Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok ingin menguraikan kesenjangan antara kasus Ny.I, usia 67 tahun (6
februari 1955) dengan Hipertensi dan Teori yang dihubungkan berdasarkan konsep mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksaan dan evaluasi
keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dianalisa dan ditetapkan permasalahan-permasalahan kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi baik secara fisik, mental, sosial, dan spritual dalam fase ini terdiri dari 2 tahap,
pengumpulan data dan penetuan masalah keperawatan, sumber data biasa didapat dari
sumber utama (pasien), keluarga dan orang terdekat, catatan keperawatan, rekam medik,
dan tim kesehatan lainnya (Khairus Sadiq, 2018).

Pada pengkajian kasus Ny. I dengan hipertensi didapatkan nyeri dibagian tengkuk, klien
klien mengatakan kepalanya pusing. Hal ini menurut teori hipertensi nyeri dibagian
kepala terjadi karena adanya aterosklerosis yang menyebabkan spasme pada pembuluh
darah arteri dan penurunan oksigen di otak yang menyebabkan nyeri pada daerah kepala
(Setyawan, 2014).

Pada hipertensi manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah pusing tengkuk terasa pegal,
cepat marah, telinga berdengung, sulit untuk tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan. Pada kasus gejala berat yang dialami
klien anata lain: sakit kepala, palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting, ansietas, keringat
berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau gundah, tinnitus
(telinga berdenging), serta kesulitan untuk tidur (Fauzi, 2014 Ignatavicius, Workman,
Rebar 2017).
Ny I berusia 67 tahun dimana resiko Hipertensi akan meningkat pada orang lanjut usia
karena penurunan fungsi jantung akibat proses penuaan. Tekanan darah meningkat pada
kasus ini yaitu TTV: TD 150 / 90 mmhg karena terjadi peningkatan tekanan pembuluh
darah sistemik.

B. Diagnosa
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan disesuaikan dengan respon pasien saat
dilakukan pengkajian, berdasarkan kebutuhan dan kondisi pasien saat itu Pada tinjauan
pustaka terdapat lebih empat diagnosa keperawatan yang muncul, pada kasus Ny.I hanya
tiga yang muncul. Diagnosa yang diangkat ini diberdasarkan kondisi pasien saat itu yang
memerlukan penanganan segera dalam hal keselamatan jiwa menjadi diagnosa primer.

Pada kasus Ny.I didapatkan diagnosa Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera
fisiologis, Gangguan pola tidur berhubungan dengan psikologis, Defisit pengetahuan
berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi. Pada teori menurut Sitorus, 2018
diagnose keperawatan yang muncul diantaranya : Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencidera fisiologis : peningkatan tekanan vaskuler serebral, Gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur, Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan
afterload (Sitorus, 2018).

Pada diagnosa kasus Ny.I terdapat2 persamaan diagnosa, yaitu nyeri akut/kronis dan
gangguan pola tidur, untuk diagnosa 3 tidak sama dengan teori, karena teori mengatakan
bahwa diagnosa selanjutnya adalah Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan afterload
(Sitorus, 2018).

C. Perencanaan
Menurut teori NANDA (2015) langkah-langkah perencanaan meliputi prioritas masalah,
penetapan tujuan dan kriteria hasil serta penyusunan rencana tindakan. Pada kasus Ny I
rencana tindakan disesuaikan dengan prioritas dari diagnosa keperawatan yang
didapatkan sesuai kondisi saat kejadian diantaranya:
Perencanaan tindakan pada kasus Ny I prioritas pertama adalah pengkajian mengenai
nyeri yang dirasakanya. Edukasi manajemen nyeri, kolaborasi pemberian obat analgesik,
pada teori menurut (Sitorus, 2018) perencanaan yang dituliskan dari diagnosa utama
adalah mengkaji nyeri yang dirasakan, dan pemberian obat

Hal ini, terdapat persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus Ny.I. Pada kasus, tidak
hanya menuliskan pengkajian mengenai nyeri tetapi terdapat tindakan psikomotor yang
akan dilakukan perawat, hal ini berbeda dengan teori yang tidak terdapat tidakan
terapeutik untuk menangani nyeri tersebut (Sitorus, 2018).

D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada kasus hipertensi dilakukan berdasarkan rencana
keperawatan yang sesuai standart operasional prosedur (SOP) yang berlaku dengan
menyesuaikan fasilitas yang tersedia dan kondisi pasien. Pelaksanaan tindakan
keperawatan dan kolaborasi diupayakan secara maksimal untuk setiap perencanaan yang
telah disusun (Trisnantoro, 2019).

Pelaksanaan tindakan dan tujuan keperawatan yang dilakukan terhadap kasus Ny I / 67


thn, seperti pasien diberikan pengobatan Amlodipin 5 mg. Pemberian Amlodipin
pengobatan lini pertama hipertensi dan dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk
mengontrol tekanan darah pada sebagian besar pasien. Pada tindakan terapeutiknya
dilakukan manajemen nyeri kepada Ny.I yang bertujuan untuk menambah pengetahuan
tentang cara mengatasi nyeri yang dirasakan.

Pada hipertensi terjadi nyeri karena adanya aterosklerosis yang menyebabkan spasme
pada pembuluh darah arteri dan penurunan oksigen di otak yang menyebabkan nyeri pada
daerah kepala (Setyawan, 2014). Pada penderita Hipertensi juga diberikan Amlodipin,
karena Amlodipine termasuk dalam golongan calcium-channel blockers (CCBs) atau
antagonis kalsium. Obat ini bekerja dengan cara membantu melemaskan otot pembuluh
darah. Dengan begitu, pembuluh darah akan melebar, darah dapat mengalir dengan lebih
lancar, dan tekanan darah dapat menurun (Pristiyanti, 2021).

E. Evaluasi
Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan pada NyI sesuai dengan
landasan teori mengenai evaluasi asuhan keperawatan yang difokuskan pada evaluasi
struktur dan evaluasi sumatif. Evaluasi asuhan keperawatan bertujuan untuk melihat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan atau
meneruskan rencana tindakan keperawatan.

Dalam evaluasi ini perawat harus mendokumentasikan hasil dari tindakan yang telah
dilakukan, seperti memberikan edukasi manajemen nyeri, dan pemberian obat amlodipin
5 mg. edukasi manajemen nyeri sangat berguna untuk pasien karena dengan edukasi
manejemen nyeri akan membuat pasien lebih bisa berfikir positif terhadap nyeri yang
dirasakan, pasien juga dapat lebih mengetahui cara penurunan nyeri tanpa farmakologi
(Ririn, 2016). Maka untuk itu, edukasi disarankan lebih di lakukan lagi agar oara pasien
dapat mengenali tentang penyakit atau gejala yang timbul, dan pasien menjadi lebih
mandiri karena lebih faham tentang penatalaksanaan gejala yang ia rasakan (Kartika,
2019).
Daftar pustaka ‘

ARPUL SITORUS, 2018 “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BANGKINANG KOTA KABUPATEN KAMPAR” laporan tugas akhir- POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES RIAU JURUSAN KEPERAWATAN PEKANBARU 2018”

Haldi, L Pristianty, IR Hidayati - Jurnal Farmasi Komunitas, 2021 - e-journal.unair.ac.id


“Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pasien Hipertensi Terhadap Kepatuhan Penggunaan
Obat Amlodipin Di Puskesmas Arjuno Kota Malang” 2021

Anda mungkin juga menyukai