Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ANALISIS LANGKAH - LANGKAH PATIENT SAFETY


PADA BAYI DAN BALITA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patient Safety dalam Program
Studi Profesi Kebidanan

Disusun Oleh:
Kelompok 6

Della Olivia P20624820005


Fera Mutiarawati P20624820011
Lia Yuliani P20624820019
Izdihar Afifah P20624820016
Yulinda Nurhasanah P20624820037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TASIKMALAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah


memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat membuat dan
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Analisis Langkah-Langkah Patient Safety
Pada Asuhan Bayi dan Balita” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patient
Safety di Program Studi Profesi Kebidanan
Makalah ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada :

1. Ibu Hj. Ani Radiati R, S.Pd, M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Ibu Nunung Mulyani, APP, M. Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Ibu Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M. Keb selaku Ketua Prodi Profesi
Kebidanan
4. Ibu Sinar Pertiwi, SST, MPH selaku Wali Kelas Profesi Kebidanan tahun
2020
5. Ibu Nita Nurvita, SST, M. Keb, selaku dosen mata kuliah Patient Safety
6. Teman-teman dan pihak yang terkait yang ikut membantu menyelesaikan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya pengetahuan dan
pengalaman. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, Terimakasih.

Tasikmalaya, Agustus 2020

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
2.1 Definisi Patient Safety.........................................................................4
2.2 Tujuan Patient Safety...........................................................................5
2.3 Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit..............5
2.4 Sistem Pelaporan Insiden Patient Safety.............................................6
2.5 Pelaksanaan Patient Safety..................................................................8
2.6 Sasaran Patient Safety pada Bayi dan Anak........................................9
2.7 Standar Patient Safety..........................................................................16
BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................21
3.2 Saran....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu pelayanan keselamatan pasien merupakan salah satu yang penting
diperhatikan dalam memenuhi pelayanan kesehatan salah satunya patient safety.
Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar
efisiensi pelayanan. Berbagai resiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai
bagian dari pelayanan kepada pasien (Pinzon, 2008). Patient safety didefinisikan
sebagai terbebas dari accidental injury dengan menjamin keselamatan pasien
melalui penetapan sistem operasio-nal, meminimalisasi kemungkinan kesalahan,
dan meningkatkan pencegahan agar kecelakaan tidak terjadi dalam proses
pelayanan (Elrifda, 2011).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih
penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Penelitian yang dilakukan oleh
Dhinamita dkk pada tahun 2013 mengatakan bahwa Upaya peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit sudah merupakan sebuah
gerakan universal. Berbagai negara maju telah menggeser paradigma ”quality”
kearah paradigma baru “quality safety”. Ini berarti bukan hanya mutu pelayanan
yang harus ditingkatkan tetapi yang lebih penting lagi adalah menjaga
keselamatan pasien secara konsisten dan terus menerus.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan
angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3.2-16,6%. Data-data
tersebut menjadikan pemicu berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan sistem keselamatan pasien (Departemen Kesehatan, 2008). Di
Indonesia, berdasarkan laporan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-
RS) pada konggres nasional PERSI tahun 2007,dilaporkan bahwa insiden

1
keselamatan pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) 46%, Kejadian Nyaris Cidera (KNC) 48% serta yang lainnya
6%. Lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta
menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI
Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%,
Bali 1,4%, Sulawesi Selatan 0,69%,dan Aceh 0,68%.
Penelitian yang dilakukan oleh Heri Saputro pada tahun 2016 didapatkan
hasil hanya sebanyak 52,8% pasien anak yang didekatkan dengan ruang jaga
perawat (nurse station) dan sebanyak 36,1% ruangan dengan pintu yang terbuka
pada pasien anak dengan risiko tinggi jatuh. Berdasarkan hasil diskusi kelompok
didapatkan kinerja perawat baik terhadap pencegahan risiko jatuh serta kinerja
perawat yang baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kejadian jatuh selama
pasien anak berada dalam ruang rawat inap, serta sebagian besar tindakan
pencegahan lain sudah dilakukan oleh perawat dengan baik. Dengan kinerja yang
baik maka akan meningkatkan motivasi dan kepatuhan perawat dalam
pelaksanaan pencegahan risiko jatuh di ruang rawat inap perawatan anak.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1) Apa yang dimaksud dengan patient safety pada bayi dan balita ?
2) Apa tujuan dari patient safety pada bayi dan balita ?
3) Bagaimana insiden patient safety di Rumah Sakit ?
4) Bagaimana sistem pelaopran insiden patient safety di Rumah Sakit ?
5) Bagaimana pelaksanaan patient safety pada bayi dan balita di Rumah Sakit ?
6) Apa saja sasaran patient safety pada bayi dan balita ?
7) Apa saja standar patient safety pada bayi dan balita ?

