Anda di halaman 1dari 32

RESPONSI

Hordeolum Eksterna

Diajukan Sebagai Persyaratan Pendidikan Program Studi Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Penyusun:
Arika Pawedar WI 0607012110025
Devina Nathania 0607012110045

Pembimbing:
dr. Dewi Rosalina, Sp.M

KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi dengan judul “Hordeolum Eksterna” ini telah diperiksa,


disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Mohammad Soewandhie Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra.

Tanggal Presentasi:
11 Juli 2023

Surabaya, 11 Juli 2023


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Dewi Rosalina, Sp.M

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. 4
BAB I....................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
LAPORAN KASUS................................................................................................6
2.1 Identitas Pasien.............................................................................................6
2.2 Subjektif (Autoanamnesa)............................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................ 7
2.4 Daftar Masalah............................................................................................. 9
2.5 Assessment dan Differential Diagnosis......................................................10
2.6 Planning......................................................................................................11
BAB III.................................................................................................................. 12
3.1 Anatomi...................................................................................................... 12
3.2 Definisi dan Klasifikasi.............................................................................. 15
3.3 Epidemiologi Hordeolum........................................................................... 17
3.4 Diagnosis Banding..................................................................................... 17
3.5 Etiologi Hordeolum....................................................................................19
3.6 Faktor Risiko Hordeolum..........................................................................20
3.7 Patofisiologi Hordeolum............................................................................ 20
3.8 Manifestasi Klinis Hordeolum................................................................... 20
3.9 Penegakan Diagnosa Hordeolum............................................................... 21
3.10 Tatalaksana Hordeolum............................................................................23
3.11 Komplikasi Hordeolum............................................................................ 25
3.12 Prognosis.................................................................................................. 26
3.13 Edukasi pasien dengan Hordeolum.......................................................... 27
BAB IV.................................................................................................................. 28
KESIMPULAN.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pemeriksaan Klinis Mata; OD (kanan); OS (kiri) 13

Gambar 2.2 Foto Klinis Mata; OS (kiri) 13

Gambar 3.1 Gross anatomy eyelid 15

Gambar 3.1 Struktur upper eyelid 16

Gambar 3.3 Plat tarsal dan septum orbital 17

Gambar 3.4 Hordeolum eksterna 18

Gambar 3.5 Hordeolum Interna 18

Gambar 3.6 Chalazion 19

Gambar 3.7 Granuloma piogenik 20

Gambar 3.8 Keratoacanthoma 21

Gambar 3. 9 Stadium hordeolum Selulitis 22

Gambar 3.10 Stadium hordeolum Abses 22

Gambar 3.11 Insisi Hordeolum Interna 26

Gambar 3.12 Meibomitis kronis 28

Gambar 3.13 Necrotizing fascitis

4
BAB I
PENDAHULUAN

Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata
melindungi kornea dan berfungsi dalam pendistribusian dan eliminasi air mata.
Penutupan kelopak mata berguna untuk menyalurkan air mata ke seluruh
permukaan mata dan memompa air mata melalui punctum lakrimalis. Kelainan
yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari yang jinak sampai
keganasan, Tetapi kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa
atau pun mengancam penglihatan (Khurana, 2007).
Hordeolum adalah infeksi bakteri akut yang ditemukan di kelopak mata.
Infeksi ini adalah kondisi umum, dan pasien sering datang ke dokter perawatan
primer atau pusat perawatan akut untuk evaluasi dan pengobatan. Pasien biasanya
datang dengan peradangan kelopak mata yang menyakitkan dan eritematosa.
Hordeolum dapat terbentuk di kelopak mata luar dan umumnya disebut sebagai
timbil. Ini juga dapat terbentuk di kelopak mata bagian dalam dan dapat dengan
mudah disalahartikan sebagai chalazion (Bragg, 2022). Secara klasik hordeolum
muncul sebagai pustula kecil di sepanjang tepi kelopak mata dan dapat dibedakan
dari chalazion yang cenderung melibatkan lebih sedikit respons inflamasi dan
mengikuti perjalanan yang lebih kronis (Willmann, 2023).
Terdapat dua jenis hordeolum, yaitu hordeolum interna dan hordeolum
eksterna. Hordeolum interna disebabkan oleh infeksi pada kelenjar meibom dan
dapat menonjol ke kulit atau ke permukaan konjungtiva. Hordeolum eksterna
disebabkan oleh infeksi pada kelenjar zeis dan moll dan hanya dapat menonjol ke
arah kulit (Khurana, 2007).
Pada laporan kasus berikut akan menjelaskan tentang evaluasi dan
pengobatan hordeolum dari salah satu pasien di RSUD dr Mohamad Soewandhie.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. I
No. RM : 737985
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 23-02-2001
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
2.2 Subjektif (Autoanamnesa)
Keluhan utama: Benjolan pada kelopak mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan benjolan pada mata kiri, muncul sejak sekitar satu
setengah bulan yang lalu. Awalnya hanya dirasakan panas pada mata,
kemudian muncul benjol dan terasa nyeri. Selain itu pasien juga sempat
terdapat keluhan seperti belekan, gatal, keluar nanah dan darah. Keluhan
demam, pusing, perasaan mata mengganjal, bulu mata rontok disangkal.
Pasien kemudian membeli obat di apotik yaitu cendo xitrol dan cendo mycos,
namun keluhan tidak membaik setelah pemberian hingga sekitar 2 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


