Anda di halaman 1dari 53

Case Report

NY. K 68 TAHUN DENGAN GANGGUAN MENTAL LAINNYA AKIBAT


KERUSAKAN DAN DISFUNGSI OTAK + EPISODE DEPRESIF

Oleh:

Sarah Gustia Woromboni

(H1AP21017)

Pembimbing:

dr. Ermiati, Sp. KJ

SMF BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sarah Gustia Woromboni

NPM : H1AP21017

Fakultas : Kedokteran dan Ilm u Kesehatan

Judul : Ny. K 68 Tahun Dengan Gangguan Mental Lainnya Akibat


Kerusakan dan Disfungsi Otak + Episode Depresif

Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa

Pembimbing : dr. Ermiati, Sp.KJ.

Bengkulu, Maret 2023


Pembimbing

dr. Ermiati, Sp.KJ.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Pencipta alam semesta yang menjadikan malam dan siang, yang tidak pernah tidur
dan lupa, melalui kasih sayang-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus dengan judul “Ny. K 68 Tahun Dengan Gangguan
Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak + Episode Depresif”
dengan baik sebagai salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi
Bengkulu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada:

1. dr. Ermiati, Sp.KJ. selaku pembimbing yang telah bersedia membimbing


penulis dari awal hingga akhir penulisan dan meluangkan banyak waktu,
tenaga serta ide-ide baru yang membantu penulis dalam menyelesaikan
penyusunan laporan kasus ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material
kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Semoga seluruh kebaikan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata
penulis berharap laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, sumbangan
pemikiran, dan ide baru bagi pembaca.

Bengkulu, Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1

BAB II. LAPORAN KASUS ............................................................................... 3

2.1. Identitas Pasien .......................................................................................... 3

2.2. Riwayat Psikiatri........................................................................................ 3

2.2.1. Keluhan Utama................................................................................ 4

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang............................................................. 4

2.2.3. Riwayat Penyakit Sebelumnya........................................................ 6

2.2.4. Riwayat Kehidupan Pribadi ............................................................ 6

2.2.5. Riwayat Pelanggaran Hukum.......................................................... 8

2.2.6. Riwayat Keluarga............................................................................ 8

2.2.7. Situasi Kehidupan Sekarang ......................................................... 10

2.2.8. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga ............................................... 11

2.2.9. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya, Lingkungan, dan Harapan. .... 11

2.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 11

2.3.1. Status Generalis............................................................................. 11

2.3.2. Status Neurologis .......................................................................... 13

2.4. Pemeriksaan Status Mental..................................................................... 13

2.4.1. Deskripsi Umum ........................................................................... 13

2.4.2. Alam Perasaan............................................................................... 14

iv
2.4.3. Fungsi Intelektual atau Kognitif ................................................... 14

2.4.4. Gangguan Persepsi ........................................................................ 15

2.4.5. Proses Pikir ................................................................................... 16

2.4.6. Pengendalian Impuls ..................................................................... 16

2.4.7. Daya Nilai ..................................................................................... 16

2.4.8. Tilikan atau Insight ....................................................................... 16

2.5 Pemeriksaan Diagnosis Lanjut .....................Error! Bookmark not defined.

2.6 Iktisar Penemuan Bermakna ................................................................... 17

2.7 Diagnosis Multiaksial................................................................................ 17

2.8 Daftar Masalah...............................................Error! Bookmark not defined.

2.9 Prognosis .........................................................Error! Bookmark not defined.

2.10 Perencanaan Terapi ................................................................................ 19

2.12 Follow Up Kondisi Pasien....................................................................... 22

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 1

2.1. Definisi.................................................................................................... 1

2.2. Epidemioloogi ........................................................................................ 2

2.3. Etiologi ................................................................................................... 2

2.4. Manifestasi Klinis.................................................................................. 5

2.5. Diagnosis ................................................................................................ 7

2.6. Tatalaksana............................................................................................ 9

BAB IV. PEMBAHASAN................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

LAMPIRAN..............................................................Error! Bookmark not defined.

v
BAB I. PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) menyebutkan satu dari empat orang


kemungkinan menderita gangguan mental) pada suatu saat dalam kehidupannya. Saat
ini, diperkirakan 450 juta orang di dunia menderita gangguan mental, termasuk
kecanduan alkohol dan penyalahgunaan obat. Gangguan Mental Organik adalah
gangguan jiwa (dengan tanda dan gejala psikotik maupun non-psikotik) yang ada
kaitannya dengan faktor organik spesifik (penyakit/gangguan tubuh sistemik atau
gangguan otak). GMO memiliki tanda dan gejala sebagai berikut: 1) gangguan
sensorium dapat berupa penurunan kesadaran, fluktuasinya kesadaran, dan kesadaran
berkabut; 2) gangguan fungsi kognitif dapat berupa gangguan daya ingat, daya pikir;
3) 3P terganggu, yaitu gangguan dalam pemusatan, pertahankan dan pengalihan
perhatian; 4) gangguan dalam orientasi, waktu, tempat dan orang; 5) gangguan
persepsi, antara lain berupa halusinasi; 6) gangguan isi pikiran, antara lain berupa
waham; 7) gangguan mood antara lain berupa depresif, euphoria, dan cemas.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ-III),
episode depresif merupakan diagnosis kejiwaan yang termasuk dalam kelompok
diagnosis gangguan suasana perasaan (gangguan mood/afektif). Kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini adalah adanya perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek ke arah depresi.1 Menurut Maramis (2009)2 Depresi sering terjadi,
tercatat, dan terkadang tidak diketahui atau tidak bisa diobati di praktek dokter
umum. Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum
ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian.1 Keadaan ini sering
disebutkan dengan istilah kesedihan, murung, dan kesengsaraan. 2 Depresi terkadang
bersifat familial, dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas karena
penyalahgunaan zat kimia atau keinginan bunuh diri.

Pada pria gangguan depresi dapat terjadi dengan prevalensi sekitar 15% dalam
seumur hidup dan pada perempuan dapat mencapai 25% dimana sekitar 10% persen
penderitanya mendapatkan perawatan pada tingkat primer sementara sisanya 15%
dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sebesar 2%, yang

1
2

meningkat pada usia remaja menjadi sebesar 5%.y1,3 Gangguan depresi secara umum
akan menghilang dalam beberapa hari namun4 dapat juga berkelanjutan dan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pada saat i57ni, depresi telah menjadi suatu
gangguan kejiwaan yang sangat berpengaruh terhad5ap kehidupan, dan hampir selalu
menghasilkan hendaya pada fungsi interpersonal, sos6ial dan pekerjaan.1,3

Depresi yang dibiarkan berlarut membebani pikiran, dapat mengganggu


sistem kekebalan tubuh. Apabila kita berada dalam emosi yang negatif seperti rasa
sedih, benci, putus asa, iri, kecemasan, dan kurang bersyukur maka sistem
kekebalan kita menjadi lemah. Dalam suatu penelitian di Amerika, 28 dari 32 orang
pasien telah mengalami stres dan kehidupan yang tragis sebelum terserang penyakit.
Depresi dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menjadi tidak normal. Para
doketr di John Hopkin Medical School menemukan bahwa orang – orang yang
emosional dan pemurung cenderung menderita penyakit yang serius seperti
kanker, tekanan darah tinggi, jantung dan berumur pendek. Berdasarkan hasil
penelitian sejumlah studi pada pasien depresi yang dirawat oleh spesialis, hampir
50% pasien tidak sembuh dalam kurun waktu 6 bulan dan 10% memiliki perjalanan
penyakit yang kronis. Para peneliti meyakini bahwa lebih dari setengah kasus bunuh
diri terjadi pada orang yang mengalami depresi. Ini menunjukkan depresi dapat
memiliki efek yang menghancurkan. Namun pada kebanyakan orang, penyakit ini
bisa diobati. Ketersediaan pengobatan yang efektif dan pemahaman yang lebih baik
tentang dasar biologis terjadinya depresi dapat mengurangi hambatan dalam deteksi
dini, diagnosis yang akurat serta keputusan untuk mencari perawatan medis.3
BAB II. LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Rekam Medis : 100051

Usia : 68 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Status Pernikahan : Sudah Pernah Menikah

Alamat : Desa Fajar Baru, Ketahun, Bengkulu Utara

Tanggal Pemeriksaan : Minggu, 19 Maret 2023

2.2. Riwayat Psikiatri

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis pada tanggal 19


Maret 2023. Autoanamensis pada pasien secara langsung dilakukan di Ruang
Assessment Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. Heteroanamnesis
didapatkan dari anak pasien yang mengantar pasien berobat ke poli. Autoanamnesis
dan heteroanamnesis juga dilakukan pada home visit di rumah pasien yang
beralamatkan di Desa Fajar Baru, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara
pada tanggal 19 Maret 2023.

