaitu sebagai berikut.
a. Persiapan
Tahap pralapangan praktikum laboratorium dilaksanakan mulai tanggal 28
Januari – 9 Februari 2021. Kegiatan praktikum laboratorium pada tahap
pralapangan/ persiapan adalah sebagai berikut:

1. Kajian literatur.
Kajian literarur merupakan aktivitas praktikan untuk memahami konsep
dan teori yang terkait dengan ruang lingkup praktikum laboratorium.
Kegiatan ini dilakukan oleh praktikan dengan mempelajari bahan-bahan
dan sumber bacaan, baik melalui buku teks, buku elektronik, jurnal atau
penerbitan berkala maupun sumber-sumber lainnya. Praktikan menyusun
bahan-bahan ini secara sistematis dan dibuat menjadi karya ilmiah dalam
bentuk makalah yang nantinya dijadikan panduan bagi praktikan dalam
melaksanaan praktikum. Semua hasil kajian literatur yang telah didapatkan
oleh praktikan dikonsultasikan secara intensif dengan “Supervisor”.
2. Pembekalan
Pembekalan dalam masa pandemi covid 19 dilakukan secara daring yang
dilaksanakan oleh Laboratorium Pekerjaan Sosial Program Studi
Pekerjaan Sosial Program Sarjana Terapan Politeknik Kesejahteraan
Bandung. Tujuan pembekalan praktikum adalah diperolehnya kejelasan
mengenai substansi dan proses praktikum laboratorium yang akan
dilakukan di lapangan serta memperoleh informasi awal tentang isu-isu
terkini terkait PPKS dan PSKS. Kegiatan pembekalan praktikum ini
dilaksanakan sebanyak tiga kali pada tanggal 3 Februari 2021, 4 Februari
2021, dan 5 Februari 2021 yang dilakukan secara daring. Pada tanggal 3
Februari 2021 dilaksanakan pada pukul 10.00-12.00 WIB oleh Bapak
Samsul, S.Sos dari Yayasan Usaha Mulia (YUM) dengan materi
Engagement, intake, contract pada pelayanan aras mikro, messo, dan
makro. Pada tanggal 4 Februari 2021, dilaksanakan pembekalan yang

7
kedua oleh Bapak Asep Tatang terkait dengan kebijakan daerah dalam
pemanfaatan potensi dan sumber kesejahteraan sosial. Pembekalan terkhir
dilaksanakan pada tanggal 5 Februari 2021 dengan materi penanganan
masalah kesejateraan sosial pada aras mikro, messo dan makro di Yayasan
Societa Indonesia Cianjur, yang disampaikan oleh Bapak Wawan
Setiawan, AKS., MM.
3. Penyususnan Rencana Kerja
Praktikan sebelum ke lapangan harus menyusun Rencana Kerja Lapangan
(RKL) Praktikum. RKL Praktikum dibuat dalam bentuk matrik kegiatan
yang memuat keseluruhan tahapan proses kegiatan praktikum
laboratorium yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia atau
yang waktu yang telah ditentukan oleh Laboratorium Prodi Pekerjaan
Sosial.
b. Pelaksanaan
Tahap lapangan praktikum laboratorium dilaksanakan pada 10 Februari - 16
April 2021. Praktikum dalam masa pandemi covid, tugas praktikan adalah
membuat laporan tertulis dan membuat video simulasi penerapan teknologi
pekerjaan sosial dalam pertolongan pekerjaan sosial. Pada tahap pelaksanaan
ini praktikan melakukan simulasi pennerapann teknnologi pekerjaan pada aras
mikro, aras messo, dan aras makro.

c. Pengakhiran
Tahap pascalapangan dilakukan bimbingan penulisan dan penyusunan laporan
selama kurang lebih seminggu. Praktikan melakukan penyusunan laporan
individu dengan format sesuai dengan sistematika penyusunan laporan
praktikum laboratorium. Selanjutnya hasil praktikum akan di adakan ujian
lisan praktik pada tanggal 29 – 30 April 2021. Pengumpulan laporan akhir
setelah mendapat persetujuan pembimbing ke sekretariat laboratorium Prodi
Pekerjaan Sosial paling lambat tanggal 10 Mei 2021.

8
1.7 Keluaran

Kegiatan Praktikum Laboratorium ini berfokus pada penerapan teknologi


pekerjaan sosial. Praktikan menerapkan beberapa teknologi pada pada setiap aras.
Pada aras mikro, praktikan menerapkan teknologi BPSS yang telah diberi
penyesuaian. Kemudian pada aras messo, praktikan menerapkan teknik assesmen
Focus Froup Discussion (FGD), dan pada aras makro praktikan menerapkan teknik
assesmen Methodology Participatory of Assesment (MPA). Dalam praktiknya,
praktikkan memilih fokus Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE).

Praktikan menerapkan teknologi pekerjaan sosial kepada Pemerlu


Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dalam aras mikro, messo, serta makro.
Jenis teknologi yang dipraktikan oleh praktikan dalam penerapan teknologi
pekerjaan sosial pada aras mikro adalah BPSS yakni asesmen yang melihat dari segi
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Selain itu, dalam aras mikro ini praktikan
juga menerapkan teknologi genogram dan ecomap dalam tahap asesmen. Dalam
penerapan teknologi pekerjaan sosial aras messo, praktikan menerapkan teknologi
Focus Group Discussion (FGD) pada asesmen dan menggunakan metode social
group work dalam pelaksanaan intervensi pada aras messo. Untuk penerapan
teknologi pekerjaan sosial pada aras makro praktikan menggunakan teknologi
Method Partisipation of Assesment (MPA), teknologi ini digunakan saat praktikan
mengadakan community meeting (CM) atau rembug warga bersama dengan interest
group.

1.8 Proses Supervisi


Supervisi terhadap mahasiswa praktikum laboratorium meliputi supervisi
pendidikan, administratif, dan suportif. Supervisi dilakukan oleh supervisor yang
merupakan tenaga pendidik di kampus Poltekesos Bandung. Kegiatan supervisi ini
dilakukan oleh Dr. Bambang Rustanto, M.Hum selaku supervisor Praktikum
Laboratorium. Dalam kegiatan supervisi oleh supervisor ini dibahas mengenai
pelaksanaan proses praktikum, evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, dan
masukan dari supervisor mengenai proses praktikum yang dilakukan oleh masing-

9
masing praktikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi yang telah dilakukan adaalah
sebagai berikut:
1. Supervisi Pertama
Supervisi pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Februari 2021 melalui
media zoom meeting. Supervisi ini dilakukan pada saat pra lapangan dan
setelah terbentuknya kelompok praktikum laboratorium. Materi yang diberikan
oleh dosen pembimbing yaitu tentang pemahaman terkait dengan pelaksanaan
praktikum laboratorium pada aras mikro, messo, dan makro. Selain itu, dalam
bimbingan ini juga dijelaskan terkait dengan tools yang nantinya digunakan
dalam penerapan teknologi pekerjaan sosial. Supervisi pertama ini juga
bertujuan untuk memperkenalkan diri serta mengenal lebih dekat antar
praktikan yang ada di dalam kelompok.
2. Supervisi Kedua
Supervisi dilakukan pada hari Rabu, 17 Februari 2021 melalui media zoom
meeting. Supervisi ini dilakukan dengan pemberian materi oleh dosen
pembimbing. Materi yang diberikan pada supervisi ini yaitu terkait dengan
asesmen pada aras mikro. Pada kegiatan supervisi ini juga membahas mengenai
tools asesmen yang akan digunakan serta batas waktu pelaksanaan asesmen
tersebut. Selain itu, pada supervisi kedua ini juga praktikan diberi target untuk
pertemuan selanjutnya yaitu review asesmen yang telah dibuat serta menyusun
rencana intervensi dan menentukan tahap mana yang akan dibuat video.
3. Supervisi Ketiga
Supervisi ketiga dilakukan pada hari Kamis, 25 Februari 2021. Pembahasan
pada supervisi ketiga ini yaitu terkait dengan engagement, intake dan contract
serta asesmen yang telah dilakukan oleh praktikan. Praktikan menjelaskan
proses engagement, intake dan contract serta asesmen yang telah dilakukan
serta menjelaskan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut. pada supervisi kali ini praktikan juga diberi target untuk
menyelesaikan penyusunan laporan terkait engagement, intake dan contract,
asesmen, rencana intervensi dan pembuatan video selesai pada tanggal 28
Februari 2021.

10
4. Supervisi Keempat
Supervisi keempat dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Maret 2021. Pada
supervisi kali ini praktikan diarahkan untuk menyelesaikan terlebih dahulu
semua kegiatan di aras mikro dan apabila sudah selesai dilanjutkan ke aras
messo. Untuk pelaksanaan aras messo ini praktikan mengidentifikasi siapa saja
orang-orang yang akan dilibatkan dalam intervensi messo. Dalam intervensi
messo ini terdiri dari 3-5 orang yag memiliki permasalahan relatif sama dengan
klien pada aras mikro.
5. Supervisi Kelima
Supervisi kelima dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Maret 2021. Supervisi
kali ini membahas terkait dengan penggunaan Focus Group Discussion (FGD)
dalam asesmen messo. Dalam FGD ini praktikan diarahkan untuk
mengumpulkan klien kemudian menanyakan permasalahan yang dihadapi oleh
masing-masing klien dan menentukan masalah mana yang akan diatasi, serta
mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama dengan anggota kelompok.
Untuk rencana intervensi messo praktikan juga dapat menggunakan group
work sebagai media intervensi.
6. Supervisi Keenam
Supervisi keenam dilaksanakan pada hari Senin, 22 Maret 2021. Supervisi
kali ini membahas terkait dengan penyusunan laporan hasil asesmen messo
yaitu dalam bentuk tabel. Hasil asesmen berisikan tabel tentang identitas klien,
latar belakang klien, BPSS, sebab akibat, gejala masalah klien, sistem sumber,
dan fokus masalah. Laporan terkait hasil asesmen dalam bentuk tabel dan
deskripsi kesimpulan mengenai keadaan masing-masing anggota kelompok.
7. Supervisi Ketujuh
Supervisi ketujuh dilaksanakan pada hari Kamis, 15 April 2021. Pada
supervisi kali ini yaitu membahas materi terkait dengan aras makro.
Pembahasan tersebut yaitu terkait dengan pengorganisasian sosial, asesmen
dan rencana intervensi. Dalam pengorganisasian sosial praktikan mendapatkan
5 nama yang terdiri dari tokoh masyarakat untuk community meeting. Supervisi
ketujuh ini praktikan juga mendapatkan arahan dari dosen pembimbing terkait

11
dengan langkah-langkah melaksanakan MPA serta langkah-langkah dalam
melaksanakan rencana intervensi bersama dengan TKM dalam kegiatan
rembug warga.

12
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL
2.1 Kajian Konseptual Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
2.1.1 Definisi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
Menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial, dijelaskan bahwa Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE) adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah, atau
janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.
Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa Perempuan Rawan
Sosial Ekonomi (PRSE) adalah perempuan dewasa yang dalam keadaan belum
menikah, sudah menikah, ataupun janda, baik karena cerai atau karena
meninggalnya pasangan yang memiliki faktor-faktor lain yang membuat kebutuhan
sehari-hari mereka kurang tercukupi yang kemudian menimbulkan berbagai
kerentanan. Dalam hal ini, perempuan atau istri sebagai seorang janda karena suami
telah meninggal atau telah becerai dengan suaminya akan menggantikan posisi
seorang suami yaitu sebagai kepala keluarga dan sebagai pencari nafkah utama
keluarga. Selain itu, jika seorang wanita belum menikah namun dirinya menjadi
tulang punggung keluarga karena orangtuanya telah meninggal juga dapat
dikategorikan ke dalam kategori Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE).

2.1.2 Kriteria Perempuan Rawan Sosial Ekonomi


Menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial, Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
mempunyai beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh


sembilan) tahun;
b. Istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan;
c. Menjadi pencari nafkah utama keluarga

13
d. Berpenghasilan kurang atau tidak mencakup untuk kebutuhan hidup layak
Berdasarkan indikator tersebut, dapat diketahui bahwa tanpa modal, tanpa
pendidikan, tanpa keterampilan, mereka akan sulit untuk memperbaiki kondisi
kehidupannya jika hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Dengan
demikian, makin jelas bahwa yang dinamakan Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi adalah mereka yang dilatarbelakangi oleh kehilangan suami, tidak
mendapat kesempatan dalam lapangan pekerjaan, beban dan tanggung jawab
yang cukup berat untuk menghidupi keluarga tanpa persiapan yang matang,
serta tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya keterampilan yang
dimiliki.
2.1.3 Kebutuhan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
Suharto (2010) menjelaskan bahwa setiap manusia di dunia ini pasti
memiliki kebutuhan dalam hidup, tidak terkecuali bagi Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE). Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang
diperlukan oleh manusia untuk mempertahankan keseimbangan fisik maupun
psikologis mereka sehingga dapat menjalankan dan mempertahankan
kehidupannya dengan baik. Selanjutnya Suharto (2010) membagi kebutuhan
menjadi 7 macam sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan yang mendasar dan universal yang harus dipenuhi oleh setiap
manusia, misalnya, makan, minum, pakaian, tidur, seks, dan perawatan
kesehatan.
b. Kebutuhan psikologis
Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam kaitannya dengan aspek kejiwaan atau
psikis manusia. Misalnya kebutuhan harga diri, kasih sayang, dihargai, dan
menghargai, mengekspresikan pendapat dan kulturasi diri, serta kebutuhan
berprestasi.
c. Kebutuhan sosial
Kebutuhan manusia dalam kaitannya sebagai makhluk sosial. Kebutuhan untuk
berekelompok, bermasyarakat, berorganisasi, berelasi, dan berinteraksi,

14
berkawan dan bersahabat dengan orang lain, berpartisipasi, berintegrasi dan
kebutuhan pengakuan status sosial.
d. Kebutuhan spiritual
Kebutuhan rohani manusia dalam kaitannya dengan aspek-aspek transdental di
luar dirinya, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta, kebutuhan
untuk beragama dalam berbagai bentuk dan manifestasinya.
e. Kebutuhan ekonomi
Kebutuhan untuk memiliki pekerjaan dan memperoleh penghasilan, kebutuhan
untuk mendapatkan penghargaan yang berupa uang atau materi.
f. Kebutuhan pendidikan
Kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan, keahlian, keterampilan, tertentu
yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan hidupnya.
g. Kebutuhan keadilan
Kebutuhan keturunan, keamanan, perlindungan dan kesamaan dengan orang
lain termasuk kebutuhan akan suasana demokratis dan kesempatan yang sama
dalam mencapai cita- cita.
Kemudian di dalam setiap orang tentunya juga memiliki masalah di dalam
hidupnya, tak terkecuali yang dihadapi oleh Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
(PRSE). Departemen Sosial Indonesia (1996: 35) menjabarkan beberapa masalah
yang dialami oleh Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE), meliputi:

a. Pengetahuan dan keterampilan mereka yang pada umumnya masih rendah.


b. Kesempatan kerja untuk wanita dalam proses produksi cenderung terbatas.
c. Masalah kondisi sosial lingkungan keluarga yang tidak mendukung.
d. Produktivitas dan upah.
e. Masalah sosial budaya khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan masyarakat.
f. Kemampuan dan pembinaan kesejahteraan keluarga belum memadai
terutama dalam pemenuhan gizi dan perawatan kesehatan.

15
2.1.4 Faktor Penyebab Munculnya Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
(PRSE)
Departemen Sosial Republik Indonesia (1996: 28) menyatakan bahwa
faktor penyebab munculnya masalah Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
adalah:

a. Faktor Internal
Faktor yang menyebabkan terjadinya suatu masalah yang berasal dari dalam
diri wanita tersebut adalah adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
antara lain:

1) Keterbatasan fisik, yang disebabkan oleh kekurangmampuan fisik


untuk melakukan kegiatan serta tingkat intelegensi yang rata- rata
masih di bawah kaum pria.
2) Masih adanya rasa kurang percaya diri, apatis, dan rendah diri serta
aspirasi material yang tinggi.
3) Aspek sosial budaya, seperti lingkungan dan masyarakat yang kurang
mendukung terhadap kegiatan perempuan di daerahnya karena sistem
nilai yang berlaku.
b. Faktor Eksternal
Faktor yang merupakan penyebab timbulnya masalah yang berasal dari luar
diri mereka, kurangnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan serta
distribusi pendapatan yang kurang merata. Hal ini lebih disebabkan karena
nilai mesin lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan apabila
perempuan tersebut tidak mempunyai keterampilan khusus yang diandalkan.
Kondisi seperti ini dapat menyebabkan semakin terlihat adanya jurang
pemisah antara keadaan masyarakat ekonomi tinggi dengan masyarakat
ekonomi rendah/ lemah.

2.1.5 Dampak Munculnya Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)


Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1996: 15), dampak dari
masalah Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah:

16
a. Jumlah populasi perempuan rawan sosial ekonomi dari tahun ke tahun
semakin meningkat
b. Meningkatnya arus urbanisasi yang dapat menghambat pembangunan di desa
c. Timbul ketelantaran anak dalam keluarga akibat kondisi ekonomi yang
rendah dapat menghambat kelancaran pendidikan anak dan mempengaruhi
masa depannya
d. Pada akhirnya akan muncul praktek- praktek wanita tuna susila untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya.

Dari keempat dampak yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bukan


hanya satu dampak yang akan diakibatkan dari masalah PRSE ini melainkan lebih
dari satu, maka dari itu perlu diberikan perhatian yang lebih terhadap masalah ini,
tujuannya agar mencegah munculnya dampak dari masalah PRSE ini, apalagi jika
lebih diperhatikan dampak dari masalah ini dapat menyebabkan runtuhnya
ketahanan bangsa khususnya generasi penerus bangsa.

2.1.6 Masalah yang Dihadapi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)


Kondisi ekonomi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya sehari-hari menuntut perempuan rawan sosial ekonomi untuk
menambah penghasilan keluarganya. Menurut Departemen Sosial Republik
Indonesia (1996:35) bahwa masalah- masalah yang dihadapi wanita rawan sosial
ekonomi adalah:
a. Pengetahuan dan keterampilan mereka yang pada umumnya masih rendah.
b. Kesempatan kerja untuk wanita dalam proses produksi cenderung terbatas.
c. Masalah kondisi sosial lingkungan keluarga yang tidak mendukung.
d. Produktivitaas dan upah rendah.
e. Masalah sosial budaya khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat.
f. Kemampuan dan pembinaan kesejahteraan keluarga belum memadai
terutama dalam pemenuhan gizi dan perawatan kesehatan.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dengan berbagai permasalahan
yang dihadapi oleh perempuan rawan sosial ekonomi yang disebabkan oleh

17
berbagai faktor membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Di sisi lain mereka dituntut bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
sehari-hari. Dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh perempuan rawan sosial
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya maka akan menimbulkan dampak
yang negatif baik terhadap diri, keluarga maupun lingkungan, seperti: timbulnya
keterlantaran anak, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun pertumbuhan
fisik dan mentalnya yang akan mempengaruhi masa depannya.
2.1.7 Karakteristik Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
a. Pendidikan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
Pendidikan, kemiskianan dan pertumbuhan ekonomi saling terkait satu
sama lain. Tingkat pendidikan yang rendah sering melekat pada penduduk yang
kurang beruntung perekonomiannya (miskin secara materi/ekonomi).
Rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh penduduk miskin berimplikasi pada
kurang pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga menghambat
mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak. PRSE merupakan penduduk
yang berada dibawah garis kemiskinan yang merupakan dampak dari
pendidikan yang rendah. Selain pendidikan yang ditamatkan, karakterisktik
lain juga sangat penting dalam pendidikan adalah angka melek huruf atau
angka buta huruf. Angka melek huruf adalah indikator pendidikan paling dasar
yang dapat memberikan gambaran tentang kemajuan suatu bangsa, serta
adanya pemerataan kesempatanuntuk memperoleh pendidikan. Semakin besar
angka melek huruf orang dewasa, berarti semakin banyak penduduk yang
mampu dan mengerti baca tulis yang akan berpengaruh terhadap penerimaan
informasi dan ilmu pengetahuan yang lebih banyak.

b. Kegiatan Ekonomi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)


Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan, pembentukan,
dan pengembangan tenaga kerja berkualitas,produktif, efisien, dan berjiwa
wiraswasta sehingga mampu mengisi, menciptakan kesejahteraan dan taraf
hidup masyarakat, pembangunan bidang ketenagakerjaan utamanya ditujukan
bagi penduduk muda yang produktif, termasuk didalamnya perempuan rawan
sosial ekonomi.

18
2.2 Kajian Tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Ilmu pekerjaan sosial berhubungan erat dengan kesejahteraan sosial. Hal
tersebut dapat dilihat dari individu yang bermaslah sosial berarti mereka belum
dapat dikatakan sejahtera dalam bidang kesejahtaeraan sosialnya. Kesejahteraan
sosial merupakan gambaran kondisi suatu masyrakat yang layak dan mampu
mengembnagkan diri sehingga dapat berfungsi sosial. Kesejahtaeraan sosial juga
selalu dikaitkan dengan konsep kualtas hidup (quality of life).
Menurut Walter A. Friedlander dalam Muhidin (1997:1) mengungkapkan konsep
kesejahteraan sosial sebagai berikut:

Kesejahteraan sosial adalah system yang terorganisir dari pelayanan-


pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu
individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang
memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka
mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan
kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.

Berdasarkan definisi-definsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa


kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi dimana masyarakat dapat memenuhi
kebutuhannya, baik biologis, sosial, spiritual, serta dapat mengembangkan
kemampuan atau potensinya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Untuk mencapai
kesejahteraan sosial tersebut, perlu dilakukan bebragai upaya, program maupun
kegiatan yang disebut usaha kesejahteraan sosial, baik yang dilaksanakan oleh
pemerintah maupun masyarakat.

2.3 Kajian Pekerjaan Sosial

2.3.1 Pengertian Pekerjaan Sosial


Pengertian pekerjaan sosial berbagai macam. Berikut adalah beberapa pengertian
pekerjaan sosial:
a. Menurut Siporin (dalam Fahrudin, 2012) menyatakan bahwa pekerjaan sosiat
didefinisikan sebagai metode kelembagaun sosial untuk membantu orang

19
untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial mereka, untuk
memulilhkan dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka.
b. Menunut International Federation of Social Workers (IFSW) yang di benarkan
oleh NASW, bahwa profesi pekerjaan sosial meningkatkan perubahan sosial,
pemecahan masalah dalam serta pemberdayaan dan hubungan-hubungan
manusia pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan. Dengan
menggunakan teori-teori perlaku manusia dan sistem sosial pekerjaan sosial
melakukan intervensi pada titik-titik tempat orang berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial
merupakan dasar bagi pekerjaan sosial.
c. Zastrow (dalam Sukoco, 2011:7) juga mengemukakan bahwa pekerjaan sosial
merupakan kegiatan profesional untuk membantu individu-individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi
masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.

2.3.2 Tujuan Pekerjaan Sosial


Tujuan pekerjaan sosial menurut National Assoctation of Social Workers
(NASW) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan masalah,
mengatasi, dan perkembangan.

b. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang memberikan kepada


mereka sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan.

c. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiawi dan sistem-sistem


yang menyediakan orang dengan sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan.

d. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.

2.3.3 Kode Etik Pekerjaan Sosial


Garis besar dari kode etik pekerjaan sosial yang telah ditetapkan oleh IPSPI
(Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia) adalah sebagat berikut:

20
a. Perilaku dan integritas pribadi pekerja sosial professional
Didalam berperilaku sebagai pekerja sosial harus benar-benar sangat berhati-
hati karena penilaian orang lain akan cukup selektif dalam menilai segala
tingkah laku yang kita perlihatkan. Integritas pribadi yang ditonjolkan menjadi
nilai utama pekerja sosial di masyarakat dalam proses adaptasinya.
b. Kewajiban pekerja sosial profesional terladap klien
Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap kliennya diantaranya
memberikan berbagai solusi atas permasalahan klien yang tengah dihadapi,
memberikan pelayanan serta kenyamanan dalam berinteraksi sehinga terwujud
pekerja sosial yang profesional. Kewajiban tersebut harus senantiasa dilakukan
oleh pekerja sosial dalam pemenuhan prakteknya agar terlaksananya
keharmonisan diantara mereka.
c. Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap rekan sejawat
Kewajiban terhadap rekan sejawat diantaranya saling menghormati dan
menghargai rekan sejawat pekerja sosial. Serta menjaga komunikasi dan
interaksi dengan baik agar tercipta suasana yang menyenangkan.
d. Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap lembaga yang
mempekerjakannya
Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap lembaga yang
mempekerjakannya diantaranya menjaga kode etik yang telah diberikan serta
memberikan kepuasan pelayanan terhadap klien agar lembaga merasa
beruntung mempekerjakan pekerja sosial yang handal dalam pelayanan serta
disiplin yang tinggi.
e. Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap profesi pekerjaan sosial
Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap profesi pekerjaan sosial
diantaranya melakukan tugas pekeja sosial dengan baik dengan tidak
membeda-bedakan klien ataupun mencampur adukan permasalahan pribadi
dengan pekerjaan. Bekerja dengan segenap hati akan mampu mewujudkan
kesejahteraan sosial yang diinginkan.

21
f. Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap masyarakat
Kewajiban pekerja sosial profesional terhadap masyarakat diantaranya
memberikan contoh yang baik dalam berperilaku serta saling tolong menolong
dalam kesusahan dan turut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat agar
hubungan antara pekerja sosial dan masyarakat menjadi baik dan harmonis.
2.3.4 Fungsi Pekerja Sosial
Sukoco (2011:22-27), menjelaskan fungsi dan peran pekerja sosial sebagai
berikut:
a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara
efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-
masalah sosial yang mereka alami.
b. Mengaitkan orang dengan sistem-sistem sumber.
c. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber.
d. Mempengaruhi kebijakan sosial.
e. Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber

2.3.5 Peran-Peran Pekerja Sosial


Terdapat beberapa peran pekerja sosial yang relevan dengan masalah PRSE,
antara lain:
a. Sebagai Pemercepat Perubahan (Enabler)
Sebagai enabler, seorang pekerja sosial membantu individu-individu,
kelompok-kelompok, dan masyarakat dalam mengakses sistem sumber yang
ada, mengidentifikasi masalah, dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat
mengatasi masalah untuk pemenuhan kebutuhannya.
b. Peran sebagai Perantara (Broker)
Peran sebagai perantara yaitu menghubungkan individu-individu, kelompok-
kelompok dan masyarakat dengan lembaga pemberi pelayanan masyarakat
dalam hal ini: Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, serta pemerintah,
agar dapat memberikan pelayanan kepada individu-individu, kelompok-
kelompok dan masyarakat yang membutuhkan bantuan atau layanan
masyarakat.

22
c. Pendidik (Educator)
Pekerja sosial dalam menjalankan peran sebagai pendidik, diharapkan
mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan benar serta
mudah diterinua oleh individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat
yang menjadi sasaran perubahan.
d. Tenaga Ahli (Expert)
Kaitannya sebagai tenaga ahli pekerja sosial dapat memberikan masukan,
saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area (individu-individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat).
e. Perencana Sosial (Social Planner)
Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang
dihadapi individu-individu, kelompok- kelompok dan masyarakat,
menganalisa dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional dalam
mengakses sistem sumber yang ada untuk mengatasi masalah pemenuhan
kebutuhan individu-individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat.
f. Fasilitator
Pekerja sosial sebagai fasilitator, dalam peran ini berkaitan dengan
menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat. Peran ini
dilakukan untuk mempermudah proses perubahan individu-individu,
kelompok-kelompok, dan masyarakat, menjadi katalis untuk bertindak dan
menolong sepanjang proses pengembangan dengan menyediakan waktu,
pemikiran dan sarana-sarana yang dibutuhkan dalam proses tersebut.

2.3.6 Relevansi Pekerjaan Sosial dengan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi


(PRSE)
Perempuan dalam kehidupan bermasyarakat memiliki tugas kehidupan
yang harus dilaksanakan. Tugas tersebut merupakan tugas sebagai individu,
anggota keluarga, anggota kelompok, masyarakat, dan warga negara. Dalam
pelaksanaan tugas tersebut tentu tidak mudah karena manusia selalu dihadapkan
pada berbagai hambatan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

23
Perempuan rawan sosial ekonomi dihadapkan pada permasalahan
kemampuan mereka dalam melaksanakan peranan dan fungsi sosialnya dengan
baik. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki sehingga hal tersebut berpengaruh kepada tugas-tugas kehidupan dan
fungsi sebagai individu, anggota keluarga, dan masyarakat. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka diperlukan sumber dan pertolongan yang bersifat
profesional. Pekerja sosial merupakan salah satu potensi dan sumber dalam
masyarakat yang dapat membantu perempuan rawan sosial ekonomi dalam
memenuhi dan melaksanakan fungsi sosialnya.
Zastrow dalam Sukoco (2011:7) menyatakan bahwa Pekerjaan sosial
merupakan kegiatan profesional membantu individu-individu, kelompok-
kelompok, dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan
mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang
memungkinkan mereka mencapai tujuan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
pekerja sosial merupakan profesi yang berkecimpung di dalam kegiatan
pertolongan agar mereka dapat meningkatkan kemampuan seseorang termasuk
didalamnya perempuan rawan sosial ekonomi dalam menghadapi tugas-tugas
kehidupan dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian
mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan dapat meningkatkan
kesejahteraannya.
Pekerja sosial berupaya membantu perempuan rawan sosial ekonomi agar
dapat memperbaiki keberfungsian sosialnya dengan baik dengan melakukan
berbagai peran yang dimiliki oleh pekerja sosial sehingga mereka menjadi mandiri
dan mudah dalam menjangkau berbagai sumber serta dapat menghadapi kenyataan
hidupnya dengan penuh optimis sehingga diharapkan mampu dalam melaksanakan
keberfungsian sosialnya.

2.4 Kajian tentang Kebijakan Sosial dan Program Penanganan PRSE


2.4.1 Tinjauan Tentang Kebijakan
Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yan dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Ealau dan prewitt dalam Suharto (2005:7) menyatakan
bahwa kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang didirikan oleh

24
perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuatnya maupun yang
menaatinya (yang terkena kebijakan itu).
Menurut Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai sebagai prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu.
Kebijakan, menurut Titmuss, senantias berorientasi kepada masalah (problem-
orientaed) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented).
Dengan demikian Kebijakan merupakan Ketetapan, instrument, atau prinsip-
prinsip yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan menyangkut
tindakan-tindakan yang diarahkan pada kepentingan masyarakat atau warga
Negara.
2.4.2 Tinjauan tentang kebijakan Sosial

1. Definisi Kebijakan Sosial

Spicker dalam Suharto (2005: 10) menyatakan bahwa kebijakan sosial


adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam
arti luas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupun dalam arti sempit,
yang menunjuk pada beberapa jenis pemberian pelayanan koleftif tertentu guna
melindungi kesejahteraan rakyat. Sedangkan Marshal (1965) dalam Suharto
(2005: 10) menyatakan bahwa kebijakan dengan tindakan yang memiliki
dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan
pelayanan atau bantuan keuangan.
2. Tujuan Kebijakan Sosial
Suharto (2010:111) mengidentifikasi tujuan-tujuan kebijakan sosial sebagai
berikut:
a. Mengantisipasi, mengurangi, atau mengatasi masalah-masalah sosial
yang terjadi di masyarakat.
b. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat yang tidak dapat mereka penuhi secara sendiri-sendiri
melainkan harus melalui tindakan kolektif.

