JAWAB
1. Salisbury (1996) mengidentifikasi lima teknologi yang dapat digunakan untuk mengubah
pendidikan dan meningkatkan keunggulan kompetitifnya, yaitu:
Teknologi Informasi: Penggunaan teknologi informasi (TI) dalam pendidikan dapat membantu
mempercepat akses terhadap informasi, mengelola data, dan memperluas jangkauan pendidikan. TI
dapat digunakan untuk membuat sistem manajemen pembelajaran yang efektif, termasuk e-
learning, video conferencing, dan sistem manajemen jaringan.
Teknologi Komunikasi: Teknologi komunikasi, seperti internet dan jaringan, memungkinkan siswa
dan guru untuk terhubung dengan mudah, mengakses sumber daya pembelajaran, dan
berkomunikasi dengan cara yang lebih efektif. Teknologi ini juga memungkinkan siswa untuk
berpartisipasi dalam diskusi dan kolaborasi yang lebih produktif dengan teman sekelas dan guru.
Teknologi Produksi: Teknologi produksi mencakup penggunaan perangkat lunak dan peralatan
produksi untuk menghasilkan materi pembelajaran yang berkualitas tinggi. Teknologi ini dapat
digunakan untuk membuat video pembelajaran, aplikasi pembelajaran, dan program pelatihan
interaktif.
Teknologi Manufaktur: Teknologi manufaktur mencakup teknologi yang digunakan untuk membuat
produk, termasuk teknologi pencetakan 3D, robotika, dan otomatisasi. Dalam konteks pendidikan,
teknologi ini dapat digunakan untuk membuat model dan prototipe, dan membantu siswa
memahami konsep dengan lebih baik.
Teknologi Biologi: Teknologi biologi mencakup teknologi yang digunakan untuk memahami dan
memanipulasi organisme hidup, seperti teknologi genetik dan bioteknologi. Dalam pendidikan,
teknologi ini dapat digunakan untuk mempelajari ilmu biologi dan memahami bagaimana organisme
hidup berfungsi.
Dengan mengintegrasikan teknologi ini dalam pendidikan, sekolah dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pembelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tuntutan dunia kerja yang
terus berkembang.
2. Paradigma pengajaran (teaching) adalah paradigma pendidikan yang fokus pada guru sebagai
pusat perhatian dalam proses belajar-mengajar. Paradigma ini mendorong siswa untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari guru dan bahan ajar yang disediakan. Tujuan utama dari
paradigma pengajaran adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa agar
mereka dapat menguasai materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Proses belajar dipandang
sebagai transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.
Paradigma pembelajaran (instruction) adalah paradigma pendidikan yang lebih menekankan pada
peran siswa dalam proses belajar-mengajar. Paradigma ini menempatkan siswa sebagai subjek
pembelajaran yang aktif, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Tujuan
utama dari paradigma pembelajaran adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan melalui partisipasi aktif dalam proses belajar. Siswa diberikan kebebasan untuk
memilih cara belajar yang paling cocok untuk mereka dan memperoleh pengetahuan dari berbagai
sumber, bukan hanya dari guru.
Paradigma proses belajar (learning) adalah paradigma pendidikan yang menempatkan fokus pada
proses belajar siswa. Paradigma ini mengakui perbedaan individualitas siswa dalam cara mereka
belajar dan memproses informasi, serta menekankan pentingnya pembelajaran sepanjang hayat.
Tujuan utama dari paradigma proses belajar adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan
belajar secara mandiri dan mendorong mereka untuk terus belajar sepanjang hayat. Guru berperan
sebagai fasilitator dan memberikan panduan kepada siswa dalam membangun kemampuan belajar
yang mandiri.
Perkembangan paradigma pendidikan ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan lagi hanya tentang
transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi juga membantu siswa untuk belajar secara
mandiri dan mengembangkan kemampuan belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, sistem
pendidikan harus memperhatikan kebutuhan individualitas siswa dan memfasilitasi mereka untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat yang terus
berkembang.
3. Menurut Zaltman, terdapat beberapa atribut inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya inovasi diterima oleh anggota sistem sosial, diantaranya:
Keuntungan relatif (Relative advantage): Atribut ini mengacu pada seberapa besar keuntungan atau
manfaat yang dirasakan oleh anggota sistem sosial dalam menggunakan inovasi dibandingkan
dengan solusi atau produk yang sudah ada sebelumnya. Semakin besar keuntungan relatif suatu
inovasi, semakin cepat pula inovasi tersebut diterima.
Kompatibilitas (Compatibility): Atribut ini mengacu pada sejauh mana inovasi tersebut sesuai dengan
nilai-nilai, kebutuhan, dan pengalaman anggota sistem sosial. Semakin tinggi tingkat kompatibilitas,
semakin cepat pula inovasi diterima oleh anggota sistem sosial.