3
4

2.2.1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan ketakutan yang berlebihan kepada orang lain
sejak ± 3 minggu yang lalu
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar anak bungsu pasien ke poli RSKJ Soeprapto Bengkulu
pada tanggal 7 Maret 2023 dengan mengenakan jilbab berwarna coklat, baju gamis
motif bunga lengan panjang bewarna cokelat, celana panjang bewarna coklat krim,
menggunakan alas kaki sandal, dan berpenampilan cukup rapi.

Pasien datang dengan keluhan merasa ketakutan terhadap orang lain sejak ± 3
minggu yang lalu. Pasien ketakutan karena merasa akan dibunuh dan dipenjarakan,
keluhan ini diawali dengan masalah hutang anak sulungnya yang dahulu pernah
menumpuk ± 10 tahun yang lalu padahal masalah hutang ini telah diselesaikan oleh
keluarga pasien, tetapi pasien tetap yakin kalau hutang tersebut belum dibayar
sehingga pasien selalu membicarakan hutang tersebut. Keluhan takut tersebut muncul
jika ada orang yang datang ke rumah dan saat pasien akan di ajak keluar rumah.
Berdasarkan heteroanamnesis dengan anak bungsu pasien, beliau mengatakan bahwa
ibunya (pasien) mulai sering ketakutan terhadap orang lain seperti ada yang ingin
membunuh dan memenjarakannya, menurut anak bungsu pasien, ibunya mulai
ketakutan berawal dari anaknya yang sulung ini sedang memiliki bisnis jual beli
mobil, lalu suami dari pasien pun membeli salah satu mobil, tetapi saat mobil sudah
diterima ternyata surat-surat kelengkapan pembelian mobil tidak diserahkan oleh
anak sulung pasien, hal ini yang membuat suami pasien terus-menerus menekan
pasien untuk bertanggung jawab dengan masalah yang dibuat oleh anak sulungnya.
Semenjak masalah tersebut juga, hubungan pasien dengan suaminya mulai renggang,
dan 2 bulan terakhir ini sudah berpisah rumah. Pasien juga saat ini tidak tinggal lagi
dirumahnya karena anak bungsunya khawatir dengan kondisi pasien lalu membawa
pasien tinggal bersamanya ditemani menantu dan kedua cucunya yang jarak
rumahnya kira kira ± 5 meter dari rumah pasien.
5

Sejak 2 minggu yang lalu pasien sering terlihat melamun, saat ditinggalkan
sendiri, sehingga pasien mulai mengurangi aktivitas sehari-hari nya seperti
membereskan rumah dan bertani, sampai pasien merasa dirinya sakit lalu mulai
berhenti bekerja bahkan untuk aktivitas ringan di rumah. Selain itu pasien juga selalu
menyiapkan tas yang berisi pakaian dan bekal agar mudah kabur jika ada orang yang
datang untuk menangkap pasien. Pasien mengatakan ketika ketakutan itu muncul,
pasien akan bersembunyi di dalam kamarnya untuk menenangkan dirinya, karena
dalam pikiran pasien setiap kali ada yang bertamu ke rumah, pasti ingin menagih
hutang.

Sejak 1 minggu yang lalu pasien sulit memulai tidurnya atau jika bisa tidur,
pasien akan terbagun ditengah malam dan tidak tertidur hingga pukul 03.00-04.00
WIB. Saat terbangun di malam hari, pasien tidak melakukan aktivitas apa pun selain
melamun dan terus memikirkan masalah hutang anak sulungnya. Selain itu, anak
bungsu pasien mengatakan kalau ibunya merasa menantunya tidak menyukainya dan
merasa sering dibicarakan oleh menantunya, karena sudah menghabiskan uang untuk
mengurus ibunya, sehingga ibu dan istrinya juga jarang mengobrol. Anak bungsu
pasien mengatakan bahwa ibunya yang sehari-hari bertani biasanya selalu mengobrol
bersama tetangga sekitar, atau keluarga. Namun semenjak sakit, ibunya sudah jarang
dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan lebih memilih tinggal saja di
dalam rumah. Pasien sudah pernah dibawa berobat ke puskesmas, karena keluhan
sulit tidurnya, tetapi pasien merasa tidak ada perubahan

Sejak 2 hari yang lalu, anak pasien mengatakan bahwa pasien tampak gelisah
sambil berjalan mondar-mandir di dalam rumah, lalu tiba-tiba pasien mengeluarkan
tas yang sudah disiapkannya dan memaksa untuk pergi dari rumah, karena pasien
merasa polisi akan datang untuk menangkap pasien, saat itu anak bungsunya berusaha
menahan pasien untuk pergi dari rumah, tetapi semenjak itu pasien juga mulai takut
kepada anaknya sendiri, pasien merasa anaknya berlaku kasar terhadap dia. Keluhan
sulit tidur yang dialami pasien juga semakin memberat, hingga pasien tidak bisa tidur
sama sekali. Pasien juga mulai bicara tidak nyambung, setiap anak pasien
6

mengajukan pertanyaan, pasien selalu berulang-ulang mengatakan hutangnya yang


belum dibayar. Akhirnya anak bungsunya berinisiatif membawa pasien ke IGD RSKJ
Soeprapto Provinsi Bengkulu, lalu pasien mendapatkan terapi Clobazam 10 mg,
Haloperidol 0,75 mg dan Trihexyphenidyl 1 mg, setelah itu pasien disuruh datang
lagi ke poli untuk kontrol.

2.2.3. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1) Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri sebelumnya, saat ini adalah
kali pertama pasien berobat untuk keluhannya.

2) Riwayat Gangguan Medik


Pasien memiliki riwayat Hipertensi, tetapi pasien baru mengetahui setelah
melakukan kontrol ke poli RSKJ dan selama ini pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat anti hipertensi
3) Riwayat Penggunaan Zat
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA dan alkohol

2.2.4. Riwayat Kehidupan Pribadi

1) Riwayat prenatal dan perinatal


Tidak didapatkan data
2) Riwayat masa kanak - kanak awal (0-3 tahun)
Pasien tidak ingat masa kanak-kanak awal pasien.
3) Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)

Pasien mulai masuk ke sekolah dasar usia 6 tahun. Pasien dapat


berinteraksi baik dengan teman seusianya. Setelah tamat SD pasien tidak
melanjutkan sekolah karena terhambat biaya dan mulai bekerja mengikuti
kakak pasien

4) Riwayat masa pubertas dan remaja


7

Pasien merupakan pribadi yang periang, sering bermain bersama


teman sebayanya. Pasien sudah mulai bekerja membantu kakaknya. Pasien
merupakan anak yang patuh dan tidak pernah membantah perkataan orang
tua dan kakak-kakaknya
5) Riwayat pendidikan
Pasien menjalani pendidikan sampai lulus SD di solo, selama 6 tahun
dan lulus tahun 1967. Setelah itu pasien tidak lagi melanjutkan
pendidikannya karena pasien tidak memiliki biaya
6) Riwayat pekerjaan
Setelah lulus dari SD pasien mengikuti kakaknya bekerja di pabrik
pembuatan kain panjang, terkadang juga menjadi pembantu rumah tangga.
Sekarang pasien sehari-hari hanya mengurus kebun karet dan sawit milik
pasien.
7) Riwayat pernikahan
Pasien menikah tahun 1972, di usia 17 tahun dari pernikahan tersebut
pasien di karuniai dua orang anak laki-laki. Anak yang pertama berusia 48
tahun dan sudah menikah dari pernikahan tersebut dikaruniai 2 anak
perempuan dan 3 anak laki-laki sedangkan anak yang kedua berusia 43
tahun, sudah menikah dan dikaruniai 1 anak perempuan dan 1 anak laki-
laki. Pasien sudah berpisah dengan suami pertama ± sejak 13 tahun yang
lalu dikarenakan suami pasien telah meninggal. Kemudian pasien menikah
siri dengan suami kedua tahun 2021, namun dalam 2 bulan terakhir pasien
sudah tidak serumah lagi.
8) Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam, untuk ibadah sholat pasien teratur
melakukannya namun sekarang sudah sulit membaca Al-Qur’an. Pasien
terkadang mengikuti acara keagamaan di desa nya, tetapi semenjak sakit
pasien tidak lagi mengikuti kegiatan di luar rumah.
9) Hubungan dengan keluarga
8