25
c. Meningkatkan hubungan interaksional manusia dengan mengurangi
kedisfungsian sosial individu atau kelompok yang disebabkan oleh
faktor-faktor internal-personal maupun eksternal-struktural.
d. Meningkatkan situasi dan lingkungan sosial-ekonomi yang kondusif bagi
upaya pelaksanaan peranan-peranan sosial dan pencapaian kebutuhan
masyarakat sesuai dengan hak, harkat dan martabat kemanusiaan.
e. Menggali, mengalokasikan, dan mengembangkan sumber-sumber
kemasyarakatan demi tercapainya kesejahteraan sosial dan keadilan
sosial.
3. Sasaran Kebijakan Sosial
Dari berbagai aspek yang telah dijelaskan diatas yang berkaitan dengan
kebijakan sosial, adapun sasaran kebijakan sosial mencakup, sebagi berikut:
a. Individu, kelompok dan masyarakat yang menjadi Pemerlu
Pelayanan Kesejateraan Sosial (PPKS).
b. Individu, kelompok dan masyarakat yang dikhawatirkan akan menjadi
penyandang masalah sosial.
c. Sumber dan potensi yang mendukung pelayanan sosial.
d. Lembaga pemerintah dan swasta, organisasi-organisasi sosial di
masyarakat.
e. Model Kebijakan Sosial

Model kebijakan sosial menurut Suharto (2005) dapat dikelompokkan


menjadi beberapa kategori yaitu 1) berdasarkan pelaksanaannya, 2) ruang
lingkupnya, 3) keberlanjutannya, dan 4) permasalahannya.
a. Berdasarkan Pelaksanaannya
1) Model Imperatif
Model Kebijakan Sosial Imperatif adalah kebijakan sosial terpusat,
yakni seluruh tujuan-tujuan sosial, jenis, sumber, dan jumlah pelayanan
sosial seluruhnya telah ditentukan oleh pemerintah.
2) Model Indikatif
Model Kebijakan Sosial Indikatif adalah kebijakan sosial yang
mengupayakan kesamaan visi dan aspirasi seluruh masyarakat. Pemerintah

26
biasanya hanya menentukan sasaran kebijakan secara garis besar,
sedangkan pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat atau
badan-badan swasta (Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi
Sosial). Kebijakan sosial Indikatif sering pula disebut sebagai Kebijakan
sosial Partisipatif.

b. Berdasarkan Ruang Lingkup dan Cakupannya


1) Model Universal
Model Universal adalah kebijakan sosial yang diarahkan untuk
mengatur dan memenuhi kebutuhan pelayanan sosial warga masyarakat
secara menyeluruh, tanpa membedakan usia, jenis kelamin dan status sosial.
Dengan demikian, setiap orang memilki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pelayanan sosial.
2) Model Selektifitas
Model Selektifitas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosial
warga masyarakat tertentu saja. Prinsip selektifitas menyatakan bahwa
pelayanan sosial hanya diberikan pada mereka yang membutuhkan saja,
yaitu mereka yang mengalami masalah dan mmbutuhkan pelayanan
tertentu. Syarat utama untuk memperoleh pelayanan biasanya ditentukan
atas dasar ‘ketidakmampuannya’ yang umumnya dilihat dari aspek
pendapatan (income).
c. Berdasarkan Keajegan atau Keberlanjutannya
1) Model Residual
Menurut Model Residual, kebijakan sosial hanya diperlukan apabila
lembaga-lembaga alamiah yang karena suatu sebab (misalnya keluarga
kehilangan pencari nafkah karena meninggal dunia) tidak dapat
menjalankan peranannya.
Pelayanan sosial yang diberikan biasanya bersifat temporer, dalam arti
segera dihentikan manakala lembaga tersebut dapat berfungsi kembali.
Contohnya bantuan finansial untuk pengangguran atau korban bencana
alam.
2) Model Institusional

27
Menurut Model Institusional, kebijakan sosial perlu dirumuskan
tanpa mempertimbangkan berfungsi-tidaknya lembaga-lembaga alamiah.
Pelayanan sosial yang diberikan bersifat ajeg, melembaga dan
berkesinambungan. Contohnya bantuan pendidikan dan perumahan.
d. Berdasarkan Jenis Permasalahan dan Sasarannya
1) Model Kategorikal
Kebijakan Sosial Kategorikal adalah kebijakan yang hanya
difokuskan untuk mengatasi suatu permasalahan sosial berdasarkan sektor
permasalahan tertentu. Contohnya seperti kebijakan sosial bidang
pendidikan, bidang perumahan dan bidang ketenagakerjaan.
2) Model Komprehensif
Model Komprehensif diarahkan tidak hanya untuk mengatasi satu
bidang masalah saja, melainkan beberapa masalah sosial yang terkait diatur
dan dirumuskan secara terintegrasi dalam satu formulasi kebijakan sosial
terpadu.

4. Kebijakan dan Program Untuk Perempuan dan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
Kebijakan-kebijakan untuk menangani masalah perempuan rawan sosial
ekonomi sebagai berikut:

a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi


Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
c. Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
f. Keputusan Meneg Urusan Peranan Wanita No. 2/Ke/Meneg
UPW/IV/1991 tentang Pengesahan Pedoman Pelaksanaan Penanganan
Peningkatan Peranan Wanita Dalam Pembangunan Bangsa di Pusat dan di
Daerah.
g. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 84/HUK/1997 tentang Pelaksanaan
Pemberian Bantuan Sosial Bagi Keluarga Miskin.

28
Selain itu, terdapat program-program yang relevan untuk menanggulangi
masalah kesejahteraan sosial perempuan rawan sosial ekonomi sebagai berikut:

a. Program-program Penangulangan Kemiskinan Klaster I (Bantuan Sosial


Terpadu Berbasis Keluarga)
Tujuannya untuk mengurangi beban rumah tangga miskin melalui
peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih,
dan sanitasi
1) Program Keluarga Harapan (PKH)
PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan
tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota
keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang
telah ditetapkan.
Tujuan utama PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok
masyarakat miskin. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:

a) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM,


b) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM,
c) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan
anak di bawah 6 tahun dari RTSM,
d) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan
kesehatan, khususnya bagi RTSM.

Alat intervensi utama PKH adalah uang. Peserta program adalah


Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi salah satu
kriteria berikut : 1) memiliki ibu hamil/nifas, 2) memiliki anak balita atau
usia 5 sampai 7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, 3) memiliki
anak usia SD dan SMP atau anak usia 15 sampai 18 tahun yang belum
menyelesaikan pendidikan dasar. Kepada RTSM peserta diberikan
bantuan uang paling sedikit sebesar Rp 600.000 sampai paling banyak
Rp 2.200.000 setahun yang dibayar secara berkala selama mereka
memenuhi persyaratan.

29
2) Program Beras sejahtera (Rastra)
Rastra merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan bagi keluarga
miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Dimana
masing-masing keluarga akan menerima beras minimal 10 kg/KK tiap
bulan dan maksimal 20 kg/KK tiap bulan dengan harga bersih Rp
1.000/kg di titik-titik distribusi. Keberhasilan program raskin diukur
berdasarkan tingkat pencapaian indokator 6T, yaitu tepat sasaran, tepat
jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi.
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah
Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi
dan potein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/membuka
akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga
penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.
3) Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau Badan
Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Jamkesmas/BPJS Kesehatan adalah bantuan sosial untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin. Tujuan
jamkesmas adalah meningkatkan akses terhadap masyarakat miskin dan
hampir miskin agar dapat memperoleh pelayanan kesehatan.
4) Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah pertama
sebagai wujud pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. BOS
diprioritaskan untuk meringankan beban masyarakat terhadap
pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang
bermutu. Sasaran program BOS adalah semua siswa (peserta didik) di
jenjang Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsyanawiyah (MTs), termasuk
Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Pusat Kegiatan Belajar Mandiri

30
(PKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun
swasta di seluruh provinsi di Indonesia.

b. Program-program Penanggulangan Kemiskinan Klaster II


(Penanggukangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Mayarakat)
Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi dan memperkuat
kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip.
1) Program Nasional Pemberdyaan Mayarakat (PNPM)
PNPM adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat dapat dikategorikan menjadi dua yakni:

a) PNPM-Inti terdiri dari program/proyek pemberdayaan masyarakat


berbasis kewilayahan, yang mencakup PNPM Mandiri pedesaan,
PNPM Mandiri Perkotaan, Program Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), dan Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK).
b) PNPM-Penguatan terdiri dari program-program pemberdayaan
masyarakat berbasis sektor uuntuk mendukung penanggulangan
kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target sektor
tertentu. Pelaksanaan program-program ini di tingkat komunitas
mengacu pada kerangka kebijakan PNPM Mandiri.

2) Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja/padat


Karya Produktif
Padat karya adalah suatu kegiayan produktif yang mempekerjakan
atau menyerap tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur yang
relatif banyak. Kegiatan padat karya produktif dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan yang bersifat usaha produktif dengan memanfaatkan

31
potensi Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan
teknologi sederhana yang tersedia yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat perdesaan dan memperluas kesempatan kerja.
Jenis-jenis usaha yang dapat dikembangkan dalam kegiatan Padat Karya
Produktif lebih berorientasi pada kegiatan usaha yang bersifat ekonomi
produktif dan berkelanjutan seperti : Usaha- usaha di sektor pertanian,
sub sektor tanaman pangan dan holtikutura, antara lain : budi daya padi,
jagung, cabe, kentang, dn buah-buahna, usaha-usaha di sektor pertanian,
sub sektor peternakan, antara lain: penggemukan sapi, kambing,
peternakan ayam potong, dan petelor, usaha-usaha di sektor pertanian,
sub sektor perikanan, antara lain: pembenihan udang, budi daya rumput
laut, kolam ikan, tambak dan kerambah, serta Di bidang usaha industri
kecil, antara lainpembakaran gamping, batu bata, batako dan pembutan
keramik.

c. Program-program Penangulangan Kemiskinan Klaster III


(Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemebrdayaan Usaha Ekonomi
Mikro dan Kecil)

Tujuannya untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi


pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
1) Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha rakyat (KUR) adalah dana pinjaman dalam bentuk
Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon
kredit dari Rp 5 juta sampai dengan Rp 500 juta. Agunan pokok KUR
adalah proyek/usaha yang dibiayai, namun pemerintah membantu
menanggung melalui program penjaminan hingga maksimal 70% dari
plafon kredit.
Bantuan berupa fasilitas pinjaman modal ini adalah untuk meningkatkan
akses pembiayaan perbankan yang sebelumnya hanya terbatas pada
usaha berskala besar dan kurang menjangkau pelaku usaha mikro kecil
dan menengah

32
2) Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
KUBE adalah program yang bertujuan meningkatkan kemampuan
anggota KUBE di dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidup sehari-
hari, ditandai dengan meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya
kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan, tingkat pendidikan,
Meningkatnya kemampuan anggota KUBE dalam mengatasi masalah-
masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dengan
lingkungan sosialnya, meningkatnya kemampuan anggota KUBE dalam
menampilkan peranan-peranan sosialnya, baik dalam keluarga maupun
lingkungan sosialnya.
Sasaran program KUBE adalah keluarga miskin produktif (orang yang
sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi
kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian,
tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi
kemanusiaan, keluarga miskin yang mengalami penurunan pendapatan
dan kesejahteraannya atau mengalami penghentian penghasilan.
Selain tiga instrumen utama penanggulangan kemiskinan di atas,
pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 10 tahun 2011
Tentang Tim Koordinasi Peningkatan Dan Perluasan Program Pro-
Rakyat. Upaya peningktan dan perluasan program pro-rakyat (klaster IV)
yang relevan dengan perempuan rawan sosial ekonomi dilakukan
melalui: Program Rumah Sangat Murah, Program Kendaraan Angkutan
Umum Murah, Program Air Bersih Untuk Rakyat, Program Listrik
Murah dan Hemat, serta Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat
Miskin Perkotaan.

2.5 Kajiani Tentang Sistem Sumber Kesejahteraan Yang Relevan dengan


Masalah Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
Sitem sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai sumber dan
potensi yang dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial atau praktik

33
pekerjaan sosial, selain itu sistem sumber pekerjaan sosial merupakan sesuatu yang
memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta memecahkan
suatu masalah.
Adapun Pincus dan Minahan (1973:4) mengklasifikasikan sistem sumber
kesejahteraan sosial menjadi sistem sumber informal atau alamiah, sistem sumber
formal maupun sistem sumber kemasyarakatan. Adapun penjelasan lebih lanjut
adalah sebagai berikut:

1. Sistem sumber Informal atau Alamiah


Sistem sumber informal atau alamiah merupakan sumber yang dapat
memberikan bantuan yang berupa dukungan emosional dan afeksi, nasihat dan
informasi serta pelayanan-pelayanan kongkret lainnya misalnya peminjaman
uang. Sumber ini diharapkan dapat membantu memperoleh akses kepada sistem
sumber lainnya dalam bentuk pemberian informasi dan mempermudah birokrasi.
Sumber ini dalam penggunaannya tidak menggunakan prosedur, sifatnya tanpa
pamrih, ikhlas, jujur, penuh persahabatan, cinta kasih, dan tidak ada latar belakang
yang tidak baik. Sumber ini dapat berupa keluarga, teman, tetangga, mitra kerja,
dan orang lainnya yang dapat memberikan bantuan.

2. Sistem Sumber Formal


Sistem sumber formal adalah keanggotannaya di dalam suatu organisasi
atau asosiasi formal yang dapat memberikan bantuan atau pelayanan secara
langsung kepada anggotanya. Sumber ini dapat digunakan apabila orang itu telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh sumber tersebut.
Sumber-sumber ini biasanya berbentuk lembaga-lembaga formal, seperti
organisasi, serikat buruh, koperasi, bank, asosiasi-asosiasi profesional (Himpunan
Pekerja Sosial Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia).

3. Sitem Sumber Kemasyarakatan


Sistem sumber kemasyarakatan merupakan sumber (lembaga-lembaga
pemerintah ataupun swasta) yang dapat memberikan bantuan pada masyarakat
umum. Sumber yang dapat dikelompokkan pada sistem sumber kemasyarakatan
seperti sekolah, rumah sakit, perpustakaan umum, lembaga pelayanan

34
kesejahteraan sosial (Panti Asuhan, Panti Jompo), lembaga swadaya masyarakat
adalah beberapa contoh sistem sumber yang dapat dijangkau dan digunakan oleh
masyarakat luas. Organisasi lokal yang sifat keanggotaannya pasif, seperti PKK,
Karang Taruna juga termasuk dalam kelompok ini.
Menurut Permensos No 08 Tahun 2012, PSKS merupakan perseorangan,
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dapat berperan serta untuk
menjaga, menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Adapun jenis-jenis PSKS yang dapat digunakan untuk
menangani masalah perempuan rawan sosial ekonomi (PRSE) antara lain:

1) Pekerja Sosial Profesional (PEKSOS)


Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan
penanganan masalah sosial. Kriteria:

a. Telah bersertifikasi pekerja sosial profesional.


b. Melaksanakan praktek pekerjaan social

2) Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)


Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang atas
dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa
kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela
mengabdi di bidang kesejahteraan sosial. Kriteria:

a. Warga Negara Indonesia.


b. Laki-laki atau perempuan usia minimal 18 (delapan belas) tahun.
c. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undangan Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
d. Bersedia mengabdi untuk kepentingan umum.
e. Berkelakuan baik.

35
f. Sehat jasmani dan rohani.
g. Telah mengikuti pelatihan PSM.
h. Berpengalaman sebagai anggota Karang Taruna sebelum menjadi
PSM.

3) Taruna Siaga Bencana (Tagana)


Taruna Siaga Bencana (Tagana) adalah seorang relawan yang berasal
dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam
penanggulangan bencana. Kriteria untuk dapat diangkat menjadi Tagana:

a. Generasi muda berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 40


(empat puluh) tahun.
b. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan
bencana.
c. Bersedia mengikuti pelatihan yang khusus terkait dengan
penanggulangan bencana.
d. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
e. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)


Lembaga Kesejahteraan Sosial selanjutnya disebut LKS adalah
organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Kriteria:

a. Mempunyai nama, struktur dan alamat organisasi yang jelas.


b. Mempunyai pengurus dan program kerja.
c. Berbadan hukum atau tidak berbadan huku.
d. Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

5. Karang Taruna (Karta)

36
Karang Taruna adalah Organisasi sosial kemasyarakatan sebagai
wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh
dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh
dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan
terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Kriteria:

a. Organisasi kepemudaan berkedudukan di desa/kelurahan.


b. Laki-laki atau perempuan yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai
dengan 45 (empat puluh lima) tahun dan berdomisili di desa.
c. Mempunyai nama dan alamat, struktur organisasi dan susunan
kepengurusan.
d. Keanggotaannya bersifat stelsel pasif.

6. Lembaga Konsultasi Kesejahtteraan Keluaraga (LK3)


Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disebut
(LK3) adalah Suatu Lembaga/Organisasi yang memberikan pelayanan
konseling, konsultasi, pemberian/penyebarluasan informasi,
penjangkauan, advokasi dan pemberdayaan bagi keluarga secara
profesional, termasuk merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang
benar-benar mampu memecahkan masalahnya secara lebih intensif.
Kriteria:

a. Organisasi Sosial.
b. Aktifitas memberikan jasa layanan konseling, konsultasi,
informasi, advokasi, rujukan.
c. Didirikan secara formal.
d. Mempunyai struktur organisasi dan pekerja sosial serta tenaga
fungsional yang profesional.

7. Keluarga Pioner
Keluarga pioner adalah keluarga yang mampu mengatasi masalahnya
dengan cara-cara efektif dan bisa dijadikan panutan bagi keluarga lainnya.
Kriteria:

37
a. Keluarga yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga.
b. Keluarga yang mempunyai prilaku yang dapat dijadikan panutan.
c. Keluarga yang mampu mempertahankan keutuhan keluarga
dengan prilaku yang positif.
d. Keluarga yang mampu dan mau menularkan perilaku positif
kepada keluarga lainnya.

8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Mayarakat (WKSBM)


Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat yang
selanjutnya disebut (WKSBM) adalah sistim kerjasama antar
keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas usaha
kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Kriteria:

a. Adanya sejumlah perkumpulan, asosiasi, organisasi/ kelompok


yang tumbuh dan berkembang di lingkungan RT/ RW/ Kampung/
Desa/ kelurahan/ nagari/ banjar atau wilayah adat.
b. Jaringan sosial yang berada di RT/ RW/ Kampung/ Desa/
Kelurahan/ nagari/ atau wilayah adat.
c. Masing-masing perkumpulan, asosiasi, organisasi kelompok
tersebut secara bersama-sama melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara sinergis di lingkungan.

9. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial


Wanita pemimpin kesejahteraan sosial adalah wanita yang mampu
menggerakkan dan memotivasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
lingkungannya. Kriteria:

a. Berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh


sembilan) tahun.
b. Berpendidikan minimal SLTP.
c. Wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi/sudah menjadi
pemimpin dan diakui oleh masyarakat setempat.

38
d. Telah mengikuti pelatihan kepemimpinan wanita di bidang
kesejahteraan sosial.
e. Memimpin usaha kesejahteraan sosial terutama yang dilaksanakan
oleh wanita di wilayahnya.

10. Penyuluh Sosial


Penyuluh Sosial Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, wewenang,
untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Kriteria:

1) Berijazah sarjana (S1)/ Diploma IV.


2) Paling rendah memiliki pangkat Penata Muda, Golongan III/a.
3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan penyuluhan sosial paling
singkat 2 (dua) tahun.
4) Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional
penyuluh sosial.
5) Usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun.
6) Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling
kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

Penyuluh Sosial Masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari tokoh


agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh pemuda) yang diberi tugas,
tanggung jawab wewewang dan hak oleh pejabat yang berwenang bidang
kesejahteraan sosial (pusat dan daerah) untuk melakukan kegiatan
penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Kriteria:

1) Memilki pendidikan minimal SLTP/sederajat.


2) Berusia antara 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 60 (enam
puluh) tahun.
3) Tokoh agama/tokoh masyarakat/tokoh pemuda/tokoh adat/tokoh
wanita.

39
4) Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).
5) Taruna Siaga Bencana (Tagana).
6) Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamantan (TKSK).
7) Pendamping Keluarga Harapan (PKH).
8) Petugas Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (Petugas
LK3).
9) Manager Kesejahteraan Sosial tingkat desa (Kepala Desa).
10) Memiliki pengaruh terhadap masyarakat tempat domisili.
11) Memiliki pengalaman berceramah atau berpidato. Paham tentang
permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
12) Memahami pengetahuan tentang Potensi Sumber Kesejahteraan
Sosial.

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSM)


Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disebut
TKSM adalah Tenaga inti pengendali kegiatan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di kecamatan. Kriteria:

a. Berasal dari unsur masyarakat.


b. Berdomisili di kecamatan dimana ditugaskan.
c. Pendidikan minimal SLTA, diutamakan D3/S1.
d. Diutamakan aktifis karang taruna atau PSM.
e. Berusia 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 50 (lima puluh)
tahun.
f. Berbadan sehat (keterangan dokter/puskesmas).
g. Diutamakan yang sudah mengelola UEP.
h. SK ditetapkan oleh Kementerian Sosial.

12. Dunia Usaha


Dunia usaha adalah organisasi yang bergerak di bidang usaha, industri
atau produk barang atau jasa serta Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, serta/atau wirausahawan beserta jaringannya yang

40
peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
sebagai wujud tanggung jawab sosial. Kriteria:

a. Peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan


sosial.
b. Membantu penanganan masalah sosial.

Banyak peran-peranan yang bisa dilakukan oleh PSKS yang sudah


dijelaskan menurut Permensos No.8 Tahun 2012 demi membantu
meningkatkan keberfungsian sosial perempuan rawan sosial ekonomi
dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang menghambat peran-
perannya dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Selain berbagai sistem sumber, potensi dan sumber kesejahteraan
sosial menurut Permensos No.8 Tahun 2012, terdapat juga berbagai aset
komunitas yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah perempuan
rawan sosial ekonomi. Menurut Adi (2008:285-313), aset komunitas
merupakan aset yang melekat dalam setiap masyarakat, yang kadangkala
dapat menjadi kelebihan suatu masyarakat. Adapun jenis-jenis aset
komunitas sebagai berikut:
1) Modal Manusia (Human Capital)
Modal ini mewakili unsur pengetahuan, perspektif, mentalitas,
keahlian, pendidikan, kemampuan kerja, dan kesehatan masyarakat yang
berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Terdapat enam
komponen dari modal manusia, yaitu:

a. Modal Intelektual (Intelecctual Capital)


Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk
menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan.
b. Modal Emosional (emotional Capital)
Kecerdasan emosional terbagi menjadi empat dimensi yaitu: self
Awareness, self Management, social Awareness, relationship
Management.

41
c. Modal Sosial (Social Capital)
Modal sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial
(social network), sedangkan kelompok kedua lebih menekankan
pada karakteristik (traits) yang melekat (embed-ded) pada diri
individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.
d. Modal Ketabahan (Adversity Capital)
Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu
ke-hidupan pribadi ataukah kehidupan organisasi. Ketika
menghadapi kesulitan atau problem yang belum terpecahkan,
hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesaikannya.
e. Modal Moral (Morality Capital)
Manusia yang memiliki moral yang mengharamkan perilaku yang
melanggar etik. Terdapat empat komponen modal moral yang
membuat seseorang memiliki kecerdasan moral yang tinggi yaitu:
integritas (integrity), bertanggung jawab (responsibility),
penyayang (compassionate), pemaaf (forgiveness) adalah sifat
yang diberikan pada sesama manusia.
f. Modal Kesehatan
Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi
semua modal di atas. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari
modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif.

2) Modal Fisik (physical Capital)


Modal ini mewakili unsur bangunan (seperti: perumahan, pasar,
sekolah, rumah sakit, dan sebagainya) serta infrastruktur dasar (seperti:
jalan, jembatan, jaringan air minum, jaringan telefon, dan sebagainya)
yang merupakan sarana yang membantu masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
3) Modal Finansial (financial capital)

42
Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di
masyarakat (seperti penghasilan, tabungan, pendanaan reguler, pinjaman
modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya) yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat.
4) Modal Teknologi (Technological Capital)
Modal ini mewakili sistem atau peranti lunak (software) yang
melengkapi modal fisik (seperti teknologi pengairan sawah, teknologi
penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan
berbagai teknologi lainnya) yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5) Modal Lingkungan (Environment Capital)
Modal ini mewakili sumber daya alam dan sumber daya hayati yang
melingkupi suatu masyarakat.
6) Modal Sosial (Social Capital)
Modal ini mewakili sumber daya sosial (seperti jaringan sosial,
kepercayaan masyarakat, ikatan sosial, dan sebagainya) yang bermanfaat
untuk membantu masyarakat memunuhi kebutuhan hidupnya. Adapun
unsur-unsur modal sosial, yaitu: jaringan sosial, hubungan timbal balik,
kepercayaan, norma sosial dan nilai-nilai, serta pranata sosial.
Berbagai sistem sumber, potensi dan sumber kesejahteraan sosial,
serta aset komunitas yang ada di suatu wilayah berbeda dengan sistem
sumber di wilayah lainnya. Namun, selayaknya dapat dimanfaatkan
untuk menangani permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di wilayah
tersebut. Pekerjaan sosial sendiri merupakan sebuah profesi pertolongan
oleh seorang pekerja sosial guna meningkatkan kemampuan mereka
dalam menghadapi permasalahan sosialnya. Upaya-upaya yang
dilakukan seorang pekerja osial adalah untuk membantu perempuan
rawan sosial ekonomi dalam menjalankan peran dan fungsiya, dengan
tujuan agar dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dengan
memanfaatkan potensi dan sumber yang ada. Sehingga nantinya tingkat
kesejahteraan sosial PRSE dapat meningkat.

43
2.6 Praktik Pekerjaan Sosial

2.6.1 Pekerjaan Sosial Aras Mikro


Praktik pekerjaan sosial mikro adalah aktivitas keahlian pekerjaan sosial
yang bekerja bersama individu dan keluarga. Metode yang dugunakan adalah social
case work. Menurut Smalley, “Social Casework” adalah suatu metode di dalam
Pekerjaan Sosial untuk melibatkan individu melalui proses relasi. Pada dasarnya
orang per orang dalam menggunakan pelayanan sosial ke arah kesejahteraan sosial
dirinya dan secara umum. Sedangkan menurut Jeanette Regensburg, “Social
Casework merupakan suatu metode untuk mengukur terhadap realita kapasitas
klien untuk menghadapi masalahnya, sedangkan pekerja sosial membantu klien
untuk menjelaskan apa masalahnya dan memungkinkan klien memikirkan cara-cara
yang berbeda untuk mengatasinya”.
Social Casework merupakan metode untuk menolong orang berdasarkan
pada pengetahuan, pemahaman, dan penggunaan teknik-teknik secara terampil
yang diterapkan untuk menolong orang mengatasi masalahnya. Social Casework
ditujukan untuk membantu individu dan keluarga yang mengalami masalah
eksternal dan lingkungan, selain masalah di dalam diri individu itu sendiri. Social
Casework menggabungkan unsur-unsur psikologis dan sosial. Dalam pelaksanaan
praktek Social Casework, terdapat 2 keterampilan utama yang diperlukan, yaitu
wawancara dan konseling.

2.6.2 Pekerjaan Sosial Aras Messo


Menurut Dubois & Miley (2014:69) pekerjaan sosial dalam ranah mezzo
meliputi interaksi kelompok formal dan organisasi yang kompleks. Intervensi ranah
mezzo, fokus untuk mengubah kelompok atau organisasi itu sendiri. Faktor-faktor
dari kelompok dan organisasi yaitu fungsinya, struktur, peran, pola pengambilan
keputusan, dan gaya pengaruh interaksi bagi proses perubahan.
Sedangkan menurut Zastrow & Ashman (2004:12) sistem mezzo dalam
pekerjaan sosial berkenaan dengan beberapa kelompok kecil, yaitu keluarga,
kelompok kerja, dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Berbeda juga menurut
pandanngan Sheafor & Herejsi (2003:10) yang menyebutkan bahwa pratek

44
pekerjaan sosial dalam ranah mezzo mengenai relasi interpersonal yang lebih intim
melebihi berhubungan dengan kehidupan keluarga tetapi lebih secara arti pribadi
yang merupakan representasi antara organisasi dan institusi. Diantaranya mengenai
relasi antara individu dalam kelompok terapi atau kelompok penyembuhan, antara
kawan sebaya di sekolah atau tempat kerja, dan antara di tetangga.
Praktek pekerjaan sosial ranah mezzo berhubungan dengan kelompok-
kelompok kecil menengah, seperti lingkungan, sekolah atau organisasi lokal
lainnya. Contoh praktek mezzo pekerjaan sosial yaitu pengorganisasian
masyarakat, manajemen dari organisasi kerja sosial atau fokus pada institusi atau
budaya perubahan daripada masing-masing klien. Para pekerja sosial yang terlibat
dalam praktek mezzo sering juga terlibat dalam mikro dan / atau kerja sosial makro.
Hal ini memastikan kebutuhan dan tantangan dari masing-masing klien dipahami
dan ditangani bersama-sama dengan isu-isu sosial yang lebih besar. Salah satu
metode dalam praktik pekerjaan sosial mezzo adalah Social Group Work.

2.6.3 Pekerjaan Sosial Aras Makro


Siporin (dalam Fahrudin, 2011) mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai
metode yang bersifat sosial dan institusional untuk membantu seseorang mencegah
dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan
dan meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka.
Pendapat lain dikemukakan oleh Zastrow (dalam Sukoco, 2011:7) yang
mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial merupakan kegiatan profesional untuk
membantu individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta
menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian pekerja sosial diatas, salah satu bentuk dari praktik
pekerjaan sosial yaitu pekerjaan sosial makro atau pekerjaan sosial komunitas yang
merupakan praktik yang dikemas sebagai bentuk intervensi profesional yang
diarahkan untuk membawa perubahan terencana (planned change) dalam organisasi
dan komunitas. Menurut Netting (2004:3) praktik pekerjaan sosial makro didasari
oleh berbagai model dan pendekatan, serta beroperasi sejalan dengan pengetahuan,
nilai-nilai dan keterampilan pekerjaan sosial.

45
Secara umum, praktik pekerjaan sosial makro meliputi perencanaan,
pengkoordinasian dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau
proyek kemasyarakatan. Dalam praktiknya, pekerjaan sosial makro melibatkan
beberapa aktor, seperti Pekerja Sosial, masyarakat setempat, lembaga donor serta
instansi terkait, yang saling berkerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan,
sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut.

2.7 Teknologi Aras Mikro

2.7.1 Intervensi Aras Mikro

2.7.1.1 Engagement, Intake, dan Contract


1. Definisi Engagement, Intake, Contract
Tahapan engagement sering pula disebut sebagai fase awal atau fase start-
up dari proses perubahan perilaku seseorang. Pada tahap ini bertujuan membuat
kesan pertama yang sangat baik mengenai pekerjaan sosial, klien, dan memiliki
pengaruh positif kepada semua orang yang terlibat.
Selama periode awal ini, pekerjaan sosial harus melakukan tiga rangkaian
kegiatan, yang pertama adalah melakukan kontak pertama dengan klien. Kegiatan
yang dilakukan antara lain, mereview atau meninjau sistuasi yang dialami klien,
memilih waktu dan tempat yang nyaman untuk melakukan pertemuan dengan klien,
dan menentukan siapa saja yang akan terlibat dalam pertemuan yang akan
dilakukan.
Kedua, pekerjaan sosial harus memulai proses engagement atau keterlibatan
dengan klien. Kegiatan yang dilakukan antara lain, membangun relasi yang baik
dengan klien, membangun kepercayaan klien dan juga membantu klien memahami
dan memperjelas masalah yang dialaminya serta selalu melibatkan klien dalam
bekerja menuju suatu perubahanyang diinginkan.
Ketiga, pekerjaan sosial harus mampu menentukan secara tepat apakah ia
mampu untuk membantu mengatasi masalah klien atau tidak, sehingga pekerja
sosial dapat membantu rujukan ke professional lain.
Dalam membantu menangani masalah klien, pekerjaan sosial dapat
melakukan praktik pertolongan baik secara langsung maupun tidak langsung.

46
Praktik secara langsung merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang melibatkan
interaksi tatap muka antara pekerja sosial dengan klien yang memerlukan
pelayanan. Sedangkan praktik secara tidak langsung digunakan untuk
menggambarkan aktivitas praktik pekerja sosial yang tidak melibatkan kontak
dengan klien namun secara tidak langsung menguntungkan mereka yang
membutuhkan pelayanan.

2. Teknik dan Pedoman untuk Praktik Secara Langsung


1) Kontak Telepon Pertama (First Telephone Contact)
Teknik ini bertujuan untuk melibatkan orang untuk menghubungi lembaga
lewat telepon. Kontak pertama antara pekerja sosial dengan klien seringkali
melalui telepon. Kebanyakan klien merasa gugup, bingung, dan tidak
memiliki harapan secara pasti. Jadi, pekerja sosial harus menggunakan
waktu di telepon untuk mengurangi kekhawatiran dan rasa takut yang
dirasakan oleh klien. setidaknya pekerja sosial memberikan pemahaman
umum tentang apa yang diharapkan klien terhadap lembaga dan pekerja
sosial. Jika semuanya sesuai maka selanjutnya yaitu mengatur waktu untuk
melakukan pertemuan tatap muka.
2) Pertemuan Tatap Muka Pertama (The First Face to Face Meeting)Teknik
ini bertujuan untuk melakukan wawancara awal dengan cara meketakkan
dasar hubungan kerja yang baik. Hal yang sangat umum dirasakan oleh
pekerja sosial ketika bertemu dengan klien untuk pertama kalinya sedikit
gugup. Untuk mengatasi kegugupan ini maka pekerja sosial dapat
mengasumsikan bahwa klien juga memiliki persaan yang sama dengan
dirinya. Pada tahap ini menjadi tahap dimana terbentuknya kesan pertama
antara klien dengan pekerja sosial, sehingga kondisi ini dapat berpengaruh
kepada tahap pertolongnan selanjutnya.
3) Klasifikasi Masalah, Kepedulian, atau Permintaan KlienTeknik ini
bertujuan untuk menentukan dan memperjelas perhatian klien. Aktivitas
penting yang dilakukan oleh pekerja sosial selama fase
mengenal/memahami sebagai intake and engagement yaitu keterlibatan

47
untuk mendapatkan dari klient tentang deskripsi masalah, perhatian/
kekhawatiran, kebutuhan/mengatur keadaan yang membawa dia kedalam
kontak dengan pekerja sosial/ agensi/ lembaga.
4) Membuat Rujukan
Teknik ini bertujuan untuk menghubungkan klien dengan agensi, program/
orang yang professional yang akan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh mereka. Aktivitas penting dari pekerjaan sosial adalah
menghubungkan klien dengan sumber daya masyarakat, layanan, dan
kesempatan yang ia butuhkan, inginkan, dan dapat digunakan, kebanyakan
orang melihat referral/ rujukan sebagai tugas yang relative sederhana.
5) Memperoleh dan Merilis Informasi Klien
Dalam tahap ini memiliki tujuan untuk pertukaran informasi klien dengan
professional dengan cara mempertahankan kerahasiaan klien. Hal ini
seringkali terjadi selama intake bahwa pekerja sosial menganggap penting
untuk mendapatkan informasi klien yang terkandung dalam catatan yang
dibuat oleh profesi lain. Sebagai aturan umum, catatan / rekaman klien
yang dikelola agensi sosial, yang memiliki arti bahwa klien memiliki hak
untuk memutuskan apa dan kepada siapa informasi ini akan dirilis. Jika
pekerja sosial menginginkan informasi yang terkandung dalam catatan
klien yang dikelola oleh agensi atau profesional lain, pekerja sosial harus
pertama kali meminta izin tertulis klien. Demikian pula, pekerja sosial
tidak boleh memberikan informasi klien untuk agensi atau profesional lain
di luar agensi mereka sendiri tanpa memperoleh izin tertulis dari klien.
2.7.1.2 Asesmen
Assessment atau dalam bahasa Indonesia adalah asesmen, secara sederhana
diartikan sebagai pengungkapan dan pemahaman masalah. Asesmen adalah suatu
proses dan suatu produk/hasil pemahaman terhadap permasalahan, suatu tahap
dalam rangkaian pertolongan pekerjaan sosial, dimana hasilnya kemudian dianalisis
dan tindakan pertolongan akan diberikan kepada orang yang membutuhkan (atau
dalam hal ini adalah klien). Tahap ini sangat menentukan keefektifan suatu
pertolongan kepada klien.