2
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui
tentang patient safety pada bayi dan balita.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pengertian dari patient safety pada bayi dan balita.
2) Untuk mengetahui tujuan dari patient safety pada bayi dan balita.
3) Untuk mengetahui insiden patient safety di Rumah Sakit.
4) Untuk mengetahui sistem pelaporan insiden patient safety di Rumah
Sakit.
5) Untuk mengetahui pelaksanaan patient safety pada bayi dan balita di
Rumah Sakit.
6) Untuk mengetahui sasaran patient safety pada bayi dan balita.
7) Untuk mengetahui standar patient safety pada bayi dan balita.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Patient Safety


Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS mendefinisikan
keselamatan (safety) merupakan keadaan bebas dari bahaya risiko. Keselamatan
pasien (patient safety) merupakan suatu keadaan pasien bebas dari cedera yang
tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang akan terjadi seperti penyakit,
cedera fisik, sosial, kecacatan dan kematian terkait dengan pelayanan kesehatan.
Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera
pada pasien akibat perawatan medis, infeksi nosocomial dan kesalahan
pengobatan yang tidak seharusnya (Ariyani, 2009).
Patient safety di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kepmenkes
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2011).
Patient safety pada bayi dan anak merupakan upaya pencegahan injuri
pada bayi dan anak yang disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan
itu sendiri. Perawat yang memberi asuhan keperawatan selama 24 jam
seharusnya memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan pasien,
mengingat pasien di unit anak dan bayi merupakan kelompok rentan yang
memiliki resiko lebih tinggi dalam insiden patient safety (Miller et al., 2006).
Cedera, kecacatan bahkan kematian menjadi ancaman masa depan bagi pasien
anak karena mereka belum bisa menyadari dan mengungkapkan adanya bahaya

21
dari tingakan yang tidak benar atau salah dilakukan oleh pelayanan kesehatan
(Wong, 2009).

2.2 Tujuan Patient Safety


Keselamatan pasien (patient safety) merupakan priotitas utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan dan perawatan di rumah sakit. Untuk
menggambarkan betapa pentingnya patient safety di rumah sakit, maka akan
diuraikan tujuan dari patient safety itu sendiri yaitu:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien dalam hal ini terutama bayi dan
anak di Rumah Sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien terutama bayi dan
anak serta masyarakat.
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi pada pasien bayi
dan anak di Rumah Sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahab sehungga tidak terjadi
pengulangan kejaidan tidak diharapkan.
5) Menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas kesehatan, dan
pengunjung.
6) Memberikan pelayanan yang lebih efektif dan efisien.

2.3 Insiden Keselamatan Pasien Anak dan Bayi di Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan tempat pelayanan dengan berbagai kebutuhan
terkait kesehatan pasien. Pelayanan terkait berbagai macam obat, tes prosedur,
peralatan dan teknologi, serta jenis tenaga profesi dan non profesi memberikan
pelayanan kepada pasien. Pelayanan tersebut apabila tidak dilaksanakan dengan
baik dapat menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan termasuk insiden yang
dapat mengancam keselamatan pasien (Depkes RI, 2008).
Insiden keselamatan pada bayi dan anak merupakan kejadian yang tidak
disengaja atau kondisi yang dapat mengakibatkan serta berpotensi
5
mengakibatkan cedera. Insiden dibagi menjadi 4 macam, yaitu kejadian tidak
diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian potensial
cedera (Permenkes Nomor 1 Menkes/Per/VIII/2011).
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), merupakan insiden yang dapat membuat
pasien cedera.
2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC), merupakan insiden yang belum sampai
terjadi ke pasien.
3) Kejadian Tidak Cedera (KTC), merupakan insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera.
4) Kejadian Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi
untuk terjadinya cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5) Kejadian Sentinel, merupakan kejadian tidak diharapkan yang menimbulkan
cedera serius, kecacatan bahkan kematian.