● Hipertensi (-)
● Diabetes melitus (-)
● Trauma (-)

Riwayat Penggunaan Obat:


● Cendo xitrol
● Cendo mycos

6
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan serupa disangkal (-)
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Sosial :
● Merokok (+)
● Alkohol (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 119/90 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, pengisian cukup
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala/Leher : A/I/C/D -/-/-/-
Thorax :
- Paru : Simetris, Rhonki -/-, Wheezing -/-
- Jantung : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, kering, merah

2.3.2 Status Lokalis

OD OBJEKTIF OS

1.0 Visus 1.0

Inspeksi

Di tengah Posisi Bola Mata Di tengah

Dapat bergerak ke segala Gerakan Bola Mata Dapat bergerak ke segala


arah arah

Segmen Anterior

Edema (-), Hiperemi (-), Palpebra Superior Edema (-), Hematoma


Laserasi (-), Massa (-), (-), Hiperemi (+),

7
Puss (-), Hematoma (-), Palpebra Superior Laserasi (-), Massa (+),
entropion (-), ectropion Puss (+), nyeri tekan (+),
(-), trichiasis (-) entropion (-), ectropion
(-), trichiasis (-)

Edema (-), Hiperemi (-), Palpebra Inferior Edema (-), Hiperemi (-),
Laserasi (-), Massa (-), Laserasi (-), Massa (-),
Hematoma (-) Hematoma (-)

Anemia (-), massa (-), Konjungtiva Palpebra Anemia (-), massa (-)
papil/folikel (-), cobble papil/folikel (-), cobble
stone app (-) stone app (-)

Hiperemis (-), corpus Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-), corpus


alienum (-), secret (-) alienum (-), secret (-),

Jernih, edema (-), Kornea Jernih, edema (-),


infiltrat (-) infiltrat (-)

Jernih, kedalaman Bilik Mata Depan Jernih, kedalaman


cukup, hifema (-), cukup, hifema (-),
hipopion(-) hipopion(-)

Radier, warna coklat, Iris Radier, warna coklat,


kripta cukup, iris shadow kripta cukup, iris shadow
(-) (-)

Bulat, isokor, diameter Pupil Bulat, isokor, diameter


3mm, refleks cahaya 3mm, refleks cahaya
langsung (+), refleks langsung (+), refleks
cahaya tidak langsung cahaya tidak langsung
(+) (+)

Jernih Lensa Jernih

Segmen Posterior

TDE Fundus Reflek TDE

TDE Makula TDE

8
Gambar 2.1 Pemeriksaan Klinis Mata; OD (kanan); OS (kiri)
Sumber: RSUD dr Soewandhie

Gambar 2.2 Foto Klinis Mata; OS (kiri)


Sumber: RSUD dr Soewandhie

2.4 Daftar Masalah


● Benjolan Kelopak mata kiri
● Nyeri (+)
● Tampak puss kekuningan pada benjolan
● OS palpebra superior:
○ Hiperemi (+)
○ Massa (+)
○ Nyeri tekan (+)
○ Puss (+)

9
2.5 Assessment dan Differential Diagnosis
2.5.1 Assessment
● OS hordeolum eksterna palpebra superior stadium abses
2.5.2 Differential Diagnosis
● Kalazion
● Hordeolum Interna
● Pyogenic Granuloma
● Keratoacanthoma