Hubungan pasien dengan anak-anak dan saudara-saudaranya terjalin


baik. Pasien lebih bersikap terbuka dan terkadang bercerita ke anak yang
pertama tentang beberapa masalah pribadi atau memendam sendiri ketika
anaknya yang sibuk. Karena sifat anak pertama yang mirip dengan pasien,
sedangkan anak kedua sifatnya berbeda.
10) Aktifitas sosial
Pasien berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, namun semenjak
keluhan datang pasien menarik diri dan terbatas dalam berinteraksi dengan
tetangga dan lingkungan sekitarnya.
2.2.5. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hukum sebelumnya.


2.2.6. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Ayah dan ibu pasien
sudah meninggal. Ketiga kakak pasien juga sudah meninggal. Saat ini pasien tinggal
bersama anak keduanya yang sudah berkeluarga di Bengkulu. Anak laki-laki pasien
yang pertama tinggal di Jakarta karena sedang bekerja. Tidak ada riwayat keluhan
serupa, maupun riwayat gangguan psikiatri lainnya di keluarga pasien. Genogram
keluarga dapat dilihat di bawah ini.
9

Gambar 2.1. Genogram Keluarga Pasien


Keterangan genogram:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal dunia

: Bercerai

Keterangan:

1. Tn. S, Almarhum, petani, pekerja keras, gigih dan penyayang


2. Ny. P, Almarhum, petani, penyayang dan rajin
3. Tn. Zu, Almarhum, Buruh bangunan, keras dan tegas
4. Ny. Ha, Almarhum, perhatian dan penyayang
5. Tn, M, Almarhum, Petani, peduli, penyayang
6. Tn. N, Almarhum, Petani, peduli, penyayang
7. Tn. A, Almarhum, Petani, peduli, penyayang
8. Ny. K, 68 tahun. Tidak bekerja, labil
9. Tn. H, Almarhum, petani, peduli, perhatian
10.Ny. Di, 60 tahun IRT, peduli , penyayang
11.Tn. T, 58 tahun, petani, perhatian
12.Tn. Ac, 48 tahun, usaha mobil, lembut, penyayang
13.Tn. Su, 43 tahun, petani. Keras, penyayang
14. Ny. Ma, 42 tahun, petani, perhatian. Peduli
15.An. P, 16 tahun. Pelajar, tertutup dan perhatian
16.An. L, 9 tahun, siswa, cuek dan pendiam
10

2.2.7. Situasi Kehidupan Sekarang (Home visit dilakukan pada 19 Maret 2023
sekitar pukul 09.30 WIB)

Rumah pasien berlokasi di Desa Fajar Baru, Kecamatan Ketahun, Kabupaten


Bengkulu Utara. Rumah pasien terletak ± 6 kilometer dari jalan raya. Lingkungan
perumahan tidak terlalu padat, jarak rumah pasien ke rumah lainnya sekitar 5-6
meter. Jalan sudah beraspal hingga ke rumah anak pasien, disepanjang jalan banyak
pohon sawit dan pohon karet. Saat home visit pasien dan keluarga menyambut
dengan ramah dan kooperatif.

Pasien saat ini tinggal bersama anak bungsu beserta menantu dan kedua
cucunya selama 2 bulan semenjak pasien pisah dengan suami ke dua. Rumah anak
pasien berwarna orange tanpa pagar, terdiri dari bangunan semi permanen, atap
genteng, lantai berkeramik. Tampak halaman rumah berupa bunga dan berbagai
tanaman seperti pohon sawit. Rumah anak pasien terdiri dari teras, ruang tamu, ruang
tengah, 3 kamar tidur, dapur dan 1 kamar mandi/WC. Wawancara dengan pasien
dilakukan di ruang tengah bersama pasien dan anak pasien. Sejak sakit pasien
mengurangi aktivitas di luar rumah, pasien lebih banyak di rumah

Tingkat ekonomi pasien saat ini termasuk golongan menengah atau tercukupi.
Untuk biaya sehari-hari pasien sebelumnya berasal dari pekerjaan pasien sebagai
petani sawit dan karet. Menurut anak pasien semenjak sakit pasien lebih sering
dirumah, malas melakukan aktivitas, terutama bersosialisasi. Saat ini pasien sudah
tidak lagi bertani. Saat dirumah pasien sering mondar-mandir. Pasien juga susah
untuk tertidur dan jika terbangun pasien susah untuk tidur kembali. Pasien tidur jam 1
atau jam 2 malam dan pasien terbangun pukul 4-5 subuh dini hari. Kemudian paginya
pasien terkadang duduk di teras sambil melihat pekarangan dan halaman di depan
rumahnya namun tidak mau menyapa orang lain disekitar rumahnya.

Setelah pemakaian obat selama 3 hari yang didapatkan setelah berobat ke


RSKJ Soeprapto Bengkulu, keluhan sulit tidur mulai berkurang dan pasien merasa
tidur nya jauh lebih nyenyak dari yang sebelumnya, Pasien juga sudah terlihat tenang,
untuk keluhan cemas terhadap masalah hutang masih ada terpikir oleh pasien, namun
11

sudah mulai berkurang. Pasien masih belum mau berbaur ke rumah tetangga untuk
sekedar mengobrol ataupun menyapa.

2.2.8. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga

Sebelum sakit pasien masih bisa mencukupi biaya hidupnya. Saat ini
kehidupan pasien ditanggung oleh anak pasien yang bekerja sebagai seorang petani
sawit.

2.2.9. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya, Lingkungan, dan Harapan.

Pasien menyatakan bahwa dirinya tidak sakit, pasien merasa takut setiap hari
akibat memikirkan masalah hutang anaknya. Untuk mengatasi rasa takut, pasien
sering mengurung di rumah. Pasien mengatakan bahwa jika ada yang datang ke
rumah, pasien ingin kabur

Orang-orang disekitar pasien mengatakan jarang berinteraksi dengan pasien


karena pasien lebih sering di rumah. Menurut mereka pasien merupakan orang ramah
dan terbuka namun 2 bulan terakhir ini pasien tidak lagi mengobrol dengan orang-
orang sekitar.

Pasien mengatakan ingin sembuh dari kondisi ini dan menginginkan


keluarganya untuk tetap mendukung dan menemaninya selama sakit ini. Keluarga
juga mengetahui pasien sakit dan khawatir keluhan pasien berlajut dan semakin parah.
keluarga pasien memiliki harapan untuk pasien bisa sembuh.

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Status Generalis

1) Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sehat.

Kesadaran : Composmentis dengan GCS E4M6V5.


12

BB/TB : 48 kg/152 cm.

Status gizi : Normal weight; IMT 20, kg/m2 (berdasarkan


klasifikasi WHO tahun 2020)

2) Tanda Vital
Tekanan darah : 140/89 mmHg.

Nadi : 85 kali/menit.

Pernapasan : 22 kali/menit.

Suhu : 36,5 oC.

3) Pemeriksaan fisik
Kepala : Normosefali.

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),


pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+), lensa
keruh (-/-).

Hidung : Deviasi (-), sekret lebih (-).

Mulut : Sianosis (-), pucat (-), mukosa bibir kering (-).

Telinga : Nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-).

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), KGB (-).