2.4 Sistem Pelaporan Insiden Patient Safety


Menurut Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa
sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC
dilakukan setelah analisis mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas),
tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden ditujukan untuk
menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non-blaming).
Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam
waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang TKPRS melakukan
analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi insiden yang dilaporkan.
TKPRS melaporkan hasil kegiatannya ke Nasional Keselamatan Pasien Rumah

6
Sakit melakukan pengkajian memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas
laporan secara nasional (Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).
Alur pelaporan insiden kepada Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
(Internal):
1) Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak /
akibat yang tidak diharapkan.
2) Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan
langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda laporan.
3) Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan
langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen / Unit).
4) Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
5) Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut:
- Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 1 minggu.
- Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 2 minggu.
- Grade kuning: Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA
oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
- Grade merah:Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA
oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6) Setelah selelasi melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi
dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.

7
7) Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
(RCA) dengan melakukan Regrading.
8) Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9) Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk /
"Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10) Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11) Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit
12) Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing – masing
13) Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

2.5 Pelaksanaan Patient Safety pada Bayi dan Anak di Rumah Sakit
Setiap rumah sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(TKPRS) dengan susunan organisasi sebagai berikut, Ketua: Dokter; Anggota:
Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Tenaga Kefarmasian, dan Tenaga Kesehatan
lainnya. Kemudian Rumah Sakit mengembangkan sistem informasi pencatatan
dan pelaporan internal tentang insiden. Setelah adanya pelaporan insiden, Rumah
Sakit melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) secara rahasia. Setelah insiden dilaporkan, Rumah Sakit harus
memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapjan tujuh langkah
menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dalam rangka menerapkan Standar
Keselamatan Pasien, rumah melaksanakan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan
pasien rumah yang terdiri dari (Permenkes 1691/Menkes/ Per/VIII/2011):
1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2) Memimpin dan mendukung staf
3) Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
8
4) Mengembangkan sistem pelaporan
5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7) Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Kepala Rumah Sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan menyusun
tugas bagi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit yaitu sebagai berikut:
1) Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit dengan
kekhususan rumah sakit tersebut.
2) Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselam pasien
rumah sakit.
3) Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang program
keselamatan pasien rumah sakit.
4) Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit.
5) Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden mengembangkan
solusi untuk pembelajaran.
6) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah.
7) Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