48
Definisi assessment adalah “Assessment involves the collection,
exploration, organization, and analysis of relevant information for use in making
decisions about the nature of the problem and what is to be done about it”
(Cournoyer, 2005, Ivry, 1992), yang maknanya adalah “Asesmen merupakan
pengumpulan, penggalian, organisasi dan analisis dari informasi yang relevan yang
digunakan dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keadaan
masalah dan apa yang dilakukan terhadapnya”.
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah yang
ada, keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi (person-in-situation),
sehingga pekerja sosial dan klien dapat membangun suatu rencana meringankan
atau menangani masalah. Max Siporin menyebutkan bahwa tujuan assessment
yaitu:

1) Identifikasi dan mengindividualisasikan masalah serta kebutuhan klien.


2) Menentukan bentuk pertolongan yang spesifik.
3) Menemukan dasar pemikiran yang rasional bagi rencana intervensi.
4) Menentukan faktor-faktor penyebab dan akibat masalah, dorongan dan
perasaan yang berkembang.
2.7.1.3 Rencana Intervensi
Menurut Robert Perlman dan Arnold Gurin (1971): Perencanaan adalah
proses yang dilakukan dengan cermat dan rasional yang meliputi pilihan tindakan-
tindakan yang diperkirakan dapat mencapai tujuan-tujuan yang sudah dirinci untuk
waktu yang akan datang. Pilihan tindakan disini terdiri atas:
1) Pembuatan keputusan yang bersifat rasional (meneliti semua pilihan yang
relevan dan memilih salah satu atau lebih diantara pilihan)
2) Pembuatan keputusan yang bersifat inkremental (pilihan agak terbatas dan
pertimbangan yang bersifat praktis)
3) Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses yang sengaja dan bersifat
rasional yang meliputi suatu pilihan tindakan yang perlu diperhitungkan untuk
mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang.
Praktik membuat rencana intervensi yang dilakukan adalah:

49
a. Mempelajari dan menganalisis hasil asesmen. Data asesmen yang
dipelajarin dan dianalisis serta menganalisis tentang sumber-sumber
yang dapat diakses;
b. Menentukan prioritas masalah. Karena tergantung dari banyak atau
tidaknya masalah yang perlu ditangani, hal ini mempengaruhi dalam
menyusun alternatif pemecahan masalah;
c. Case conference atau pembahasan kasus, salah satu tahapan dalam
pekerjaan sosial. Assesment oleh pekerja sosial, psikolog dan profesi lain
yang telah menangani kasus menjadi dasar untuk melakukan intervensi
kasus.
d. Tergantung pada kewenangan dan “kepentingan” Lembaga tempat
bekerja. Pekerja sosial tidak memiliki kewenangan mutlak untuk
menyusun rencana intervensi, karena yang memiliki kewenangan adalah
Lembaga dimana pekerja sosial itu ditempatkan;
e. Pelibatan orang-orang di sekitar klien;
f. Aspek-aspek yang direncanakan diantaranya adalah menentukan waktu
dan tempat dan anggaran biaya.
2.7.1.4 Intervensi
Intervensi merupakan tahap selanjutnya dalam proses pertolongan kepada
klien. Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang layak
dipergunakan untuk merencanakan perubahan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Pada tahap ini, rencana yang telah disusun mulai diimplementasikan
menjadi suatu bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan perubahan atau tujuan
pelayanan.
Dengan demikian, intervensi akan selalu berorientasi pada kegiatan dan
perubahan. Intervensi berusaha meningkatkan kepercayaan diri klien dengan
membantu menampilkan perilaku tertentu, menumbuhkan keasadaran dan
memanfaatkan pihak-pihak yang terkait (significant others). Penting untuk diingat
bahwa setiap tahap dalam proses perubahan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya.
Keberhasilan intervensi dipengaruhi oleh akurasi, kelengkapan, dan validitas dari
kesimpulan yang diperoleh dan keputusan yang dibuat pada tahap sebelumnya,

50
seperti: perdefinisian masalah, pengumpulan data, asesmen, dan perencanan
(Siporin, 1975).

2.7.1.5 Evaluasi
1) Definisi Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melihat
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam memberikan pertolongan
kepada klien. Prinsip-Prinsip melaksanakan tugas monitoring dan evaluasi
yaitu:
a. Membuat pendapat-pendapat dengan memperhatikan variabel-variabel
penting bagi permasalahan
b. Menilai hasil baik proses dan hasil yang objektif dalam pernyataan-
pernyataan yang ditetapkan empiris
c. Evaluasi harus objektif dan juga disetujui klien
d. Ukuran-ukuran dan prosedur-prosedur yang diseleksi hendaknya realistis
dan tepat untuk sasaran
e. Harus siap memberikan sumbangan dan program intervensi
f. Mengkombinasikan pendekatan antara tugas dengan masalah yang akan
ditangani.
2) Tipe-Tipe Evaluasi
Evaluasi terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe evaluasi tersebut yaitu
sebagai berikut.
a. Evaluasi Proses
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatapakah seluruh tahapan kerja atau
prosedur pelayanan yang telah direncanankan dapat dilaksanakan secara
lengkap
b. Evaluasi Hasil
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatdampak atau manfaat dari intervensi
yang dilakukan.
3) Teknik-Teknik Evaluasi
Teknik-teknik evaluasi terdiri dari teknik untuk praktik langsung dan
tidak langsung. Untuk lebih jelasanya yaitu sebagai berikut:

51
1) Teknik untuk praktik langsung
a. Individualized Rating Scale
Mempersiapkan skala yang unik bagi klien individu di kelompok
untuk mengukur frekuensi, durasi atau tindakan, peristiwa, perilaku,
emosi atau sikap.
b.Service Plan Outcome Checklist (SPOC)
Mencatat kemajuan klien individu pada menu tujuan hasil dan
mengakumulasikan skor hasil beragam klien untuk menginformasikan
rencana pengembangan profesional
c. Penyusunan Skala Pencapaian Tujuan
Mengukur klien sudah mencapai individualisasi tujuan
d.Standardized Rating Scale
Menggunakan skala yang belum dikembangkan dan diuji untuk
mengukur berbagai dimensi keberfungsian klien
e. Penyususnan Skala Penyampaian Tugas
Menentukan sejauh mana klien sudah menyelesaikan tugas-tugas
intervensi yang telah disepakati
f. Disain Subyek Tunggal
Mengevaluasi perubahan dalam tindakan, perasaan klien selama
periode waktu yang dikhususkan.
2) Teknik Untuk Praktik Tidak Langsung
a Review dari Teman Sebaya
Mengharapkan teman-teman sejawat atau kolega mengevaluasi
kualitas praktik.
b Evaluasi program
Menentukan seberapa baik program sosial mencapai tujuan.
c Evaluasi kinerja pekerja
Memahami tujuan dan prosedur evaluasi kinerja untuk dapat membuat
assessment produktif baik bagi pekerja maupun lembaga.
d Evaluasi lembaga

52
Mengidentifikasi data yang harus dikumpulkan untuk
mengassessment kinerjayang sedang berlangsung dari sebuah
lembaga sosial.
2.7.1.6 Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir yang penting dalam perubahan yang
direncanakan yang dilakukan oleh pekerja ketika memandu membuat kesimpulan
kegiatan-kegiatan dalam proses perubahan secara sensitif terhadap isu-isu sekitar
pengakhiran hubungan.
Terminasi merupakan tahap pengakhiran dan tahap pemutusan hubungan
secara formal dengan masyarakat atau kelompok sasaran. Sebuah proses
pengembangan masyarakat seringkali tahap ini dilakukan bukan karena masyarakat
sudah dapat dianggap mandiri, tetapi tahap ini harus dilakukan karena program
sudah harus dihentikan, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai.( Isbandi ; 2001). Terminasi oleh
Soetarso (1992 : 342-344) disebut dengan istilah pemutusan relasi antara pekerja
sosial dengan sistem sasaran dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses perubahan
berencana.

2.7.2 Teknologi Aras Mikro


Terdapat beberapa teknologi pekerjaan sosial pada aras mikro diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Genogram
Genogram seperti sebuah pohon keluarga. Genogram dapat
menggambarkan hubungan keluarga untuk dua atau tiga generasi Beberapa
informasi yang termasuk di dalam genogram ini antara lain adalah: umur, jenis
kelamin, status perkawinan, dan komposisi keluarga; struktur keluarga dan
hubungan keluarga (misalnya anak kandung, anak angkat, orang tua dan
sebagainya). Situasi pekerjaan dan tanggung jawab; kegiatan sosial dan
minat/bakat; dan karakter yang mengikuti anggota keluarga yang
bersangkutan.
b. Eco-Map Klasik (The Classic Eco-Map)

53
Eco-map mencakup sebuah lingkaran sentral, dimana ditempatkan fokus
utama dari peta. Lingkaran di tengah merupakan pusat eco-map berisi nama
klien, bisa juga nama anggota keluarga, komunitas, atau orang yang memiliki
kondisi spesifik atau kecacatan. Sekeliling lingkaran sentral terdapat lingkaran
lain yang menggambarkan hubungan antara lingkaran sentral dan lingkaran
lain. Mengembangkan sebuah eco-map merupakan suatu proses
pemberdayaan, dengan bantuan pekerja sosial dapat dilakukan oleh klien
dengan kondisi kecacatan apapun. Warna, bentuk, desain mendorong klien
terlibat penuh dalam proses pembuatannya. Perbedaan dalam hal makna dan
hubungan dapat diindikasikan melalui 3 (tiga) cara: ukuran lingkaran, posisi
lingkaran, dan tampilan garis/ qualitas garis yang ditarik dari lingkaran pusat.
Di sekitar lingkaran yang terletak di tengah terdapat lingkaran lain. Pekerja
sosial dengan klien dapat dengan mudah membuat sebuah ecomap yang sangat
pribadi di atas sebuah kertas.
c. Map PIE (The PIE Map)
Map PIE adalah alternatif bentuk eco-map yang menggunakan satu
lingkaran besar sebagai elemen utama. Ditengah lingkaran ada lingkaran lebih
kecil yang di dalamnya berisi nama klien, kelompok, atau komunitas.
Klien dan pekerja sosial membuat sebuah daftar orang, kondisi dan
peristiwa penting serta elemen lain dalam kehidupan klien. Klien membuat
“potongan-potongan” PIE. Besar kecilnya ukuran potongan mencerminkan
seberapa penting hubungan satu sama lain tiap elemen yang ada dalam daftar.
Klien harus terlibat penuh dalam proses ini, hindari memberikan masukan
untuk membuat gambaran seberapa penting makna setiap elemen dalam
kehidupan klien. Sistem PIE sangat berguna dalam asesmen untuk
menggambarkan penilaian klien tentang kecacatan dan pengaruhnya dalam
kehidupan.
d. Perspektif Kekuatan (Strengths Perspective)
Cawger mengembangkan alat asesmen yang menempatkan pentingnya
melakukan evaluasi dan pemahaman kekuatan klien. Perspektif kekuatan
bersifat member-dayakan, mendorong semangat, mendukung martabat klien.

54
Banyak klien disabilitas yang oleh orang lain dianggap memiliki sedikit
kelebihan, sehingga orang disabilitas itu mempersepsi dirinya rendah, tidak
berdaya, putus asa, dsb. Perspektif kekuatan menggunakan suatu kerangka
kerja dalam bentuk dua sumbu/axis saling bersilang menciptakan empat
kuadran. Satu axis menjelaskan faktor-faktor pribadi dan lingkungan, axis
lainnya menjelaskan kekuatan atau kelebihan, kebutuhan atau kekurangan.
Setiap kuadran mencerminkan dua faktor yang dicantumkan diujung axis.
e. Body Mapping
Body Mapping adalah proses pembuatan peta tubuh menggunakan teknik
menggambar, melukis atau teknik berbasis seni lainnya, untuk secara visual
mewakili asupan kehidupan manusia, tubuh mereka dan dunia tempat tinggal
mereka. Body mapping merupakan proses terapeutik kreatif yang
memungkinkan seseorang menjelajahi dan mengkomunikasikan cerita-cerita
hidup di tubuh seseorang secara kreatif.
f. Diagram Venn
Diagram Venn merupakan teknik yang digunakan untuk memfasilitasi
kajian hubungan antara masyarakat dengan lembaga-lembaga yang terdapat di
lingkungannya. Hasil Kajian dituangkan dalam diagram venn yang akan
menunjukkan besar manfaat, pengaruh, dan kedekatan hubungan suatu
lembaga dengan masyarakat.
Terdapat beberapa teknik yang ada dalam metode social casework yaitu
sebagai berikut:
1. Small Talk
Teknik small talk digunakan pada saat awal kontak dengan klien. Tujuan
utama dari Teknik ini adalah untuk menciptakan suasana yang dapat
memberikan kemudahan bagi keduanya untuk melakukan pembicaraan
sehingga hubungan selanjutnya dalam proses intervensi akan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Teknik small talk ini dimulai oleh pekerja sosial
untuk membuka agar klien dapat berbicara.
2. Ventilation

55
Teknik ventilation ini digunakan untuk membawa perasaan-perasaan dan
sikap-sikap yang diperlukan ke permukaan, sehingga perasaan-perasaan dan
sikap-sikap tersebut dapat mengurangi keberfungsian klien. Pekerja sosial
dituntut untuk dapat menyediakan kemudahan bagi klien dalam
mengungkapkan emosinya secara terbuka. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
menjernihkan emosi yang tertekan karena dapat menjadi penghalang bagi
gerakan positif klien.
3. Support
Support dalam case work ini merupakan teknik untuk memberikan
semangat, menyongkong dan mendorong aspek-aspek dari fungsi klien, seperti
kekuatan-kekuatan internalnya, cara berperilaku dan hubungannya dengan
orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan dan pekerja sosial harus
memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan atau perilaku positif klien.
4. Reassurance
Teknik reassurance ini digunakan utnuk memberikan jaminan kepada klien
bahwa situasi yang diperjuangkan klien dapat dicapai pemecahannya dan klien
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Pekerja
sosial harus memberikan jaminan yang realistik dan tidak dapat dilakukan
terhadap sesuatu yang tidak benar (tidak nyata). Pekerja sosial harus
memberikan reassurance dalam waktu yang tepat dan memberikan kesempatan
kepada klien untuk menyatakan perhatian dan kegagalannya secara wajar, oleh
karena itu reassurance dilaksanakan dengan kesadaran bahwa penyesuaian
dapat dilakukan dalam setiap situasi.
5. Confrontation
Konfrontasi digunakan pada saat klien menghadapi situasi sulit yang
bertentangan dengan kenyataan. Pekerja sosial harus mengetahui bagaimana
keadaan klien, mendinginkan perasaan-perasaan sakit sehingga klien dapat
keluar dari situasi yang menyakitkan.
Teknik konfrontasi sering digunakan dalam kegiatan terapi dengan tujuan
agar klien dapat menerima perilaku dan dapat menyadari sikap-sikap dan
perasaan-perasaannya. Pekerja sosial dapat mengembangkan beberapa

56
pandangannya yang dapat memberikan motivasi kepada klien untuk mengubah
perilakunya.
6. Conflict
Konflik merupakan bagian dari hidup dan tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan sehari-hari. Konflik merupakan tipe stress yang terjadi manakala
klien termotivasi oleh dua atau lebih kebutuhan dimana yang satu terpuaskan
sementara kebutuhan yang lainnya tidak. Klien membutuhkan pengetahuan
bagaimana mengatasinya apabila terjadi perbedaan perasaan yang cenderung
meningkat. Pekerja sosial harus menyadari faktor-faktor emosi dan
memberikan tempat untuk diungkapkan dan mempergunakan kekuatan-
kekuatan untuk kompromi dan menerima pemecahan masalah untuk mencapai
perubahan yang lebih baik.

7. Manipulation

Teknik manipulation ini merupakan keterampilan pekerja sosial dalam


mengelola kegiatan, orang-orang dan sumber-sumber yang dapat digunakan
dalam pemecahan masalah klien. Pekerja sosial harus memperhatikan:
1) Kebutuhan dan hak-hak klien untuk terikat dalam tindakan dan
pengambilan keputusan;
2) Kemampuan klien untuk berpartisipasi; dan
3) Membedakan antara kegiatan-kegiatan untuk kepentingan pekerja
sosial dengan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan klien.

8. Universalization

Teknik universalization ini digunakan untuk memberi pengaruh pada klien


yang mengalami situasi emosional yang berlebihan agar menyadari bahwa
situasi yang sama juga dihadapi orang lain, menyumbang dan membandingka
pengetahuan tentang cara-cara pemecahannya kepada klien, dan memperkuat
hal-hal lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien.

9. Advice Giving and Counseling

57
Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang
didasarkan pada pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan
upaya meningkatkan suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat
atau digambarkan dari pengetahuan professional. Keberhasilan teknik ini
ditentukan oleh kemampuan klien mempergunakannya dan kemampuan
pekerja sosial membuat assessment yang valid.

10. Activities and Programs

Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan


mengatasi kesulitan yang dihadapi klien melalui suatu sarana tertentu. Klien
diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang
kesulitannya dan membawa keluar atau mengatasi secara langsung kebutuhan
dan masalah tersebut pada tingkat nonverbal atau situasi permainan. Musik,
tarian, permainan, drama, kerajinan tangan, merupakan media untuk
menggambarkan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi klien. Pekerja sosial
harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu
memilih media terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan dan situasi-
situasi klien.

11. Logical Discussion

Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan bernalar,


untuk memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk melihat
kemungkinan alternatif pemecahannya dan untuk mengantisipasi serta melihat
konsekuensi-konsekuensi dalam mengevaluasi hasilnya.

12. Reward and Punishment

Reward diberikan untuk perilaku yang baik dan punishment (hukuman)


diberikan untuk perilaku yang buruk. Tujuan dari Teknik ini adalah untuk
mengubah perilaku klien. Pekerja sosial harus memiliki keterampilan khusus
untuk mengetahui motif-motif perilaku dan metode penguatan.

2.8 Teknologi Aras Messo

58
2.8.1 Intervensi Aras Messo

2.8.1.1 Engagement, Intake, dan Contract

1. Definisi Engagement, Intake, Contract


Tahapan engagement sering pula disebut sebagai fase awal atau fase start-
up dari proses perubahan perilaku seseorang. Pada tahap ini bertujuan membuat
kesan pertama yang sangat baik mengenai pekerjaan sosial, klien, dan memiliki
pengaruh positif kepada semua orang yang terlibat.
Selama periode awal ini, pekerjaan sosial harus melakukan tiga rangkaian
kegiatan, yang pertama adalah melakukan kontak pertama dengan klien. Kegiatan
yang dilakukan antara lain, mereview atau meninjau sistuasi yang dialami klien,
memilih waktu dan tempat yang nyaman untuk melakukan pertemuan dengan klien,
dan menentukan siapa saja yang akan terlibat dalam pertemuan yang akan
dilakukan.
Kedua, pekerjaan sosial harus memulai proses engagement atau keterlibatan
dengan klien. Kegiatan yang dilakukan antara lain, membangun relasi yang baik
dengan klien, membangun kepercayaan klien dan juga membantu klien memahami
dan memperjelas masalah yang dialaminya serta selalu melibatkan klien dalam
bekerja menuju suatu perubahanyang diinginkan.
Ketiga, pekerjaan sosial harus mampu menentukan secara tepat apakah ia
mampu untuk membantu mengatasi masalah klien atau tidak, sehingga pekerja
sosial dapat membantu rujukan ke professional lain.
Dalam membantu menangani masalah klien, pekerjaan sosial dapat
melakukan praktik pertolongan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Praktik secara langsung merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang melibatkan
interaksi tatap muka antara pekerja sosial dengan klien yang memerlukan
pelayanan. Sedangkan praktik secara tidak langsung digunakan untuk
menggambarkan aktivitas praktik pekerja sosial yang tidak melibatkan kontak
dengan klien namun secara tidak langsung menguntungkan mereka yang
membutuhkan pelayanan.

2. Teknik dan Pedoman untuk Praktik Secara Langsung

59
1) Kontak Telepon Pertama (First Telephone Contact)
Teknik ini bertujuan untuk melibatkan orang untuk menghubungi
lembaga lewat telepon. Kontak pertama antara pekerja sosial dengan klien
seringkali melalui telepon. Kebanyakan klien merasa gugup, bingung, dan
tidak memiliki harapan secara pasti. Jadi, pekerja sosial harus
menggunakan waktu di telepon untuk mengurangi kekhawatiran dan rasa
takut yang dirasakan oleh klien. setidaknya pekerja sosial memberikan
pemahaman umum tentang apa yang diharapkan klien terhadap lembaga
dan pekerja sosial. Jika semuanya sesuai maka selanjutnya yaitu mengatur
waktu untuk melakukan pertemuan tatap muka.
2) Pertemuan Tatap Muka Pertama (The First Face to Face Meeting)
Teknik ini bertujuan untuk melakukan wawancara awal dengan cara
meketakkan dasar hubungan kerja yang baik. Hal yang sangat umum
dirasakan oleh pekerja sosial ketika bertemu dengan klien untuk pertama
kalinya sedikit gugup. Untuk mengatasi kegugupan ini maka pekerja sosial
dapat mengasumsikan bahwa klien juga memiliki persaan yang sama
dengan dirinya. Pada tahap ini menjadi tahap dimana terbentuknya kesan
pertama antara klien dengan pekerja sosial, sehingga kondisi ini dapat
berpengaruh kepada tahap pertolongnan selanjutnya.
3) Klasifikasi Masalah, Kepedulian, atau Permintaan Klien
Teknik ini bertujuan untuk menentukan dan memperjelas perhatian
klien. Aktivitas penting yang dilakukan oleh pekerja sosial selama fase
mengenal/memahami sebagai intake and engagement yaitu keterlibatan
untuk mendapatkan dari klient tentang deskripsi masalah, perhatian/
kekhawatiran, kebutuhan/mengatur keadaan yang membawa dia kedalam
kontak dengan pekerja sosial/ agensi/ lembaga.
4) Membuat Rujukan
Teknik ini bertujuan untuk menghubungkan klien dengan agensi,
program/ orang yang professional yang akan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh mereka. Aktivitas penting dari pekerjaan sosial adalah
menghubungkan klien dengan sumber daya masyarakat, layanan, dan

60
kesempatan yang ia butuhkan, inginkan, dan dapat digunakan, kebanyakan
orang melihat referral/ rujukan sebagai tugas yang relative sederhana.
5) Memperoleh dan Merilis Informasi Klien
Dalam tahap ini memiliki tujuan untuk pertukaran informasi klien
dengan professional dengan cara mempertahankan kerahasiaan klien. Hal
ini seringkali terjadi selama intake bahwa pekerja sosial menganggap
penting untuk mendapatkan informasi klien yang terkandung dalam
catatan yang dibuat oleh profesi lain. Sebagai aturan umum, catatan /
rekaman klien yang dikelola agensi sosial, yang memiliki arti bahwa klien
memiliki hak untuk memutuskan apa dan kepada siapa informasi ini akan
dirilis. Jika pekerja sosial menginginkan informasi yang terkandung dalam
catatan klien yang dikelola oleh agensi atau profesional lain, pekerja sosial
harus pertama kali meminta izin tertulis klien. Demikian pula, pekerja
sosial tidak boleh memberikan informasi klien untuk agensi atau
profesional lain di luar agensi mereka sendiri tanpa memperoleh izin
tertulis dari klien.
2.8.1.2 Asesmen
Assessment atau dalam bahasa Indonesia adalah asesmen, secara sederhana
diartikan sebagai pengungkapan dan pemahaman masalah. Asesmen adalah suatu
proses dan suatu produk/hasil pemahaman terhadap permasalahan, suatu tahap
dalam rangkaian pertolongan pekerjaan sosial, dimana hasilnya kemudian dianalisis
dan tindakan pertolongan akan diberikan kepada orang yang membutuhkan (atau
dalam hal ini adalah klien). Tahap ini sangat menentukan keefektifan suatu
pertolongan kepada klien.
Definisi assessment adalah “Assessment involves the collection,
exploration, organization, and analysis of relevant information for use in making
decisions about the nature of the problem and what is to be done about it”
(Cournoyer, 2005, Ivry, 1992), yang maknanya adalah “Asesmen merupakan
pengumpulan, penggalian, organisasi dan analisis dari informasi yang relevan yang
digunakan dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keadaan
masalah dan apa yang dilakukan terhadapnya”.

61
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah yang
ada, keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi (person-in-situation),
sehingga pekerja sosial dan klien dapat membangun suatu rencana meringankan
atau menangani masalah. Max Siporin menyebutkan bahwa tujuan assessment
yaitu:

1) Identifikasi dan mengindividualisasikan masalah serta kebutuhan klien.


2) Menentukan bentuk pertolongan yang spesifik.
3) Menemukan dasar pemikiran yang rasional bagi rencana intervensi.
4) Menentukan faktor-faktor penyebab dan akibat masalah, dorongan dan
perasaan yang berkembang.
2.8.1.3 Rencana Intervensi
Menurut Robert Perlman dan Arnold Gurin (1971): Perencanaan adalah
proses yang dilakukan dengan cermat dan rasional yang meliputi pilihan tindakan-
tindakan yang diperkirakan dapat mencapai tujuan-tujuan yang sudah dirinci untuk
waktu yang akan datang. Pilihan tindakan disini terdiri atas:

1) Pembuatan keputusan yang bersifat rasional (meneliti semua pilihan yang


relevan dan memilih salah satu atau lebih diantara pilihan)
2) Pembuatan keputusan yang bersifat inkremental (pilihan agak terbatas dan
pertimbangan yang bersifat praktis)
3) Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses yang sengaja dan bersifat
rasional yang meliputi suatu pilihan tindakan yang perlu diperhitungkan untuk
mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang.

Praktik membuat rencana intervensi yang dilakukan adalah:

a. Mempelajari dan menganalisis hasil asesmen. Data asesmen yang


dipelajarin dan dianalisis serta menganalisis tentang sumber-sumber yang
dapat diakses;
b. Menentukan prioritas masalah. Karena tergantung dari banyak atau
tidaknya masalah yang perlu ditangani, hal ini mempengaruhi dalam
menyusun alternatif pemecahan masalah;

62
c. Case conference atau pembahasan kasus, salah satu tahapan dalam
pekerjaan sosial. Assesment oleh pekerja sosial, psikolog dan profesi lain
yang telah menangani kasus menjadi dasar untuk melakukan intervensi
kasus.
d. Tergantung pada kewenangan dan “kepentingan” Lembaga tempat
bekerja. Pekerja sosial tidak memiliki kewenangan mutlak untuk
menyusun rencana intervensi, karena yang memiliki kewenangan adalah
Lembaga dimana pekerja sosial itu ditempatkan;
e. Pelibatan orang-orang di sekitar klien;
f. Aspek-aspek yang direncanakan diantaranya adalah menentukan waktu
dan tempat dan anggaran biaya.
2.8.1.4 Intervensi
Intervensi merupakan tahap selanjutnya dalam proses pertolongan kepada
klien. Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang layak
dipergunakan untuk merencanakan perubahan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Pada tahap ini, rencana yang telah disusun mulai diimplementasikan
menjadi suatu bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan perubahan atau tujuan
pelayanan.
Dengan demikian, intervensi akan selalu berorientasi pada kegiatan dan
perubahan. Intervensi berusaha meningkatkan kepercayaan diri klien dengan
membantu menampilkan perilaku tertentu, menumbuhkan keasadaran dan
memanfaatkan pihak-pihak yang terkait (significant others). Penting untuk diingat
bahwa setiap tahap dalam proses perubahan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya.
Keberhasilan intervensi dipengaruhi oleh akurasi, kelengkapan, dan validitas dari
kesimpulan yang diperoleh dan keputusan yang dibuat pada tahap sebelumnya,
seperti: perdefinisian masalah, pengumpulan data, asesmen, dan perencanan
(Siporin, 1975).
2.8.1.5 Evaluasi
1. Definisi Evaluasi

63
Evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melihat kelebihan dan
kekurangan yang terjadi dalam memberikan pertolongan kepada klien. Prinsip-
Prinsip melaksanakan tugas monitoring dan evaluasi yaitu:
a. Membuat pendapat-pendapat dengan memperhatikan variabel-variabel penting
bagi permasalahan
b. Menilai hasil baik proses dan hasil yang objektif dalam pernyataan-pernyataan
yang ditetapkan empiris
c. Evaluasi harus objektif dan juga disetujui klien
d. Ukuran-ukuran dan prosedur-prosedur yang diseleksi hendaknya realistis dan
tepat untuk sasaran
e. Harus siap memberikan sumbangan dan program intervensi
f. Mengkombinasikan pendekatan antara tugas dengan masalah yang akan
ditangani
2. Tipe-Tipe Evaluasi

Evaluasi terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe evaluasi tersebut yaitu sebagai
berikut:
1) Evaluasi Proses
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatapakah seluruh tahapan kerja atau
prosedur pelayanan yang telah direncanankan dapat dilaksanakan secara
lengkap
2) Evaluasi Hasil
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatdampak atau manfaat dari intervensi
yang dilakukan
3. Teknik-Teknik Evaluasi

Teknik-teknik evaluasi terdiri dari teknik untuk praktik langsung dan tidak
langsung. Untuk lebih jelasanya yaitu sebagi berikut:
1) Teknik untuk praktik langsung
a. Individualized Rating Scale

64
Mempersiapkan skala yang unik bagi klien individu di kelompok
untuk mengukur frekuensi, durasi atau tindakan, peristiwa, perilaku,
emosi atau sikap.
b. Service Plan Outcome Checklist (SPOC)
Mencatat kemajuan klien individu pada menu tujuan hasil dan
mengakumulasikan skor hasil beragam klien untuk
menginformasikan rencana pengembangan profesional
c. Penyusunan Skala Pencapaian Tujuan
Mengukur klien sudah mencapai individualisasi tujuan
d. Standardized Rating Scale
Menggunakan skala yang belum dikembangkan dan diuji untuk
mengukur berbagai dimensi keberfungsian klien
e. Penyususnan Skala Penyampaian Tugas
Menentukan sejauh mana klien sudah menyelesaikan tugas-tugas
intervensi yang telah disepakati
f. Disain Subyek Tunggal
Mengevaluasi perubahan dalam tindakan, perasaan klien selama
periode waktu yang dikhususkan
2) Teknik Untuk Praktik Tidak Langsung
a. Review dari Teman Sebaya
Mengharapkan teman-teman sejawat atau kolega mengevaluasi
kualitas praktik
b. Evaluasi program
Menentukan seberapa baik program sosial mencapai tujuan
c. Evaluasi kinerja pekerja
Memahami tujuan dan prosedur evaluasi kinerja untuk dapat
membuat assessment produktif baik bagi pekerja maupun lembaga
d. Evaluasi lembaga
Mengidentifikasi data yang harus dikumpulkan untuk
mengassessment kinerjayang sedang berlangsung dari sebuah
lembaga sosial.

65
2.8.1.6 Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir yang penting dalam perubahan yang
direncanakan yang dilakukan oleh pekerja ketika memandu membuat kesimpulan
kegiatan-kegiatan dalam proses perubahan secara sensitif terhadap isu-isu sekitar
pengakhiran hubungan.
Terminasi merupakan tahap pengakhiran dan tahap pemutusan hubungan
secara formal dengan masyarakat atau kelompok sasaran. Sebuah proses
pengembangan masyarakat seringkali tahap ini dilakukan bukan karena masyarakat
sudah dapat dianggap mandiri, tetapi tahap ini harus dilakukan karena program
sudah harus dihentikan, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai.( Isbandi ; 2001). Terminasi oleh
Soetarso (1992 : 342-344) disebut dengan istilah pemutusan relasi antara pekerja
sosial dengan sistem sasaran dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses perubahan
berencana.