Thorak, :

Pulmo, I : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan


dinamis. Retraksi dinding dada (-).

P : Stem fremitus kanan = kiri.

P : Sonor di kedua lapang paru.

A : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).


13

Pulmo, I : Iktus kordis terlihat (-).

P : Iktus kordis teraba (-).

P : Batas jantung dalam batas normal.

A : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen, I : Datar, scar (-).

A : Bising usus (+) normal.

P : Supel, pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),


massa (-), nyeri tekan (-).
: Timpani seluruh lapang abdomen.
P

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)

2.3.2. Status Neurologis

 Saraf kranial : dalam batas normal.


 Saraf motorik : dalam batas normal.
 Sensibilitas : dalam batas normal.
 Susunan saraf vegetatif : dalam batas normal.

2.4. Pemeriksaan Status Mental


2.4.1. Deskripsi Umum

1) Penampilan
Seorang perempuan lanjut usia 68 tahun mengenakan jilbab berwarna
coklat, baju gamis motif bunga lengan panjang bewarna cokelat, celana
panjang bewarna coklat krim, menggunakan alas kaki sandal, dan
berpenampilan cukup rapi., dengan kebersihan diri dan kerapian cukup. Pasien
tampak mengoceh sendiri, duduk tidak tenang dan cukup menghindari kontak
mata.
2) Kesadaran
14

 Kuantitas: Composmentis.
 Kualitas: Sadar penuh
3) Perilaku dan Aktivitas psikomotor
Saat wawancara pasien diam dan tenang. Kontak mata cukup baik dan
tidak terdapat gerakan berulang maupun gerakan abnormal atau involunter.
4) Pembicaraan
 Kuantitas : Pasien kurang paham dan menjawab pertanyaan tidak
sesuai dengan yang ditanyakan.
 Kualitas : Pasien menggunakan bahasa Indonesia bercampur
jawa, volume bicara kecil, kecepatan berbicara cukup dan artikulasi kurang
jelas, terkadang tampak berbicara sendiri beberapa pertanyaan diajukan.
5) Sikap terhadap pemeriksa
 Kooperatif, kontak mata inadekuat. Pasien menjawab pertanyaan dengan
tatapan yang kurang fokus

2.4.2. Alam Perasaan

1) Mood
- Labil
2) Afek
- Labil

2.4.3. Fungsi Intelektual atau Kognitif

1) Taraf pendidikan
Pasien bisa membaca dan menulis. Pasien menjalani pendidikan hingga taraf
SD di Solo.
2) Orientasi
a. Waktu : Cukup Baik, pasien mengetahui waktu dilakukan
pemeriksaan.
15

b. Tempat : Cukup Baik, pasien hanya mengetahui bahwa


dirinya sedang berada di Rumah Sakit

c. Orang : Baik, pasien mengetahui nama keluarganya


(suami, orang tua dan saudara)

3) Daya ingat
a. Daya ingat jangka panjang
Cukup, pasien dapat mengingat dimana pasien bersekolah SD dan dapat
mengingat masa kecilnya.
b. Daya ingat jangka pendek
Cukup, pasien dapat mengingat bahwa pasien datang ke RSKJ bersama
anak, menantu dan kedua cucu. Pasien ingat apakah sudah sarapan atau
belum, pergi ke RSKJ menggunakan kendaraan apa.
c. Daya ingat segera
Cukup, pasien dapat mengulang kembali nama buah yang pemeriksa
sebutkan.
d. Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak terdapat hendaya daya ingat pada pasien saat ini.
4) Pikiran abstrak
Baik, pasien dapat menyebutkan kesamaan antara mobil dan motor yakni
sama-sama kendaraan
5) Intelegensia dan kemampuan informasi
kurang, pasien kurang mampu menjawab pertanyaan hitungan seperti
penjumlahan dan pengurangan
6) Kemampuan menolong diri sendiri
Baik, saat ditanya apa yang dilakukan pasien jika pasien terancam bahaya,
pasien berkata akan berusaha menyelamatkan diri.

2.4.4. Gangguan Persepsi

1) Halusinasi dan ilusi


16

a. Halusinasi : Tidak ada

b. Ilusi : Tidak ada.

2) Depersonalisasi dan derealisasi


a. Depersonalisasi : tidak ada.
b. Derealisasi : tidak ada.

2.4.5. Proses Pikir

1) Bentuk pikir : Non Realistis


2) Arus pikir : Inkoheren, pasien kurang menjawab pertanyaan dengan
jawaban yang relevan.
3) Isi pikir : Waham tidak ada, terdapat preokupasi terhadap masalah
hutang

2.4.6. Pengendalian Impuls

Cukup. Pasien cukup dapat mengendalikan emosinya saat diwawancara.

2.4.7. Daya Nilai

a. Norma sosial : Pasien tidak ingin bersosialisasi dengan tetangga


sekitarnya semenjak sakit.

b. Penilaian realitas : Baik.

c. Uji daya nilai : Baik, ketika diberikan ilustrasi “apa yang anda lakukan
jika terjadi kebakaran?” pasien menjawab lari dan
menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman

2.4.8. Tilikan atau Insight

Tilikan derajat I bahwa pasien menyangkal bahwa dirinya sedang sakit.


17

2.4.9. Taraf Dapat Dipercaya

Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban yang diberikan pasien cukup


dapat dipercaya.

2.6 Iktisar Penemuan Bermakna

1. Pasien perempuan usia 68 tahun mengeluh merasa ketakutan berlebih sejak ±


3 minggu terakhir, karena masalah hutang anak sulungnya
2. Pasien juga sering terlihat melamun sejak 2 minggu terakhir sehingga malas
untuk melakukan aktifitas seperti bekerja ataupun melakukan pekerjaan
rumah seperti menyapu dan membereskan kamar
3. Pasien juga sulit tidur sejak 1 minggu terakhir
4. Mood pasien labil dan afek labil.
5. Derajat tilikan pasien adalah tilikan 1.

2.7 Diagnosis Multiaksial

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien didapatkan hasil:

Aksis I
 Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien terdapat
kelainan pola perilaku dan psikologis yang secara klinis bermakna yang
dapat menyebabkan timbulnya disabilitas dalam fungsi sehari-hari.
 Pada pasien ini melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak
ditemukan riwayat demam tinggi, penurunan kesadaran. Pasien lupa jika
masalah hutang anaknya sudah diselesaikan tetapi kepikiran terus
terhadap masalah tersebut 3 minggu yang lalu, hal ini menjadi dasar
diagnosis Gangguan Mental lainnya Akibat Kerusakan dan
Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik (F06 ).
18

 Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif dan


minuman beralkohol. Maka pasien ini bukan gangguan mental dan
perilaku akibat NAPZA (F.1x).
 Berdasarkan anamnesis juga tidak didapatkan gangguan dalam
kemampuan menilai realitas yang bermanifestasi sebagai terganggungnya
kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial (judgement) dan
terganggunya daya tilikan diri (insight). Selain itu tidak didapatkan isi
pikiran pasien yang bergema dalam diri, isi pikiranya dimasuki atau
diambil dari luar da nisi pikirannya tersiar. Selain itu juga tidak
didapatkan adanya waham baik waham dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu, dipengaruhi, waham dirinya tidak berdaya dan pasrah dan
pengalaman menerima mukjizat. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
riwayat halusinasi sehingga tidak merujuk pada gejala psikotik. Hal ini
dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia,
skizotipal dan gangguan waham (F.2x).
 Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala gangguan perasaan,
yakni sering melamun karena memikirkan masalah hutang anaknya dan
kekhawatiran akan dipenjarakan. Pasien mengeluhkan adanya kesulitan
tidur selama 1 minggu terakhir. Pasien juga menunjukkan adanya afek
labil tatkala ditanyakan mengenai suami dan anaknya. Pasien juga
kehilangan minat dalam mengerjakan kegiatannya sebagai seorang ibu,
pasien sudah tidak mau lagi bekerja.
 Berdasarkan keluhan ini sudah memenuhi kriteria diagnosis episode
depresi (F32.x). Menurut PPDGJ III, kriteria depresi yang dialami pasien
meliputi gejala utama berupa afek depresi dan kehilangan minat, serta
gejala lainnya meliputi kekhawatiran akan masa mendatang, dan
gangguan tidur. Berdasarkan kriteria diagnosis episode depresi menurut
PPDGJ III, pasien termasuk dalam episode depresi sedang (2 gejala
utama dan 3 gejala lain). Keluhan pada pasien berupa sedih, mengurung
diri , dan merasa minder derngan orang lain namun keluhan sedih lebih
19

menonjol pada pasien dan bertahan dalam waktu yang cukup lama yakni
>2 minggu.

