Anda di halaman 1dari 13

EVIDANCE BASED NURSING PRACTICE

KEPERAWATAN ANAK

DISUSUN OLEH:
AULA RAHMAWATI
2111437252

Hari/Tanggal Dinas: Kamis-Selasa, 13-18 Desember 2021


Pembimbing Akademik: Ns. Ririn Muthia Zukhra, M.Kep

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
EVIDANCE BASED NURSING PRACTICE

1. Judul Penelitian:
Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Sebagai Dampak
Hospitalisasi di RSUD Ambarawa.
2. Penelitian Oleh:
Erna Setiawati, dan Sundari.
3. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain dalam menurunkan
kecemasan sebagai dampak hospitalisasi.
4. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperiment dengan desain one group pre test-
dan post test design dimana data yang menyangkut variabel bebas dan terikat akan
dikumpulkan sebelum dan sesudah terapi diberikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei – Agustus 2018 di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang. Teknik pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji wilcoxon.
5. Sampel:
Jumlah subjek penelitian yang digunakan sejumlah 30 subjek dengan teknik pengambilan
sampel accidental sampling.
6. Hasil:
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh Terapi Bermain terhadap
kecemasan sebagai dampak hospitalisasi di RSUD Ambarawa. Sebelum dilakukan
pengujian hipotesis terlebih dahulu dengan Shapiro wilk didapatkan nilai sig pre=0.156
dan post =0.002, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal, oleh karena itu
pengujian dilanjutkan dengan uji wilcoxon dengan α sebesar 0.05. Analisis untuk
mengetahui peran terapi bermain dalam menurunkan kecemasan pada anak sebagai
dampak hospitalisasi menggunakan α=0.05, perhitungan menggunakan aplikasi computer
dapat ditunjukkan pada table 5.4 dapat diketahui terjadi perubahan kecemasan anak yang
mengalami hospitalisasi di RSUD Ambarawa. Penurunan nilai rata-rata kecemasan dari
17.67 menjadi 14.87. Dari hasil analisis diketahui p value = 0.003. (< 0.05) yang artinya
bahwa p value < 0.05, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima dimana secara
statistic dapat dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan kecemasan anak yang
dihospitalisasi setelah diberikan terapi bermain di RSUD Ambarawa.
7. Kesimpulan:
Terdapat penurunan tingkat kecemasan pada anak akibat hospitalisasi antara sebelum dan
sesudah dilakukan terapi bermain RSUD Ambarawa yaitu nilai rata rata sebesar 20.77,
nilai minimum 5, nilai maksimum 34 dan standar deviasi 8.310 menjadi nilai rata rata
sebesar 14.87, nilai minimum 7, nilai maksimum 24 dan standar deviasi 5.290. Ada
pengaruh terapi bermain terhadap penurunan kecemasan anak sebagai dampak
hospitalisasi di RSUD Ambarawa dengan P-value =0.003< α=0.0. Demikian dapat
disimpulkan bahwa terapi bermain efektif menurunkan kecemasan pada anak sebagai
dampak hospitalisasi di rsud ambarawa.
8. Analisis keterkaitan hasil penelitian dalam menyelesaikan permasalahan kasus