2.8.2 Teknologi Aras Messo

Teknik-teknik kelompok yang dapat dijadikan alternatif pemecahan


masalah:
1. Social Conversation Group (kelompok percakapan sosial)
Bertujuan untuk menguji dan menentukan seberapa dalam hubungan dapat
dikembangkan diantara orang yang belum saling mengenal dengan baik.
2. Recreation Group (kelompok rekreasi)
Kelompok memberikan kegiatan untuk kesenangan. Kegiatan-kegiatannya
sering bersifat spontan, tidak harus ada pemimpin, tempat dan peralatan tidak
perlu banyak.
3. Recreation Skill Group (kelompok keahlian rekreasi)
Untuk meningkatkan beberapa keterampilan dan dalam waktu yang bersamaan
memberikan kesenangan. Kelompok memerlukan penasehat, pelatih,
instruktur dan lebih berorientasi pada aturan permainan
4. Education Group (kelompok pendidikan)

66
Memperoleh pengetahuan dan mempelajari keterampilan yang lebih kompleks.
Pemimpinnya biasanya seorang yang profesional yang benar-benar terlatih dan
ahli dalam bidang tertentu
5. Problem Solving and Decission Making Group (kelompok masalah dan
pengambilan keputusan)
Pihak pemberi dan penerima pelayanan sosial dapat secara bersama-sama
terlibat dalam kegiatan. Pemberi pelayanan menggunakan pertemuan
kelompok untuk mencapai tujuan suatu rencana pengembangan bagi klien atau
sekelompok klien. Kelompok harus memutuskan:
a. Bagaimana mengalokasikan sumber dana yang terbaik
b. Bagaimana memperbaiki pelaksanaan pelayanan bagi klien merubah
keputusan kebijakan dari lembaga
c. Bagaimana memperbaiki usaha-usaha koordinasi dengan lembaga lain
6. Self Help Group (kelompok bantu diri)
Merupakan suatu kelompok kecil yang disusun saling membantu dan untuk
mencapai suatu tujuan serta bersifat sukarela. Kelompok ini menekankan pada
interaksi sosial secara tatap muka dan mempunyai tanggung jawab yang tinggi
antar anggota (Katz & Bender)
7. Socialization Group (kelompok sosialisasi)
Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah sikap dan perilaku anggota
kelompok agar dapat diterima secara sosial. Mengembangkan keterampilan
sosial, meningkatkan kepercayaan diri dan merencanakan masa depan. Peranan
pemimpin sangat diperlukan.
8. Therapeutic Group (kelompok penyembuhan)
Terdiri dari orang-orang yang memiliki masalah emosional yang agak berat.
Pemimpinnya memerlukan keterampilan dalam persepsi, pengetahuan ttg
manusia, dinamika kelompok. Contoh: Kepribadian ganda, kelainan jiwa,
histeris dll.
9. Sensitivity Group (kelompok melatih kepekaan)

67
Melakukan percakapan yang mendalam dengan sepenuh hati tentang mengapa
mereka berperilaku seperti itu. Tujuannya memperbaiki masalah kesadaran
antar pribadi.

2.9 Teknologi Aras Makro

2.9.1 Intervensi Aras Makro

2.9.1.1 Inisiasi Sosial


Kegiatan inisiasi sosial adalah tahap awal dalam memasuki suatu kelompok,
komunitas masyarakat luas. Inti dari inisiasi sosial adalah membangun trust
building dengan tujuan agar dapat diterima di dalam komunitas atau masyarakat.
Tujuan dilakukan inisiasi sosial adalah membangun akses serta kepercayaan secara
konstruktif dengan berbagai elemen dan stakeholder dalam masyarakat.

2.9.1.2 Pengorganisasian Sosial


Pengorganisasian sosial dilakukan dengan mengidentifikasi organisasi-
organisasi sosial yang berhubungan dengan pehimpunan informasi.
Pengorganisasian sosial adalah kegiatan dimana praktikan bersama masyrakat
bekerjasama untuk kegiatan menyususn struktur organisasi sesui dengan tujuan-
tujuan, sumber-sumber, dan lingkungan masyarakat
2.9.1.3 Assessment
Assessment secara sederhana diartikan sebagai pengungkapan dan
pemahaman masalah. Asesmen adalah suatu proses dan suatu produk/hasil
pemahaman terhadap permasalahan, suatu tahap dalam rangkaian pertolongan
pekerjaan sosial, dimana hasilnya kemudian dianalisis dan tindakan pertolongan
akan diberikan kepada orang yang membutuhkan (atau dalam hal ini adalah klien).
Tahap ini sangat menentukan keefektifan suatu pertolongan kepada klien.
Pada tahap ini menggali pemahaman dan pengungkapan masalah dari isu-
isu komunitas yang telah terpilih bersama dengan masyarakat. Dimana asesmen
yang dilakukan dengan asesmen isu komunitas.
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah yang
ada, keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi (person-in-situation),

68
sehingga pekerja sosial dan klien dapat membangun suatu rencana meringankan
atau menangani masalah. Max Siporin menyebutkan bahwa tujuan assessment
yaitu:
1) Identifikasi dan mengindividualisasikan masalah serta kebutuhan klien.
2) Menentukan bentuk pertolongan yang spesifik.
3) Menemukan dasar pemikiran yang rasional bagi rencana intervensi.
4) Menentukan faktor-faktor penyebab dan akibat masalah, dorongan dan
perasaan yang berkembang.
2.9.1.4 Rencana Intervensi
Pada tahap ini perencanaan sosial merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sekian alternatif yang ada untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
Menurut Robert Perlman dan Arnold Gurin (1971): Perencanaan adalah
proses yang dilakukan dengan cermat dan rasional yang meliputi pilihan tindakan-
tindakan yang diperkirakan dapat mencapai tujuan-tujuan yang sudah dirinci untuk
waktu yang akan datang. Pilihan tindakan disini terdiri atas:
1) Pembuatan keputusan yang bersifat rasional (meneliti semua pilihan yang
relevan dan memilih salah satu atau lebih diantara pilihan)
2) Pembuatan keputusan yang bersifat inkremental (pilihan agak terbatas dan
pertimbangan yang bersifat praktis)
3) Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses yang sengaja dan bersifat
rasional yang meliputi suatu pilihan tindakan yang perlu diperhitungkan
untuk mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang.
2.9.1.5 Intervensi

Intervensi merupakan tahap selanjutnya dalam proses pertolongan kepada


klien. Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang layak
dipergunakan untuk merencanakan perubahan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Pada tahap ini, rencana yang telah disusun mulai diimplementasikan
menjadi suatu bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan perubahan atau tujuan
pelayanan. Dengan demikian, intervensi akan selalu berorientasi pada kegiatan dan
perubahan. Intervensi berusaha meningkatkan kepercayaan diri klien dengan

69
membantu menampilkan perilaku tertentu, menumbuhkan keasadaran dan
memanfaatkan pihak-pihak yang terkait (signiicant others). Penting untuk diingat
bahwa setiap tahap dalam proses perubahan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya.
Keberhasilan intervensi dipengaruhi oleh akurasi, kelengkapan, dan validitas dari
kesimpulan yang diperoleh dan keputusan yang dibuat pada tahap sebelumnya,
seperti: perdefinisian masalah, pengumpulan data, asesmen, dan perencanan
(Siporin, 1975).

2.9.1.6 Evaluasi

1. Definisi Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk melihat kelebihan dan
kekurangan yang terjadi dalam memberikan pertolongan kepada klien. Prinsip-
Prinsip melaksanakan tugas monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Membuat pendapat-pendapat dengan memperhatikan variabel-variabel penting
bagi permasalahan
b. Menilai hasil baik proses dan hasil yang objektif dalam pernyataan-pernyataan
yang ditetapkan empiris
c. Evaluasi harus objektif dan juga disetujui klien
d. Ukuran-ukuran dan prosedur-prosedur yang diseleksi hendaknya realistis dan
tepat untuk sasaran
e. Harus siap memberikan sumbangan dan program intervensi
f. Mengkombinasikan pendekatan antara tugas dengan masalah yang akan
ditangani
2. Tipe-Tipe Evaluasi
Evaluasi terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe evaluasi tersebut yaitu sebagai
berikut.
1) Evaluasi Proses
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatapakah seluruh tahapan kerja atau prosedur
pelayanan yang telah direncanankan dapat dilaksanakan secara lengkap
2) Evaluasi Hasil

70
Suatu bentuk evaluasi untuk melihatdampak atau manfaat dari intervensi yang
dilakukan
3. Teknik-Teknik Evaluasi
Teknik-teknik evaluasi terdiri dari teknik untuk praktik langsung dan tidak
langsung. Untuk lebih jelasanya yaitu sebagi berikut
1) Teknik untuk praktik langsung
a. Individualized Rating Scale
Mempersiapkan skala yang unik bagi klien individu di kelompok untuk
mengukur frekuensi, durasi atau tindakan, peristiwa, perilaku, emosi atau
sikap.
b. Service Plan Outcome Checklist (SPOC)
Mencatat kemajuan klien individu pada menu tujuan hasil dan
mengakumulasikan skor hasil beragam klien untuk menginformasikan
rencana pengembangan profesional
c. Penyusunan Skala Pencapaian Tujuan
Mengukur klien sudah mencapai individualisasi tujuan
d. Standardized Rating Scale
Menggunakan skala yang belum dikembangkan dan diuji untuk mengukur
berbagai dimensi keberfungsian klien
e. Penyususnan Skala Penyampaian Tugas
Menentukan sejauh mana klien sudah menyelesaikan tugas-tugas
intervensi yang telah disepakati
f. Disain Subyek Tunggal
Mengevaluasi perubahan dalam tindakan, perasaan klien selama periode
waktu yang dikhususkan
2) Teknik Untuk Praktik Tidak Langsung
a. Review dari Teman Sebaya
Mengharapkan teman-teman sejawat atau kolega mengevaluasi kualitas
praktik
b. Evaluasi program
Menentukan seberapa baik program sosial mencapai tujuan

71
c. Evaluasi kinerja pekerja
Memahami tujuan dan prosedur evaluasi kinerja untuk dapat membuat
assessment produktif baik bagi pekerja maupun lembaga
d. Evaluasi lembaga
Mengidentifikasi data yang harus dikumpulkan untuk mengassessment
kinerjayang sedang berlangsung dari sebuah lembaga sosial
2.9.1.7 Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir yang penting dalam perubahan yang
direncanakan yang dilakukan oleh pekerja ketika memandu membuat kesimpulan
kegiatan-kegiatan dalam proses perubahan secara sensitif terhadap isu-isu sekitar
pengakhiran hubungan.
Terminasi merupakan tahap pengakhiran dan tahap pemutusan hubungan
secara formal dengan masyarakat atau kelompok sasaran. Sebuah proses
pengembangan masyarakat seringkali tahap ini dilakukan bukan karena masyarakat
sudah dapat dianggap mandiri, tetapi tahap ini harus dilakukan karena program
sudah harus dihentikan, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai.( Isbandi ; 2001). Terminasi oleh
Soetarso (1992 : 342-344) disebut dengan istilah pemutusan relasi antara pekerja
sosial dengan sistem sasaran dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses perubahan
berencana.
2.9.2 Teknologi Aras Makro
Terdapat beberapa teknik pekerjaan sosial dalam aras makro, diantaranya
adalah sebagai berikut
1. Community Involvement (CI)
Firsan (2011: 54-55) mengemukakan bahwa community involvement adalah
hubungan yang dibangun dengan publik (stakeholder, media, masyarakat yang
berada di sekitar perusahaan, dan lain-lain). Teknik ini dapat dilakukan dengan
meleburkan diri / melibatkan diri dalam berbagai kegiatan masyarakat, baik
kegiatan formal maupun informal, baik individu maupun kelompok. Kegiatan
ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan keterbukaan masyarakat dalam

72
memberikan informasi-informasi yang diperlukan serta menghindari adanya
tekanan dari pihak manapun.
2. Neighborhood Survey Study (NSS) atau Home Visit
Neighborhood Survey Study (NSS) adalah nama lain dari home visit atau
kunjungan rumah yang merupakan salah satu teknik pengumpul data dengan
jalan mengunjungi rumah informan untuk membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapi klien dan untuk melengkapi data klien yang sudah ada yang
diperoleh dengan teknik lain (Winkel. WS, 1995:76).
3. Community Meeting Forum (CMF)
Community Meeting Forum (CMF) atau pertemuan masyarakat merupakan
kegiatan non formal berupa forum musyawarah warga di tingkat RT atau RT
yang merupakan wadah untuk melakukan jajak kebutuhan (need assessment)
bagi penyiapan usulan kegiatan yang akan dilaksanakan.
4. Transect Walk
Transek (Penelusuran). Transek merupakan teknik penggalian informasi
dan media pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti
garis yang membujur dari suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu.
5. Methodology Participatory Assessment (MPA)
Methodology Participatory Assessment (MPA) adalah salah satu cara untuk
melakukan assessment terhadap permasalahan dengan melibatkan masyarakat.
Dalam melaksanakan MPA praktikan berperan sebagai fasilitator. Masyarakat
yang menentukan, merencanakan, memutuskan permasalahan yang dialami
dan dirasakan, karena itu keikutsertaan masyarakat dalam semua kegiatan
menjadi tolak ukur yang penting. Metode Partisipatory Assessment dalam
pelaksanaannya di lapangan mengikuti empat langkah utama, yaitu:
a. Menemukenali masalah, memfasilitasi masyarakat dalam
mengidentifikasi kondisi, situasi, dan masalah sosial di sekitar mereka dan
upaya-upaya yang sudah dilakukan serta hambatan yang tidak dapat
diatasi. Dalam mengidentifikasi maslah perlu diperagakan beberapa alat
(Tool) partisipatori berikut:

73
a) Pemetaan wilayah dan akses kepemilikan (Social Mapping and
Mapping Access)
b) Klasifikasi kesejahteraan (well being/wealth classification)
c) Masalah individu, kelompok dan masyarakat
d) Sejarah perkembangan wilayah
e) Observasi lapangan (transectwalk)
b. Menemukenali potensi, memfasilitasi masyarakat untuk mengidentifikasi
potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut seperti potensi rumah tangga
(asset livelihood), kalender musim dan penggunaan waktu (seasonal
calenders and daily time use pattern), potensi pelayanan publik, program/
proyek pembangunan, tradisi dan nilai swadaya masyarakat (local
tradition), dan mekanisme pengambilan keputusan (decision matrix).
c. Menganalisis masalah dan potensi, memfasilitasi masyarakat untuk
mencari faktor-faktor penyebab masalah, hubungan antar faktor penyebab
masalah dan menentukan fokus masalah. Selanjutnya, potensi yang
mungkin dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan cara
memobilisasi potensi yang tersedia dalam masyarakat.
d. Pemilihan solusi pemecahan masalah, memfasilitasi masyarakat dalam
menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah dan
mengatasi masalah yang ada beserta alternatifnya, menentukan potensi dan
opsi-opsi teknis dengan mempertimbangkan kemampuan tenaga secara
gender, biaya, tingkat, pelayanan, operasional dan maintenance,
perubahan perilaku dan lainnya yang turut mempengaruhi proses
pemecahan masalah. Setelah didapatkan opsi pemecahan masalah maka
opsi tersebut akan di plenokan di forum musyawarah masyarakat
(community meeting).
6. Technology Of Participation (TOP)
Usaha sistematis dengan melibatkan masyarakat dalam menentukan
langkah-langkah kegiatan perencanaan untuk memecahkan maslah-masalah
yang dihadapi agar tercapai kondisi yang diinginkan. Technology of
Partisipation (TOP) adalah teknik perencanaan pengembangan masyarakat

74
secara partisipatif, sehingga seluruh pihak memiliki kesempatan yang sama
untuk mengemukakan gagasan. Teknologi partisipatif mengeksplorasi
munculnya inisiatif-inisiatif, sikap kepemimpinan, keputusan dan tanggung
jawab dari seluruh warga yang hadir. Teknik ini dapat membantu target group
(kelompok sasaran) untuk menghasilkan kegiatan operasional (Ajat Sudrajat
dkk, 2005). Terdapat 3 teknik dasar dalam ToP antara lain:
1) Tahap Diskusi
Tahap diskusi adalah serangkaian petanyaan yang memandu kelompok di
dalam proses dialog pertanyaan pertanyaan ini membimbing kelompok
melewati empat tingkatan kesadaran, yakni oblektif, reflektif, interpretative,
dan memutuskan.
2) Tahap Lokakarya
Tahap lokakarya adalah proses lima langkah yang mengorganisasi para
anggota kelompok ke arah pendalaman diskusi dan mencapai konsensus
atau kesepatakan bersama tentang tindakan yang tepat dilakukan oleh
kelompok. Langkah tersebut adalah penentuan konteks, sumbang saran,
menyusun gugus/kategorisasi, memberikan label/penamaan, dan
perenungan atau refleksi.
3) Tahap Rencana Tindak
Tahap rencana tindak ini digunakan untuk membuat rencana secara rinci
tindakan yang akan dilakukan oleh kelompok setelah terjadi konsensus
kelompok untuk melakukan kegiatan. Tahap rencana tindak adalah proses
tujuh langkah yang mengorganisir para anggota kelompok ke arah
penyusunan rencana tindakan yang realistis dan mudah dilaksanakan.
Langkah-langkah tersebut adalah penentuan konteks, lingkaran sukses,
kondisi obyektif, menyatakan komitmen, lokakarya menentukan tindakan
yang diperlukan, penjadwalan dan penugasan, serta refleksi.
7. Focus Group Discussion (FGD)
Ajat Sudrajat dkk (2005) mengemukakan diskusi kelompok adalah suatu
proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang
sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Diskusi kelompok pada dasarnya

75
adalah wawancara kelompok yang dipandu oleh seorang moderator,
berdasarkan topik diskusi yang merupakan pokok permasalahan.Diskusi
kelompok merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi
informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi untuk membahas satu
masalah khusus.

76
BAB III
PERANCANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

3.1 Praktik Aras Mikro


3.1.1 Penerapan Engagement, Intake dan Contract
Pada hari Kamis, 18 Februari 2021 praktikan melakukan observasi melalui
transect walk di daerah RW 17 / RT 01 di dampingi oleh ketua RW dan ketua RT
dan juga melakukan observasi di lingkungan sekitar calon klien tinggal. Praktikan
bertemu dengan calon klien dan praktikan membangun relasi yang cukup baik
dengan calon klien dengan cara small talk. Praktikan menyesuaikan posisi duduk
dengan sasaran di kursi ruang tamu serta menjaga jarak guna menerapkan protokol
kesehatan. Selanjutnya, praktikan menyampaikan maksud dan tujuan kepada calon
klien, bahwa praktikan sedang melaksanakan Praktikum Laboratorium untuk
melakukan simulasi penerapan teknologi praktik pekerjaan sosial di aras mikro dan
menyampaikan alasan menjadikan sasaran sebagai Klien atas rekomendasi dari
Ketua RT dan RW setempat.
Praktikan meminta ketersediaan calon klien untuk menjadi klien praktikan
dan untuk diwawancara oleh praktikan, klien pun setuju. Setelah terbangun trust
building, maka praktikan memberikan informed consent kepada calon klien
mengenai bagaimana kegiatan praktikum laboratorium yang sedang praktikan
lakukan di lingkungan RT 01 dan calon klien pun setuju, maka secara resmi calon
klien menjadi klien dari praktikan. Praktikan membantu klien dalam pengisian
inform consent dan membantu menjelaskan dari setiap point isian lembar inform
consent. Klien menandatangani lembar inform consent sebagai tanda bahwa klien
telah menyetujui untuk berkooperatif selama kegiatan proses pertolongan.
Praktikan kemudian menentukan janji temu untuk melakukan home visit terkait
proses assessment yang akan dilakukan beberapa waktu kedepan, klien pun
menyetujui hal tersebut.

3.1.2 Penerapan Asesmen

77
Tujuan asesmen adalah untuk mendapatkan dan memahami masalah yang
ada, keinginan klien dan solusi, dan orang dalam situasi (person-in-situation),
sehingga pekerja sosial dan klien dapat membangun suatu rencana meringankan
atau menangani masalah.
3.1.2.1 Proses Asesmen

Gambar 3.1 Proses Asesmen Praktik Aras Mikro


Sumber: Dokumentasi Pribadi Praktikan

Pada hari Jum’at 19 Februari 2021 setelah penandatanganan kontrak


praktikan melakukan proses asesmen awal. Praktikan melakukan proses asesmen
dengan cara wawancara dan observasi dalam lingkungan tempat tinggal klien. Pada
proses asesmen awal, praktikan menanyakan hal-hal dasar dari informasi klien
dengan menggunakan teknologi Biopsikososial Spiritual (BPSS) sebagai tools yang
bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan klien dan lingkungannya.
Praktikkan memberikan beberapa penyesuaian pada instrument tersebut, salah
satunya dengan menambahkan beberapa poin seperti isu masalah dan kebutuhan
serta program atau pelayanan yang telah didapatkan.
Praktikan melakukan wawancara sesuai dengan instrumen BPSS dan
melakukan improvisasi untuk mencari tahu informasi tambahan. Klien tidak banyak
berbicara pada saat awal pertemuan. Klien juga hanya akan berbicara ketika ditanya
dan hanya menjawab dari pertanyaan yang ditanyakan. Setelah dilakukan
wawancara lanjutan klien sudah mulai terbuka dengan praktikan. Klien dengan aktif

78
bercerita mengenai kehidupannya kepada praktikan sehingga dalam proses
assessmen praktikan tidak mengalami kesulitan yang berarti. Setelah wawancara
dan observasi selesai praktikan mengatur jadwal untuk pertemuan kembali dengan
klien guna melakukan intervensi dalam proses pertolongan.
3.1.2.2 Hasil Asesmen

1. Identitas Klien
Nama/Nama Inisial : Ani / “A”
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 Tahun
Pendidikan : Tamat SMP/Sederajat
Pekerjaan : Buruh cuci dan setrika
Agama : Islam
Jumlah Anak :3
Jumlah Tanggungan :2
Status Perkawinan : Cerai (hidup)
Asal Daerah : Cikalongwetan
Suku : Sunda

2. Identitas Keluarga
Tabel 3.1 Identitas Keluarga Klien A
Hubungan
No Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
dengan Klien
Ibu rumah
1. P P 30 Anak SMA
tanngga
2. T L 34 Menantu SMP Pedagang
3. F L 26 Anak SMA Buruh pabrik
4. G L 17 Anak SMA Pelajar
5. D P 12 Cucu SD Pelajar
6. B P 5 Cucu - -

A adalah seorang janda yang memiliki 3 orang anak. A dan mantan


suaminya “R” bercerai 15 tahun silam karena suaminya melakukan kekerasan
dan perselingkuhan. Mantan suami A adalah “R” yang bekerja sebagai supir

79
truck pengiriman logistic antar kota. Hal inilah yang mendasari terjadinya
perselingkuhan “R” dengan perempuan lain. Setelah A bercerai hubungan
klien dengan keluarga mantan suaminya “R” menjadi tidak baik. Anak
pertama klien seorang perempuan dan sudah menikah dengan seorang
pedagang yang bekerja di pasar tradisional Cikalongwetan. Dari pernikahan
putri pertamanya ini klien A mendapatkan 2 orang cucu. Anak kedua A
bekerja sebagai buruh pabrik di Jakarta, anak kedua A ini sudah lama tidak
pulang ke rumah, namun sesekali ia menelepon A lewat telepon milik anak
ketiganya yang saat ini sedang duduk di bangku kelas 2 SMA.
A memiliki riwayat penyakit Asma dan penyakitnya sering kambuh saat
A sedang bekerja, hal inilah yang menghambat A untuk bekerja dengan
maksimal. A juga sering merasa rendah diri karena penyakitnya ini.
Pendapatan A tidak menentu, tergantung dari panggilan tetangganya yang
membutuhkan jasanya untuk melakukan pekerjaan mencuci dan menyetrika
pakaian dan juga dari usahanya yang lain sebagai reseller makanan. Dalam
sebulan rata – rata penghasilan A berkisar dari Rp. 400.000 – Rp. 500.000.
Penghasilan yang A dapatkan ia gunakan sebagian untuk melunasi hutangnya
kepada tetangganya karena A pernah meminjam uang untuk biaya
pengobatan A sebelum ia mendapatkan bantuan pemerintah berupa PKH dan
KIS.
Jika sedang tidak ada pekerjaan A biasanya membantu anak dan
menantunya untuk mengasuh kedua anak mereka agar mereka dapat lebih
mudah berjualan di pasar. Kedua anak A yang sudah bekerja ini tidak dapat
banyak membantunya karena mereka pun hidup serba kekurangan. A sangat
berharap jika pemerintah akan memberikan ia pelatihan keterampilan guna
meningkatkan aktualisasi dirinya sehingga A bisa membuka usaha sendiri dan
tidak bergantung dari buruh cuci setrika serta reseller makanan.
Penghasilan yang A dapatkan tidak sebanding dengan pengeluarannya,
baik untuk pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan anaknya.
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan praktikan sehari-hari A dan
keluarga mengonsumsi makanan apa adanya yakni nasi dengan lauk yang

80
sangat sederhana seperti sayur daun singkong, tahu, atau tempe. Penghasilan
yang dimiliki oleh A tidak sebanding dengan biaya kebutuhan yang saat ini
serba mahal akibat pandemi COVID-19.
3. Latar Keluarga

R A
53 th 50 th

Supir, suka memukul, Ibu rumah tangga,


memperlakukan salah, memiliki penyakit asma,
berselingkuh pekerja serabutan

IRT Pedagang Buruh pabrik Pelajar


P T F G
30 th 34 th 26 th 17 th

Disabilitas

D B
12 th 5 th

Gambar 3.2 Genogram Keluarga Klien “A”


Sumber: Hasil Wawancara dan Observasi Praktikan

Keterangan :

Laki-laki Berpisah

81
Perempuan Bercerai

a. Mantan Suami : “R”


Umur : 53 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Supir truck
b. Nama Anak 1 : “P”
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
c. Nama Anak 2 : “F”
Umur : 26
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
d. Nama Anak 3 :G
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Belum bekerja

4. Riwayat Masa Lalu Klien


Klien A lahir di Desa Cikalongwetan Bandung Barat pada tanggal 28 Mei
1971. Klien A hidup di dalam keluarga yang kurang mampu sejak kecil, hal
inilah yang menyebabkan A hanya mampu bersekolah sampai tingkat SLTP
dan setelah lulus A bekerja di toko kelontong sebelum akhirnya memutuskan
menikah dengan “R”. Saat A kecil ia pernah mendapatkan kekerasan fisik
dari ayahnya yang temperamental tinggi sehingga sampai saat ini kejadian

82
tersebut sangat membekas di ingatan A dan dalam beberapa waktu hal
tersebut menjadi tekanan psikologis.
Klien A sejak kecil menderita beberapa penyakit yang cukup
mengganggu aktifitas sehari – harinya yaitu penyakit asma. Akibat
terbatasnya kemampuan perekonomian keluarga A inilah yang membuat A
hanya diobati seadanya tanpa pemeriksaan berkala ke pusat pelayanan
kesehatan. Masa kecil A dilewati dengan penuh perjuangan karena hidup di
dalam belenggu kemiskinan, A kecil saat pagi hari harus pergi ke kebun untuk
mencari kayu bakar dan saat A pulang sekolah ia harus membantu ibunya
untuk bercocok tanam di kebun milik pamannya.
Saat A menikah kehidupan ekonomi keluarganya pun tidak jauh berbeda
dengan masa lalu A. Klien A harus membantu suaminya untuk mencari
nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Telah banyak pekerjaan
yang klien lakukan semenjak muda, klien pernah bekerja sebagai buruh
pabrik dan pedagang kue tradisional di pasar. Saat belasan tahun membina
rumah tangga A pun mengetahui jika suaminya “R” berselingkuh darinya dan
telah menikahi wanita lain. A sering juga mendapatkan kekerasan dari
suaminya, tetapi A terus mempertahankan rumah tangganya demi anak – anak
mereka, namun karena “R” telah memiliki istri baru membuat A memutuskan
untuk bercerai dengan suaminya tersebut.
Penghasilan A yang sehari – hari ia dapatkan dari buruh cuci dan reseller
makanan ia gunakan sebagian untuk melunasi hutang – hutangnya kepada
para kerabat dan rentenir. A mendapatkan bantuan program pemerintah
berupa PKH namun bantuan tersebut belum dapat menyelesaikan
permasalahan perekonomian yang A alami, khususnya dimasa pandemic
COVID-19 ini. Klien juga memiliki sering berhutang kepada bank keliling
dan juga tetangganya. Penghasilan yang klien dapatkan hampir seluruhnya
habis untuk membayar hutang – hutang sehingga klien tidak mempunyai uang
simpanan sebagai tabungan untuk masa depannya.
5. Dinamika Keberfungsian Klien

a. Keberfungsian Biologis Klien

83
Klien A merupakan seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun
dengan perawakan kulit sawo matang dengan mata hitam bulat dan
memiliki berat 57 kg dengan tinggi 154 cm. A memiliki penyakit bawaan
asma sehingga seringkali menghambat keberfungsian klien saat
menjalankan aktifitas hariannya. Saat penyakit asma kambuh biasanya ia
menggunakan obat pelega pernafasan seretide inhaler yang ia dapatkan
dari puskesmas secara gratis melalui bantuan jaminas kesehatan KIS.
b. Keberfungsian Psikologis Klien
Klien A tidak banyak berbicara pada saat awal pertemuan. Klien
juga hanya akan berbicara ketika ditanya dan hanya menjawab dari
pertanyaan yang ditanyakan. Setelah dilakukan wawancara lanjutan klien
sudah mulai terbuka dengan praktikan. Klien memiliki tekanan psikologis
terkait kekerasan yang pernah ia dapatkan dari mantan suaminya. Semenjak
penyakit klien sering kambuh saat bekerja maupun saat beraktifitas klien
menjadi rendah diri terhadap kehidupannya.
Saat wawancara berlangsung klien sangat kooperatif dan jujur. Klien
bercerita dengan detail bagaimana kisah hidupnya di masa lalu hingga saat
ini. Klien cukup tenang tetapi dalam beberapa waktu tertentu klien menjadi
sensitive dan penuh kecemasan. Reaksi saat bercerita tentang keadaannya
saat ini klien merasa sedih dan juga sedikit tertekan karena klien memiliki
kekhawatiran akan bagaimana kehidupannya di masa yang akan datang
apabila kondisi ekonomi keluarga klien tidak kunjung membaik.
Klien dapat bercerita dengan emosi yang stabil, namun dalam
beberapa hal tertentu klien terlihat cukup emosional dan keringat dingin.
Saat klien bercerita kepada praktikan klien berbicara dengan intonasi yang
cukup tenang, namun terkadang klien berbicara dengan intonasi yang
sangat rendah. Klien cenderung bergesture terbuka kepada praktikan
sehingga tahapan wawancara pun berjalan dengan baik.
Setelah assessment lanjutan praktikan mengetahui bahwa klien
memiliki permasalahan psikososial yang berkaitan dengan konsep diri yang
negative ditandai dengan penyakit yang dialami oleh klien dinilai sebagai

84
suatu kelemahan bagi dirinya. Klien berpikir bahwa ia tidak lagi memiliki
masa depan yang baik karena keterbatasannya tersebut. Klien juga
menganggap citra yang diberikan oleh orang lain kepadanya adalah citra
yang negative sehingga kehidupan klien dipenuhi oleh perasaan cemas dan
rendah diri dalam lingkungan sosialnya.
c. Keberfungsian Sosial Klien

Gambar 3.3 Ecomap Klien “A”


Sumber: Hasil Wawancara dan Observasi Praktikan

Keterangan :

Hubungan yang kuat

85
Hubungan yang penuh tekanan

Hubungan yang lemah


-------------

Berdasarkan ecomap diatas dapat diketahui bahwa klien di dalam


lingkungan sosialnya memiliki hubungan yang baik dan kuat serta
hubungan yang kurang baik dan penuh tekanan juga terdapat hubungan
yang lemah. Hal tersebut tergambarkan melalui ecomap yang dibuat
praktikan bersama dengan klien. Klien “A” memiliki hubungan yang penuh
tekanan dengan keluarga mantan suaminya yaitu “R”. Sejak klien berumah
tangga dengan “R” ia sering mendapatkan perlakuan salah dari “R”, klien
sering mengalami kekerasan fisik dan juga kekerasan verbal. Saat klien “A”
menyampaikan kekerasan yang ia alami kepada keluarga “R” mereka tidak
mempercayainya dan malah menganggap bahwa klien “A” sedang
berbohong karena keluarga besar mantan suaminya menganggap bahwa
“R” adalah sosok yang baik sehingga tidak mungkin untuk melakukan
tindak kekerasan terhadap istrinya. Hal yang tambah memperburuk
hubungan klien dengan keluarga “R” adalah saat keluarga “A” terlilit
hutang akibat pinjaman yang dilakukan “R” kepada rentenir dan membuat
nama besar keluarga “R” menjadi buruk dihadapan masyarakat setempat.
Klien “A” memiliki hubungan yang kuat dan baik dengan
lingkungan tempat ia bekerja. Majikan tempat klien bekerja selalu baik
kepadanya dan selalu menolong klien saat mengalami kesulitan. Teman –
teman klien “A” sangat peduli dengan dirinya, ini terlihat saat penyakit
klien sedang kambuh dan tidak bisa menjalankan aktifitas hariannya maka
teman klien yang juga adalah tetangganya membantu klien dalam
pemenuhan makan harian klien. Tetangga klien saling bergantian untuk
mengirimi klien makanan ke rumahnya. Klien juga merupakan anggota
pengajian rutin ibu – ibu masjid yang ada di RT 01 sehingga relasi klien
cukup banyak. Beberapa tahun terakhir klien “A” juga mendapatkan

86
program bantuan kementrian sosial berupa program keluarga harapan
(PKH). Klien memanfaatkan dana bantuan tersebut untuk biaya pendidikan
anaknya yang bersekolah di tingkat SMA, biaya hidupnya dan juga
sebagian untuk melunasi hutang mantan suaminya kepada rentenir. Mantan
suami klien yakni “R” memiliki hubungan yang lemah dengan keluarga
besarnya karena permasalahan hutang yang melilitnya, keluarga “R”
pernah membantu “R” untuk melunasi hutangnya namun oleh “R” tidak
dibayarkan kepada rentenir yang bersangkutan, semenjak kejadian tersebut
akhirnya “R” tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluarga
besarnya. Hubungan yang baik dan kuat hanya “R” miliki dengan
lingkungan pekerjaan dan teman – temannya saja.
Anak pertama klien yakni “P” sudah menikah dan dari pernikahan
putrinya ini klien “A” mendapatkan dua orang cucu, namun cucu pertama
klien menyandang disabilitas dan akhirnya keluarga klien memutuskan
agar cucunya ini bersekolah di sekolah luar biasa, sedangkan cucu kedua
klien masih balita dan sering dibawa oleh orangtuanya untuk bekerja
sebagai pedagang di pasar tradisional yang bertempat tidak jauh dari
kediaman mereka. Anak kedua klien bekerja sebagai buruh pabrik di
Jakarta namun komunikasi diantara keduanya berjalan cukup baik dan “F”
anak kedua klien terkadang jika memiliki penghasilan lebih akan
mengirimkannya kepada klien. Berbeda dengan “G” anak ketiga klien, ia
memiliki hubungan yang kurang baik dengan ayahnya, ia beranggapan
bahwa karena perselingkuhan ayahnya tersebut ibunya menjadi sering
sakit – sakitan dan ia selalu sedih apabila melihat hal tersebut. Anak ketiga
klien ini aktif di dalam kegiatan organisasi sosial karang taruna yang ada
di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini dapat dilihat dari kecakapan “G”
dalam mengampu tanggung jawabnya sebagai wakil ketua karang taruna.
Klien “A” sangat bangga karena anaknya dapat hidup dengan baik tanpa
seorang ayah.
d. Aspek Spiritual

87
Cara klien mendekatkan diri kepada Tuhan yaitu dengan beribadah
secara rutin. Klien memiliki aspek spiritual yang baik dan klien menganut
agama Islam. Sebagaian besar dari mereka rajin menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianut. Mereka juga memandang setiap masalah
yang dialami pasti memiliki jalan keluar jika selalu taat beribadah, berdoa,
berikhtiar, dan percaya akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Klien juga terlibat aktif di dalam kegiatan keagamaan yang
dilaksanakan di lingkungan tempat tinggalnya serta klien memiliki
hubungan yang baik kepada sesama manusia. Akses klien “A” kepada
sarana ibadah yang ada cukup mudah dan klien selalu aktif dalam kegiatan
pengajian rutin ibu – ibu yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu.