10
2.6 Planning

Daftar Masalah Assessment Planning

Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi

Benjolan Kelopak OS hordeolum - ● Asam ● Keluhan ● jangan mengucek-ucek mata


eksterna mefenamat ● Visus ● jangan menekan/ menusuk area
mata kiri, Nyeri
palpebra 3x500 mg prn. benjolan (hordeolum)
(+), Tampak puss superior ● Kompres ● menjaga kebersihan diri &
stadium abses hangat 3-4x lingkungan
kekuningan pada
sehari selama ● hindari pemakaian make up pada
benjolan 5-10 menit mata sementara karena
● Neomycin 3 dd merupakan penyebab infeksi
OS palpebra
ue OS selama 7 ● hindari pemakaian lensa kontak
superior : hari karena menyebabkan infeksi ke
● Insisi & kornea
Hiperemi (+),
drainase pus ● kontrol 1 minggu untuk evaluasi
Massa (+), Nyeri jika tidak ada terapi
perbaikan
tekan (+), Puss (+)

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
a. Gross anatomy
Kelopak mata adalah tirai jaringan yang ditempatkan di depan bola
mata. Kelopak mata berfungsi sebagai penutup yang melindungi mata dari
cedera dan cahaya yang berlebihan. Kelopak mata juga memiliki fungsi
penting dalam menyebarkan lapisan air mata di atas kornea dan
konjungtiva, serta membantu mengalirkan air mata melalui sistem pompa
air mata.
● Bagian-bagian kelopak mata. Setiap kelopak mata dibagi oleh
horizontal furrow (sulkus) menjadi bagian orbital dan tarsal.
● Posisi kelopak mata. Saat mata terbuka, kelopak mata bagian atas
menutupi sekitar seperenam kornea dan kelopak mata bagian
bawah hanya menyentuh limbus.
● Canthi. Kedua kelopak mata saling bertemu pada sudut medial dan
lateral (atau kanthi luar dan dalam). Kantus medial sekitar 2 mm
lebih tinggi dari kantus lateral.
● Aperture palpebra. Ini adalah ruang elips antara kelopak mata atas
dan bawah. Saat mata terbuka, ukurannya sekitar 10-11 mm secara
vertikal di bagian tengah dan sekitar 28-30 mm secara horizontal.
● Margin kelopak mata. Lebarnya sekitar 2 mm dan dibagi menjadi
dua bagian oleh punctum. Bagian medial, bagian lakrimal
berbentuk bulat dan tidak memiliki bulu mata atau kelenjar.
Bagian lateral, bagian siliaris terdiri dari batas anterior yang
membulat, batas posterior yang tajam (ditempatkan pada bola mata) dan
strip intermarginal (di antara kedua batas), Grey line (yang menandai
persimpangan kulit dan konjungtiva) membagi garis intermarginal menjadi
garis anterior yang berisi 2-3 baris bulu mata dan garis posterior yang
merupakan tempat bukaan kelenjar meibom tersusun secara berurutan.

12
Pemisahan kelopak mata bila diperlukan dalam operasi dilakukan pada
tingkat grey line.

Gambar 3.1 Gross anatomy eyelid


Sumber : Khurana, 2007

b. Struktur
Setiap kelopak mata terdiri (dari anterior ke posterior) dari
lapisan-lapisan berikut ini:

Gambar 3.2 Struktur upper eyelid


Sumber : Khurana, 2007
1. Kulit. Kulit bersifat elastis dengan tekstur yang halus dan
merupakan yang paling tipis di dalam tubuh.

13
2. Jaringan areolar subkutan. Jaringan ini sangat longgar dan tidak
mengandung lemak. Oleh karena itu, jaringan ini mudah
membengkak oleh edema atau darah.
3. Lapisan otot lurik. Terdiri dari otot orbikularis yang membentuk
lembaran oval di kelopak mata. Terdiri dari tiga bagian: orbita,
palpebra, dan lakrimal. Otot ini menutup kelopak mata dan disuplai
oleh cabang zygomatik dari saraf wajah. Oleh karena itu, pada
kelumpuhan saraf wajah terjadi lagophthalmos yang dapat
diperumit oleh keratitis eksposur.Selain itu, kelopak mata atas juga
mengandung levator otot palpebrae superioris (LPS). Otot ini
muncul dari puncak orbita dan disisipkan oleh tiga bagian pada
kulit kelopak mata, permukaan anterior lempeng tarsal, dan
konjungtiva forniks superior. Bagian ini mengangkat kelopak mata
bagian atas.Ini disuplai oleh cabang saraf okulomotor.
4. Jaringan areolar submuskular. Merupakan lapisan jaringan ikat
yang longgar. Saraf dan pembuluh darah berada di lapisan ini. Oleh
karena itu, untuk membius kelopak mata, injeksi diberikan pada
bidang ini.
5. Lapisan fibrosa. Lapisan ini merupakan kerangka kelopak mata dan
terdiri dari dua bagian: lempeng tarsal sentral dan septum orbitale
perifer.
● Plate tarsal. Terdapat dua lempeng padat jaringan ikat, satu
untuk setiap kelopak mata. jaringan ikat padat, satu untuk
setiap kelopak mata, yang memberikan bentuk dan
kekencangan pada kelopak mata. Lempeng tarsal atas dan
bawah bergabung satu sama lain pada kanthi medial dan
lateral; dan melekat pada margin orbita melalui ligamen
palpebra medial dan lateral. Di dalam substansi lempeng
tarsal terdapat kelenjar meibom dalam barisan paralel.
● Septum orbitale (fasia palpebra). Ini adalah selaput tipis
jaringan ikat yang menempel di tengah lempeng tarsal dan
di perifer periosteum pada tepi orbital. Septum ini dilubangi