Hospitalisasi dapat dianggap sebagai sesuatu pengalaman yang mengancam dan
dapat dianggap sebagai stressor, serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Hal tersebut terjadi dimana kondisi anak tidak memahami mengapa dirawat, sehingga
akan terjadi stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan
kebiasaan sehari hari dan keterbatasan mekanisme koping. Anak yang sakit
dimungkinkan di rawat di rumah sakit khusus anak atau di rumah sakit umum yang
memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu mempertimbangkan kebutuhan dan
perkembangan anak dengan mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan
perabotan yang berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang
menarik dan familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi berbagai
macam alat bermain. Menurt marks (1998) dalam Utami (2014), tempat bermain
sebaiknya memiliki area yang luas untuk memfasilitasi mobilitas kursi roda, standar infus
dan anak yang terpasang traksi. Keberagaman alat bermain sesuai dengan usia dan
kebutuhan anak penting dimiliki untuk melengkapi tempat bermain tersebut. Meskipun
tempat bermain penting disediakan di setiap bangsal anak terdapat beberapa kondisi yang
memungkinkan anak tidak dapat terlibat di dalam tempat bermain. Situasi ini
mengharuskan perawat lebih kreatif untuk memberikan kesempatan bermain pada anak
(Utami, Y,2014).
Terapi bermain diharapkan dapat menjadi alternative dalam menangani
kecemasan anak. Agar anak dapat bermain secara efektif dirumah sakit. Hal ini didukung
oleh berbagai penelitian yang dilakukan diantaranya oleh Kaluas I, Ismanto dan Kundre
(2015) didapatkan hasil bahwa terapi bermain puzzle dan bercerita juga efektif dalam
penurunan kecemasan anak usia prasekolah selama hospitalisasi di ruang anak manado.
Perawat dapat menggunakan terapi bermain untuk membantu menurunkan stress dan
kecemasan pada anak yang berhubungan dengan hospitalisai. Bermain yang dimaksudkan
adalah permainan therapeutic (therapeutic play), yaitu, upaya yang dilakukan untuk
membantu melanjutkan perkembangan normal yang memungkinkan anak berespon lebih
efektif terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman pengobatan,merupakan permainan
bentuk kecil berfokus pada bermain sebagai mekanisme perkembangan dan peristiwa
yang kritis seperti hospitalisasi, terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tergantung dengan
kebutuhan perkembangan anak maupun lingkungan, dan dapat disampaikan dalam
berbagai bentuk yang diantaranya adalah wayang interaktif, seni ekspresi atau kreatif,
permainan boneka dll (Utami, 2014)
9. Daftar Pustaka
Erna Setiawati., & Sundari. (2019). Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan
Kecemasan Pada Anak Sebagai Dampak Hospitalisasi di RSUD Ambarawa.
Indonesian Journal of Midwivery (IJM), (2)1, 17-22.
http://jurnal.unw.ac.id/index.php/ijm.
EVIDANCE BASED NURSING PRACTICE