Kemudahan penggunaan (Ease of use): Atribut ini mengacu pada seberapa mudah inovasi digunakan
oleh anggota sistem sosial. Semakin mudah penggunaan inovasi, semakin cepat pula inovasi diterima
oleh anggota sistem sosial. Sebaliknya, semakin rumit penggunaan inovasi, semakin lambat pula
inovasi diterima.
4. Dr. Ibrahim, seorang pakar pendidikan, mengidentifikasi beberapa faktor penghambat inovasi
pendidikan, antara lain:
1. Tradisi dan budaya yang kuat: Beberapa budaya dan tradisi masyarakat membatasi perubahan
dan inovasi. Ketika orang merasa nyaman dengan cara-cara lama, mereka mungkin enggan mencoba
hal baru. Misalnya, beberapa budaya menganggap guru sebagai otoritas tertinggi dalam kelas, dan
inovasi yang mengubah peran guru dapat ditolak oleh masyarakat.
2. Kurangnya sumber daya: Implementasi inovasi pendidikan sering kali membutuhkan biaya dan
sumber daya, seperti teknologi, buku, dan pelatihan. Jika sumber daya terbatas, maka akan sulit
untuk menerapkan inovasi tersebut.
3. Ketidakpercayaan pada inovasi: Beberapa orang mungkin meragukan efektivitas dari inovasi baru
dan tidak ingin mengambil risiko dengan mengubah cara pembelajaran yang sudah ada. Kurangnya
bukti empiris atau bukti yang kuat tentang keefektifan inovasi juga dapat menyebabkan
ketidakpercayaan.
4. Tidak ada dukungan dari pemerintah dan kepala sekolah: Inovasi membutuhkan dukungan dan
motivasi dari pemerintah dan kepala sekolah. Jika pemerintah dan kepala sekolah tidak mendukung
inovasi, maka implementasinya akan sulit.
5. Ketidakcocokan antara inovasi dengan kebutuhan dan nilai masyarakat: Inovasi pendidikan harus
mempertimbangkan kebutuhan dan nilai masyarakat. Jika inovasi tidak sesuai dengan kebutuhan
dan nilai masyarakat, maka sulit untuk diterima dan diimplementasikan.
6. Kurangnya pemahaman tentang inovasi: Beberapa orang mungkin tidak memahami sepenuhnya
tentang inovasi dan cara kerjanya. Kurangnya pemahaman ini dapat menyebabkan ketakutan dan
resistensi terhadap inovasi.
5. Globalisasi dan desentralisasi dalam bidang pendidikan adalah dua isu yang saling terkait dan
mempengaruhi satu sama lain. Dalam konteks globalisasi, pendidikan dianggap sebagai salah satu
faktor yang memainkan peran penting dalam menghubungkan dan mengintegrasikan berbagai
budaya dan negara. Globalisasi dalam pendidikan mengacu pada pertukaran gagasan, teknologi, dan
pendekatan pendidikan dari berbagai negara. Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar dari
pengalaman dan budaya berbeda, sehingga membuka wawasan dan kesempatan baru bagi mereka.
Namun, dampak globalisasi dalam pendidikan tidak selalu positif. Dalam beberapa kasus, globalisasi
dapat menyebabkan homogenisasi budaya dan menimbulkan kekhawatiran tentang kehilangan
identitas budaya yang unik. Selain itu, ada kemungkinan bahwa pengaruh global dapat mengabaikan
masalah lokal yang penting dan khas untuk suatu negara atau daerah.
Desentralisasi dalam pendidikan, di sisi lain, mengacu pada pemberian wewenang dan tanggung
jawab kepada pemerintah daerah atau lokal dalam mengelola pendidikan di wilayah mereka.
Desentralisasi memungkinkan pemerintah lokal untuk lebih memahami dan menanggapi kebutuhan
pendidikan masyarakat mereka, serta memungkinkan untuk mempercepat pembangunan
pendidikan secara lokal.
Namun, seperti halnya dengan globalisasi, desentralisasi juga dapat memiliki dampak negatif.
Pemerintah daerah yang kurang berkualitas atau kurang terlatih dapat mengakibatkan ketidakadilan
dalam pembangunan pendidikan dan kebijakan pendidikan yang tidak konsisten. Selain itu,
terkadang desentralisasi dapat menyebabkan peningkatan biaya pendidikan dan ketidakmerataan
dalam kualitas pendidikan.
Oleh karena itu, dinamika dan makna globalisasi dan desentralisasi dalam pendidikan perlu
diperhatikan secara hati-hati. Kedua faktor ini dapat saling melengkapi dan memperkuat satu sama
lain, tetapi juga dapat saling bertentangan dan menghasilkan dampak negatif jika tidak diatur
dengan baik.