6. Gejala dan Fokus Masalah Klien


Tabel 3.2 Gejala dan Fokus Masalah Klien
Gejala Masalah a. Khawatir akan masa depan
b. Kurangnya penghasilan yang dimiliki oleh A
c. Ketika mendapatkan bantuan klien masih belum bisa
memanfaatkan bantuan tersebut dengan baik
d. Sering berhutang ke kerabat dan rentenir
e. Memiliki tekanan psikologis berkaitan dengan
kekerasan yang pernah klien alami
f. Penyakit yang sering kambuh membuat klien Aendah
diri
g. Terlihat cukup emosional
Fokus Masalah Rendah diri dan kecemasan klien A dalam pemenuhan
kebutuhan keluarga.
7. Potensi dan Sumber
a. Potensi Klien
Potensi yang dimiliki oleh klien A yaitu dalam bidang memasak,
khususnya memasak aneka kue dan jajanan pasar. Dengan keterampilan
ini klien mendapatkan kepercayaan dari kerabatnya untuk menjadi reseller

88
makanan. Klien juga merupakan sosok pribadi pekerja keras, terlihat dari
keterbatasan kesehatan fisiknya namun klien tetap berjuang untuk masa
depan anaknya.
b. Sumber-Sumber
1) Sistem Sumber Informal
Sistem sumber ini berupa keluarga, tetangga, ataupun orang lain
yang bisa membantu. Bantuan yang dapat dimanfaatkan dari sumber
informasl ini adalah dukungan emosional, kasih sayang, nasehat,
informasi dan pelayanan konkrit lainnya seperti pinjaman uang.
Dukungan yang diperoleh klien berasal dari keluarga besar maupun
tetangga yang juga merupakan teman pengajian klien. Dukungan dan
motivasi dari orang-orang terdekat dapat dijadikan sumber yang
utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Peran
tokoh masyarakat pun dinilai penting untuk menjadi sistem sumber
informasi, dalam hal ini klien juga cukup dekat dengan ketua RT
setempat.
2) Sistem Sumber Formal
Salah satu sistem sumber formal yang dapat membantu klien di
Desa Cikalongwetan yaitu karang taruna selain itu juga pendamping
PKH. Dimana klien tersebut yang merupakan seorang penerima PKH
dapat membantu permasalahan klien.
3) Sistem Sumber Kemasyarakatan
Sistem sumber kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan oleh
klien di Desa Cikalongwetan meliputi tempat ibadah, sekolah dasar,
sekolah menengah, PAUD serta TK, dunia usaha dan juga pihak Desa
Cikalongwetan. Pihak desa dapat diakses untuk memfasilitasi dengan
memberikan dorongan keterlibatan serta dukungan yang diberikan
seperti memberikan surat keterangan miskin rujukan RT/RW kepada
keluarga PRSE jika diperlukan maupun membuat program pemecahan
masalah yang berkaitan dengan kemiskinan, diantaranya yaitu

89
program “AKUR” yang bertujuan untuk memberdayakan keluarga
miskin yang ada di Desa Cikalongwetan.
8. Harapan Klien
Harapan dari klien A adalah agar ia mampu untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga sehari-hari dan juga berharap agar terjaga kondisi
kesehatannya. Selain itu, A juga berharap mampu mengatasi tekanan
psikologis yang ia alami. Klien A sangat berharap agar anaknya memiliki
pendidikan sampai perguruan tinggi. Selain hal tersebut, A juga mengharapkan
bahwa ia mampu memberikan perubahan dan peningkatan yang lebih baik bagi
diri klien dan keluarganya.
9. Kebutuhan Klien
Berdasarkan hasil assesmen yang dilakukan oleh praktikan, maka dapat
diidentifikasi pula kebutuhan perubahan yang diperlukan klien agar dapat
keluar dari permasalahannya. Klien membutuhkan suatu kegiatan yang dapat
membawa suatu perubahan dalam diri klien, klien membutuhkan suatu
dukungan yang dapat menurunkan tingkat kecemasan dan rasa rendah diri yang
dimiliki klien.
3.1.3 Penerapan Rencana Intervensi (Planning)
Rencana intervensi merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan bentuk
penanganan masalah yang dihadapi oleh Klien A. Berdasarkan asesmen yang telah
dilakukan oleh praktikan diperoleh beberapa gejala masalah, maka praktikan
menyusun rencana intervensi untuk mengatasi permasalahan Klien A sebagai
berikut.
1. Nama Program
Nama program dari intervensi yang akan dilaksanakan adalah Peningkatan
Kepercayaan Diri dan Manajemen Stres Klien A.
2. Tujuan
Intervensi yang dilakukan oleh praktikan memiliki tujuan secara umum dan
tujuan khusus. Tujuan tersebut diantaranya:
a. Tujuan Umum

90
Secara umum, intervensi yang dilakukan untuk klien A dilaksanakan
agar klien dapat menangani masalah yang dihadapi dan mampu memenuhi
kebutuhan sehari-hari dimana masalah yang dihadapi oleh klien adalah
rendah diri serta kecemasan klien dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan
juga masa depannya. Oleh karena itu, tujuan umum diadakannya intervensi
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan klien dalam manajemen stress
dan mengurangi rasa cemas yang dimiliki oleh klien dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan intervensi secara khusus mencakup:
a) Membantu klien dalam membangkitkan komitmen akan dirinya.
b) Membantu klien mengurangi rasa takut akan pemenuhan kebutuhan
dan masa depannya.
c) Membantu klien agar klien tetap memiliki pemikiran positif
d) Membantu klien agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
e) Membantu klien agar membangkitkan rasa percaya dirinya.
3. Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan intervensi ini adalah sebagai berikut.
a. Klien memiliki rasa percaya diri.
b. Klien mampu dalam manajemen stress dan pengendalian diri saat dalam
kondisi tekanan.
c. Rasa takut klien akan pemenuhan kebutuhan berkurang.
d. Klien mampu untuk berpikiran positif.
e. Klien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari
4. Sasaran Intervensi
Intervensi untuk menangani masalah klien A tidak hanya ditujukan pada klien
tetapi pihak lain yang memiliki pengaruh (significant others) terhadap
permasalahan klien. Sasaran intervensi dalam hal ini yakni:
a. Klien A
Klien A merupakan orang yang menjadi sasaran utama praktikan
dalam membantu menangani masalahnya. Dalam hal ini klien mempunyai

91
fokus masalah yaitu rasa rendah diri dan kecemasan akibat tekanan
psikologis yang dialami klien. Dimana dalam proses intervensi ini
dimaksudkan untuk perubahan kondisi klien menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan mampu berfungsi secara sosial secara baik.
b. Anak – anak klien A
Ketiga anak klien merupakan pendukung dalam peningkatan
kemampuan klien dalam manajemen stres dan juga rasa rendah diri yang
klien alami.
5. Metode dan Teknik
Dalam melaksanakan kegiatan intervensi terhadap klien “A” metode dan teknik
yang digunakan oleh praktikan adalah sebagai berikut:
a. Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan oleh praktikan dalam intervensi ini yaitu
menggunakan Metode Social Case Work untuk mengatasi masalah klien
secara individual. Metode ini memberikan program intervensi untuk
mengembangkan kepribadian melalui penyesuaian secara sadar untuk
klien “A”. Penerapan dalam metode ini adalah dengan cara praktikan
memberikan pemahaman tentang masalah yang ada dalam dirinya melalui
teknik-teknik pekerjaan sosial.
b. Teknik yang Digunakan
a) Advice giving and counselling
Praktikan akan memberikan saran dan masukan kepada klien dari
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh klien untuk mendorong
klien dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Praktikan akan
memberikan nasihat terkait dengan pemenuhan kebutuhan dan
pengelolaan konsep diri tetapi tidak menggurui yang berasal dari
pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh praktikan selama proses
asesmen dan juga konseling kepada klien terhadap permasalahan yang
dihadapi klien.
b) Support

92
Praktikan akan memberikan semangat, menyokong dan mendorong
aspek-aspek dari fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan internal yang
dimiliki oleh klien agar klien dapat mengatasi permasalahan terkait rasa
cemas dan rendah diri yang dimiliki klien. Selain itu juga agar klien dapat
mengikuti setiap rangkaian kegiatan intervensi dengan baik.
c) Relaksasi
Relaksasi adalah satu cara utuk menghindari frustasi, dengan cara
menghilangkan keinginan-keinginan dan ambisi. Relaksasi ini dilakukan
untuk menurunkan atau mengurangi ketegangan dan kecemasan. Relaksasi
yang dilakukan kepada klien ditujukanuntuk mengurangi rasa rendah diri
dan kecemasan terkait dengan pemenuhan kebutuhan klien A.

d) Ventilation

Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penyebab awal


permasalahan klien A. Teknik ventilation adalah teknik yang digunakan
agar klien dapat mengungkapakan emosi, pikiran, dan perasaannya
sehingga dapat diketahui permasalahannya. Dengan digunakannya teknik
ventilation tersebut, diharapkan akan memberikan gambaran mengenai
penyebab awal klien mengalami permasalahan tersebut.

6. Sistem Dasar Praktik Pekerjaan Sosial


a. Sistem Klien
Sistem klien adalah orang-orang yang telah memberikan kewenangan
atau meminta bantuan didalam usaha perubahan dan melibatkan diri
mereka. Sudah ada suatu persetujuan kerja atau kontrak dengan praktikan.
Sistem klien dalam intervensi ini adalah pihak yang diharapkan dapat
menerima bantuan maupun penanganan masalah. Sistem klien dalam hal
ini adalah klien A.
b. Sistem Pelaksana Perubahan
Sistem pelaksana perubahan menunjuk pada sekelompok orang yang
tugasnya memberikan bantuan atas dasar keahlian yang berbeda dan

93
bekerja sama dengan sistem yang berbeda. Pelaksana perubahan yang
utama adalah orang yang bertanggung jawab. Pelaksana perubahan adalah
seorang pemberi bantuan yang secara khusus dipekerjakan untuk tujuan
mengadakan perubahan berencana. Sistem pelaksana perubahan dalam
proses pertolongan ini adalah praktikan sendiri sebagai orang yang
menangani permasalahan klien A.
c. Sistem Sasaran
Sistem sasaran adalah orang-orang yang dapat membantu dalam upaya
pemecahan klien terhadap permasalahannya. Pihak yang dijadikan sasaran
perubahan atau media yang dapat mempengaruhi proses pencapaian tujuan
pertolongan adalah orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan klien.
Sistem sasaran dalam hal ini yang dimaksud adalah anak – anak klien A.
d. Sistem Kegiatan
Sistem kegiatan dalam hal ini yaitu kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan mempengaruhi sistem sasaran. Sistem kegiatan berfungsi
sebagai pendukung bagi klien secara formal dan memberikan pengaruh
terhadap diri dan perilaku klien. Sehingga dalam hal ini dapat membantu
praktikan melancarkan kegiatan intervensi dan mencapai tujuan yang
diharapkan. Sistem kegiatan adalah seluruh upaya atau kegiatan yang
dilakukan oleh sistem sasaran dan perubahan untuk melakukan
pertolongan kepada klien “A” dalam usahanya untuk memperbaiki
menangani masalah klien.
7. Program dan Kegiatan
Berdasarkan asesmen yang telah dilakukan oleh praktikan melalui
wawancara dan observasi terhadap klien maka program pemecahan masalah
atau rencana intervensi yang akan dilakukan adalah Penurunan Kecemasan dan
Rendah Diri klien A dalam Pemenuhan Kebutuhan. Program ini dilakukan
bertujuan agar klien dapat mengurangi kecemasan yang dimiliki serta mampu
memiliki rasa percaya diri yang baik. Program yang akan dilaksanakan
melibatkan klien, anak klien dan praktikan agar tujuan dari program tersebut

94
dapat tercapai. Praktikan, klien, dan anak klien saling bekerjasama agar tujuan
intervensi dapat tercapai.
Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam menjalankan program tersebut
adalah dengan konseling. Konseling dilakukan agar praktikan lebih memahami
permasalahan klien dan praktikan juga dapat mengetahui bagaimana
pemecahan masalah klien tersebut. Selain konseling, kegiatan intervensi yang
akan dilakukan adalah relaksasi.
8. Langkah-langkah Kegiatan
Langkah-langkah kegiatan dari pelaksanaan intervensi ini adalah sebagai
berikut.
a. Melakukan pemahaman serta bimbingan dan nasihat kepada klien pada
advice giving and counselling.
b. Melakukan relaksasi.
c. Memberikan dukungan kepada klien agar mampu dalam manejemen
stress.
d. Memberikan dukungan kepada sasaran agar dapat mengikuti kegiatan
serta dapat melakukan perubahan.
e. Meningkatkan motivasi klien agar dapat menurunkan kecemasan dan rasa
rendah diri yang dimiliki.
9. Narasumber dan Pihak yang Terlibat
- Praktikan
- Anak klien
10. Jadwal Kegiatan
Program “Penurunan Kecemasan dan Rendah Diri Klien A dalam
Pemenuhan Kebutuhan Keluarga” dilaksanakan melalui berbagai kegiatan.
Jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Program Penurunan Kecemasan Klien A dalam
Pemenuhan Kebutuhan Keluarga
No Waktu Kegiatan
1. 22–28 Februari Melakukan pemahaman serta bimbingan dan nasihat
2021 kepada klien pada advice giving and counselling

95
2. 2 Maret 2021 Melakukan kegiatan relaksasi dan ventilation
3. 22 Februari – 1 Memberikan dukungan kepada sasaran agar dapat
Maret 2021 mengikuti kegiatan serta dapat melakukan
perubahan
4. 4 Maret 2021 Meningkatkan motivasi klien agar dapat
mengurangi kecemasan dan rasa rendah diri yang
dimiliki

3.1.4 Perancangan Intervensi


Program Penurunan Kecemasan dan Rendah Diri Klien A dalam
Pemenuhan Kebutuhan Keluarga akan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai
berikut.
Tabel 3.4 Perancangan Intervensi Penurunan Kecemasan dan Rendah Diri Klien A
dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga
1. Tema Intervensi terhadap Klien A
2. Sasaran Klien A dan anak klien
intervensi
3. Klien A
4. Praktikan Ezra Martha Eticha
5. Waktu 22 Februari 2021 s.d 6 Maret 2021
6. Tempat/ lokasi Rumah klien A
7. Alat yang a. Lembar kertas rencana
digunakan b. Pensil
c. Penghapus
d. Pulpen
e. Alat tulis lainnya
8. Tahap a. Tahap Awal
Pelaksanaan Pada tahap awal pelaksanaan intervensi kegiatan-
Intervensi kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

96
1) Setelah melakukan rencana intervensi bersama
dengan klien A. Praktikan menghubungi klien
dan mendiskusikan dengan klien mengenai
intervensi apa yang akan dilakukan.
2) Praktikan menjelaskan maksud serta tujuan dari
proses intervensi yang akan dilaksanakan oleh
praktikan terhadap klien.
3) Praktikan dan klien A menyepakati intervensi
yang akan dilakukan dan akan bekerja bersama
dalam setiap prosesnya.

Tabel 3.4 Perancangan Intervensi Penurunan Kecemasan dan Rendah Diri Klien A
dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga (Sambungan)
4) Praktikan dan klien A menyepakati untuk
melibatkan anak A dalam pelaksanaan
intervensi ini.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan intervensi kegiatan yang
akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Advice giving and counselling
Advice giving and counselling diadakan selama
4 sesi, dimana disetiap sesi memiliki tema yang
berbeda. Pada tanggal 22 Februari 2021 yaitu
sesi pertama memiliki tema strategi dalam
manajemen stress dan pembahasan mengenai
konsep diri. Selanjutnya sesi kedua yaitu pada
tanggal 24 Februari 2021 dengan tema strategi

97
pemenuhan kebutuhan, dimana tema ini
bertujuan agar klien dapat memenuhi kebutuhan
jenis-jenis kebutuhan dan cara menentukan
prioritas kebutuhan yang bertujuan agar dapat
membuat klien mengetahui bagaimana
menetukan prioritas kebutuhannya.. Lalu sesi
ketiga pada tanggal 26 Februari yaitu dengan
tema pentingnya untuk berpikir positif dengan
tujuan agar klien tetaap memiliki pemikiran
positif terkait dengan masa depan dan dalam
proses pemenuhan kebutuhan klien dan
keluarga sehari-hari. Pada sesi terakhir
konseling dengan tema proses coping dan
langkah – langkah yang dapat ditempuh untuk
aktualisasi diri klien.

Tabel 3.4 Perancangan Intervensi Penurunan Kecemasan dan Rendah Diri Klien A
dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga (Sambungan)
2) Relaksasi
Kegiatan relaksasi dilakukan pada tanggal 2
Maret 2021. Sebelum melakukan kegiatan
relaksasi praktikan memperhatikan lingkungan
fisik sehingga klien merasa tenang.
Relaksasi yang dilakukan adalah sebaga
berikut:
- Praktikan menjelaskan maksud dan tujuan
terapi

98
- Praktikan menjelaskan proses terapi yang
dialami
- Praktikan memasang musik untuk proses
relaksasi
- Praktikan mengatur posisi klien
- Praktikan meminta klien untuk
berkonsentrasi dengan melihat ujung hidung
- Praktikan membacakan narasi
- Menyelesaikan musik dan tidak
memperbolehkan untuk berbicara
- Praktikan meminta klien untuk
merefleksikan pengalaman selama
mengikuti terapi.
3) Meningkatkan motivasi agar dapat mengurangi
kecemasan dan rendah diri.
c. Tahap Akhir
Pada tanggal 6 Maret 2021 praktikan melakukan
pengakhiran intervensi di rumah klien A. Praktikan
meminta klien untuk menyampaikan pendapatnya
mengenai pelaksanaan intervensi yang telah
dilakukan serta beberapa evaluasi proses.

3.1.5 Perancangan Evaluasi


Kegiatan evaluasi yang akan dilakukan oleh praktikan dalam pertolongan
pekerja sosial aras mikro adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Mikro
1. Tema Evaluasi terhadap klien A
2. Waktu Evaluasi dilakukan setelah tahap intervensi
dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2021
3. Klien A

99
4. Praktikan Ezra Martha Eticha
5. Tempat Rumah Klien A
6. Alat Ukur Alat ukur evaluasi
a. Alat ukur yang digunakan adalah catatan dari
indikator keberhasilan. Alat ukur yang telah
ditetapkan adalah berupa tabel yang terdiri dari
beberapa aspek yang menggambarkan progress
sebelum dan sesudah intervensi dilaksanakan.
b. Menyiapkan catatan pada saat pelaksanaan
intervensi berlangsung yang kemudian
dikumpulkan dalam satu file yang nantinya akan
dianalisis.
7. Melakukan Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evaluasi proses dan
Evaluasi evaluasi hasil.
Evaluasi Proses
a. Melakukan analisis dari catatan proses yang telah
dibuat. Analisis ini yang nantinya akan dijadikan
bahan evaluasi dari proses intervensi.
b. Analisis dilakukan setiap tahap, dengan melihat
catatan proses disetiap tahap dan melihat
perkembangan dari klien sebagai bentuk hasilnya.

Tabel 3.5 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Mikro (Sambungan)


Evaluasi Hasil
Pada evaluasi ini klien menunjukkan perkembangan
dengan dapat menjalankan indikator keberhasilan
diantara lain:
a. Klien mulai memiliki percaya diri yang baik.

100
b. Rasa takut klien akan pemenuhan kebutuhan
berkurang.
c. Klien dapat berpikiran positif dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
d. Klien mampu dalam manajemen stres.
3.1.6 Perancangan Terminasi dan Rujukan
Perancangan terminasi dan rujukan yang dilakukan dalam praktik aras
mikro dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.6 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Mikro
1. Tema Terminasi terhadap klien A
2. Menyampaikan Menyampaikan kepada klien jika pada tanggal 8 Maret
batas waktu 2021 pelaksanaan praktik pekerjaan sosial antara klien
intervensi pada A dengan praktikan sudah berakhir.
klien
3. Menyampaikan Menyampaikan hasil pelaksanaan intervensi kepada
kekurangan klien dimana hasil tersebut berupa kekurangan dan
dan kemajuan kelebihannya.
hasil intervensi
4. Memberikan Praktikan memberikan waktu bagi klien setelah
kesempatan praktikan memberikan hasil dari pencapaian
pada klien pelaksanaan intervensi. Praktikan juga meminta klien
untuk untuk menyampaikan pendapat terkait kesan dan pesan
menyampaikan kepada praktikan yang nantinya digunakan sebagai
pendapatnya bahan evaluasi atas pelayanan dan kinerja praktikan
atas pelayanan dalam melaksanakan praktik pekrjaan sosial kepada
klien.

Tabel 3.6 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Mikro (Sambungan)

101
intervensi. Selain itu, praktikan juga memberikan kesan yang baik
kepada klien untuk perpisahan, dengan mengakhiri
pertemuan dengan baik.
5. Praktikan Praktikan menjelaskan kepada klien bahwasanya
melakukan pelaksanan intervensi telah berkhir..
pengakhiran
intervensi.
6. Rujukan -

3.2 Praktik Aras Messo


Praktik pekerjaan sosial ranah messo berhubungan dengan kelompok-
kelompok kecil menengah, seperti lingkungan atau organisasi lokal lainnya.
3.2.1 Penerapan Engagement, Intake, Contract
Praktikkan dibantu RT 01 Desa Cikalongwetan untuk menemui
PRSE yang berada di lingkungan RT 01. Saat tiba di tempat tinggal PRSE
praktikkan dan RT 01 menyesuaikan posisi duduk dengan sasaran di kursi
ruang tamu serta menjaga jarak guna menerapkan protokol kesehatan.
Setelah membangun relasi atau hubungan dengan Bapak RT 01 di
Desa Cikalongwetan, praktikan melakukan konsultasi kepada RT 01 dan
melakukan observasi PRSE yang ada di RT 01 Desa Cikalongwetan.
Setelah melakukan konsultasi dan observasi, akhirnya praktikan memilih 3
orang PRSE. Setelah itu, praktikkan meminta bantuan kepada Bapak RT
01 supaya ikut mendampingi praktikkan ketika mendatangi 3 orang PRSE
tersebut.
Praktikan melakukan pendekatan secara perlahan dengan
menggunakan teknik small talk, di mana praktikan menyapa dengan
hangat, memperkenalkan diri serta memberikan pertanyaan-pertanyaan
ringan untuk dapat mencairkan suasana yang terjadi. Praktikkan dengan
dibantu oleh Bapak RT 01 menyampaikan maksud dan tujuan
kedatangannya yaitu untuk melakukan wawancara dalam penggalian data
dan menawarkan kesepakatan kerja sama dalam proses pertolongan.

102
Setelah terjalinnya relasi dengan sasaran, praktikan meminta
persetujuan sasaran. Kemudian mereka setuju untuk menjadi informan dan
praktikan meminta untuk mengisi inform consent. Praktikkan menjelaskan
tata cara pengisian inform consent dan menyampaikan prinsip-prinsip
pekerja sosial dan hak klien selama proses pengambilan data. Praktikan
membantu sasaran dalam pengisian inform consent dan membantu
menjelaskan dari setiap point isian lembar inform consent. Sasaran
menandatangani lembar inform consent sebagai tanda bahwa sasaran telah
menyetujui untuk berkooperatif selama kegiatan wawancara. Praktikan
membuat janji untuk pertemuan selanjutnya untuk melakukan tahapan
asesmen.

3.2.2 Perancangan Asesmen

3.2.2.1 Proses Asesmen


Setelah melakukan penandatanganan kontrak dan penetapan waktu
pelaksanaan kegiatan pada tahap engagement, intake, contract, tahap selanjutnya
yaitu penggaliaan masalah, potensi dan sumber serta kebutuhan dari kelompok yang
telah dibentuk melalui tahap asesmen. Tahap asesmen ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Focuss Group Discussion (FGD). FGD dapat didefinisikan
sebagai suatu metode dan teknik dalam mengumpulkan data kualitatif dimana
sekelompok orang berdiskusi tentang suatu fokus masalah atau topik tertentu
dipandu oleh seseorang fasilitator atau moderator. Kegiatan ini dilaksanakan pada
hari Jum’at tanggal 2 April 2021. Pada tahap FGD ini praktikan berperan sebagai
fasilitator, moderator sekaligus notulen. Praktikan menggali informasi terkait
dengan klien yaitu kelompok PRSE. Adapun langkah-langkah dari pelaksanaan
FGD adalah sebagai berikut.

1. FGD dibuka dengan pengantar dan perkenalan diri dari praktikan.


2. Praktikan sebagai fasilitator menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur FGD.
3. Praktikan mulai bertanya mengenai masalah yang dihadapi oleh masing-
masing anggota kelompok.
4. Selanjutnya praktikan menanyakan tentang kebutuhan anggota kelompok.

103
5. Praktikan bertanya mengenai harapan anggota kelompok
6. Setelah itu, praktikan menutup pelaksanaan FGD
Tahap akhir dari proses asesmen yaitu pembuatan catatan proses dan catatan
ringkas hasil Focus Group Discussion (FGD). Berikutnya praktikan membuat
analisis dan mengidentifikasi hasil asesmen meliputi masalah, potensi dan sumber,
kebutuhan, serta harapan dari seluruh anggota kelompok kemudian hasil analisis
tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan rencana intervensi.