1. Judul Penelitian:
Aplikasi Terapi Bermain sebagai Intervensi Distraksi pada Anak dengan Prosedur
Pembedahan.
2. Penelitian Oleh:
Sholihatul Amaliya, Rinik Eko Kapti, Septi Dewi Rachmawati, dan Nurona Azizah.
3. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan terapi bermain sebagai intervensi distraksi
pada anak dengan prosedur pembedahan.
4. Metode:
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dilakukan di ruang Rinjani yang
merupakan ruang bedah anak di rumah sakit dr Saiful Anwar Malang dengan melibatkan
anak yang akan dan telah menjalani prosedur pembedahan (pre operasi dan post operasi)
dengan kelompok usia toodler (1-<3 tahun), pra-sekolah (3-6 tahun) dan usia sekolah (> 6
tahun-12 tahun). Peserta terapi bermain dengan kriteria tidak dalam kondisi bed rest total,
diizinkan oleh orang tua dan tidak sedang tidur saat kegiatan dilakukan. Kegiatan terapi
bermain yang pertama yaitu terapi bermain tunggal (solitary play) diperuntukkan bagi
anak-anak dengan kondisi post-operasi dimana anak masih belum mampu mobilisasi dari
tempat tidur sehingga terapi bermain dilakukan di tempat tidur masing-masing. Kegiatan
terapi bermain dimulai dengan penjelasan tujuan dan prosedur terapi bermain oleh tim
pengabdian masyarakat. Selanjutnya dilakukan pengukuran tingkat nyeri anak oleh
observer yang dilakukan 5 menit sebelum kegiatan dimulai. Pada terapi bermain jenis ini,
masing-masing anak bermain sendiri dengan alat permainan yang berbeda-beda. Alat
permainan yang digunakan disesuaikan dengan kategori usia anak dan kegiatan terapi
bermain dilakukan selama 30 menit. Setelah kegiatan terapi bermain selesai, dilakukan
evaluasi tingkat nyeri anak dengan Visual Analogue Scale (VAS). VAS terdiri dari 10
deret angka (1-10) pada garis lurus dengan ekspresi wajah yang berbeda ditambah dengan
keterangan saya tidak cemas pada angka 1 dan saya merasa sangat cemas pada angka 10.
VAS akan diisi oleh observer pada anak usia toddler dan prasekolah karena keterbatasan
kemampuan berbicara, sedangkan pada anak usia sekolah bisa lansung dipilih oleh anak.
Kegiatan terapi bermain yang kedua yaitu terapi bermain asosiatif diperuntukkan bagi
anak-anak yang akan menjalani prosedur pembedahan (pre-operasi). Pada jenis permaian
asosiatif ini anak melakukan permainan yang sama secara berkelompok namun tidak ada
pembagian tugas anak. Bentuk permaian yang digunakan yaitu puzzle sederhana dan
dilakukan selama 30 menit. Puzzle yang digunakan merupakan puzzle sederhana yang
terdiri dari 6 hingga 8 bagian berbentuk kendaraan dan hewan. Pada kegiatan ini tim
terdiri dari 3 orang yaitu ketua yang memimpin dan menjelaskan permaian, fasilitator
yang membantu memfasilitasi anak dalam proses bermain dan observer yang
mengevaluasi tingkat kecemasan anak dengan VAS sebelum (5 menit sebelum kegiatan
dimulai) dan setelah kegiatan (5 menit setelah kegiatan selesai). Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dengan uji statistik paired t-test dengan bantuan spss 16 dengan
tingkat kemaknaan α< 0,05.
5. Hasil yang di ukur:
Skala nyeri melalui Visual Analogue Scale (VAS).
6. Sampel:
Desain penelitian ini menggunakan pre-post test nonequivalent control group dengan
jumlah sampel 32 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok intervensi.
7. Hasil:
Peserta pengabdian masyarakat mayoritas adalah laki-laki (71,4) dengan rerata usia 4,6
tahun dengan kelompok usia terbanyak adalah usia pra-sekolah, diikuti usia sekolah dan
usia toodler. Peserta yang dirawat di ruang Rinjani mayoritas mengalami penyakit atresia
ani (23,8%) diikuti dengan ependisitis, hidrosefalus dan invaginasi. Mayoritas peserta
dalam kondisi post operasi (81%) sehingga sebagian besar kegiatan terapi bermain
dilakukan dengan jenis tunggal di tempat tidur masing-masing anak (81%). Jenis terapi
bermain tunggal atau solitary play sesuai untuk kondisi post operasi, dimana anak belum
mampu melakukan mobilisasi dari tempat tidur (Hassan et al., 2019). Dalam terapi
bermain jenis tunggal ini anak-anak bermain sendiri-sendiri dengan jenis bermain yang
berbeda yang disesuaikan dengan kelompok usia anak. bermain adalah 5,1 dimana skor
ini termasuk dalam kategori nyeri sedang (skor 4-6), sedangkan setelah pelaksanaan
terapi bermain terjadi penurunan skor nyeri menjadi 2,7 yang masuk dalam kategori nyeri
ringan (skor 1-3). Uji bivariat menunjukkan terdapat perbedaan signifikan skor nyeri pada
anak sebelum dan setelah dilakukan terapi bermain (p=0,001; α< 0,05).
8. Kesimpulan:
Mayoritas anak yang dirawat diruang Rinjani rumah sakit dr Saiful Anwar baik yang akan
dan telah menjalani prosedur pembedahan didominasi jenis kelamin laki-laki, usia pra-
sekolah dengan diagnosis medis atresia ani. Mayoritas anak peserta kegiatan pengabdian
masyarakat pada kondisi post operasi sehingga terapi bermain yang dapat dilakukan
adalah jenis tunggal. Pemberian terapi bermain pada anak yang akan dan telah menjalani
prosedur pembedahan efektif dalam menurunkan tingkat nyeri dan kecemasan anak. Oleh
karena itu kegiatan terapi bermain ini dapat dilakukan secara teratur di ruang Rinjani
sebagai salah satu metode non-farmakologis untuk menurunkan tingkat nyeri dan
kecemasan anak.