Aksis II

 Ciri kepribadian dari pasien adalah kepribadian independen. Pasien bisa


memutuskan sesuatu sendiri. Sehingga dapat menyingkirkan diagnosis
gangguan kepribadian (F6.x dan F7.x).

Aksis III

 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan di poli,


didapatkan adanya peningkatan tekanan darah pasien 140/98 mmHg.
Maka pada aksis ini pasien didiagnosis Hipertensi (I.00 – I.99).

Aksis IV

 Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki masalah


hutang dari anaknya yang sulung,
 Masalah suami yang kedua mengenai surat penjualan mobil
 Pasien juga sudah berpisah rumah dari suami karena masalah tersebut

Aksis V

 Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam


kehidupannya menggunakan Global Assesment of functioning (GAF).
Pada saat dilakukan wawancara, pasien masuk kedalam kategori skala
GAF scale 60-51 yakni pasien memiliki beberapa gejala sedang dan
menetap, disabilitas sedang dalam fungsi, secara umum masih kurang
baik.
2.8 Tatalaksana

A. Farmakoterapi:
 Anti depresan Sertraline 1x1 (15 mg)
Sertraline bersifat lebih selektif terhadap SERT (transporter serotonin)
dan kurang selektif terhadap DAT (transporter dopamine). Mekanisme
20

kerja dari SSRI adalah menghambat pengambilan 5-HT ke dalam


neuron presinaptik. Sering digunakan sebagai lini pertama karena efek
samping yang cenderung aman. . Obat jenis ini memiliki afinitas tinggi
terhadap reseptor monoamine tetapi tidak memiliki afinitas terhadap
adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau asetilkolin. .
 Haloperidol 2x1 (2,5 mg)
Haloperidol, klozapin dan klorpromazin merupakan obat antipsikotik yang
mempunyai efek samping gejala ekstrapiramidal, sehingga jika obat-obat
tersebut digunakan secara bersamaan akan meningkatkan risiko
ekstrapiramidal. Gejala sindrom ekstrapiramidal antara lain distonia akut,
postur abnormal dan kejang otot terutama pada wajah dan leher, akatsia,
menjadi gelisah dan mondar-mandir, parkinson, tremor, kekakuan otot, dan
bradikinesia. Pasien yang mengalami gejala ekstrapiramidal akan diberikan
suatu terapi tambahan yaitu pemberian triheksifenidil untuk mengatasi
gejala ekstrapiramidal akibat antipsikotik
 Alprazolam 1x1 (0,5 mg)
Alprazolam bekerja pada kompleks reseptor GABA – Benzodiazepin.
Sistem kimiawi dan reseptor GABA menghasilkan inhibisi atau efek
menenangkan pada system saraf pusat. Alprazolam menyebabkan supresi
yang nyata pada aksis hypothalamikpituitari-adrenal. Kemampuan terapetik
alprazolam menyerupai benzodiazepine lainnya meliputi ansiolitik,
antikonvulsan, muscle relexant, hipnotik, dan amnesik. Alprazolam sangat
efektif digunakan pada penanganan gangguan panic dan agoraphobia dan
tampak lebih selektif pada kondisi tersebut dibanding obat-obat golongan
benzodiazepine lainnya. Alprazolam merupakan obat yang telah mendapat
persetujuan dari FDA untuk digunakan dalam terapi jangka pendek
(sampai 8 minggu) gangguan panik, dengan atau tanpa agoraphobia.
 Trihexyphenidyl 1 x 1 (1 mg)
Merupakan antikolinergik digunakan apabila ada gejala ekstrapiramidal akibat
penggunaan antipsikotik tipikal. Jika tidak ada gejala tidak diberikan.
21

B. NonFarmakoterapi:

 Katarsis, membuat pasien dapat mencurahkan isi hati dan pikirannya.

 Persuasi, menerangkan dan membujuk pasien untuk berbicara jika ada


masalah dengan orang sekitar atau mengalihkan pikiran negatifnya dengan
mendengarkan musik, menonton televisi, atau jalan-jalan.

 Sugesti, menanamkan pemikiran ke pasien bahwa masih banyak yang peduli


dan sayang kepada pasien.

 Terapi kerja memberikan atau mengarahkan kepada pasien untuk melakukan


kegemarannya di waktu senggang.

 Reedukatif, menjelaskan dan mengenali gejala-gejala depresi yang dialami


pasien ke keluarga atau orang sekitar pasien dan menjauhkan benda-benda
berbahaya yang dapat melukai pasien. Keluarga pasien juga diminta agar terus
mengawasi dan menemani pasien agar pasien tidak merasa sendiri dalam
menghadapi masalahnya.

 Terapi kognitif perilaku, pasien dengan gangguan depresif (dengan atau tanpa
gagasan bunuh diri) menjadi fokus utama terapi kognitif karena terjadi
disfungsi kognitif. Trias kognitif depresi yakni, persepsi diri negatif (orang
melihat diri pasien defektif, tidak adekuat, kekurangan, tidak berharga dan tak
diinginkan), merasa dunia dunia sesuatu yang negatif, dan memiliki dugaan
akan kesukaran, penderitaan, kekurangan serta kegagalan. Terapi kognitif
bertujuan memperbaiki depresi dan kekambuhannya dengan cara membatu
pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif, mengembangkan skema
alternatif dan lebih fleksibel serta melatih kognitif dan respon perilaku. Terapi
ini dilakukan sekitar 25 minggu dengan menyusun jadwal, menugaskan
pekerjaan rumah untuk dilakukan di anatara sesi dan mengajarkan
keterampilan baru. Teknik perilaku membantu pasien mempelajari strategi
dan menghadapi suatu masalah.
22

 Edukasi pasien untuk tetap meneruskan terapi (minum obat secara rutin) dan
kontrol ulang ke Poli RSJK Soeprapto Bengkulu pada tanggal 21 Maret 2023.

2.10 Prognosis

Ada beberapa pertimbangan yang mempengaruhi prognosis pasien. Faktor-


faktor yang meringankan adalah adanya dukungan keluarga, motivasi yang kuat
untuk sembuh, tidak adanya ide untuk bunuh diri dan tidak ada riwayat keluarga yang
memiliki keluhan yang sama.

Dari data tersebut terlihat bahwa daftar yang meringankan lebih banyak
dibandingkan dengan yang memperberat sehingga diprognosis:
Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam

2.12 Follow Up Kondisi Pasien

Tanggal 19 Maret 2023, kunjungan ke rumah pasien.

S:  Keluhan sulit tidur berkurang


 Kepala terasa penuh masih dirasakan pasien sesekali.
 Keluhan tangan kanan terasa panas masih dirasakan dan belum berkurang
 Saat ini pasien masih belum mau keluar rumah dan bahkan untuk menyapa
tetangganya. Pasien hanya mau berinteraksi dengan keluarga saja.

O: Penampilan : rapi, memakai baju daster

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 87 x/menit

Suhu : 36,6oC
23

Oreintasi : Waktu/Tempat/Orang baik

Sikap dan tingkah laku : Kooperatif

Bentuk pikir : Realistis

Arus pikir : Koheren

Isi pikir : Waham (-)

Mood : Hipotimia

Afek : Depresif

Halusinasi : Tidak ada

Ilusi : disangkal

Daya konsentrasi : Baik

Orientasi : T/W/O baik

Daya ingat : Baik

Pikiran abstrak : Baik

Pengendalian impus : Baik

Daya nilai : Baik

Tilikan :2

Taraf dapat dipercaya : Cukup dapat dipercaya.