2.6 Sasaran Patient Safety pada Bayi dan Anak


Sasaran keselamatan pasien bayi dan anak pada dasarnya tidak berbeda
dengan sasaran keselamatan pasien dewasa umumnya. Sasaran keselamatan
pasien harus mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions World
Health Organization (WHO), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan yang mirip (look-alike, sounds alike,
medication name).
2) Pastikan identifikasi pasien.
9
3) Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
4) Pastikan tindakan yang benar pada tubuh yang benar.
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7) Hindari salah kateter dan salah selang (tube).
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai.
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosocomial
Sedangkan, menurut Joint Commision International (JCI) menyatakan
sasaran pelaksanan patient safety dirumah sakit yang disebut dengan National
Patient Safety Goals For Hospital yang mengandung 6 prinsip patient safety,
diantaranya :
1) Identify Patients Correctly (Identifikasi Pasien secara Tepat)
Gelang identitas dibedakan dengan kriteria sebagai berikut: gelang berwarna
merah muda digunakan untuk pasien wanita, gelang warna biru digunakan
untuk pasien laki-laki, gelang warna putih untuk bayi baru yang belum jelas
atau belum dapat dipastikan jenis kelaminnya (pemasangan gelang penanda
pada bayi yang belum jelas identitas jenis kelaminnya dilakukan setelah bayi
lahir). Perbedaan pemasangan gelang identitas pada bayi baru lahir yaitu
dilakukan oleh perawat/bidan penanggung jawab pelayanan, bukan
dilakukan oleh petugas administrasi bagian admisi. Untuk pemasangan
gelang identitas minimal menggunakan 2 identitas pasien dengan kombinasi
sebagai berikut:
a. Nama lengkap dan tanggal lahir
b. Nama lengkap dan nomor medical record
c. Nama lengkap dan alamat.
Selain gelang, ada juga pemasangan kancing untuk mengidentifikasi
pasien dengan ciri tertentu. Kancing warna merah sebagai tanda alergi
terhadap suatu obat atau makanan tertentu, pemasangannya dilakukan oleh
petugas pertama kali mengidentifikasi adanya alergi terhadap obat atau
10
makanan tertentu. Kancing warna kuning untuk penanda pada pasien yang
memiliki risiko jatuh, dipasang 1x24 jam setelah dilakukan identifikasi.
Kancing ungu untuk pasien ‘do not resuscue’ (DNR) dilakukan setelah
terdapat keputusan tidak boleh dilakukan resus pada pasien, dan stiker
berwarna coklat untuk pasien dengan nama sama dirawat diruang yang sama.
Rekomendasi untuk menciptakan sistem identifikasi pasien yang baik:
a. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini.
b. Standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan, tetapkan kapan identifikasi pasien harus
dilakukan yaitu pada saat pengambilan sampling darah, pengambilan
transfusi darah, pengumpulan sampel yang berasal dari tubuh pasien
(urin, dahak, darah, pus, dan lain-lain), pemberian obat-obatan, prosedur
bedah atau invasif, merujuk pasien, pemeriksaan radiologi, dan bayi baru
lahir. Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
c. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama.
2) Improve Effective Communication ( Meningkatkan Komunikasi yang
Efektif)
Komunikasi yang dilakukan haruslah efektif, tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas dan mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi
kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Aspek-aspek yang harus
dibangun dalam komunikasi efektif yaitu:
a. Kejelasan komunikasi harus dilakukan dengan menggunakan bahasa jelas
mudah diterima serta dipahami oleh penerima pesan.
b. Ketepatan terkait kebenaran informasi yang disampaikan kepada
penerima pesan.
c. Konteks bahasa yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan
lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
11
d. Alur informasi disusun dengan sistematika yang jelas.
e. Budaya, dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang
yang diajak berkomunikasi baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
Adapun sistem pendokumentasian yang tepat harus diterapkan untuk
mencegah kesalahan atau misscommunication. Prinsip yang digunakan
dalam komunikasi yang afektif di ruang perawatan adalah:
a. Teknik TBAK (Tulis, Baca Kembali, Konfirmasi Ulang), berlaku untuk
semua petugas kesehatan yang melakukan dan menerima perintah verbal
atau melalui telepon.
b. Teknik “SBAR” (Situation, Background, Assas Recomendation), berlaku
untuk semua petugas kesehatan melakukan pelaporan/ serah terima pasien
kepada Dokter Penang Jawab (DPJP) dan atau saat pergatiaan petugas.
Adapun rekomendasi lain untuk mengurangi kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien yaitu:
a. Melakukan proses feedback saat menerima instruksi per telepon
b. Melakukan hand over saat serah terima pasien
c. Melakukan critical result dalam waktu 30 menit
d. Menggunakan singkatan yang dibakukan.
3) Improve the safety of High-Alert Medications (Meningkatkan Kemanan
Penggunaan Obat yang Membutuhkan Perhatian)
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat
yang sering menyebabkan terjadi kesalahan serius, obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan seperti pada Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA). Obat-
obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja. NORUM yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error).
12
Solusi :
a. NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan
risiko.
b. Memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu.
c. Pembuatan resep secara elektronik.
d. Tidak menyimpan elektrolit konsentrasi tinggi di ruang perawatan
(termasuk Potassium chloride/KCL dan Sodium chloride/NaCL >0,9%)
4) Ensure Correct-Site, Correct-Procedur, Correct-Patient Surgery
(Meningkatkan Benar Lokasi, Benar Pasien, Benar Prosedur Pembedahan)
Penyimpangan pada hal ini adalah pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah. Sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan
macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang
distandardisasi.
Rekomendasi:
a. Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan
b. Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah (site marking) oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur
c. Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
d. Menggunakan dan melengkapi surgical checklist
5) Reduce The Risk Of Health Care – Associated Infections (Mengurangi
Resiko Infeksi)
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
13
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi:
a. Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs”
tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran.
b. Pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan tangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja
c. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan/observasi dan teknik-teknik yang lain.
5 Momen melakukan cuci tangan:
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien.
6) Reduce The Risk Of Patient Harm Resulting From Falls (Mengurangi
Resiko Pasien Cedera Karena Jatuh)
Kejadian pasien jatuh masih menempati urutan ke empat dari seluruh
kejadian yang tidak diinginkan (KTD). Upaya untuk mengantisipasi dan
mencegah terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera sangat
diperlukan, dilakukan dimulai dari pengkajian di awal pasien masuk maupun
pengkajian ulang secara berkala. Untuk pengkajian, bisa dilakukan
screening menggunakan form screening pasien resiko jatuh yaitu Morse Fall
Scale (MFS) untuk dewasa dan untuk pasien anak menggunakan Humpty
Dumpy Scale, kemudian pasien dengan hasil screening memiliki resiko jatuh
akan diberi gelang identitas resiko jatuh.