3.2.2.2 Hasil Asesmen


Hasil dari asesmen yang telah dilakukan bersama dengan Klien A, Klien
ER, dan Klien U adalah sebagai berikut.
1. Identitas Klien
Tabel 3.7 Identitas Klien Praktik Aras Messo
No Nama TTL Umur L/P Agama Pekerjaan Pendidikan
Bandung, 28 Buruh
1. A 50 P Islam SMP
Mei 1971 Cuci
Bandung, 10
2. ER 43 P Islam Pedagang SD
Maret 1978
Bandung, 30
3. U 40 P Islam Pedagang SMP
Januari 1981
2. Identitas keluarga
a. Identitas keluarga klien A
Tabel 3.8 Identitas Keluarga Klien A Praktik Aras Messo
Hubungan
No Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
dengan Klien
1. P P 30 Anak SMA Pedagang
2. F L 26 Anak SMA Buruh Pabrik
3. G L 17 Anak SMA Pelajar

b. Identitas keluarga klien ER


Tabel 3.9 Identitas Keluarga Klien ER Praktik Aras Messo

104
Hubungan
No Nama L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
dengan Klien
1. A L 45 Suami SD Serabutan
2. Z L 17 Anak SMA Pelajar
3. C P 14 Anak SMP Pelajar
4. R L 7 Anak SD Pelajar

c. Identitas keluarga klien U


Tabel 3.10 Identitas Keluarga Klien U Praktik Aras Messo
Hubungan
No Nama L/P Umur dengan Pendidikan Pekerjaan
Klien
1. W L 45 Suami SD Serabutan
2. L P 17 Anak SMA Pelajar
3. R L 15 Anak SMP Pelajar
4. T L 11 Anak SD Pelajar

3. Dimensi Keberfungsian Klien


Tabel 3.11 Dimensi Keberfungsian Sosial Klien Praktik Aras Messo
BPSS
No Nama
Biologis Psikologis Sosial Spiritual
1. A - Tinggi - Sensitif dan Dekat - Rajin
badan cukup dengan beribadah
berkisar emosional keluarga dan - apabila
154 cm dan - Memiliki sering tidak
berat badan konsep berkumpul sedang
57 kg rendah diri dengan berkegiatan
- Mengidap akan anggota ia akan
penyakit kehidupannya keluarga sholat di
asma dan yang lain masjid

105
sering - Terbuka - Memiliki - Sering
kambuh. kepada orang hubungan mengikuti
- Kulit sawo lain yang baik pengajian
matang - Ketika diajak dengan
berbicara tetangga dan
cepat kerabat yang
merespon lain
- Memiliki - Memiliki
tekanan hubungan
psikologis yang tidak
- baik dengan
mantan
suaminya
“R” serta
dengan
keluarga
mantan
suaminya

Tabel 3.11 Dimensi Keberfungsian Sosial Klien Praktik Aras Messo


(Sambungan)

106
2. ER - Tinggi - Pendiam - Dekat - Rajin
badan namun ketika dengan beribadah
berkisar sudah kenal keluarga - Lebih
159 cm dengan orang besarnya sering
dengan ia akan - Memiliki beribadah
berat terbuka hubungan di rumah
sekitar - Memiliki yang baik daripada di
68kg konsep dengan masjid
- Kulit sawo rendah diri tetangga dan - Jarang
matang akan kerabat yang mengikuti
kehidupannya lain pengajian
- Pada saat
awal bertemu
menjawab
pertanyaan
dengan ragu-
ragu dan
seadanya
- Mengalami
tekanan
psikologis
dari mantan
suaminya
terdahulu

Tabel 3.11 Dimensi Keberfungsian Sosial Klien Praktik Aras Messo


(Sambungan)

107
3. U - Tinggi - Tidak - Dekat - Rajin
badan memiliki dengan beribadah
berkisar rasa keluarga - Sering
150 sm percaya - Memiliki mengikuti
dengan diri hubungan pengajian
berat - Terbuka yang baik
sekitar 40 dengan dengan
kg orang lain tetangga
- Kulit sawo meskipun dan kerabat
matang baru kenal yang lain
- Memiliki - Sering
rasa mengikuti
cemas kegiatan di
akan masa masyarakat
depan

a. Keberfungsian Biologis
Klien A merupakan seorang perempuan yang berusia 50 tahun.
Secara fisik, A terlihat gemuk dengan tinggi sekitar 154 cm, dan memiliki
kulit sawo matang. A memiliki masalah dalam hal kesehatan yakni
penyakit asma. Sakit yang klien A derita sering kambuh sehingga
terkadang menghambat kegiatan fisik hariannya.
Klien ER merupakan seorang perempuan berusia 43 tahun, ER
terlihat gemuk dengan berat badan berkisar 68 kg dengan tinggi tinggi
berkisar 159 cm. Klien ER memiliki kulit sawo matang. Klien ER jarang
mengalami sakit.
Klien U merupakan seorang perempuan berusia 40 tahun, ia
memiliki tinggi berkisar 150 cm. Klien U juga memiliki kulit sawo

108
matang. Klien U terlihat kurus dengan berat badan berkisar 40 kg. Klien
U memiliki penyakit epilepsi yang sudah diderita sejak ia kecil.

b. Keberfungsian Psikologis

Kondisi psikologis klien A dapat dikatakan cukup baik, hanya saja


klien A memiliki tekanan psikologis akibat kekerasan yang pernah ia
alami. A sering keringat dingin dan terkadang memiliki rasa cemas yang
berlebihan. A juga memiliki rasa rendah diri yang disebabkan karena
penyakit yang ia derita. A selalu menceritakan permasalahan yang
dihadapi kepada anggota keluarganya. A merupakan seorang yang aktif
berbicara dan sangat ramah. A juga sangat terbuka baik dengan keluarga,
tetangga, maupun orang baru. A mampu menceritakan mengenai kondisi
hidupnya dengan terbuka.
Klien ER merupakan seorang yang pendiam. Namun, apabila ia
telah mengenal dengan orang lain cukup lama ia akan terbuka. Klien ER
memiliki kecemasan berlebih akan masa depannya dan klien sering
keringat dingin. Pada saat awal bertemu, ia menjawab pertanyaan dengan
ragu-ragu, apa adanya dan menjawab dengan penuh pertimbangan. Hal ini
terjadi karena dalam pernikahan pertama klien dengan mantan suaminya
klien mengalami tekanan psikologis. Klien juga sering merasa rendah diri
akan kehidupannya.
Klien U merupakan seorang yang ceria dan ramah. Ia juga cepat
akrab dengan orang yang baru. Selain itu, klien U juga merupakan seorang
yang sangat terbuka baik dengan orang yang sudah kenal lama ataupun
dengan orang baru. Ketika menceritakan permasalahan yang dialami, ia
juga sangat terbuka. Di sisi lain klien U sering mengalami kecemasan dan
perasaan rendah diri berlebihan apabila memikirkan masa depan
keluarganya jika keadaan perekonomiannya tidak kunjung membaik.
c. Keberfungsian Sosial
A sangat dekat dengan keluarga besarnya dan juga anak - anaknya.
A juga memiliki hubungan yang erat dengan Bapak RT juga pendamping

109
PKH karena ia sering dibantu untuk mendapatkan bantuan dari
pemerintah. A memiliki hubungan yang baik dengan tetangga, lingkungan
kerjanya, serta ketua RT dan RW. Tetangganya sering memberikan
bantuan baik berupa pinjaman uang ketika ia sedang tidak mempunyai
uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara itu A memiliki
hubungan yang kurang baik dengan keluarga mantan suaminya akibat
permasalahan di masa lalu klien.
Klien ER sangat dekat dengan anggota keluarganya yang lain. Klien
juga memiliki hubungan yang baik dengan kerabat, tetangga, dan para
RT/RW. Mereka seringkali membantu klien ketika klien sedang
mengalami kesulitan. Klien juga sering bertegur sapa dan bercengkrama
dengan tetangga-tetangganya.
Klien U sangat dekat dengan suami dan anaknya. Ia juga sangat
dekat dengan kerabat dan tetangganya yang lain. Ketika sedang berdagang
ia seringkali berhenti untuk bercengkrama dengan tetangga-tetangganya.
Ketika sedang mengalami kesulitan, tetangga-tetangga klien juga sering
membantu klien U. Klien U juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang
ada di masyarakat.
d. Keberfungsian Spiritual
Klien A merupakan seorang muslim yang rajin beribadah.
Berdasarkan hasil wawancara, A rajin menjalankan sholat maupun ibadah
lain. A juga sering beribadah di masjid apabila sedang tidak memiliki
kesibukan dan kegiatan lain di rumah. A juga sering mengikuti pengajian
yang sering diadakan di masjid ataupun di lingkungan sekitar.
Klien ER juga merupakan seorang yang rajin beribadah. Namun ia
lebih sering sholat di rumah daripada di masjid. Meskipun lebih sering
sholat di rumah, klien ER selalu sholat tepat waktu dan tidak pernah
menunda-nunda. Terkadang ER juga mengikuti pengajian yang diadakan
di masjid atau lingkungan sekitar.
Klien U merupakan seorang yang rajin beribadah. Ia juga lebih
sering sholat di rumah. Klien U rajin mengikuti pengajian yang ada di

110
masjid atau lingkugan sekitar. Ia aktif dalam kegiatan yang ada di dalam
masyarakat.
4. Permasalahan klien
Tabel 3.12 Permasalahan Klien Praktik Aras Messo
Gejala
No Nama Latar belakang masalah Fokus masalah
permasalahan
1. A - Memiliki gangguan - Sering Kurangnya
kesehatan terganggu saat kepercayaan
- Sering mengalami sedang diri pada
tekanan psikologis yang bekerja klien
berdampak pada rasa - Sering
rendah diri dan mengalami
kecemasan yang keringat
berlebihan dingin dan
- Seorang janda yang sulit untuk
tidak memiliki tidur pada
penghasilan tetap malam hari
- Kurangnya penghasilan - Pemenuhan
menyebabkan kebutuhan
pemenuhan kebutuhan kurang
kurang terpenuhi tercukupi
2. ER - Seorang ibu rumah - Mengalami Kurangnya
tangga yang memiliki kesulitan tidur kepercayaan
penghasilan dari saat malam diri pada
berdagang hari klien
- Memiliki kecemasan - Sering
berlebihan akan masa keringat
depan dingin
- Pernah gagal dalam - Pemenuhan
membina rumah tangga kebutuhan

111
dan memiliki banyak kurang
ketakutan akan hidup tercukupi
- Suaminya bekerja
namun penghasilan yang
didapat tidak menentu
- Kurangnya penghasilan
menyebabkan
pemenuhan kebutuhan
kurang terpenuhi

Tabel 3.12 Permasalahan Klien Praktik Aras Messo (Sambungan)


3. U - Seorang yang penuh - Memiliki Kurangnya
dengan kekhawatiran kecemasan kepercayaan
akan masa depan yang berlebih diri pada
keluarganya. - Sering merasa klien
- Terkadang minder tidak percaya
terhadap lingkungan diri
sosialnya - Pemenuhan
- Kurangnya penghasilan kebutuhan
yang didapat oleh klien kurang
- Pekerjaan suami tidak tercukupi
menentu
- Kurangnya penghasilan
menyebabkan
pemenuhan kebutuhan
kurang terpenuhi

a. Latar Belakang Masalah


Klien dalam aras mezzo ini terdiri dari 3 orang klien yaitu klien A,
klien ER, dan klien U. Ketiga klien ini memiliki permasalahan yang

112
berbeda. Selain memiliki perbedaan dalam masalah yang dihadapi, klien
juga memiliki kesamaan dalam beberapa permasalahan mereka.
Klien A merupakan seorang janda dimana ia tidak memiliki
penghasilan tetap karena hanya bekerja sebagai reseller dan buruh cuci.
Penghasilan yang didapat oleh klien berkisar Rp 400.000 sampai Rp.
500.000 dalam sebulan. Penghasilan yang didapat oleh klien A
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan anaknya dan juga
untuk melunasi hutangnya kepada kerabat dan juga bank keliling. Klien A
memiliki 3 orang anak, 1 diantaranya telah menikah dan sudah tinggal
terpisah dengan klien A dan 2 anak yang lain tinggal bersama dengan klien,
anak keduanya bekerja sebagai buruh di Jakarta dan anak bungsu klien
masih duduk dibangku sekolah. Klien A mengalami tekanan psikologis
dimasa lalu yang menyebabkan ia sering merasa cemas berlebihan dan
rendah diri. Pekerjaan yang tidak pasti dan penghasilan yang tidak pasti juga
membuat A dan keluarga kesulitan secara ekonomi dan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk kebutuhan sehari-hari A dan
keluarga lebih sering mengandalkan pada bantuan pemerintah yang
didapatkan. Klien A dan keluarga merupakan seorang penerima bantuan
Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT),
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan bantuan darurat COVID-
19 dari pemerintah daerah Provinsi. Dengan bantuan-bantuan yang
didapatkan oleh klien, klien merasa terbantu namun kebutuhan-kebutuhan
klien masih belum terpenuhi sepenuhnya. Hal itu disebabkan karena ketika
mendapatkan bantuan itu seringkali digunakan untuk membayar hutang
kepada kerabat dan bank keliling. Hal tersebut membuat bantuan yang
diterima cepat habis.
Klien ER merupakan seorang ibu rumah tangga dan memiliki
penghasilan dari usaha berdagang kecil – kecilan di sekitar tempat
tinggalnya. Suami klien ER merupakan seorang serabutan namun
penghasilan yang didapat tidak menentu tergantung dengan pekerjaan yang
ditawarkan orang lain kepadanya. Penghasilan yang didapatkan oleh suami

113
ER berkisar Rp 700.000 per bulan. Penghasilan yang didapat oleh suami ER
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan ER dan keluarganya. Penghasilan
yang tidak pasti membuat klien ER mengalami kesulitan dalam memnuhi
kebutuhan sehari-hari. Klien ER pernah mengalami kegagalan dalam
pernikahan yang pertama dan hal tersebut membuat klien memiliki rasa
rendah diri dan penuh kecemasan akan masa depan keluarganya. Klien ER
juga merupakan penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH),
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Indonesia Sehat dan Kartu
Indonesia Pintar. Dengan bantuan-bantuan yang didapatkan oleh klien, klien
merasa terbantu namun kebutuhan-kebutuhan klien masih belum terpenuhi
sepenuhnya. Hal itu disebabkan karena ketika mendapatkan bantuan itu
seringkali digunakan untuk membayar hutang kepada tetangga dan bank
keliling. Hal tersebut membuat bantuan yang diterima cepat habis.
Klien U merupakan seorang pedagang jajanan seblak. Pada masa
pandemi ini klien U mengalami berkurannya penghasilan dan terkadang
mengalami kerugian atau hanya balik modal saja. Suami U merupakan
seorang pekerja serabutan dengan pekerjaan dan penghasilan yang tidak
menentu. Penghasilan klien U dan suaminya berkisar Rp 1.000.000 setiap
bulan. Penghasilan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari keluarga mereka. Berkurangnya penghasilan yang didapatkan oleh U
dan suami membuat U dan keluarga terkadang mengalami kesulitan. Klien
sering mengalami gangguan tidur karena rasa cemas yang ia alami akibat
khawatir akan masa depan anak – anaknya apabila kondisi perekonomian
klien tidak kunjung membaik. Klien U merupakan seorang penerima
bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT), Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Dengan
bantuan-bantuan yang didapatkan oleh klien, klien merasa terbantu namun
kebutuhan-kebutuhan klien masih belum terpenuhi sepenuhnya. Klien juga
memiliki hutang-hutang baik di warung, bank keliling maupun tetangga atau
kerabat. Ketika mendapatkan bantuan itu seringkali digunakan untuk

114
membayar hutang-hutang tersebut. Hal tersebut membuat bantuan yang
diterima cepat habis.
b. Gejala Masalah
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, assessment serta gambaran
keberfungsian sosial klien A, klien ER, dan klien U, adapun gejala masalah
yang dihadapi oleh klien yaitu:
a) Sering merasa rendah diri
b) Kurangnya komitmen pada diri klien
c) Kurangnya penghasilan yang dimiliki oleh klien dan keluarganya
d) Sering berhutang ke tetangga atau kerabat dan juga bank keliling
e) Pemenuhan kebutuhan kurang tercukupi
c. Fokus Permasalahan
Berdasarkan hasil assesmen yang telah dilaksanakan oleh praktikan
melalui wawancara dan observasi kepada klien A, klien ER, dan klien U
maka praktikan bersama dengan klien memutuskan fokus masalah apa yang
inngin diselesaikan oleh ketiga klien sesuai dengan gejala permasalahan
klien yang akan di jadikan target intervensi yang sekiranya dapat
dilaksanakan. Berdasarkan masalah yang dialami oleh klien maka praktikan
memfokuskan masalah pada “Kurangnya Kepercayaan Diri Pada Klien”

5. Potensi dan Sumber


a. Potensi Klien
Potensi yang dimiliki oleh A dalam hal ini yaitu klien A memiliki
semangat untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Klien A juga
merupakan sosok yang ulet dan pekerja keras. Potensi yang dimiliki oleh
klien ER yaitu klien ER sangat rajin dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan rumah dan memiliki keterampilan dalam membuat kerajinan
tangan. Sedangkan potensi yang dimiliki oleh klien U adalah klien U
memiliki jiwa pekerja keras dan semangat wirausaha yang tinggi.
b. Sistem Sumber
1) Sistem Sumber Informal

115
Sistem sumber informal yang dimiliki oleh ketiga klien yaitu
klien A, klien ER, dan klien U adalah kerabat dan tetangga. Kerabat
dan tetangga dari ketiga klien sering kali membantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya dengan meminjamkan uang atau dengan
berbagi makanan yang dimiliki.
2) Sistem Sumber Formal
Salah satu sistem sumber formal yang dapat membanu klien di
RT 01 yaitu karang taruna, PKK dan pendamping PKH. Dimana
ketiga klien tersebut yang merupakan seorang penerima bantuan PKH.
3) Sistem Sumber Kemasyarakatan
Sistem sumber kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan oleh
klien di RT 01 meliputi tempat ibadah, sekolah dasar, PAUD, dan
pihak Desa Cikalongwetan. Pihak desa dapat diakses untuk
memfasilitasi dengan memberikan dorongan keterlibatan serta
dukungan yang diberikan seperti memberikan surat keterangan miskin
rujukan RT/RW kepada keluarga PRSE jika diperlukan maupun
membuat program pemecahan masalah yang berkaitan dengan PRSE.
6. Harapan Klien
Harapan dari klien A, klien ER, dan klien U adalah mereka dan
keluarganya dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dan juga
berharap agar dapat selalu terjaga kondisi kesehatan. Selain itu, klien juga
berharap agar memiliki kepercayaan diri yang baik di dalam kehidupan
sosialnya kelak. Klien juga berharap agar anak-anaknya memiliki pendidikan
yang lebih baik. Selain hal tersebut, klien juga mengharapkan bahwa ia dan
keluarga mampu memberikan perubahan dan peningkatan yang lebih baik bagi
diri klien dan keluarganya.
3.2.3 Penerapan Rencana Intervensi (Planning)
Rencana intervensi merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan bentuk
penanganan masalah yang dihadapi oleh klien A dan kelompok.
1. Nama Program

116
Nama program dari intervensi yang akan dilakukan adalah program
Penguatan Kepercayaan Diri.
2. Tujuan Umum Program
Secara umum, intervensi yang dilakukan untuk klien dilaksanakan agar
klien dapat menangani masalah yang dihadapi dan mampu memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan berfungsi sosial secara baik dimana masalah yang
dihadapi oleh klien adalah kurangnya kepercayaan diri.
Oleh karena itu, tujuan umum program intervensi ini adalah untuk
memberikan penguatan kepada klien terkait dengan peningkatan kepercayaan
diri.
3. Tujuan Khusus Program
Tujuan program intervensi secara khusus mencakup
a. Membantu klien untuk selalu berpikiran positif.
b. Membangkitkan komitmen akan diri klien.
c. Membantu klien dalam proses aktualisasi diri.
d. Memberikan pengetahuan kepada klien mengenai manajemen konsep diri.
e. Membantu klien agar dapat menentukan prioritas dalam pemenuhan
kebutuhan.
4. Rincian Kegiatan
Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah peningkatan kepercayaan
diri klien. Hal tersebut dilaksanakan untuk memperkuat konsep diri yang
berkaitan dengan kepercayaan diri PRSE. Pendidikan tentang peningkatan
kepercayaan diri ini diberikan oleh pendamping PKH setempat di dalam
pertemuan kelompok yang rutin diadakan di RT 01.
5. Sistem Partisipan dan Peranannya
Sistem Partisipan dalam pelaksanaan program “Penguatan Kepercayaan
Diri” dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.13 Sistem Partisipan dan Peranannya dalam Program Penguatan
Kepercayaan Diri

117
Sistem
No Peran
Partisipan
1. Sistem pelaku Sistem pelaku perubahan berperan sebagai suatu
perubahan pusat yang mengatur masalah serta bertanggung
(Praktikan) jawab sebagai koordinator dalam pelaksana
program Penguatan Kepercayaan Diri .
2. Sistem Klien Sistem klienn berperan menjadi penerima
(Klien A, klien pelayanan atau peserta dari program Penguatan
ER, dan klien U) Kepercayaan Diri yang akan dilaksanakan.
3. Sistem Sistem pengawasan berperan sebagai pengawas
Pengawasan yang menyetujui dan mengatur implementasi
(pihak RT/RW) program Penguatan Kepercayaan Diri .
4. Sistem Tindakan Sitem tindakan berperan memberikan pelayanan
(pendamping atau melakukan kegiatan untuk mengimplementasi
PKH) program Penguatan Kepercayaan Diri.

6. Metode dan Teknik


Metode yang digunakan oleh praktikan dalam penanganan permasalahan
yang dialami oleh kelompok klien PRSE adalah metode Pekerjaan Sosial dengan
Kelompok (Social Group Work). Metode Pekerjaan Sosial dengan Kelompok
merupakan suatu rangkaian pendekatan teknik pekerjaan sosial yang bertujuan
untuk meningkatkan keberfungsian sosial, yang dilakukan melalui media
kelompok.
Teknik yang digunakan dalam intervensi ini adalah teknik self-help group
(kelompok bantu diri). Penggunaan self-help group (kelompok bantu diri) ini
diharapkan klien dapat memperoleh pengetahuan lebih terkait penguatan
kepercayaan diri. Selain itu klien juga diharapkan dapat memperkuat keterampilan
mengenai bagaimana mengelola konsep diri yang berkaitan dengan kepercayaan
diri.
7. Langkah-Langkah Kegiatan Intervensi

Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program Penguatan Keperayaan


Diri adalah sebagai berikut.

118
a. Melakukan koordinasi dengan pendamping PKH Desa Cikalongwetan
terkait dengan materi apa saja yang pernah diberikan kepada klien
sehingga nantinya tidak adanya kesamaan dalam penyampaian materi.
b. Pemberian pendidikan tentang penggambaran konsep diri.
c. Pemberian penguatan dalam meningkatkan kepercayaan diri.
8. Jadwal Kegiatan Program
Program “Penguatan Kepercayaan Diri” dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan. Jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
Tabel 3.14 Jadwal Kegiatan Program Penguatan Kepercayaan Diri
No Nama Kegiatan Waktu
1. Koordinasi Pendamping PKH 22 Maret 2021
2. Pendidikan Konsep Diri 24 Maret 2021
3. Pemberian Penguatan Kepercayaan Diri 26 Maret 2021

9. Peralatan yang digunakan


Peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan program “Penguatan
Kepercayaan Diri” terdiri dari:
a. Proyektor
b. Laptop
c. Kertas
10. Rencana Anggaraan Biaya Program
Dalam pelaksanaannya tidak memerlukan biaya dikarenakan sistem sumber
yang terlibat merupakan orang yang berada di sekitar klien serta bantuan dari
pihak RT dan RW setempat.

3.2.4 Perancangan Intervensi


Program Penguatan Kepercayaan Diri akan dilaksanakan dengan kegiatan
sebagai berikut.
Tabel 3.15 Perancangan Intervensi Program Penguatan Kepercayaan Diri

119
1. Tema Intervensi terhadap Klien A, Klien ER, dan Klien U
2. Klien Klien A, Klien ER, dan Klien U
3. Praktikan Ezra Martha Eticha
4. Waktu 22 Maret 2021 s.d 26 maret 2021
5. Tempat/ lokasi Rumah klien ER
6. Alat yang a. Lembar kertas rencana
digunakan b. Papan tulis
c. Pensil
d. Penghapus
e. Spidol
f. Pulpen dan alat tulis lainnya
7. Tahap Pelaksanaan a. Tahap Awal
Intervensi Pada tahap awal pelaksanaan intervensi kegiatan-
kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Setelah melakukan rencana intervensi
bersama dengan klien. Praktikan
menghubungi ketiga klien dan mendiskusikan
dengan klien mengenai intervensi yang akan
dilakukan.
2) Praktikan menjelaskan tujuan dari proses
intervensi yang akan dilaksanakan oleh
praktikan terhadap klien.
3) Praktikan dan ketiga klien menyepakati
intervensi yang akan dilakukan.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan intervensi kegiatan yang
akan dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.15 Perancangan Intervensi Program Penguatan Kepercayaan Diri


(Sambungan)

120
1) Koordinasi dengan pendamping PKH
Pada tanggal 22 Maret 2021, praktikan
melakukan koordinasi terkait dengan kegiatan
yang akan dilaksanakan. Praktikan
berkoordinasi dengan pendamping PKH
terkait materi apa saja yang sudah pernah
disampaikan dan yang belum agar nantinya
tidak terjadi kesamaan dalam penyampaian
materi.
2) Pendidikan Konsep Diri
Pada tanggal 24 Maret 2021, praktikan
memberikan edukasi kepada klien terkait
dengan konsep diri, seperti dengan
menjelaskan apa konsep diri, identitas diri, apa
dampak dari percaya diri yang baik, apa itu
citra tubuh dan strategi apa saja yang dapat
dilakukan untuk peningkatan kepercayaan
diri.
3) Penguatan Kepercayaan Diri
Pada tanggal 26 Maret 2021, praktikan
memberikan penguatan dengan meminta klien
untuk mencoba dalam peningkatan
kepercayaan diri dan melihat apakah
lanngkah-langkah yang dilakukan sudah
benar atau belum.
c. Tahap Akhir
Pada tanggal 27 Maret 2021 praktikan
melakukan pengakhiran intervensi.
3.2.5 Perancangan Evaluasi
Kegiatan evaluasi yang akan dilakukan oleh praktikan praktik aras messo
dapat dilihat dalam tabel berikut.

121
Tabel 3.16 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Messo
1. Tema Evaluasi terhadap klien A, klien ER, dan klien U
2. Waktu Evaluasi dilakukan setelah tahap intervensi
dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2021
3. Klien Klien A, Klien ER, dan Klien U
4. Praktikan Ezra Martha Eticha
5. Tempat Rumah Klien ER
6. Alat Ukur Alat ukur evaluasi
a. Alat ukur yang digunakan adalah catatan dari
indikator keberhasilan. Alat ukur yang telah
ditetapkan adalah berupa tabel yang terdiri dari
beberapa aspek yang menggambarkan progress
sebelum dan sesudah intervensi dilaksanakan.
b. Menyiapkan catatan pada saat pelaksanaan
intervensi berlangsung yang kemudian
dikumpulkan dalam satu file yang nantinya akan
dianalisis.
7. Melakukan Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evaluasi proses dan
Evaluasi evaluasi hasil.
Evaluasi Proses
a. Melakukan analisis dari catatan proses yang telah
dibuat oleh praktikan dan pendamping PKH.
Analisis ini yang nantinya akan dijadikan bahan
evaluasi dari proses intervensi yang telah dilakukan.
b. Analisis dilakukan setiap tahap, dengan melihat
catatan proses disetiap tahap dan melihat
perkembangan dari klien sebagai bentuk hasilnya.

Tabel 3.16 Perancangan Evaluasi Praktik Aras Messo (Sambungan)

122
Evaluasi Hasil
Pada evaluasi ini klien menunjukkan perkembangan
dengan dapat menjalankan indikator keberhasilan
diantara lain:
a. Klien tumbuh rasa kepercayaan diri
b. Klien memiliki perspektif hidup dan perilaku baru
menuju suatu bentuk perkembangan yang lebih baik
c. Klien memiliki pengetahuan mengenai konsep diri
d. Klien memiliki komitmen untuk percaya diri
e. Klien saling memberikan bantukan dan dukungan
emosional

3.2.6 Perancangan Terminasi dan Rujukan


Proses terminasi merupakan tahap akhir dari sebuah proses pertolongan
dalam pekerjaan sosial. Salah satunya yaitu dalam praktik pekerjaan sosial aras
messo. Perancangan terminasi dan rujukan yang akan dilakukan oleh praktikan
dalam praktik pekerjaan sosial aras messo ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.17 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Messo
1. Tema Terminasi terhadap klien A, klien ER, dan klien U.
2. Menyampaikan Menyampaikan kepada klien jika pada tanggal 29 Maret
batas waktu 2021 pelaksanaan praktik pekerjaan sosial antara klien
intervensi pada A, klien ER, dan klien U dengan praktikan sudah
klien berakhir.
3. Menyampaikan Menyampaikan hasil pelaksanaan intervensi kepada
kekurangan masing-masing klien dimana hasil tersebut berupa
dan kemajuan kekurangan dan kelebihannya.
hasil intervensi a. Kekurangan
Kurangnya waktu yang digunakan dalam
pelaksanaan praktik sehingga belum sepenuhnya
membantu menangani permasalahan klien.

123
Tabel 3.17 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Messo (Sambungan)
b. Hasil Pelaksanaan
- Klien memiliki pengetahuan tentang konsep diri
dan peningkatan kepercayaan diri.
- Klien mulai mencoba untuk percaya diri dalam
setiap kegiatan hariannya.
4. Memberikan Praktikan juga meminta klien untuk menyampaikan
kesempatan pendapat terkait kesan dan pesan kepada praktikan yang
pada klien nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi atas
untuk pelayanan dan kinerja praktikan dalam melaksanakan
menyampaikan praktik pekrjaan sosial kepada klien..
pendapatnya.
5. Praktikan Praktikan menjelaskan kepada klien bahwasanya
melakukan kegiatan ini telah diakhiri.
pengakhiran
intervensi.
6. Praktikan Praktikan melakukan rujukan kepada pendamping PKH
melakukan agar dapat mengawasi masing-masng terkait proses
rujukan. peningkatan kepercayaan diri.

3.3 Praktik Aras Makro

3.3.1 Inisiasi Sosial


Tahap inisiasi sosial yang merupakan tahap awal yang harus dilakukan
dalam pelaksanaan praktikum laboratorium dalam aras makro. Tahap inisiasi
melibatkan berbagai elemen masyarakat agar praktikan diterima dan membaur
dengan saling percaya hingga masyarakat siap dan bersepakat untuk bekerjasama
untuk mengupayakan perubahan dalam mengembangkan kesejahteraan sosial
masyarakat.
Praktikan melaksanakan kegiatan Praktikum Laboratorium di Desa
Cikalongwetan Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Namun

124
praktikan lebih berfokus di RT 01 dimana RT tersebut merupakan tempat tinggal
praktikan.
3.3.3.1 Proses Inisiasi Sosial
Beberapa kegiatan inisiasi sosial yang dilakukan oleh praktikan adalah
sebagai berikut.
a. Pertemuan dengan ketua RT dan RW
Pada hari Kamis, 11 Februari 2021, praktikan mengunjungi kediaman ketua
RT setelah melakukan first telephone melalui media sosial Whatsaps.
Praktikan bertemu dengan ketua RT yaitu Bapak Budi untuk menyampaikan
maksud dan tujuan serta melakukan perizinan untuk melaksanakan kegiatan
praktikum di wilayah RT 01 RW 17. Setelah menyampaikan izin serta
menjelaskan maksud dan tujuan, praktikan diberikan izin untuk melaksanakan
kegiatan praktikum serta apabila praktikan membutuhkan data-data
administrasi RT 01 RW 17 praktikan diizinkan untuk memperolehnya.
Pada tanggal 13 Februari 2021, praktikan bertemu dengan ketua RW 17
yaitu Bapak Uka. Pada pertemuan ini juga praktikan praktikan juga
menyampiakan maksud dan tujuan praktikum serta meminta izin untuk
melaksanakan kegiatan praktikum laboratorium di wilayah RW 17.
Pada pertemuanini praktikan juga menjelaskan gambaran besar yang akan
dilakukan praktikan selama praktikum serta meminta dukungan dan kerjasama
untuk melaksanakan kegiatan praktikum di RT 01.
b. Home visit
Kegiatan home visit dilakukan dengan cara melakukan kunjungan langsung
kepada sasaran home visit. Kegiatan ini menjadi media untuk menjalin relasi
serta mensosialisasikan pelaksanaan kegiatan Praktikum kepada tokoh-tokoh
masyarakat. Sasaran kegiatan home visit juga yaitu kediaman Ketua RT 01.
Kegiatan home visit dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2021. Praktikan
memperkenalkan diri secara personal dan juga menjelaskan gambaran besar
yang akan dilakukan mahasiswa selama praktikum serta meminta dukungan
dan kerjasama untuk melaksanakan kegiatan praktikum di RT 01.
c. Transect Walk

125
Gambar 3.4 Kegiatan Transect Walk
Sumber: Dokumentasi Praktikum 2021
Transect walk merupakan proses dimana praktikan mengenali dan
memahami kondisi lingkungan RT 01 Desa Cikalongwetan. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar praktikan mampu mengenali wilayah lokasi praktikum
yang meliputi kondisi fisik lingkungan, luas dan batas wilayah, pemukiman,
dan sarana umum serta potensi apa saja yang dimiliki oleh RT 01.
d. Percakapan Sosial
Percakapan sosial merupakan kegiatan bercakap-cakap dengan warga di
wilayah RT 01 secara informal, tidak terjadwal, dan tidak ditentukan topik
percakapannya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan dapat
memperkenalkan dirinya kepada massyarakat dan dapat membaur dengan
warga di RT 01. Praktikan memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud
dan tujuan praktikan. Praktikan juga meminnta dukungan serta kerja sama
masyarakat RT 01.
e. Community Involvement (CI)
Praktikan menggunakan Community Involvement (CI). Community
involvement atau melebur dan menyatu dalam kehidupan masyarakat
merupakan teknik dimana praktikan ikut bergabung dalam suatu kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dilakukan teknik ini adalah agar praktikan
dapat menjalin relasi yang baik dengan masyarakat RT 01. Praktikan mengikuti
kegiatan yang ada di RT 01 yaitu kerja bakti. Kerja bakti merupakan salah satu
kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap hari sabtu di minggu kedua setiap

126
bulannya di lingkungan RT 01. Karena adanya pandemic COVID-19 kegiatan
kerja bakti hanya dihadiri beberapa orang dan kegiatan difokuskan kepada
pemasangan titik – titik tempat cuci tangan dan penyediaan sanitizer di setiap
toko dan warung yang ada di RT 01.
3.3.3.2 Hasil Inisiasi Sosial

Setelah melakukan tahapan inisiasi sosial, maka hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut:

1. Praktikan mulai dikenal oleh ketua RT dan RW.


2. Praktikan dapat diterima oleh masyarakat setempat.
3. Mengetahui batas wilayah RT 01 serta dapat mengenali keadaan lingkungan.
4. Praktikan mendapatkan dukungan dari pihak masyarakat setempat untuk
menjalankan kegiatan praktikum di RT 01 Desa Cikalongwetan.
5. Relasi antara praktikan dan masyarakat setempat mulai terjalin dan nantinya
dapat bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan praktikum dalam aras makro
ini.

3.3.2 Pengorganisasian Sosial


Pengorganisasian sosial merupakan proses melibatkan warga masyarakat,
sehingga mereka secara bersama menyadari akan adanya masalah, kebutuhan, dan
kekuatan komunitas untuk diintervensi dan mengorganisasikan diri untuk
menghadapi perubahan yang akan dilakukan.

3.3.2.1 Proses Pengorganisasian Sosial


Pengorganisasian masyarakat yang dilakukan praktikan di RT 01 yaitu
bekerjasama dengan organisasi lokal dan pemimpin organisasi di RT 01 untuk
mengajak dan mengenalkan pada masyarakat RT 01 mengenai permasalahan-
permasalahan sosial dan potensi kesejahteraan sosial, khususnya permasalahan
sosial dan potensi yang mereka rasakan dan sadari disekitar lingkungan mereka.
Tahap ini praktikan melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat sebagai
pendekatan untuk melakukan pengorganisasian sosial dan mempersiapkan interest
group untuk mengambil bagian pada saat asesmen dilakukan.