9. Analisis keterkaitan hasil penelitian dalam menyelesaikan permasalahan kasus


Prosedur pembedahan telah diketahui menyebabkan trauma, stress dan nyeri pada anak
(Yayan et al., 2020). Nyeri yang terjadi setelah prosedur pembedahan disebabkan oleh
kerusakan jaringan dan saraf akibat proses pembedahan (Hassan et al., 2019). Terapi
bermain sebagai salah satu intervensi keperawatan telah terbukti efektif menurunkan
kecemasan, ketakutan dan nyeri anak dimulai pada periode masuk rumah sakit hingga
periode post operasi atau bahkan hingga keluar rumah sakit (Koukourikos et al., 2015).
Salah satu alasan terapi bermain terbukti efektif pada anak-anak adalah karena anak pada
umunya belum mengembangkan penalaran abstrak dan keterampilan verbal seperti orang
dewasa, dimana pada periode anak aktifitas bermain merupakan kata dan kalimat anak
untuk mengekspresikan apa yang dirasakan. Bermain juga dapat menjadi penetral
kecemasan atau trauma yang dialami anak akibat suatu peristiwa dalam hal ini adalah
perosedur pembedahan (Deshpande & Rajesh, 2014). Aktifitas yang dilakukan anak
melalui terapi bermain dapat merangsang peningkatan aktifitas opioid endogen pada
sistem saraf pusat dan perifer serta dapat mendorong euphoric state (keadaan
menyenangkan) dan menurunkan nyeri. Manfaat ansiolitik (anticemas) dari aktifitas anak
melalui terapi bermain karena kegiatan ini menjadi distraksi dari stresor yang sedang
dialami anak (nyeri post operasi dan kecemasan). Selain itu terapi bermain bisa menjadi
sebuah periode “time out” atau istirahat anak dari aktifitas rutin setiap hari di rumah sakit.
Oleh karena itu terapi bermain dapat menginduksi hypoalgesia (Exercise induces
hypoalgesia, EIH) dimana aktifitas dari terapi bermain dapat meningkatkan ambang batas
nyeri dan toleransi serta pengurangan intensitas nyeri selama dan setelah aktifitas
(Deshpande & Rajesh, 2014). Pelaksanaan terapi bermain di layanan rumah sakit harus
memperhatikan fleksibilitas dan pengulangan dalam waktu pelaksanaannya. Selain itu
dibutuhkan ekstra tenaga dan dukungan dari rumah sakit dalam mengimplementasikan
kegiatan terapi bermain di rumah sakit secara rutin.
10. Daftar Pustaka
Amaliya, S., Kapti, R. E., Rachmawati, S. D., & Azizah, N. (2021). Aplikasi Terapi
Bermain Sebagai Intervensi Distraksi Pada Anak Dengan Prosedur Pembedahan.
Caring: Jurnal Pengabdian Masyarakat, (1)1, 30-39. Diperoleh dari
https://cjpm.ub.ac.id/index.php/cjpm/article/donwload/2/6
EVIDANCE BASED NURSING PRACTICE