14
Skala Resiko Jatuh Humpty Dumpy untuk Pediatri

15
2.7 Standar Patient Safety
Dalam keselamatan pasien, ditetapkan 7 standar keselamatan pasien, yaitu
sebagai berikut.
1) Hak Pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar   kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD.
2) Mendidik Pasien dan Keluarga
RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
Rumah Sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit.
16
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
3) Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan Metode-metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan
Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan  ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5) Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

17
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Kriteria:
a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien.
b. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7) Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
18
Kriteria:
a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Insiden keselamatan pasien bayi dan anak yang tidak disengaja yang
berpotensi mengakibatkan cedera, yaitu kejadian tidak diharap kejadian nyaris
cedera, kejadian tidak cedera, dan kejadian potensial cedera. Sama halnya dengan
pasien dewasa pada umumnya, pasien bayi dan anak juga harus tetap
diperhatikan keselamatannya. Terdapat 9 sasaran patient safety diantaranya:
perhatikan nama obat, rupa dan ucapan yang mirip (look-alike, sounds alike,
medication name); pastikan identifikasi pasien; komunikasi secara benar saat
serah terima atau pengoperan pasien; pastikan tindakan yang benar pada tubuh
yang benar; kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated); pastikan akurasi
pemberian obat pada pengalihan pelayanan; hindari salah kateter dan salah
selang (tube); gunakan alat injeksi sekali pakai; dan tingkatkan kebersihan tangan
untuk pencegahan infeksi nosokomial. Pelaksanaan keselamatan pasien pada bayi
dan anak bisa dibilang tidak berbeda dengan pelaksanaan keselamatan pasien
dewasa, yang membedakannya hanya dari cara pengkajian dan intervensi yang
dilakukan.

3.2 Saran
Adapun saran untuk para petugas Kesehatan yang mengaplikasikannya di
lingkungan rumah sakit agar selalu mengutamakan keselamatan pasien
berdasarkan prosedur yang telah di tentukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia,S. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat Dalam Penerapan IPSG


(International Patient SafetyGoal) Pada Akreditasi JCI (Joint
CommissionInternational) di Instalasi Rawat Inap RSSwasta X tahun 2011.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Bawelle, S. C., Sinolungan, J. S. V., dan Hamel, R. (2013). Hubungan pengetahuan dan
sikap perawat dengan pelaksanaaan keselamatan pasien (patient safety) di ruang
rawat inap RSUD Liun Kendage Tahuna. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Darmadi. (2008). Infeksi Nososkomial Problematika dan Pengendalian Jakarta:
Salemba Medika.
Depkes RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety).
Elrifda, S. (2011). Budaya patient safety dan karakteristik kesalahan pelayanan:
implikasi kebijakan di salah satu rumah sakit di Kota Jambi. Kesmas: National
Public Health Journal, 6(2), 67-76.
Komite Keselamatan Rumah Sakit (KKP-RS) PERSI., 2007. Pedoman Pelap Insiden
Keselamatan Pasien. Jakarta.
Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) Di Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 4(2).
Mulianingsih, M, et. all. 2015. Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR Situa
Background, Assesment, Recomendation) Di RSUD Kota Mata
http://stikesyarsimataram.ac.id
MorseJ.2009.PreventingPatientFalls:Establishing A Fall Intervention Program-2nd
ed.Springer Publishing;New York.
Nivalinda, D., Hartini, M. I., & Santoso, A. (2013). Pengaruh motivasi perawat dan
gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan
pasien oleh perawat pelaksana pada rumah sakit pemerintah di Semarang.
Jurnal Manajemen Keperawatan, 1(2).
Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia1691/Menkes/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien di Rumah Jakarta
Sakit, K. K. P. R. (2008). Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP).
Jakarta: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
21
Saputro, H. (2016). Kinerja perawat dalam pelaksanaan pencegahan risiko jatuh di
ruang rawat inap anak. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2), 26-31
Susiati, M. 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar.Jakarta:Erlangga.
World Health Organization (WHO 2009). WHO Guidelines on Hand Hygie Health
Care
World Health Organization.(2011).Patient sa http://www.euro.who.int/en/health-
topics/Health-systems/patient-safety/patient-safety. Accessed October28, 2017.
World Health Organization (WHO). (2015). WHO Safe Childbirth Chec
Implementation Guide.

22

Anda mungkin juga menyukai