127
Praktikan melakukan pendekatan dengan melakukan home visit ke ketua RT
01 untuk berdiskusi tentang permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial di RT
01. Praktikan bersama dengan ketua RT berdiskusi terkait perempuan rawan sosial
ekonomi (PRSE) yang ada di RT 01 dan menggali informasi terkait dengan tokoh
masyarakat yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan PRSE di RT 01.
Dalam pelaksanaan kegiatan praktikum nantinya praktikan melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat tersebut. Tokoh masyarakat yang akan dilibatkan dalam penanganan
masalah PRSE di RT 01 yaitu ketua RT 01, perwakilan dari PKK, pendamping
PKH, perwakilan dari karang taruna, serta perwakilan dari warga RT 01.
Selain itu, praktikan juga memberikan informasi serta pemahaman terkait
PPKS dan PSKS. Dalam tahap terakhir praktikan juga meminta dukungan dan
partisipasi para partisipan untuk mengikuti rangkaian kegiatan praktikum yang lain.
3.3.2.2 Hasil Pengoranisasian Sosial
Hasil dari pengorgaisasian sosial yang dilakukan oleh praktikan di RT 01
adalah sebagai berikut.
1. Relasi yang terjalin antara praktikan dengan masyarakat, tokoh-tokoh
masyarakat, serta perangkat desa semakin kuat.
2. Masyarakat RT 01 meyambut positif akan tujuan praktikan melaksanakan
praktikum di Desa Cikalongwetan.
3. Menunjukkan sedikit gambaran mengenai masalah PRSE di Desa
Cikalongwetan.
4. Ditemukannya beberapa tokoh-tokoh masyarakat yang berpotensi untuk
membantu kegiatan selanjutnya seperti RT 01, perwakilan dari PKK,
pendamping PKH, perwakilan dari karang taruna, serta perwakilan dari warga
RT 01.

3.3.3 Penerapan Asesmen


Asesmen komunitas merupakan proses menemukenali dan memahami
masalah, kebutuhan, dan perubahan yang diperlukan oleh masyarakat yang
diintervensi baik secara partisipatif maupun non partisipatif. Tahap asesmen
dilakukan setelah melalui tahapan inisiasi dan pengorganisasian sosial dan terus

128
berlanjut hingga akhir pelaksanaan praktikum. Proses pelaksanaan asemen terdiri
dari asesmen awal dan asesmen lanjutan.

3.3.3.1 Proses Asesmen


Proses penggalian masalah pada asesmen komunitas dilakukan dengan
Community Meeting/ Rembug Warga. Praktikan melakukan rembug warga yang
dilakukan di RT 01. Rembug warga ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan
dan sistem sumber yang ada di RT 01 Desa Cikalongwetan. Praktikan juga
membentuk Tim Kerja Masyarakat (TKM) dengan melibatkan interest group dan
target group. Tim Kerja Masyarakat terdiri dari Ketua RT, Kader PKK, Perwakilan
Karang Taruna, dan dua warga yang aktif menggerakkan warga. Pertemuan ini
dihadiri oleh 5 orang TKM. Dalam pertemuan dengan TKM ini, praktikan menggali
informasi untuk mengetahui masalah, kebutuhan serta potensi yang terkait dengan
PRSE yang ada di RT 01.

Gambar 3.5 Simulasi Rembug Warga


Sumber: Dokumentasi Praktikum Laboratorium 2021

Teknik MPA digunakan agar masyarakat berpartisipasi dalam menyadari


permasalahan sosial yang berada di wilayah mereka dan mulai mencari isu prioritas
masalah. Pelaksanaan teknik ini adalah dimana praktikan membagikan kertas

129
metacard dan spidol untuk dituliskan masing-masing permasalahan perempuan
rawan sosial ekonomi yang terdapat di RT 01 Desa Cikalongwetan.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan MPA adalah:
1. Praktikan menjelaskan prosedur pelaksanaan teknik MPA.
2. Praktikan menanyakan tentang permasalahan PRSE yang ada di RT 01
3. Praktikan membagikan metacard warna-warni dan spidol sebagai media
kepada peserta.
4. Partisipan diminta untuk menuliskan permasalahan PRSE yang ada di RT 01,
setiap 1 permasalahan ditulis dalam 1 kertas.
5. Partisipan diminta untuk menempelkan metacard di white board yang telah
ditempelkan di dinding.
6. Praktikan mengkategorisasikan permasalahan yang telah ditempelkan white
board dan kemudian mengidentifikasikan kembali.
7. Praktikan menjabarkan masalah PRSE yang ada dan menanyakan kepada
partisipan permasalahan yang dijadikan prioritas yang sifatnya urgent dan
harus segera ditangani.
8. Setelah praktikan menentukan prioritas masalah, praktikan menanyakan alasan
mengapa masalah tersebut dijadikan prioritas.
9. Selanjutnya praktikan menanyakan PSKS atau potensi yang bisa dimanfaatkan
untuk kesejahteraan RT 01 Desa Cikalongwetan.
10. Praktikan mengakhiri kegiatan MPA.

3.3.3.2 Hasil Asesmen


Hasil pelaksanaan asesmen yag telah dilakukan oleh praktikan adalah
sebagai berikut.
1. Identifikasi masalah
Masalah PRSE yang ada di RT 01 cukup beragam. namun sebagian besar
masalah yang dihadapi adalah kurangnya penghasilan serta pekerjaan masyarakat
yang tidak tetap, banyak PRSE yang tidak terlilit hutang, kurangnya keterampilan
yang dimiliki dan sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Jumlah PRSE yang ada
di Cikalongwetan tergolong banyak. Sebagian besar PRSE yang ada di RT 01
bekerja sebagai buruh serabutan, dimana pekerjaan mereka tidak pasti yang

130
menyebabkan penghasilan yang mereka dapatkan tidak menentu dan seringkali
tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Selain menjadi buruh serabutan
banyak PRSE yang berdagang aneka makanan ringan di pabrik garment yang ada
di RW 17 dan tidak jarang PRSE juga berdagang keliling di sekitar wilayah
tersebut.
Kurangnya pendidikan dan keterampilan dari PRSE menjadikan ia tidak
mampu untuk memiliki pekerjaan yang lebih baik. Karena keterbatasan ekonomi
yang dialami oleh keluarga PRSE, banyak permasalahan – permasalahan
kesejahteraan sosial lain yang muncul. Lapangan pekerjaan yang ada di Desa
Cikalongwetang cukup banyak salah satunya pabrik garment yang berada di RW
17, tetapi para PRSE tidak bisa bekerja di pabrik tersebut karena proses kualifikasi
yang cukup ketat. PRSE di RT 01 memiliki keterbatasan keterampilan, rendahnya
pendidikan serta usia yang sudah cukup tua.
2. Fokus Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh PRSE di RT 01
maka ditentukan satu permasalahan yang menjadi prioritas yang bersifat urgent dan
harus segera diselesaikan yaitu terkait dengan Kurangnya Pegetahuan dan
Keterampilan PRSE. Alasan pemilihan permasalahan ini menjadi prioritas adalah
dikarenakan dengan Kurangnya Pegetahuan dan Keterampilan yang dimiliki oleh
PRSE tersebut menyebabkan mereka kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan
hanya bisa bekerja seadanya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut
menyebabkan penghasilan yang didapatkan oleh PRSE tidak mencukupi
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3. Kebutuhan
Berdasarkan hasil asesmen mengenai permasalahan-permasalahan yang
dialami oleh PRSE maka hal-hal yang dibutuhkan adalah:
1) Lapangan Pekerjaan
PRSE membutuhkan lapangan pekerjaan yang sekiranya dapat membantu
mereka untuk mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Lapangan pekerjaan tersebut juga sekiranya mampu

131
menerima para PRSE yang kebanyakan tidak lulus SMA dan hanya mampu
mengenyam pendidikan sampai SD dan SMP.
2) Pelatihan keterampilan bagi PRSE
PRSE membutuhkan pelatihan keterampilan untuk menambah pengetahuan
dan pengalamannya. Pelatihan keterampilan dapat juga untuk melatih PRSE
agar mereka dapat memperoleh pekerjaan.
3) Kebutuhan akan modal usaha yang dibutuhkan oleh PRSE
Sumber Daya Manusia membutuhkan modal yang cukup agar dapat
membuka suatu usaha. Adanya modal usaha nantinya PRSE dapat membuka
usaha dan dapat engembangkannya.
4) Penyuluhan tentang Kewirausahaan
Untuk menambah pengetahuan PRSE, maka perlu dilaksanakan sebuah
penyuluhan tentang kewirausahaan. Penyuluh dapat membagikan materi
tentang pemasaran, pengemasan dan cara mengurus perizinan suatu produk
apabila PRSE sudah mampu membuat produk usaha.
4. Potensi dan sumber
Adapun potensi dan sumber yang bisa dimanfaatkan di RT 01 adalah
1) Potensi dan sumber sebagai pelatih/instruktur keterampilan yang tersedia
yaitu Ibu Rani yang memiliki keterampilan dalam pengolahan aneka kue
tradisional.
2) Warga di sekitar terutama PRSE memiliki semangat yang tinggi untuk
mempelajari keterampilan tersebut.
3) Program “AKUR” milik pemerintah Desa yang bergerak di bidang
ekonomi.
4) Praktikan juga membuat susunan kepengurusan Tim Kerja Masyarakat
yang terdiri dari lima orang demi kelancaran kegiatan yang terdiri dari:
Penanggung jawab : Ibu Yanti
Koordinator : Ibu Yuli
Sekretaris : Ibu Elisabet
Bendahara : Ibu Nina
Seksi Humas : Ibu Aurel

132
5) Harapan Komunitas
Harapan dari komunitas adalah PRSE yang ada di RT 01 Desa
Cikalongwetan yaitu memiliki suatu keterampilan. Keterampilan tersebut nantinya
dapat dimanfaatkan oleh PRSE untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang tetap dan
memudahkan PRSE untuk memperoleh pekerjaan serta mendapakan penghasilan
cukup yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari PRSE.
3.3.4 Penerapan Rencana Intervensi

3.3.4.1 Proses Rencana Intervensi


Tahapan rencana intervensi ini dimulai dengan pemaparan kembali hasil
asesmen yang telah dilakukan untuk mengetahui masalah dan kebutuhan PRSE.
Selanjutnya praktikan bersama dengan TKM berdiskusi dengan menyusun rencana
kegiatan yang nantinya akan membantu PRSE untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapinya.
Tahap perencanaan ini menggunakan teknologi perencanaan komunitas
Technology of Partisipatory (ToP). Teknologi ini digunakan untuk mengundang
partisipasi kelompok sasaran secara optimal untuk merumuskan tujuan,
merencanakan kegiatan dan mempersiapkan Tim Kerja Masyarakat (TKM) yang
akan berfungsi penuh sebagai penggerak utama atas semua kegiatan di masyarakat
dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:

1. Menentukan Nama Program


Praktikan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bersama-sama
merumuskan nama program yang akan dilaksanakan untuk menangani
permasalahan PRSE.
2. Menentukan Tujuan
Tujuan kegiatan harus disusun secara terstruktur dan terukur sehingga dapat
dicapai dengan menggunakan sistem sumber dan potensi yang tersedia. Dalam
perumusan tujuan kegiatan tersebut, dibagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan
umum dan khusus.
3. Menentukan Bentuk Kegiatan

133
Rincian kegiatan ini perlu dirumuskan agar peserta memiliki acuan dalam
menjalankan rencana kerja. Rincian kegiatan yang disusun sifatnya masih
dapat berubah, sangat bergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapi.
4. Menentukan sistem Partisipan dan Perannya
Sistem partisipan penting untuk dicatat untuk tujuan konseptual dalam
membantu memahami siapa yang harus terlibat. Sistem yang perlu
dipertimbangkan meliputi sistem pelaku perubahan, sistem klien, sistem
pengawasan, dan sistem tindakan. Setiap sistem partisipan memiliki peran yang
berbeda-beda. Sistem pelaku perubahan berperan memberikan bantuan atas
dasar keahlian dimiliki untuk mengadakan perubahan berencana. Sistem
kelayan berperan sebagai penerima pelayanan dari pelaksana perubahan.
Sistem pengawasan berperan mengawasi dan bertanggung jawab atas jalannya
kegiatan. Sistem tindakan berperan melaksanakan dan mengelola kegiatan
yang akan dilaksanakan.
5. Menentukan Jadwal Kegiatan
Pertemuan ini praktikan bersama masyarakat juga menyusun agenda atau
jadwal kegiatan untuk persiapan intervensi bersama Tim Kerja Masyarakat
(TKM) hingga tahap akhir dalam proses praktikum.
6. Menyusun Kebutuhan dan Rencana Anggaran
Tim Kerja Masyarakat (TKM) menyusun rincian dan meminimalisir dana,
TKM berdiskusi untuk mencari alternatif pemenuhannya.
7. Menentukan Tim Kerja Masyarakat (TKM)
Pelaksana program dan kegiatan merupakan masyarakat yang tergabung di
dalam TKM itu sendiri. TKM terdiri dari warga masyarakat yang hadir dalam
pertemuan. Pembentukan TKM didiskusikan bersama agar diperoleh TKM
yang bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan kegiatan.
8. Membangun Komitmen Bersama (Janji Hati)
Semua peserta dan panitia pelaksana kegiatan atau pihak-pihak yang terkait
diminta untuk menyatakan komitmennya secara bersama yang dituangkan
dalam lembar kesepakatan, kemudian ditandatangani oleh seluruh anggota
TKM, dan pihak lain yang berkaitan dalam mensukseskan kegiatan.

134
3.3.4.2 Hasil Rencana Intervensi
Pelaksanaan teknik ToP mendapatkan hasil rancangan intervensi yang akan
dilaksanakan oleh interest group dan target group dengan rincian kegiatan sebagai
berikut :
1. Nama Program
Nama program dari intervensi yang akan dilakukan adalah Wirausaha
Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).
2. Tujuan Umum Program
Tujuan umum pelaksanaan Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA
(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya) adalah untuk menambah keterampilan
PRSE yang ada di RT 01 Desa Cikalongwetan.
3. Tujuan Khusus Program
Tujuan program intervensi secara khusus mencakup
a. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan kelompok sasaran.
b. Meningkatnya pengetahuan dan wawasan mengenai pemasaran dan
jaringan untuk memasarkan produk.
c. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kelompok sasaran.
d. Meningkatkan produktifitas kelompok sasaran.
e. Terbentuknya kelompok usaha aneka kue tradisional.
4. Rincian Kegiatan
Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Pelatihan Pembuatan
Aneka Kue Tradisional dan Seminar Kewirausahaan. Hal tersebut
dilaksanakan untuk menambah keterampilan PRSE sehingga dapat membuat
suatu usaha yang dapat menambah penghasilan PRSE untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemberian materi dan keterampilan dilaksanakan
selama 2 kali pertemuan.
Pelatihan tentang pengemasan produk dan pemasaran juga dilakukan
agar PRSE memahami bagaimana supaya produk yang sudah dibuat memiliki
daya tarik bagi konsumen sehingga dapat dipasarkan dengan luas serta dapat
mengikuti perkembangan dunia pasar.
5. Sistem Partisipan dan Peranannya

135
Sistem Partisipan dalam pelaksanaan program “Wirausaha Partisipatif
Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)” dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel 3.18 Sistem Partisipan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya) Praktik Aras Makro
Sistem
No Peran
Partisipan
1. Sistem pelaku Sistem pelaku perubahan berperan sebagai suatu
perubahan pusat yang mengatur masalah serta bertanggung
(Praktikan) jawab sebagai koordinator dalam pelaksana
program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).
2. Sistem Klien Sistem klien berperan menjadi penerima
(PRSE di RT pelayanan atau peserta dari program Wirausaha
01) Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,
Terampil, dan Berdaya) yang akan dilaksanakan.
3. Sistem Sistem pengawasan berperan sebagai pengawas
Pengawasan yang menyetujui dan mengatur implementasi
(Pendamping program Wirausaha Partisipatif Perempuan
PKH) SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).
4. Sistem Sistem tindakan berperan memberikan pelayanan
Tindakan (Tim atau melakukan kegiatan untuk mengimplementasi
Kerja program Wirausaha Partisipatif Perempuan
Masyarakat) SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).

6. Metode dan Teknik


Metode yang digunakan dalam Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA
(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya) bagi PRSE di RT 01 adalah metode
CO/CD (Community Oganization/Community Development). CO/CD
merupakan praktek makro yang dirancang untuk menghasilkan perubahan
terencana dalam organisasi dan masyarakat. Metode CO/CD ini akan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mampu menyusun
rencananya sendiri secara partisipatif dan menemukan sumber-sumber yang
terkait dengan kebutuhan yang mereka perlukan.

136
Kegiatan Wirausaha partisipatif merupakan salah satu gambaran
penggunaan metode tersebut. CO/CD memungkinkan dilakukannya
peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai arti penting
ekonomi produktif. Hal tersebut agar mereka mampu mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan mereka sendiri serta menggali potensi dan sumber
yang ada disekitar mereka agar dapat memecahkan masalahnya sendiri dan
tidak bergantung pada bantuan sosial dan secara tidak langsung dapat
membantu pemerintah selaku pelaksana kebijakan dalam meningkatkan
keterampilan bagi PRSE di Desa Cikalongwetan.
Teknik-teknik yang digunakan dalam kaitannya dengan penggunaan
metode CO/CD adalah:
a. Kolaborasi
Teknik kolaborasi digunakan dengan melakukan kerjasama, relasi dan
kesepakatan dengan pihak lain yang sekiranya dapat membantu pemasaran
hasil usaha para penerima manfaat. Hal ini dapat dilaksanakan apabila
sasaran telah setuju atau menyepakati kegiatan tersebut yang bertujuan
untuk melakukan perubahan dan adanya dukungan sistem sumber dalam
hal ini sistem sumber kemasyarakatan. Taktik yang digunakan adalah
implementasi dan membangun kapasitas, dimana taktik implementasi
digunakanketika pelaksana dan keluarga PRSE bekerjasama secara
kooperatif. Sedangkan taktik membangun kapasitas digunakan untuk
membangun partisipasi yang mengacu kepada aktivitas yang melibatkan
penerima manfaat dalam upaya mencapai perubahan yang lebih baik.

b. Kampanye
Kampanye yang dilakukan untuk memberikan informasi secara luas
kepada penerima manfaat tentang perlunya kegiatan dalam rangka
memecahkan permasalahan PRSE. Teknik kampanye dilakukan melalui
taktik edukasi. Taktik edukasi dilakukan untuk memberikan informasi
yang benar tentang perubahan yang akan dilaksanakan kepada penerima
manfaat.

137
7. Langkah – Langkah Kegiatan Intervensi

Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program Wirausaha


Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya) adalah
sebagai berikut:
a. Mengadakan kontak awal
Sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan adalah mengontak
pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan program Wirausaha
Partisipatif.
1) Pemerintah Desa Cikalongwetan
Tujuan menghubungi pemerintah Desa Cikalongwetan, untuk
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan Wirausaha
Partisipatif seperti perizinan, pihak-pihak yang diundang dan pihak
pemateri.
2) Tokoh Masyarakat
Menghubungi tokoh masyarakat bertujuan untuk memberikan
pengaruh positif terhadap sasaran kegiatan. Tokoh masyarakat
meliputi: pemuka agama, tokoh pemuda dan pemuka masyarakat.
3) Pelatihan pengolahan aneka kue tradisional oleh instruktur
memasak.
b. Pembentukan panitia pelaksana kegiatan
Panitia dibentuk dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan berjalan
dengan lancar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga harus
dilaksanakan secara partisipatif. Susunan panitia yang diperlukan dalam
kegiatan ini terdiri dari gabungan berbagai elemen yang terkait diantaranya
pemerintah daerah, masyarakat, dan desa. Beberapa langkah yang
dilaksanakan dalam pembentukan Tim Kerja Masyarakat adalah sebagai
berikut:
1) Disepakati dahulu tentang rincian kegiatan yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan Wirausaha Partisipatif. Rincian kegiatan
tersebut adalah sosialisasi, administrasi dan pelaksanaan.

138
2) Peserta pertemuan diharapkan memilih salah satu rincian kegiatan
tersebut berdasarkan minat, kemampuan dan pengetahuannya sehingga
diharapkan TKM yang dibentuk akan bekerja dengan optimal.
3) Masing-masing tim (berdasar rincian kegiatan yang dipilih) menyusun
uraian tugas disertai dengan anggaran yang diperlukan sesuai
kebutuhan tim tersebut.
4) Pembentukan TKM berdasarkan potensi peserta (PRSE, tokoh
masyarakat, staff Desa Cikalongwetan) dan rincian kegiatan yang
disepakati. Dilanjutkan pemilihan ketua yang dilakukan secara
musyawarah.
5) Kepengurusan dan tugas pokok dari anggota TKM adalah:
a) Penanggung jawab kegiatan ini adalah Kades Desa Cikalongwetan
yang bertugas memberikan saran kepada ketua dan bertanggung
jawab atas terlaksananya kegiatan.
b) Ketua bertugas memimpin pelaksanaan kegiatan dan mengendalikan
seluruh kegiatan serta mengadakan koordinasi dengan pihak terkait.
c) Sekretaris bertugas menyusun rencana kegiatan bersama ketua dan
membuat laporan pelaksanaan kegiatan.
d) Bendahara bertugas mengelola administrasi keuangan, menghimpun
dan menyalurkan dana untuk kepentingan kegiatan.
e) Seksi humas yang bertugas mengkomunikasikan kegiatan kepada
peserta dan pihak-pihak terkait.
f) Seksi acara yang bertugas menyusun dan mengatur jadwal kegiatan
agar berjalan dengan lancar.
g) Seksi perlengkapan yang bertugas menyediakan segala sarana yang
dibutuhkan selama kegiatan berlangsung.
h) Seksi konsumsi yang bertugas menyediakan konsumsi sesuai dengan
kebutuhan.
6) Membuat komitmen atau janji hati untuk melaksanakan kegiatan
tersebut yang berguna sebagai monitoring terhadap proses pelaksanaan
kegiatan.

139
8. Jadwal Kegiatan Program
Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,
Terampil, dan Berdaya) dilaksanakan melalui berbagai kegiatan. Jadwal
kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
Tabel 3.19 Jadwal Kegiatan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)
Penanggung
No Nama Kegiatan Waktu
Jawab
1. Kunjungan Badan Usaha Milik 15 April 2021 Bapak Agun
Desa Cikalongwetan
2. Seminar Kewirausaan 17 April 2021 Bapak Rizki
3. Pelatihan Pengolahan Kue 18 April 2021 Ibu Rani
tradisional 20 April 2021
9. Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan program “Wirausaha
Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)” terdiri
dari:
a. Bahan kue
b. Pisau
c. Kompor
d. Wajan
e. Minyak
f. Proyektor
g. Laptop
h. Kertas
10. Rencana Anggaraan Biaya Program
Sumber dana dalam program “Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)” berasal dari dana Desa
Cikalongwetan. Rencana anggaran biaya pelaksanaan program Pelatihan
Pengolahan Aneka Kue adalah sebagai berikut.

140
Tabel 3.20 Rencana Anggaran Biaya Program Wirausaha Partisipatif
Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)
Rencana Anggaran Biaya
Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan
Berdaya)
Harga Jumlah
No Uraian satuan Volume harga
(Rupiah) (Rupiah)
Sekretariat
1. Administrasi (persuratan) Rp30,000 1 Rp30,000
Jumlah Rp30,000
Perlengkapan
2. Banner Rp15,000 2x1 Rp30,000
Jumlah Rp30,000
Alat dan bahan
Bahan baku pembuatan Rp300,000 Rp300,000
3.
kue
Jumlah Rp300,000
Biaya Personel
Honor Narasumber Rp300,000 1 Rp300,000
4.
Transportasi Rp50,000 1 Rp50,000
Jumlah Rp350,000
TOTAL Rp710,000
3.3.5 Perancangan Intervensi
Berdasarkan hasil assesmen dan perencanaan intervensi yang telah
dilaksanakan bahwa dalam penanganan permasalahan PRSE di RT 01 Desa
Cikalongwetan dilakukan melalui program “Wirausaha Partisipatif Perempuan
SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)”. Program ini merupakan proses
pemberdayaan untuk PRSE. Program ini dirasa tepat untuk upaya penanganan
masalah PRSE karena program ini dapat dijadikan wadah yang tepat dalam
memberikan keterampilan, menambah pengetahuan dan wawasan, serta menambah

141
penghasilan PRSE. Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,
Terampil, dan Berdaya) dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 3.21 Pelatihan Pengolahan Kue Tradisional
No Hasil Keterangan
1. Nama Kegiatan Pelatihan Pengolahan Kue tradisional
2. Sasaran dan Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah target
Perannya group, interest group, dan pelatih. Target group
(PRSE RT 01) merupakan sasaran kegiatan. Interest
group (TKM) berperan mempersiapkan dan mengatur
jalannya kegiatan. Pelatih dalam kegiatan ini adalah
Ibu Rani yang merupakan penggerak pembuatan
aneka kue yang berperan memberikan materi dan
mengajarkan cara membuat kue tradisional yang baik
dan benar.
3. Waktu Pelaksanaan 18 April 2021 dan 20 April 2021
4. Tempat Pelaksanaan Rumah Ibu Rani
5. Langkah-Langkah Tahap Persiapan
Pelaksanaan 1. TKM mendata dan mengumpulkan target group
2. TKM menyiapkan perlengkapan yang digunakan
untuk membuat aneka kue
3. TKM menyiapkan tempat untuk pelatihan
pembuatan aneka kue.
Tahap Pelaksanaan
1. Ketua RT 01 membuka kegiatan dan menjelaskan
maksud serta tujuan kegiatan
2. Ibu Rani selaku pelatih dan penanggung jawab
kegiatan menjelaskan alat dan bahan pengolahan
kue.
3. Target group mencoba ikut serta dalam
pengolahan kue tradisional.
4. Target group diberi bahan dan ditugasi untuk
mencoba membuat kue tradisonal di rumah masing
– masing.
5. Masing-masing target group menyampaikan hasil
pengolahan kue tradisional kemudian
menyampaikan kendala yang dihadapi
6. Pelatihan pengolahan kue tradisional dilaksanakan
berulang selama 2 kali, selanjutnya masing-masing

142
target group membuat produk secara mandiri di
rumah masing-masing.
Tabel 3.22 Seminar Kewirausahaan Pelatihan pengemasan dan pemasaran produk
No. Hasil Keterangan
1. Nama Kegiatan Seminar Kewirausahaan Partisipatif dan pelatihan
pengemasan serta pemasaran produk
2. Sasaran dan Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah target
Perannya group, interest group, dan narasumber. Target group
(PRSE RT 01) merupakan sasaran kegiatan. Interest
group (TKM) berperan mempersiapkan dan mengatur
jalannya kegiatan. Narasumber dalam kegiatan ini
adalah pihak dari Wirausahawan Kuliner di
Kecamatan Cikalongwetan.
3. Waktu Pelaksanaan 17 April 2021
4. Tempat Pelaksanaan Balai Desa Cikalongwetan
5. Langkah-Langkah Tahap Persiapan
Pelaksanaan 1. TKM membuat surat permohonan untuk
narasumber dalam wirausaha partisipatif dan
pelatihan pengemasan dan pemasaran produk
2. TKM mengunjungi kediaman narasumber untuk
menyampaikan permohonan serta menjelaskan
maksud dan tujuan kegiatan seminar
3. TKM membagi tugas untuk melaksanakan
kegiatan wirausaha partisipatif dan pelatihan
pengemasan dan pemasaran produk
4. TKM menyiapkan perlengkapan untuk
pelaksanaan wirausaha partisipatif dan pelatihan
pengemasan dan pemasaran produk.
Tahap Pelaksanaan
1. Ibu Yanti selaku penanggungjawab kegiatan
wirausaha partisipatif dan pelatihan pengemasan
dan pemasaran produk bertanggung jawab atas
jalannya kegiatan
2. Pembawa acara membuka dan mengarahkan
jalannya acara
3. Ibu Yanti selaku penanggung jawab menjelaskan
maksud dan tujuan kegiatan serta memperkenalkan
narasumber
4. Narasumber menyampaikan materi tentang
wirausaha partisipatif dan pengemasan dan
pemasaran produk

143
5. Target group mempraktekkan materi yang telah
disampaikan
6. Acara diakhiri dengan foto bersama

3.3.6 Perancangan Evaluasi


Evaluasi merupakan suatu proses penilaian terhadap tingkat keberhasilan

intervensi yang telah dilaksanakan. Evaluasi dalam praktik pekerjaan sosial

makro dijabarkan dalam analisa SWOT. Analisis SWOT menjelaskan terkait

dengan kekuatan, kelemahan, serta ancaman dari program Wirausaha

Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya). Evaluasi

program “Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan

Berdaya)” dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.23 Perancangan Evaluasi Analisis SWOT


Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)
1. Respon positif dari klien 1. Konsistensi dan keseriusan klien
2. Dukungan dari pihak Desa dalam menggarap program ini
Cikalongwetan biasanya hanya diawal-awal.
3. Tersedia nilai kepedulian dari 2. Sistem klien dan sistem tindakan
pengusaha setempat sulit untuk membagi waktu
4. Tersedianya sarana yang baik
dan mendukung bagi
pelaksanaan program
Opportunity (Peluang) Threat (Ancaman)
1. Tersedianya program modal usaha 1. Kelemahan kondisi fisik, maka
dari Desa Cikalongwetan bagi dikhawatirkan akan muncul
kelompok usaha bersama. kebosanan, kejenuhan dari PRSE
2. Terdapat banyak toko dan pabrik di sehingga mereka tidak mampu lagi
Desa Cikalongwetan yang dapat untuk mengikuti kegiatan kegiatan
yang dilaksanakan secara maksimal

144
dijadikan untuk tempat pemasaran 2. Kelompok usaha tidak bisa
aneka kue tradisional mencakup seluruh PRSE di Desa
3. Harga jual aneka kue tradisional Cikalongwetan.
yang cukup murah dan dapat
dinikmati oleh seluruh kalangan.

3.3.7 Perancangan Terminasi dan Rujukan


Perancangan terminasi dan rujukan yang dilakukan dalam praktik aras
makro dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.24 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Makro
1. Tema Terminasi
2. Menyampaikan Menyampaikan kepada interest group serta target group
batas waktu jika pada tanggal 23 April 2021 pelaksanaan praktik
intervensi pada pekerjaan sosial makro sudah berakhir.
klien
3. Menyampaikan Menyampaikan hasil pelaksanaan intervensi kepada
kekurangan masing-masing klien dimana hasil tersebut berupa
dan kemajuan kekurangan dan kelebihannya.
hasil intervensi a. Kekurangan
Kurangnya waktu yang digunakan dalam pelaksanaan
praktik sehingga belum sepenuhnya membantu
menangani permasalahan klien.
b. Hasil Pelaksanaan
- Target group memiliki keterampilan dalam
pengolahan aneka kue tradisional.
- Target group memiliki pengetahuan terkait
wirausaha partisipatif serta pengemasan dan
pemasaran produk.
4. Memberikan Praktikan memberikan waktu bagi interest group serta
kesempatan target group setelah praktikan memberikan hasil dari

145
pada klien pencapaian pelaksanaan intervensi. Praktikan juga
untuk meminta interest group serta target group untuk
menyampaikan menyampaikan pendapat terkait kesan dan pesan kepada
pendapatnya praktikan yang nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi
atas pelayanan atas pelayanan dan kinerja praktikan dalam melaksanakan
intervensi. praktik pekerjaan sosial.

Tabel 3.24 Perancangan Terminasi dan Rujukan Praktik Aras Makro (Sambungan)
5. Praktikan Praktikan menjelaskan kepada interest group serta target
melakukan group bahwasanya kegiatan telah berakhir.
pengakhiran
intervensi.
6. Praktikan Praktikan melakukan rujukan kepada interest group untuk
melakukan meneruskan kegiatan dan mengawasi target group.
rujukan.

3.4 Refleksi

3.4.1 Capaian Tujuan dan Manfaat yang dirasakan Praktikan


Kegiatan Praktikum laboratorium yang dilaksanakan oleh Poltekesos
Bandung merupakan praktik Pekerjaan Sosial dalam Aras Mikro, Messo, dan
Makro yang dilaksanakan di dalam laboratorium pekerjaan sosial dan di luar
laboratorium yang berbasis masyarakat. Praktikum ini dapat dijadikan media
belajar untuk menerapkan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
di dalam kelas. Praktikum ini juga dapat digunakan sebagai media untuk lebih
menguasai berbagai metode dan teknik serta keterampilan pekerjaan sosial yang
nantinya dijadikan dasar untuk melakukan praktikum institusi dan komunitas.
Praktikum laboratorium ini dilakukan oleh praktikan di Desa
Cikalongwetan Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Dalam
pelaksanaan praktikum laboratorium ini, praktikan menerapkan berbagai metode
dan teknik serta teknologi pekerjaan sosial pada setiap aras. Praktikan juga

146
mengaplikasikan pengetahuan, nilai dan etika serta keterampilan praktik pekerjaan
sosial untuk menangani masalah kesejahteraan sosial baik klien aras mikro, messo
maupun makro.
Pada aras mikro, praktikan mampu menerapkan tahap engagement, intake,
contract, asesmen dengan menggunakan tools BPSS, ecomap, genogram,
wawancara, observasi, serta teknik yang lain. Selain itu, praktikan juga mampu
menerapkan perencanaan intervensi dan mampu merancang pelaksanaan intervensi,
evaluasi, serta terminasi dan rujukan.
Pada aras messo, praktikan mampu menerapkan engagement, intake,
contract, asesmen dengan menggunakan Focus Group Discussion (FGD), serta
teknik yang lain. Selain itu, praktikan juga mampu menerapkan perencanaan
intervensi dan mampu merancang pelaksanaan intervensi, evaluasi, serta terminasi
dan rujukan.
Pada aras makro, praktikan mampu membangun akses kepada masyarakat
serta perangkat pemerintahan dari tingkat desa sampai tingkat Kabupaten. Dalam
tahap inisiasi sosial, praktikan juga mampu menjalankan tahap pengorganisasian
sosial dengan baik. Pada tahap asesmen praktikan mampu menerapkan Method
Participatory Assesment (MPA). Praktikan mampu menerapkan Technology of
Participatory (ToP) pada perencanaan intervensi. Selain itu, pada aras makro ini
praktikan mampu merancang pelaksanaan intervensi, evaluasi, serta terminasi dan
rujukan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa selama praktikan
melaksanakan praktikum laboratorium di RT 01 Desa Cikalongwetan berjalan
dengan baik. Manfaat kegiatan praktikum laboratorium ini dapat dirasakan oleh
praktikan. Kemampuan dan keterampilan praktikan dalam pengaplikasian
pengetahuan pekerjaan sosial juga meningkat. Selain itu, praktikan juga dapat
mengetahui masalah-masalah dan kondisi masyarakat RT 01 Desa Cikalongwetan,
serta mengetahui potensi dan sumber yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
permasalahanpermasalahan yang ada di Desa Cikalongwetan.