14
oleh saraf, pembuluh darah, dan otot levator palpebrae
superioris , yang masuk ke kelopak mata dari orbit.
6. Lapisan serat otot yang non-striated. Terdiri dari otot palpebra
Muller yang terletak jauh di dalam septum orbita di kedua kelopak
mata. Pada kelopak mata atas, lapisan ini muncul dari serat otot
levator palpebrae superioris dan pada kelopak mata bawah dari
perpanjangan otot rektus inferior; dan disisipkan pada tepi perifer
lempeng tarsal. Ini disuplai oleh serat simpatis.

Gambar 3.3 Plat tarsal dan septum orbital


Sumber : Khurana, 2007
7. Konjungtiva. Bagian yang melapisi kelopak mata disebut
konjungtiva palpebra. Terdiri dari tiga bagian: marginal, tarsal, dan
orbital (Khurana, 2007).
3.2 Definisi dan Klasifikasi
Hordeolum merupakan suatu masa nodul yang nyeri dan kemerahan di
sekitar margo palpebra (Soebagjo, 2019). Ada dua kategori umum hordeolum:
1. Hordeolum Eksterna
Peradangan supuratif akut pada kelenjar Zeis atau Moll (Khurana,
2007). Muncul di sepanjang tepi luar kelopak mata. Dapat menjadi kuning,
berisi nanah, dan nyeri saat disentuh. Dapat disebabkan oleh infeksi
berikut :
● Folikel bulu mata: Lubang kecil di kulit tempat bulu mata tumbuh.
● Kelenjar sebaceous (Zeis): Kelenjar ini melekat pada folikel bulu
mata dan menghasilkan sebum. Sebum membantu melumasi bulu
mata dan mencegahnya mengering.

15
● Kelenjar apokrin (Moll): Kelenjar ini juga membantu mencegah
bulu mata mengering. Ini merupakan kelenjar keringat yang
bermuara di folikel bulu mata (Kolhe et al, 2022).

Gambar 3.4 Hordeolum eksterna


Sumber : Kanski, 2015

2. Hordeolum Interna
Peradangan supuratif pada kelenjar meibom yang berhubungan
dengan penyumbatan saluran. Kondisi ini dapat terjadi sebagai infeksi
stafilokokus primer pada kelenjar meibomian atau karena infeksi sekunder
pada chalazion (chalazion yang terinfeksi). Gejalanya mirip dengan
hordeolum eksternum, kecuali rasa sakitnya lebih hebat, karena
pembengkakan yang tertanam dalam di dalam jaringan fibrosa yang padat.
Pada pemeriksaan, kondisi ini dapat dibedakan dari hordeolum eksternum
karena titik nyeri dan pembengkakan maksimum berada jauh dari batas
kelopak mata dan nanah biasanya mengarah ke konjungtiva tarsal (terlihat
sebagai area kekuningan pada kelopak mata), bukan pada akar silia.
Kadang-kadang, titik pus dapat terlihat pada pembukaan kelenjar meibom
yang terlibat atau pada kulit (Khurana, 2007).