A: Aksis I : Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan Dan Disfungsi


Otak (F.06) + Episode Depresif (F.32)

Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : Hipertensi (I.00 – I.99).

Aksis IV : masalah hutang anak

Aksis V : GAF Scale 60-51


24

P:  Sertralin 1x1 (tablet 15 mg)


 Haloperidol 2x1/2 (tablet 2,5 mg)
 Alprazolam 1x1 (tablet 0,5 mg)
 Trihexyphenidyl 1 x 1 (1 mg)
 Edukasi pasien untuk tetap meneruskan terapi (minum obat secara rutin)
dan kontrol ulang ke Poli RSJK Soeprapto Bengkulu pada tanggal 21
Maret 2023.
1

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders


(DSM-5) depresi merupakan gangguan mood yang ditandai dengan suasana hati
yang terus – menerus merasa sedih, kosong, mudah tersinggung, bersamaan
dengan gejala kognitif dan somatik tertentu. Diagnosis depresi ditegakaan
apabila terdapat lima atau lebih gejala sebagai berikut, perubahan signifkian
dalam nafsu makan, penurunan atau peningkatan berat badan, insomnia atau
hypersomnia, selalu merasa kelelahan, perasaan tidak berharga, penurunan
konsentrasi dan gangguan ingatan, pemikirian untuk mengakhiri hidup. Gejala
tersebut harus dirasakan setidaknya 2 minggu atau lebih, dan selalu merasa
sedih sepanjang waktu (Donohue & Luby, 2016). Pada gangguan depresi berat
sering terjadi kekambuhan sehingga dikategorikan sebagai episode depresi
seumur hidup. Depresi biasanya diderita dewasa muda yang berusia sekitar
20-30 tahun dan prevelensi wanita yang mengalami 3 kali lebih tinggi dari pada
pria (Kessler & Bromet, 2013) .Berdasarkan WHO Depresi merupakan gangguan
mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan
minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,
kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.2

Orang yang mengalami depresi biasanya karena suatu kejadian atau


keadaan. Depresi merupakan suatu masalah serius. Saat seseorang terkena
gangguan depresi maka akan menggangu aktivitas sehari-hari atau fungsi normal.
Pada orang depresi rasa sedih ini berlangsung selama berhari-hari sehingga dapat
mengganggu pekerjaan, belajar, makan, tidur, dan kesenangan. Perasaan yang
dirasakan tidak berdaya, putus asa, dan tidak berharga berlangsung cukup lama.

Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima


atau lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada
gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode
2

depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem


yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif
(seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu
(seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau
gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.

2.2. Epidemioloogi

Gangguan depresif berat adalah suat gangguan yang sering, dengan


prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25
persen pada wanita. Prevalensi gangguan depresif pada wanita dua kali lebih besar
dibandingkan laki-laki.2 Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan antara
lain perbedaan hormonal, pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku ketergantungan
yang dipelajari.1

2.3. Etiologi

a. Faktor genetik

Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood,


tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk mengabaikan
efek psikososial, tetapi juga faktor nongenetik kemungkinan juga berperan
sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidak-tidaknya pada
beberapa orang. Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko
di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi
berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi
umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada
kembar monozigot.

Penelitian menunjukkan anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan
mood berisiko mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan
oleh keluarga angkat. Penelitian pada anak kembar menunjukkan anak kembar
3

monozigot lebih besar kemungkinan mengalami gangguan depresi daripada anak


kembar dizigot.1,3

b. Faktor Psikososial

Faktor psikososial seperti hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,


kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi
diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan menurut
Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk
mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan,
kemiskinan dan penyakit fisik.

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa


kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan dan stresor
lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki
peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai,
atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,
kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan
depresi.

Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada


individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah.

Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,


menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
4

penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif
tersebut menyebabkan perasaan depresi.10

c. Neurobiologi
1) Monoamin

Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi


selama 50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja
antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit
serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps.
Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori
ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan
neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi
tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit
sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD (Major Depressive
Disorder).

2) Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal

Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui


dikaitkan dengan MDD. Efek stres biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.
5

3) Tidur

Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur


utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah
difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography digunakan untuk
mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-
tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah
depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik,
mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan,
sehingga menunjukkan peran pathoogenetic untuk gangguan tidur pada MDD

2.4. Manifestasi Klinis

Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala


utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak
mempunyai harapan, dicampakkan, dan tidak berharga. Emosi pada mood depresi
kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.3

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh diri.
Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai
umur hidup lebih panjang dibandingkan yang tidak dirawat. Beberapa pasien
depresi terkadang tidak menyadiari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.3

Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi


dimana mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di
sekolah dan pekerjaan, dan meurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan
baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjada dini
hari (terminal insomsia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan
masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau
penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat
badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.3
6

Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90 persen


pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersama, seperti diabetes, hipertensi,
penyakit paru obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid
yang tidak normal dan meurunnya minat serta aktivitas seksual.3

Pada pemeriksaan status mental, episode depresi memperlihatkan retardasi


psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi
psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien usia lanjut.
Menggenggamkan tangan dan menarik-narik rambut merupakan gejala agitasi
yang paling umum. Secara klasik, seorang pasien depresi memiiki postur yang
membungkuk, tidak terdapat pergerakan yang sponta, dan pandangan mata yang
putus asa dan memalingkan pandangan.Pasien depresi seringkali dibawa oleh
keluarga atau teman kerjanya karenan penarikan sosial dan penurunan aktivitas
secara menyeluruh.2

Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan volume bicara


yang menurun, berespons terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan
menunjukkan respons yang melambat terhadapt pertanyaan. Secara sederhana,
pemeriksa mungkin harus menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan
suatu respons terhadap suatu pertanyaan.2

Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita


episode depresif berat dengan ciri psikotik.Waham atau halusinasi yang sesuai
dengan mood terdepresi dikatan sesuai mood (mood-congruent).Waham sesuai
mood pada seorang pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak
berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatic terminal (sevagai
contoh, kanker dan otak “yang membusuk”). Isi waham atau halusinasi yang tidak
sesuai mood (mood-incongruent) adalah tidak sesuai dengan mood terdepresi.
Pasien depresi juga memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya
sendiri.2
7

2.5. Diagnosis

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.4

Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

 Semua gejala utama depresi :

o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah.

 Gejala lainnya:

o Konsentrasi dan perhatian berkurang


o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2


minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Tabel 1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10

Tingkat Gejala Gejala Fungsi Keterangan


Depresi Utama Lain

Ringan 2 2 Baik -

Nampak
Sedang 2 3-4 Terganggu
Distress
8

Sangat Sangat
Berat 3 >4
terganggu Distress

Episode Depresif Ringan menurut PPDGJ III

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut
di atas
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

Episode Depresif Sedang menurut PPDGJ III

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama


(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :

(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada


(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
9

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No.3 di atas


(F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.

Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau


malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor.

2.6. Diagnosis Banding

1) Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)


Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya
suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode
depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya
pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan
yang mendalam dan Major Depressive Disorder (MDD) (Tabel 6).

Gambar . Gangguan afektif disebabkan karena kondisi medis umum


10

2) Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum

Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi


medis khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit
medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The
Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi
pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan
pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama
banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 7), tetapi lebih umum diabetes,
penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).

3). Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


11

Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan
gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus
dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Tabel 7). Bukti dari
riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium digunakan untuk dapat
menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan,intoksikasi/
keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu
episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan
dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat
berlangsung selama beberapa bulan.

4) Gangguan Bipolar

Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya


gangguan bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal
dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi
lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk
untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD.
Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor
akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala
depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya
pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan
Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak
12

mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka menerima


itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari
pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang
penting untuk dapat mendiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang valid,
seperti kuesioner gangguan afektif, dapat membantu dalam mengidentifikasi
hipomania.

2.7. Tatalaksana

Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,


meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih
lanjut.

Berbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk


memulihkan penderita depresi. Pada sebagian besar kasus, pengobatan penderita
depresi akan paling efektif dengan mengkombinasikan pemberian obat-obatan
oleh psikiater dengan pemberian psikoterapi oleh psikolog.7

Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa


memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Bila seseorang menderita depresi berat, maka diperlukan seorang yang dekat dan
yang dipercayainya untuk membantunya selama menjalani pemeriksaan dan
pengobatan depresi tersebut.Kadang seorang penderita depresi berat perlu rawat
inap di rumah sakit, kadang cukup dengan pengobatan rawat jalan.7,8

a. Terapi psikologi
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan
hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor
pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem
eksternal (misal pekerjaan) arahkan pasien terutama selama episode akut dan bila
pasien tidak aktif bergerak.
13

Terapi kognitif-perilaku Bertujuan memberikan peringanan gejala melalui


perubahan pikiran sasaran, mengidentifikasi kognisi yang menghancurkan diri
sendiri, memodifikasi anggapan salah yang spesifik dan mempermudah
pengendalian diri terhadap pola pikiran. Terapi ini juga dapat sangat bermanfaat
pada pasien depresi ringan dan sedang. Diyakini oleh sebagian orang “ketidak
berdayaan yang dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan
keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perpektif
kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif
dan harapan-harapan negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.8
Keluarga dan lingkungan, memberikan penyuluhan bersama dengan pasien
yang diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Sosialdan budaya, sebagai terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan hobi atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat. Terapi
rekreasi dapat berupa berlibur atau bepergian kesuatu daerah yang disenangi
pasien. Religius berupa bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan
ibadah sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu,
menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah
SWT.

b. Farmakoterapi

Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan


dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine


dan opipramol.

Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono


Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide.

Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.


14

Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :


sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer


(efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24
jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).3

Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:

1) Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama


minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50
mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.

2) Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai


dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin
150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III
200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.

3) Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-


3 bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian
diturunkan sampai dosis pemeliharaan.

4) Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya


dosis pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150
mg/hari.

5) Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari


initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari
selama 1 minggu, 100 mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75
mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari a 25 mg/hari selama
1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau


kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan
seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari
15

(single dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik.
Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.
Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena
“addiction potential”-nya sangat minimal.

Efek Samping obat anti depresi adalah:

a. Tricyclic antidepressants.

Antidepresan golongan ini dikembangkan pada 1950 dan 1960 untuk


mengobati depresi. TCA bekerja dengan meningkatkan kadar norepinefrin di
sinapsis otak, selai itu TCA juga dapat memengaruhi kadar serotonin.
Dokter sering menggunakan TCA untuk mengobati depresi sedang hingga
berat. Contoh-contoh antidepresan trisiklik adalah desipramine (norpramin),
imipramine (tofranil), amitriptyline (elavil), trimipramine (Surmontil),
andperphenazine (trievil), protriptyline (vivactil), nortriptyline (aventyl,
pamelor). TCA aman dan umumnya ditoleransi dengan baik ketika
diresepkan dan dikelola dengan benar. Namun, jika dikonsumsi berlebihan,
TCA dapat menyebabkan gangguan ritme jantung yang mengancam jiwa.
Beberapa TCA juga dapat memiliki efek samping antikolinergik, yang
disebabkan oleh pemblokiran aktivitas saraf yang bertanggung jawab untuk
kontrol detak jantung, gerakan usus, fokus visual, dan produksi air liur.
Dengan demikian, beberapa TCA dapat menghasilkan mulut kering,
penglihatan kabur, sembelit, dan pusing setelah berdiri. Efek samping
antikolinergik juga dapat memperburuk glaukoma sudut sempit, obstruksi
urin karena hipertrofi prostat jinak, dan menyebabkan delirium pada orang
tua. TCA juga harus dihindari pada pasien yang dipersembahkan atau
riwayat stroke (Fillit et al., 2010).

b. Tetracyclic.

Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini misalnya Maproptiline


(Ludiomil) efek sampingnya seperti TCA; efek samping otonomik, kardiologik
relatif lebih kecil, efek sedasi lebih kuat diberikan pada pasien yang kondisinya
16

kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom
depresi dengan gejala anxietas dan insomnia yang menonjol.8

Tabel 2. Dosis Obat Trisiklik dan Tetrasiklik pada Orang Dewasa

c. Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIS) adalah obat yang


menambah jumlah neurokimia serotonin di otak. (kadar serotonin otak seringkali
rendah dalam depresi.) Seperti namanya, SSRI bekerja dengan selektif
menghambat (memblokir) serotonin reuptake di otak. Blok ini terjadi pada sinaps,
tempat sel otak (neuron) terhubung satu sama lain. Serotonin adalah salah satu
bahan kimia di otak yang membawa pesan di koneksi ini (sinapsis) dari satu
neuron ke neuron lainnya. SSRI bekerja dengan menjaga serotonin dalam
konsentrasi tinggi di dalam sinapsis. Obat-obatan ini bekerja dengan cara
mencegah reuptake serotonin kembali ke sel saraf pengirim. Reuptake serotonin
17

bertanggung jawab untuk menghentikan produksi serotonin baru. Oleh karena itu,
pesan serotonin terus datang.

Diperkirakan bahwa, SSRI dapat membantu membangkitkan


(mengaktifkan) sel-sel yang telah dinonaktifkan oleh depresi, sehingga
menghilangkan gejala depresi. SSRI memiliki efek samping yang lebih
sedikit daripada antidepresan trisiklik (TCA) dan inhibitor monoamine
oksidase (MAOI). SSRI tidak berinteraksi dengan tyramine kimia dalam
makanan, seperti MAOI. Juga, SSRI tidak menyebabkan hipotensi ortostatik
(tiba-tiba jatuh tekanan darah saat duduk atau berdiri) dan gangguan ritme
jantung, seperti TCA. Oleh karena itu, SSRI sering menjadi pilihan
pengobatan lini pertama untuk depresi. Contoh SSRI termasuk fluoxetine
(Prozac), paroxetine (Paxil), Ser Traline (Zoloft), Citalopram (Celexa),
Fluvoxamine (Luvox), dan Escitalopram (Lexapro).

SSRI umumnya ditoleransi dengan baik, dan efek samping biasanya


ringan. Efek samping yang paling umum adalah mual, diare, agitasi,
insomnia, dan sakit kepala. Namun, efek samping ini umumnya hilang dalam
bulan pertama penggunaan SSRI. Beberapa pasien mengalami efek samping
seksual, seperti penurunan hasrat seksual (penurunan libido), orgasme
tertunda, atau ketidakmampuan untuk memiliki orgasme. Semua pasien
secara biokimia unik. Oleh karena itu, terjadinya efek samping atau
kurangnya hasil yang memuaskan dengan satu SSRI tidak berarti bahwa obat
lain dalam kelompok ini tidak akan bermanfaat. Namun, jika seseorang di
keluarga pasien memiliki respons positif terhadap obat tertentu, obat itu mungkin
yang lebih baik untuk dicoba terlebih dahulu (Donohue & Luby,
2016).

Tabel 3. Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa
18

d. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).

Contoh MAOI termasuk fenelzine (nardil) dan tranylcypromine (parnate).