1. Judul Penelitian:
Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-6 tahun terhadap Kecemasan Pra Operasi.
2. Penelitian Oleh:
Aprina, Novri Ardiyansa, dan Sunarsih.
3. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat
kecemasan pra operasi di Ruang Bedah Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
4. Metode:
Metode yang dilakukan pada penelitian saat ini adalah penelitian Quasy Experiment
dengan rancangan one group pretest-posttest Peneliti menggunakan uji t dependent.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak pra operasi di Ruang Bedah Anak RSUD Dr. H.
Abdoel Moeloek Provinsi Lampung. Populasi yang diambil pada peneltian ini yaitu 30
orang yang merupakan pasien yang akan menjalani operasi elektif di Ruang Bedah Anak
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik accidental sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi
yang terdiri dari 5 domain dan 22 kategori, menggunakan alat ukur kecemasan MYPAS
(Modifiet Yale Preoperatif anxiety scale) Skor 23-100 <30: tidak cemas, 30-53: cemas
ringan, 53-77: cemas sedang 78-100: cemas berat.
5. Hasil yang di ukur:
Penelitian menggunakan alat ukur kecemasan MYPAS (Modifiet Yale Preoperatif anxiety
scale) Skor 23-100 jika <30: tidak cemas, 30-53: cemas ringan, 53-77: cemas sedang 78-
100: cemas berat.
6. Sampel:
Populasi yang diambil pada peneltian ini yaitu 30 orang yang merupakan pasien yang
akan menjalani operasi elektif di Ruang Bedah Anak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling.
7. Hasil:
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata skor kecemasan kelompok responden
sebelum mendapat terapi bermain puzzle adalah 64,30 dengan standar deviasi (SD)
10,697 dan skor kecemasan terendah adalah 46 (cemas ringan) serta skor kecemasan
tertinggi adalah 83 (cemas berat) dan rata-rata skor kecemasan kelompok responden
sesudah mendapat terapi bermain puzzle adalah 48,60 dengan standar deviasi (SD) 11,970
dan skor kecemasan terendah adalah 31 (cemas ringan) serta skor kecemasan tertinggi
adalah 75 (cemas sedang).
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor indeks kecemasan responden
sebelum terapi bermain puzzle adalah 64,30. Pada pengukuran rata-rata skor kecemasan
setelah terapi bermain puzzle didapatkan rata-rata kecemasan adalah 48,60. Nilai
perbedaan rata-rata skor indeks kecemasan sebelum dan sesudah terapi bermain puzzle
adalah 15,7. Hasil uji statistik dengan uji t dependent didapatkan hasil p-value sebesar
0,00>ɑ (0,05), maka dapat disimpulkan ada pengaruh rata-rata tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle.
8. Kesimpulan:
Terdapat pengaruh terapi bermain puzzle terhadap kecemasan anak pra operasi. Hal
tersebut dikarenakan terapi bermain puzzle dapat mengalihkan perhatian anak sehingga
pikiran anak tidak terlalu fokus terhadap tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Selain itu penerapan terapi bermain menunjukan prilaku saling mengerti antara perawat
dengan anak, sehingga akan menumbuhkan saling percaya. Demikian dapat disimpulkan
bahwa terapi bermain puzzle efektif menurunkan kecemasan anak pra operasi.
9. Analisis keterkaitan hasil penelitian dalam menyelesaikan permasalahan kasus
Anak yang sedang sakit hampir selalu memperlihatkan sikap yang sangat mudah
tersinggung, mudah cemas, menjadi pemarah, agresif, penakut, curiga, dan lebih sensitif.
Anak dihadapkan pada lingkungan yang asing, orang-orang yang tidak dikenal, dan
gangguan terhadap gaya hidup mereka pada saat di rumah sakit. Sebagian besar stres di
usia pertengahan anak periode prasekolah adalah cemas karena perpisahan. Hubungan
anak dan ibu sangat dekat, akibatnya perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang
dikenal olehnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan
rasa cemas. Salah satu cara mengatasi kecemasan pada anak adalah dengan terapi
bermain. Fungsi khusus bermain pada anak mencakup perluasan keterampilan
sensorimotor, kreativitas, intelektual dan perkembangan sosial. Bermain merupakan
aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling penting untuk
penatalaksanaan stres karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan
karena situasi tersebut sering disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain
untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam
menghadapi stres. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan
anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga ikut terhenti
pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit.
Salah satu contoh permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle
dapat meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Permainan puzzle merupakan
salah satu permainan edukatif yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan kecerdasan
anak. Bermain puzzle mengajarkan anak untuk bersabar dan melatih keterampilan anak
dalam menyusun puzzle untuk kembali menjadi puzzle yang utuh. Menurut Soebachman
(2012) bermain puzzle merupakan permainan yang terdiri atas kepingan-kepingan dari
satu gambar tertentu yang dapat melatih tingkat konsentrasi. Bermain puzzle dapat
dilakukan oleh anak-anak hingga anak belasan tahun, tetapi tentu saja tingkat
kesulitannya harus di sesuaikan anak yang memainkanya. Terapi bermain dengan puzzle
sangat bermakna dalam mengurangi kecemasan pada anak karena membutuhkan
kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya, lambat laun akan membuat mental
anak terbiasa untuk bersikap tenang, tekun dan sabar dalam menghadapi dan
menyelesaikan sesuatu.
10. Daftar Pustaka
Aprina., Ardiyansa, N., & Sunarsih. (2019). Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-6
tahun terhadap Kecemasan Pra Operasi. Jurnal Kesehatan (10)2. Diperoleh dari
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
TERAPI BERMAIN PUZZLE
1. Definisi tindakan
Supartini (2004) menjelaskan bahwa bermain sebagai aktivitas yang dapat dilakukan anak
sebagai stimulasi pertumbuhan dan perkembanganya dan bermain pada anak menjadi media bagi
anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman selama
di rumah sakit. Kegiatan bermain dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan
ataupun kepuasan. Dengan melakukan permainan yang menyenangkan dapat membuat anak
menjadi senang. Menurut Nursalam et al (2005) dengan bermain akan mempengaruhi kesehatan
seorang anak. Terapi bermain dengan puzzle sangat bermakna dalam mengurangi kecemasan pada
anak karena membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya, lambat laun akan
membuat mental anak terbiasa untuk bersikap tenang, tekun dan sabar dalam menghadapi dan
menyelesaikan sesuatu.
2. Tujuan tindakan
 Mengurangi nyeri, perasaan takut dan cemas
 Meningkatkan konsentrasi
 Melatih koordinasi antara mata dan tangan
 Mengasah keterampilan pemecahan masalah dan penalaran
 Melatih daya kreativitas anak sehingga anak dapat merelaksasikan pikiran dan
mengeluarkan hormone endhorphin yang dapat membuat anak senang.
3. Alat dan bahan yang dibutuhkan
a. 1 Set Alat Permainan puzzle
b. Jam/Timer
c. Lembar Observasi
4. Prosedur yang digunakan
No. Kegiatan

1 Pra Interaksi
a. Periksa catatan awal dan kaji catatan medis
b. Kaji kebutuhan pasien
c. Eksplorasi dan validasi perasaan pasien
2 Orientasi
a. Beri salam dan panggil anak dengan namanya
b. Jelaskan pada anak dan keluarga tindakan yang akan dilakukan
c. Menjelaskan manfaat dari terapi bermain puzzle
d. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan
e. Atur posisi yang nyaman
f. Anak dalam kondisi sadar dan tidak mengantuk

3 Kerja
a. Instruksikan anak untuk memilih gambar puzzle yang ingin disusun oleh anak.
b. Ajarkan anak bagaimana cara menyusun puzzle
c. Anjurkan anak menyusun puzzle secara mandiri
d. Memberikan penghargaan kepada anak atas hasil karyanya

4 Terminasi
a. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan.
b. Simpulkan hasil prosedur yang dilakukan.
c. Rapikan peralatan dan cuci tangan.

5 Dokumentasi
a. Jenis kegiatan yang dilakukan
b. Respon pasien
c. Waktu dan TTD perawat
d. RTL

Anda mungkin juga menyukai