3.4.2 Faktor Pendukung dan Penghambat


3.4.2.1 Faktor Pendukung

147
Faktor pendukung yang membantu proses pelaksanaan Praktikum
Laboratorium di Desa Cikalongwetan yaitu:
1. Praktium dilaksanakan di tempat tinggal praktikan sehingga memudahkan
praktikan dalam memperoleh data.
2. Praktikan mendapatkan dukungan dan bantuan dari kader PKK yang berada di
lokasi praktikum
3. Praktikan telah mengetahui karakteristik lokasi praktikum.
4. Praktikan mengenal dekat ketua RT dan RW juga bertetangga.
5. Masyarakat sekitar telah mengenal praktikan sehingga memudahkan praktikan
dalam pelaksanaan praktikum.
6. Adanya bimbingan dari dosen pembimbing mengenai pelaksanaan praktikum,
masukan untuk kegiatan praktikum, dan pemberian motivasi kepada praktikan
yang membuat praktikan tidak putus asa dan pantang menyerah.
3.4.2.2 Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam proses pelaksanaan Praktikum Laboratorium di
Desa Cikalongwetan diantaranya yaitu:
1. Praktikan dan seluruh anggota keluarga terpapar Covid-19 sehingga harus
isolasi dan bed rest selama sebulan sehingga menghambat jalannya kegiatan
praktikum laboratorium.
2. Adanya pandemi Covid-19 sehingga membatasi akses kegiatan praktikum.
3. Kurangnya partisipan dalam simulasi penerapan teknologi pada aras makro
sehingga terdapat partisipan yang memiliki peran ganda.
4. Praktikan kesuiltan dalam menentukan waktu untuk melaksanakan simulasi
karena tidak semua anggota keluarga memiliki waktu luang.

148
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan Praktik


Kegiatan Praktikum Laboratorium Politeknik Kesejahteraan Sosial
(Poltekesos) Bandung dilaksanakan praktikan mulai tanggal 10 Februari – 16 April
2021 di Desa Cikalongwetan Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung
Barat. Kegiatan ini dimulai dari sosialisasi serta pembekalan yang dilakukan saat
pralapangan. Praktikum dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman praktikan
terhadap metode dan teknik pekerjaan sosial.
Berdasarkan data yang didapatkan oleh praktikan dari pihak desa, terdapat
lima Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di RT 01 Desa
Cikalongwetan yaitu penyandang disabilitas, lanjut usia terlantar, keluarga
bermasalah psikologis, perempuan rawan sosial ekonomi, dan fakir miskin.
Praktikan mengambil satu fokus permasalahan yang akan ditangani yaitu
perempuan rawan sosial ekonomi.
Praktikan selanjutnya menerapkan praktik aras mikro, messo, dan makro
kepada PRSE yang ada di RT 01 Desa Cikalongwetan. Praktik aras mikro dimulai
dengan melakukan tahap engagement, intake, dan contract, pada tahap EIC ini
praktikan melakukan kontak awal dengan calon klien dan membangun relasi serta
melakukan kontrak dengan menandatangani lembar persetujuan (inform consent).
Klien dalam praktik aras mikro ini merupakan rekomendasi dari ketua RT 01.
Setelah melakukan tahap EIC praktikan melaksanakan asesmen kepada klien
dengan melakukan wawancara menggunakan tools BPSS. Selain BPSS, praktikan
juga menggunakan tools ecomap dan genogram.
Selanjutnya praktikan menerapkan praktik aras messo, dimana dalam
praktik aras messo ini praktikan membentuk kelompok yang berisi 3 anggota.
Kelompok ini terdiri dari klien dalam aras mikro dan yang lain merupakan klien
yang memiliki permasalahan relatif sama dengan klien dalam aras mikro. Pada
praktik aras messo ini praktikan melakukan asesmen dengan menggunakan focus

149
group discussion (FGD). FGD ini dilakukan untuk mendiskusikan permasalahan
yang dihadapi oleh kelompok dan bagaimana penyelesaiannya.
Pada aras makro, praktikan melakukan inisiasi sosial dan mejelaskan
maksud dan tujuan untuk melaksanakan kegiatan praktikum laboratorium,
praktikan juga melakukan home visit kepada beberapa pihak berkaitan dengan
perencanaan intervensi. Selain itu, praktikan melakukan kegiatan transect walk
untuk mengetahui batas wilayah yang ada di RT 01. Setelah melakukan kegiatan
inisiasi sosial, praktikan melakukan pengorganisasian sosial, pengorganisasian
sosial ini ditujukan untuk mencari target group yang akan dilibatkan dalam
kegiatan asesmen dan kegiatan yang lain. Selanjutnya, praktikan melakukan
asesmen dengan melakukan community meeting atau rembug warga degan
menggunakan teknik Method Partisipation of Assesment (MPA) yang bertujuan
untuk mengetahui permasalahan terkait dengan PRSE yang ada di RT 01. Praktikan
kemudian melakukan perencanaan intervensi dengan menggunakan ToP
(Technology of Participation) praktikan bersama interest group menentukan
langkah untuk melakukan intervensi dengan cara menyusun rencana kegiatan yang
akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan PRSE. Dalam tahap intervensi,
evaluasi, terminasi dan rujukan baik itu dalam aras mikro, messo, maupun makro,
praktikan hanya melakukan perancangan/ skenario kegiatan.
4.2 Saran Praktik Laboratorium
Saran yang diajukan oleh praktikan mengenai pelaksanaan praktikum
laboratorium adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan intensitas praktik dalam perkuliahan yang sekiranya dapat
diterapkan dalam praktikum di lapangan.
2. Peningkatan penguasaan materi mengenai praktik pekerjaan sosial baik terkait
dengan praktik maupun teori harus dilakukan dengan baik sebelum praktikum
laboratorium ini mulai dilaksanakan.

150
DAFTAR PUSTAKA

Adi Fahrudin. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika


Aditama
Permensos No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan
Data Penyandang Masalah Kesejahteran Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial
Edi Suharto. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial:
Spektrum Pemikiran. Bandung : Lembaga Studi Pembangunan STKS
(LSPSTKS)
___________. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.
___________. 2011 Pekerjaan Sosial di Indonesia Sejarah dan Dinamika
Perkembangan. Yogyakarta: Samudra Biru.
Friedlander, Walter A. (1977). Concepts and Methods of Social Work. Prentice Hal
of India Private Limited. New Delhi.
Jusman Iskandar.1995. Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat.
Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.
Netting, F. Ellen, Peter M. Kettner dan Steven L. McMurtry.2004.Social Work
Macro Practice (third edition). Boston: Allyn and Bacon.
Skidmore, Rex A, Thackeray, & Milton. (1976). Introduction to Social Work. The
Prantice Hall, Inc, Englewood Clifft. New Jersey.

151
LAMPIRAN

152
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian Kesbangpol

153
Lampiran 2 Surat Pemberitahuan Praktikum

154
Lampiran 3 Pernyataan Persetujuan Untuk Menjadi Informan

155
Lampiran 4 Matriks Rencana Kerja

156
Lampiran 5 Instrumen Wawancara

INSTRUMEN WAWANCARA PRSE DI DESA CIKALONGWETAN

PEDOMAN WAWANCARA PRSE

I. Identitas Klien
1. Nama Inisial Klien :
2. Tempat, tanggal lahir :
3. Usia :
4. Pendidikan terakhir :
5. Pekerjaan :
6. Penghasilan :
7. Agama :
8. Alamat :
9. Jumlah anak :
10. Jumlah tanggungan :
11. Status pernikahan :
12. Asal daerah :
13. Lama tinggal di Purbalingga :
II. KONDISI BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL
1. Biologis
a. Gambaran Fisik
1) Berat badan
2) Tinggi badan
3) Kecacatan yang dimiliki
b. Penampilan
1) Cara berbicara
2) Penampilan fisik
3) Respon awal ketika wawancara
4) Gesture ketika wawancara

157
2. Psikologis
a. Sikap
b. Afeksi yang meliputi marah, benci, rindu, sedih, senang, sangat
gembira, tertekan, khawatir, dan lain sebagainya
c. Apabila sedang dalam masalah, Anda memilih untuk bercerita atau
memendam masalah tersebut?
d. Jika bercerita, kepada siapa Anda mempercayakan untuk mendengar
keluh kesah dari masalah anda?
e. Bagaimana cara Anda mengatasi masalah yang dihadapi?
f. Hambatan atau kendala apa yang Anda hadapi dalam menyelesaikan
masalah?
g. Apa upaya yang Anda lakukan dalam mengatasi hambatan atau kendala
tersebut?
3. Sosial
a. Hubungan dengan anggota keluarga
1) Kapan waktu yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama
keluarga?
2) Aktivitas apa yang biasa dilakukan saat berkumpul bersama
keluarga?
b. Hubungan dengan lingkungan kerja
1) Berapa lama waktu yang dipergunakan untuk bekerja dalam
sehari?
2) Aktivitas apa yang biasa dilakukan saat berkumpul dengan teman
kerja?
c. Hubungan dengan lingkungan tempat tinggal
1) Apakah Anda pernah dan/atau sedang terlibat dalam organisasi
sosial yang ada di masyarakat?
2) Apakah Anda terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan?
d. Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam:
1) Keluarga
2) Lingkungan kerja

158
3) Lingkungan tempat tinggal
e. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam :
1) Keluarga
2) Lingkungan kerja
3) Lingkungan tempat tinggal
f. Dukungan sosial yang diterima berupa :
1) Dukungan informasi (nasihat, masukan, dan penjelasan
bagaimana seseorang bersikap)
2) Dukungan emosional (mendengarkan, sikap terbuka, kasih
sayang, dan perhatian)
3) Dukungan instrumental (fasilitas atau materi yang diberikan)
4) Dukungan appraisal atau penilaian (penguatan dan penghargaan
positif)
g. Bagaimana reaksi keluarga, lingkungan kerja, dan tempat tinggal
terhadap Anda?
4. Spiritual
a. Bagaimana Anda memenuhi kebutuhan dalam kegiatan spiritual?
b. Muslim:
1) Berapa kali shalat dalam sehari?
2) Jika shalat, dimana?
3) Berapa kail ikut kegiatan pengajian dalam sebulan?
4) Apakah Anda sering membaca Al-Qur`an?
c. Hambatan atau masalah apa yang dialami dalam melakukan kegiatan
spiritual?
d. Apa upaya yang Anda lakukan agar terpenuhi kegiatan spiritual?
III. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
1. Pangan
a. Berapa kali makan dalam sehari?
b. Bagaimana cara Anda memperoleh makanan? Masak, beli, atau diberi
oleh orang?
c. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk makan dalam sehari?

159
d. Jenis makanan apa yang dikonsumsi?
e. Hambatan atau masalah apa yang dialami dalam memenuhi kebutuhan
pangan?
f. Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami
dalam memenuhi kebutuhan pangan?
2. Sandang
a. Berapa kali membeli pakaian dalam sebulana atau setahun?
b. Bagaimana cara Anda memperoleh pakaian? Membeli atau diberi oleh
orang lain?
c. Hambatan atau masalah apa yang dialami dalam memenuhi kebutuhan
sandang?
d. Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami
dalam memenuhi kebutuhan sandang?
3. Papan
a. Bagaimana status kepemilikan rumah?
b. Apakah tempat tinggalnya tergolong rumah layak huni?
c. Bagaimana sumber air yang Anda peroleh?
d. Apa saja fasilitas yang terdapat di rumah Anda?
e. Bagaimana keadaan fasilitas yang ada di rumah Anda?
f. Hambatan atau masalah apa yang dialami dalam memenuhi kebutuhan
papan?
g. Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami
dalam memenuhi kebutuhan papan?
4. Kesehatan
a. Apakah sering, pernah, atau jarang sakit?
b. Penyakit apa yang pernah diderita?
c. Apa yang Anda lakukan apabila sakit? Beli obat, pergi ke puskesmas,
atau ke rumah sakit?
d. Darimana Anda memperoleh biaya berobat? Biaya sendiri, KIS,
BPJS, atau dibayarkan oleh orang lain?
e. Apabila ke dokter, klinik, atau ke rumah sakit diantar oleh siapa?

160
f. Hambatan atau masalah apa yang Anda hadapi dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan?
g. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialami
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan?

5. Pendidikan
a. Apakah anak Anda ada yang masih sekolah?
b. Berapa jumlah anak Anda yang masih sekolah?
c. Bagaimana cara pembiayaan sekolah anak Anda?
d. Hambatan atau masalah apa yang Anda hadapi dalam memenuhi
kebutuhan dasar pendidikan?
e. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialami
dalam memenuhi kebutuhan dasar pendidikan?

IV. POTENSI YANG DIMILIKI


JENIS POTENSI
FISIK PSIKOLOGIS INTELEKTUAL SOSIAL SPIRITUAL

V. PROGRAM
1. Program bantuan apa saja yang pernah dan/atau sedang Anda peroleh dari
pemerintah?
2. Bagaimana pemahaman Anda terhadap program-program tersebut?
3. Bagaimana Anda mencari tahu informasi tentang program/pelayanan
sosial yang belum dapat di akses?

161
4. Apa manfaat yang Anda rasakandari program bantuan yang pernah
dan/atau sedang diperoleh?
5. Apa harapan Anda untuk saat ini dan ke depannya?

162
Lampiran 6 Catatan Proses Praktik Aras Mikro
CATATAN PROSES HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
Topik Wawancara : Asesmen PRSE
Nama Informan/Responden : Ibu A
Hari/Tanggal : Kamis/18 Februari 2021
Tujuan Wawancara : Mengenal dan memahami permasalahan yang
dialami keluarga “A” serta kebijakan dan program
yang pernah diterima.
HAMBATAN
KOMENTAR
NO ISI WAWANCARA DAN PERASAAN
SUPERVISOR
PEWAWANCARA

1. E: “Assalamualaikum.” Pewawancara
merasa senang
A: “Waalaikumsalam, masuk sini
karena diijinkan
Mba.”
masuk ke rumah Ibu
E: ‘Terimakasih bu.” A

A: “Ada apa ya?”

E: “Saya mahasiswa dari Polteksos Pewawancara


2.
yang sedang melakukan praktikum memperkenalkan
laboratorium. Kebetulan saya dirinya.
mendapat tugas untuk menggali
informasi tentang salah satu masalah
sosial dan saya mendapat rekomendasi
dari Bapak RT untuk mewawancarai
keluarga ibu. Apakah ibu bersedia
untuk saya wawancarai?”

A: “Iya, bersedia.”

163
E: “Tadi kan saya sudah kenalan sama Pewawancaa
ibu, sekarang tinggal ibu kenalan sama memulai wawancara
saya ya. Kalau boleh tahu nama ibu dengan menanyakan
3. siapa ya?” identitas Ibu A.

A: “Ibu A.”

E: “Saat ini usia Ibu berapa tahun?”

A: “50 tahun neng.”

4. E: “Ibu tinggal di Desa ini sudah


lama?”

A: “Kalau saya tinggal disini dari


kecil.”
5.
E: “Oh gitu, anak Ibu ada berapa bu?”

A: “Anak ada tiga orang. Satu sudah


nikah dan dua lagi belum.”

E: “Itu yang sudah berkeluarga masih


tinggal disini bu?”

A: “Ngga, beda rumah, mereka tinggal


di dekat pasar karena mereka
6. berdagang disana.”

E: “Yang masih satu rumah berarti


berapa orang bu?”

A: “Dua orang, tapi anak ibu yang satu


kerja ke Jakarta dan jarang pulang
7. kesini.”

164
E: “Yang masih tinggal bersama Ibu
anak bungsu ibu ya, masih sekolah?”

A: “Iya, sekolah, kelas 2 SMA.”


8.
E: “Sekarang Ibu lagi kerja dimana
bu?”
9.
A: “Sekarang belum ada yang nyuruh
buat buruh cuci setrika jadi ibu
ngejualin makanan jualan orang lain.”

E: “Oh gitu, kalau dihitung-hitung


10.
penghasilan Ibu berapa per bulan?”

A: “Ngga tentu sih neng, tergantung


kerjaannya.”

E: “Oh ngga tentu ya. Kira-kira berapa


bu?”
11.
A: “Sebenernya ngga bisa ditentuin,
tapi kalo dikira-kira ya sekitar Rp
400.000 atau 500.000 ada. Jadi, kalau
lagi dapet ya ada. Ibu kalau lagi dapat
12.
kerjaan ya ada uang, kalau ngga ya
ngga. Belum lagi hutang – hutang ibu
ke tetangga sama ke bank keliling
banyak pisan jadi uang segitu mah ga
13. cukup neng.”

A: “Tapi kalau untuk makan sehari-hari


apakah bisa tercukupi bu?”

165
14. R: “Alhamdulillah tercukupi ya cuma
seadanya juga ngga apa apa yang
penting makan, kadang anak ibu juga
bantu ibu dikit – dikit. Mereka juga
orang susah neng jadi ga bisa banyak
bantu ibu.”

E: “Ibu masak sendiri atau beli?”

A: “Masak sendiri biar hemat juga.”

E: “Kalau makan sehari berapa kali


bu?”

15. A: “3 kali lah sehari kadang juga bisa 2


kali sehari.”

E: “Kalau buat makan biasanya sehari


menghabiskan uang berapa bu?”
16.
A: “Kalau buat makan ngga tentu neng.
Gimana ibu aja. Kalau ada uang ya
makan enak, kalau ngga ada ya biasa
aja. Ngga bisa ditentuin si, gimana
kondisi uang aja.”

17. E: “Biasanya masak apa bu?”

A: “Ya sayur atau telur, kadang kalau


anak minta mie ya masak mie.”

E: “Berarti ngga ada kesulitan ya bu


kalau makan.”

A: “Alhamdulillah ngga ada, kalau lagi


ngga ada uang ya paling masak yang

166
ada aja kayak metik pepaya muda atau
ngutang dulu ke warung tetangga.”

E : “Syukur apabila keadaannya begitu


18. Pewawancara
ya bu”
merasa prihatin
A : “Ya, neng” dengan penghasilan
Ibu A.
E : “Hubungan sama tetangga apakah
19. baik-baik saja bu?”

A : “Iya baik, mereka sering bantu ibu


kalo lagi kesusahan terus dulu sering
kumpul juga kalau lagi senggang.”

E: “Syukur ya bu.

E : “Kalau rumah ini statusnya milik


sendiri atau ngontrak bu?”

A : “Rumah ini milik sendiri neng,


milik kelurga, warisan dari orang tua.”
20.
E: “Oh gitu, kalau air sumbernya dari
mana bu?”

A : “Air dari sumur, itu dibelakang ada


sumur.”

E : “Berarti ngga bayar ya bu.”

21. A : ngga. neng”

S : “Kalau listrik sumbernya dari mana


bu?”

167
S: Kalau di rumah ini ibu punya
fasilitas apa saja yang menunjang
22.
kebutuhan sehari-hari?”

A: “Paling TV sama kulkas punya Ibu


dulu waktu pernah jualan kue.”

E: “Ibu apakah memiliki riwayat


penyakit yang ibu alami”

A: “ Ibu memiliki penyakit asma kronis


23.
neng. Ibu pakai seretide inhaler kalua
lagi kambuh penyakitnya. Kalau flu
palingan beli obat ke warung dulu tapi
kalau ngga sembuh-sembuh saya baru
ke puskesmas.”

E: “Punya kartu berobat yang dari


pemerintah ngga bu?”
24.
A: “Ada, punya kartu kaya BPJS, KIS
ya.”
25. Pewawancara
E: “Oh iya bu, KIS.
merasa prihatin
E: “Ibu dapat bantuan apa aja dari dengan kondisi
pemerintah selain KIS tadi?” kesehatan Ibu A.

A: “Ibu dapat PKH sama sembako terus


anak juga dapat KIP jadi ya kalau
26.
masalah biaya sekolah ga terlalu berat.
Kalau sekarang uang buat anak ya
paling uang jajan aja.”

168
E: “Ibu biasanya kalau dapet PKH
uangnya buat apa aja ibu?”

A: “Kalau abis dapet uang gitu


biasanya kalau bantuan sembakonya
sudah habis ya buat beli beras, minyak Pewawancara
gitu, terus uangnya buat bayar hutang – merasa senang
27.
hutang ke tetangga dan bank keliling. dengan hubungan
yang terjalin Ibu A
E: “Uang dari bantuan PKH itu
dengan tetangganya.
biasanya bisa cukup sampai kapan?”

A: “Kalau uang itu baru berapa minggu


juga udah abis lagi, soalnya kebutuhan
ibu banyak, kerja juga nggak nentu, dan
banyak hutang ke bank keliling jadi ya
cepet habis.”

E: “Kalau udah habis, buat memenuhi


kebutuhan keluarga gimana ibu?”
Pewawancara
A: “Ya minjem uang lagi neng ke bank merasa prihatin
keliling makanya ibu jadi terlilit dengan kondisi
banyak hutang”. pemenuhan
28.
kebutuhan sandang
E: “Terus Ibu biasanya kalau lagi ada
keluarga Ibu A
masalah gitu suka cerita ngga bu?

A: “Kalau masalah kecil biasanya


dipendem dulu, tapi kalau masalahnya
ngga selesai-selesai biasanya cerita ke
keluarga Ibu dan teman pengajian.”

E: “Oh gitu ya bu. Mulai saat ini kalau


ada hal yang perlu diceritakan boleh

169
cerita kepada saya ya bu supaya kita
bisa nyari jalan keluarnya bareng –
bareng.”

A: “Ya neng. Makasih ya”

E:”Sama – sama bu.”

E: “Ibu suka ikut pengajian disini?.”


29.
A: “Suka biasanya di masjid abis sholat
. maghrib ada pengajian sampai isya.”

E: “saya merasa bangga ditengah


keadaan ibu yang seperti ini ibu mampu
meluangkan waktu untuk aktif
beribadah di lingkungan ini.
Terimakasih atas setiap informasi dan
kerjasamanya ya bu. Apakah beberapa
waktu kedepan saya boleh
mengunjungi ibu lagi”

A: “Iya sama-sama, ibu malah seneng


bisa cerita-cerita, datang kapan saja
boleh silahkan saja.”

E: “Terimakasih Ibu, kalau gitu saya


pamit ya bu, Assalamualaikum?

A: “Sama-sama, Wa’alaikumsalam,
hati-hati di jalan.”

170
Lampiran 7 Catatan Ringkas Praktik Aras Mikro
CATATAN RINGKAS
Topik Wawancara : Asesmen PRSE
Nama Informan/Responden : Ibu A
Hari/Tanggal : Jum’at/19 Februari 2021
Tujuan Wawancara : Mengenal dan memahami permasalahan yang
dialami keluarga “A” serta kebijakan dan program
yang pernah diterima.

Isi Wawancara :

A merupakan salah satu PRSE di RT 01 Desa Cikalongwetan. A saat ini berusia


50 tahun. A memiliki 3 orang anak. Anak pertama A sudah menikah dan sudah tidak
tinggal bersama dengan A. Anak kedua klien bekerja sebagai buruh di Jakarta dan anak
ketiganya duduk dibangku SMA.
Aktivitas A setiap harinya adalah menjadi seorang buruh cuci dan reseller
makanan. A tidak memiliki penghasilan tetap karena ia bekerja berdasarkan panggilan
orang yang memerlukan jasanya. Penghasilan A berkisar Rp 500.000 per bulan.
Penghasilan tersbut tidak menetu tergantung pekerjaan yang ada. Penghasilan tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar hutang - hutangnya.
A merupakan ibu-ibu yang aktif mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat,
salah satunya adalah pengajian. A memperoleh bantuan dari pemerintah berupa PKH,
BPNT, KIP, dan KIS.

171
Lampiran 8 Catatan Proses Praktik Aras Messo
CATATAN PROSES HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
Topik Wawancara : Asesmen PRSE
Nama Informan/Responden : Ibu A, Ibu ER dan Ibu U
Hari/Tanggal : Jum’at/19 Maret 2021
Tujuan Wawancara : Mengenal dan memahami permasalahan yang
dialami keluarga A, keluarga ER, dan keluarga U
serta kebijakan dan program yang pernah diterima.
HAMBATAN
KOMENTAR
NO ISI WAWANCARA DAN PERASAAN
SUPERVISOR
PEWAWANCARA

1. E: “Assalamualaikum.” Pewawancara
dengan senang hati
A: “Waalaikumsalam, masuk sini
masuk ke rumah Ibu
Neng.”
A.
E: ‘Terimakasih bu.”

A : “Sama-sama”

E : “Selamat siang ibu-ibu”

A, ER, U : “Siang”

E: “Sebelumnya perkenalkan Saya


2. Pewawancara
mahasiswa dari Poltekesos yang
memperkenalkan
sedang ada kegiaan praktik di RT 01.
dirinya.
Saya mendapat rekomendasi dari
Bapak RT untuk mewawancarai ibu-
ibu disini. Apakah ibu-ibu bersedia
untuk saya wawancarai?”

A, ER, U: “Iya, bersedia neng.”

172
A: “Tadi kan saya sudah kenalan sama
ibu, sekarang tinggal ibu kenalan sama
saya ya. Nama ibu siapa?”
3. Pewawancara
A: “Saya Ibu A.”
memulai wawancara
ER: “Saya Ibu ER” dengan menanyakan
identitas
U: “Saya Ibu U”
narasumber.
A: “Jadi selanjutnya saya ingin
berdiskusi dan meminta pendapat nih
sama ibu-ibu disini, boleh ya ibu?”

A,ER,U: “Iya boleh atuh neng”


4.
A: “Sebelumnya umur ibu-ibu berapa
bu?

A: “Kalau saya udah tua, udah 50


tahun, tapi kalau ibu E sama ibu U
masih muda mereka.”
5.
ER: “Ngga juga kalau saya umurnya
udah 43 tahun.”

E: “Lalu ibu U, umur ibu berapa?”

U: “Saya umurnya 40 tahun.”

E: “Ibu-ibu disini merupakan penerima


PKH ya ibu?”

U: “Iya betul, kami penerima PKH”

E: “Selain menerima bantuan PKH ibu-


ibu menerima bantuan apalagi ibu?”

173
A: “Kalau saya, saya dapat PKH,
sembako, KIS, sama KIP juga buat
sekolah anak”
7.
ER: “Saya juga dapat PKH sembako
sama KIS sama KIP”

E: “Kalau ibu U bagaimana?”

8. U: “Sama seperti Ibu ER dan Ibu A.”

E: “Ibu-ibu disini setiap hari kan selalu


berusaha untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari ya ibu, nah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut ibu-ibu
juga mungkin mengalami
permasalahan-permasalahan atau
kesulitan-kesulitan, untuk masalah-
masalah yang ibu hadapi akhir-akhir ini
itu apa ya bu?”

U: “Kalau saya, saya ini kan pedagang


ya, ya walaupun kecil-kecilan cuma
jualan jajanan seblak gitu tapi lumayan
lah bisa mencukupi kebutuhan sehari-
hari, tapi akhir-akhir ini jualan saya
sepi terus neng. Saya pengen punya
kerjaan yang lebih baik dan layak.”

E: “Oh begitu ya bu. Bagaimana


dengan ibu yang lain?”

9. ER: “Saya juga sama neng, masalah


utama saya yaitu sulit secara ekonomi

174
buat hidup sehari – hari terus saya
pengen punya keahlian tertentu buat
uasaha yang lebih baik dan bayar utang
saya ke bank keliling. Mau cari kerjaan
juga malu neng, ibu mah ga bisa apa –
apa da SMA juga engga tamat jadi
serba susah”

A: “Ya samalah neng. Apalagi ibu


hutangnya udah banyak banget dan
sering sakit – sakitan juga. Kadang
suka malu untuk ngutang lagi tapi da
butuh apalagi kalau ibu lagi sakit dan
engga kerja. Seandainya ibu punya
usaha sendiri pasti bisa banget nolong
perekonomian ibu yang serba susah
ini”

E: “Kalau sakit biasanya ibu – ibu


berobat dimana?”

U: “Kalau saya ya paling ke puskesmas


gratis soalnya.”

A, ER: “Sama atuh saya juga.”


10.

E: “Untuk hubungan ibu dan tetangga


sekitar bagaimana ibu?”

U: “Hubungan saya ke tetangga baik


sering kumpul bareng, ngobrol-ngobrol
juga, sama ibu ER dan ibu A juga
sering ngumpul bareng. Cuma ya gitu
neng, kadang kalau sama tetangga yang

175
lain ibu suka ngerasa ga enakan gitu,
suka ngerasa beda dan malu kalo
Pewawancara
ketemu sama mereka.”
merasa prihatin
ER: “Saya juga mungkin hampir sama dengan
11. sama ibu-ibu yang lain.” permasalahan yang
ibu – ibu PRSE
A: “Kita bertiga tuh tetangga dari lama
alami.
neng, teman dekat juga tapi negatifnya
kok masalahna sami terus nya hehe.
Sering dapat bantuan tapi uangnya
langsung habis hanya beberpa hari
karena banyaknya hutang. Kalau kita
punya kerjaan yang jelas mah pasti ga
bakalan kesulitan gini. Mau kerja atau
usaha juga ngerasa minder sama orang
lain yang lulusan SMA dan yang lebih
muda neng.”
12.
ER: Ya neng, kami dapat bantuan PKH
tapi kami terlilit hutang ke bank
keliling dan penghasilan juga ga tetap
jadi serba susah mau apa – apa teh.
Suka ga percaya diri juga kalau mau
kerja yang lain.”

13. U: “Bener pisan, hari ke hari ga ada


perubahan neng. Tetap jadi orang
susah.”

E: “Kalau bisa saya simpulkan ibu – ibu


sekalian mengalami hambatan dalam
kepercayaan diri untuk bekerja ya?

176
A, ER, U: “Bener pisan neng”

E: “Jadi maksud ibu-ibu disini, ibu


ingin menyelesaikan masalah ibu yang
berkaitan dengan kepercayaan diri?”

A, ER, U: “Iya betul neng.”


14.
U: “Iya benar soalnya saya kurang bisa
berbaur sama orang lain selain temen
atau tetangga dekat”

E: “Jadi ibu disini setuju ya untuk


masalah yang akan diselesaikan itu
terkait dengan kepercayaan diri ibu –
ibu sekalian?”

A, ER, U: “Iya setuju.”

E: “Baik ibu, mungkin untuk


15.
pertemuan kali ini cukup disini ibu-ibu,
mungkin kita bisa lanjutkan
dipertemuan selanjutnya. Sebelumnya
terimakasih banyak ibu sudah mau
untuk diwawancara dan diajak diskusi
seperti ini. Maaf juga ibu apabila saya
mengganggu aktivitas ibu.”

ER: “Ih ngga apa – apa atu neng.”


.
E: “Kalau begitu saya pamit dulu ya
ibu, Assalamualaikum?”

A, ER, U: “Wa’alaikumsalam, hati-hati


neng.”

177
Lampiran 9 Catatan Ringkas Praktik Aras Messo
CATATAN RINGKAS
Topik Wawancara : Asesmen PRSE
Nama Informan/Responden : Ibu A, Ibu ER, dan Ibu U
Hari/Tanggal : Jum’at/19 Maret 2021
Tujuan Wawancara : Mengenal dan memahami permasalahan yang
dialami keluarga A, keluarga ER, dan keluarga U
serta kebijakan dan program yang pernah diterima
selama ini.

Isi Wawancara :

Ibu A, Ibu ER, dan Ibu U merupakan beberapa PRSE yang terdapat di RT 01
Desa Cikalongwetan. Ibu A, Ibu ER dan Ibu U merupakan warga asli Desa
Cikalongwetan. Ibu – ibu PRSE yang ada di wilayah RT 01 sebagian besar bekerja
sebagai serabutan dan pedagang.
Penghasilan yang didapat oleh para ibu – ibu sangat minim sehingga mereka
mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang melatar
belakangi banyak ibu – ibu yang akhirnya terlilit banyak hutang ke bank keliling.
Ibu A, Ibu ER dan Ibu U memiliki permasalahan yang berkaitan dengan
kepercayaan diri yang rendah. Ibu A, Ibu ER, dan Ibu U merupakan seorang penerima
bantuan dari pemerintah. Bantuan yang diterima oleh mereka berupa PKH, BPNT,
KIP, dan KIS.

178

Anda mungkin juga menyukai