Monoamine oxidase inhibitors bekerja dengan cara meningkatkan kadar
neurokimia di sinapsis otak dengan menghambat monoamine oksidase.
Monoamine Oxidase adalah enzim utama yang memecah neurokimia, seperti
norepinefrin. Ketika monoamine oksidase dihambat, norepinefrin tidak rusak oleh
karena itu, jumlah norepinefrin di otak meningkat. Monoamine oxidase inhibitors
juga merusak kemampuan untuk memecah Tyramine, suatu zat yang ditemukan
dalam keju tua, anggur, kacang, coklat, dan beberapa makanan lainnya. Tyramine,
seperti norepinefrin, dapat meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu,
konsumsi makanan yang mengandung tyramine oleh pasien yang mengkonsumsi
obat MAOI dapat menyebabkan peningkatan kadar tyramine darah dan tekanan
darah tinggi. Selain itu, Monoamine oxidase inhibitors dapat berinteraksi dengan
obat flu dan batuk yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Karena
interaksi obat dan makanan yang berpotensi serius ini, Monoamine oxidase
inhibitors biasanya hanya diresepkan setelah opsi pengobatan lainnya gagal (Fillit
et al., 2010)..

e. Atypical antidepressant

Antidepresan atipikal dinamai karena obat-obatan bekerja dalam berbagai


cara. Dengan demikian, antidepresan atipikal bukan termasuk golongan TCA,
SSRIS, atau SNIS, tetapi mereka efektif dalam mengobati depresi dalam banyak
kasus. Lebih spesifik, Antidepresan atipikal meningkatkan tingkat neurokimia
tertentu di sinapsis otak (di mana saraf berkomunikasi satu sama lain). Contoh-
contoh antidepresan atipikal termasuk nefazodone (serzone), trazodone (desyre l),
dan bupropion (wellbutrin). The United States Food
and Drug Administration (FDA) juga telah menyetujui Bupropion untuk
digunakan dalam terapi dari kecanduan rokok. Obat ini juga sedang dipelajari
19

untuk mengobati Attention Deficit Disorder (ADD) atau Attention Deficit


Hyperactivity Disorder (ADHD) (Donohue & Luby, 2016).

f. Dual-action antidepressants

Mekanisme kerja dari obat-obatan yang digunakan untuk mengobati


depresi (MAOI, SSRIS, TCAS, dan antidepresan atipikal) memiliki beberapa
efek pada norepinefrin dan serotonin, serta pada neurotransmiter lainnya.
Namun, beberapa obat antidepresan yang lebih baru tampaknya memiliki
efek yang lebih kuat pada sistem norepinefrin dan serotonin. Obat-obatan ini
tampaknya sangat menjanjikan, terutama untuk kasus depresi yang lebih
parah dan kronis. Venlafaxine (Effexor), Duloxetine (Cy mbalta) dan
Desvenlafaxine (Pristiq) adalah tiga dari senyawa aksi ganda ini. Effexor
adalah serotonin reuptake inhibitor, pada dosis yang lebih rendah, memiliki
efek samping yang lebih rendah dari SSRI. Pada dosis yang lebih tinggi, obat
ini muncul untuk memblokir reuptake norepinefrin.

Dengan demikian, Venlafaxine dapat dianggap sebagai SNRI, serotonin


dan norepinephrine reuptake inhibitor. Cymbalta dan Pristiq cenderung bertindak
sebagai inhibitor reuptake serotonin yang sama kuat dan inhibitor reuptake
norepinefrin terlepas dari dosisnya. Karena itu, mereka juga dianggap SNRI.
Mirtazapine (remeron), antidepresan lain, yang merupakan senyawa
tetrasiktik (struktur kimia empat cincin). Mirtazapine bekerja di situs biokimia
yang agak berbeda dan dengan cara yang berbeda dari obat lain.
Mirtazapine mempengaruhi serotonin, tetapi di situs postsinaptik (setelah koneksi
antara sel-sel saraf). Mirtazapine juga meningkatkan kadar histamin,
yang dapat menyebabkan kantuk. Untuk alasan ini, Mirtazapine diberikan
pada waktu tidur dan sering diresepkan untuk orang-orang yang kesulitan
tertidur. Seperti SNRI, Mirtazapine juga bekerja dengan meningkatkan kadar
norepinefrin. Selain menyebabkan sedasi, obat ini memiliki efek samping
yang mirip dengan SSRI tetapi pada tingkat yang lebih rendah dalam banyak
kasus (Donohue & Luby, 2016).
20

BAB IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala gangguan perasaan,


yakni takut bertemu orang lain karena memikirkan masalah hutang anaknya dan
suaminya dan sering melamun hingga tindak melakukan aktifitas ringan. Pasien
mengeluhkan adanya kesulitan tidur selama 1 minggu terakhir. Pasien juga
menunjukkan adanya afek labil tatkala ditanyakan mengenai hutang anaknya.
Pasien juga kehilangan minat dalam mengerjakan kegiatannya sebagai seorang
kepala keluarga, pasien sudah tidak lagi bekerja. Berdasarkan keluhan ini sudah
memenuhi kriteria diagnosis episode depresi (F32.x).

Menurut PPDGJ III, kriteria depresi yang dialami pasien meliputi gejala
utama berupa afek depresi dan kehilangan minat, serta gejala lainnya meliputi
kekhawatiran akan masa depan, gangguan tidur dan gangguan makan.
Berdasarkan kriteria diagnosis episode depresi menurut PPDGJ III, pasien
termasuk dalam episode depresi sedang (2 gejala utama dan 3 gejala lain).
Keluhan pada pasien berupa sedih, kecewa dan marah pada suami muncul segera
setelah suami pasien pergi dari rumah < 3 hari, namun keluhan sedih lebih
menonjol pada pasien dan bertahan dalam waktu yang cukup lama yakni 2
minggu.Pasien saat ini tidak bisa menjalankan aktivititas sehari-hari seperti
bekerja dikebun maupun mengerjakan pekerjaan rumah seperti beberes
rumah.Pasien sering murung dikamar dan semenjak istrinya meninggal. Pasien
lebih banyak melakukan aktivitas dikamar sendiri. Setelah istrinya meninggal
pasien mencoba untuk menjalin hubungan lagi dengan wanita, namun pasien
gagal menikah pada bulan oktober lalu. Sejak saat itu pasien merasa minder dan
malu jika bertemu orang lain. Beberapa hal ini membuat diagnosis aksis IV
pasien berputar pada masalah percintaan.

Pasien diberikan Sertraline 1x1 (tablet 15 mg), Haloperidol 2x1/2 (tablet 2


mg) dan Alprazolam 1x1 (tablet 0,5 mg) dan Trihexyphenidyl 1x1 mg. Sertraline
dapat menghambat pengambilan 5-HT ke dalam neuron presinaptik. Sering
digunakan sebagai lini pertama karena efek samping yang cenderung aman. . Obat
jenis ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamine tetapi tidak
21

memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau asetilkolin


Haloperidol, klozapin dan klorpromazin merupakan obat antipsikotik yang
mempunyai efek samping gejala ekstrapiramidal, sehingga jika obat-obat tersebut
digunakan secara bersamaan akan meningkatkan risiko ekstrapiramidal. Gejala
sindrom ekstrapiramidal antara lain distonia akut, postur abnormal dan kejang otot
terutama pada wajah dan leher, akatsia, menjadi gelisah dan mondar-mandir,
parkinson, tremor, kekakuan otot, dan bradikinesia. Pasien yang mengalami gejala
ekstrapiramidal akan diberikan suatu terapi tambahan yaitu pemberian
triheksifenidil untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal akibat antipsikotik
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Charu Taneja, George I Papakostas, Yonghua Jing, Ross A Baker, Robert A


Forbes, dan Gerry Oster. Cost Effectiveness of Adjunctive Therapy with Atypical
Antipsychotics for Acute Treatment of Major Depressive Disorder. The Annals of
Pharmacotherapy 2012;46:642-649.

2. Chouinard G 2004. ”Issues in the clinical use of benzodiazepines : potency,


withdrawal, and rebound”. J Clin Psychiatry 65 (Suppl 5) : 7-12.

3. Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa.


4. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1, Jakarta Barat: Bina
Rupa Aksara,2012. Hal: 813-816
5. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime
Prevalence and Age-of-Onset Distributions of DSM-IV Disorders in the National
Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry 2005;62:593-602.
6. Maslim R. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa III di Indonesia. Edisi
ke-3. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI; 2004.
7. Roose SP, Sackeim HA. Antidepressant pharmacotherapy in the treatment of depression
in the very old: a randomized, placebo-controlled trial. Am J Psychiatry. 2004; 161:20509.
8. Sadock BJ and Sadock VA. Gangguan Mood/ Suasana Perasaan. Dalam: Kaplan
& Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2, editor:Muttaqin H and Elseria RN.
Jakarta: EGC; 2010. p.189-229.
9. Teter, C. S., Kando, J. C., Wells, B. G., & Hayes, P. E., 2007, Depressive
10. Tomb DA, Buku Saku Psikiatri.Edisi 6, Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004. Hal : 47-63
23

LAMPIRAN
Home Visite
24

Anda mungkin juga menyukai