16
Gambar 3.5 Hordeolum Interna
Sumber : Khurana, 2007

3.3 Epidemiologi Hordeolum


Hordeolum adalah penyakit yang umum terjadi, insidensi pastinya
tidak diketahui. Setiap usia dan demografi dapat mengalami hordeolum dan
terdapat sedikit peningkatan insidensi pada pasien pasien berusia 30 hingga 50
tahun. Tidak diketahui perbedaan prevalensi pada populasi di seluruh dunia.
Pasien-pasien dengan kondisi penyakit kronis seperti dermatitis seboroik,
diabetes melitus, dan kadar kolesterol yang tinggi memiliki risiko yang lebih
tinggi terkena hordeolum (Soebagjo, 2019).
Hordeolum adalah presentasi umum dalam praktik keluarga dan termasuk
dalam manajemen akut. Tidak ada korelasi langsung antara ras, jenis kelamin,
atau jenis kelamin berkaitan dengan prevalensi hordeolum. Orang dewasa
mungkin lebih rentan karena peningkatan viskositas sebum. Pasien dengan
kondisi seperti blepharitis, dermatitis seboroik, rosacea, diabetes, dan
peningkatan lipid juga berisiko tinggi untuk pengembangan hordeolum
(Bragg, 2022).
3.4 Diagnosis Banding
1. Chalazion
Kista ini juga disebut kista tarsal atau meibomian. Ini adalah
peradangan granulomatosa non-infeksius kronis pada kelenjar meibom.
Faktor predisposisinya mirip dengan hordeolum eksternum.
Pasien biasanya datang dengan pembengkakan tanpa rasa sakit pada

17
kelopak mata dan rasa berat yang ringan. Pemeriksaan biasanya
menunjukkan pembengkakan kecil, dan tidak nyeri, yang terletak sedikit
menjauh dari batas kelopak mata. Biasanya mengarah ke sisi konjungtiva,
sebagai area berwarna merah, ungu atau abu-abu, yang terlihat pada
kelopak mata. Jarang, sebagian besar pembengkakan terjadi pada sisi kulit.
Kadang-kadang, dapat muncul sebagai bintil abu-abu kemerahan pada
strip intermarginal (chalazion marginal). Sering kali, beberapa chalazia
dapat terlihat melibatkan satu atau beberapa kelopak mata (Khurana,
2007).

Gambar 3.6 Chalazion


Sumber : Khurana, 2007
2. Pyogenic Granuloma
Granuloma piogenik adalah proliferasi vaskularisasi yang berkembang
pesat jaringan granulasi yang biasanya didahului dengan pembedahan,
trauma atau infeksi, meskipun beberapa kasus bersifat idiopatik. Secara
klinis didapati keluhan nyeri dengan proliferasi granulasi yang tumbuh
dengan cepat. Lesi mudah berdarah setelah trauma yang ringan.

18
Gambar 3.7 Granuloma piogenik
Sumber : Bowling, 2015
3. Keratoacanthoma
Keratoacanthoma adalah tumor keganasan langka, tumor
berkembang pesat tetapi selanjutnya tumor mengalami regresi yang
biasanya terjadi pada individu berkulit putih dengan riwayat paparan sinar
matahari kronis. Imunosupresif terapi juga merupakan faktor predisposisi.
Lesi hiperkeratotik berbentuk kubah berwarna merah muda
berkembang, seringkali di kelopak mata bawah (Gbr. B), ukurannya bisa
berlipat ganda atau tiga kali lipat dalam beberapa minggu (Gbr. C).
Pertumbuhan kemudian berhenti selama 2-3 bulan, setelah itu
involusi(mengecil) spontan terjadi, ketika kawah berisi keratin mungkin
berkembang (Gbr. D). Involusi lengkap dapat memakan waktu hingga satu
tahun dan biasanya meninggalkan bekas luka yang tidak sedap dipandang.

Gambar 3.8 Keratoacanthoma


Sumber : Bowling, 2015
3.5 Etiologi Hordeolum
Hordeolum eksternal disebabkan oleh penyumbatan pada kelenjar
sebaceous (Zeis) atau kelenj keringat (Moll) (Khurana, 2007). Terdapat

19
kelenjar minyak kecil yang berada di sekitar kelopak mata dan mengalir
melalui saluran ke bulu mata. Jika ada sesuatu yang menyumbat saluran
tersebut, minyak tidak dapat mengalir dan kembali ke kelenjar (Kolhe, 2022).
Penyumbatan terjadi pada garis bulu mata dan muncul sebagai area bengkak
merah yang menyakitkan yang berkembang menjadi Hordeolum externa
(Bragg, 2022).
3.6 Faktor Risiko Hordeolum
Siapa pun dapat mengembangkan hordeolum pada mata, tetapi ada
beberapa faktor tertentu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
hordeolum:
1. Individu yang pernah mengalami bintitan atau bintitan di masa lalu, lebih
mungkin mengalami bintitan di masa depan
2. Kondisi kulit seperti Rosacea atau Dermatitis, masalah medis lainnya
(termasuk diabetes, pembengkakan kelopak mata, dan serum lipid yang
tinggi)
3. Menggunakan riasan lama atau tidak menghapus riasan mata secara teratur
(Kolhe, 2022).
3.7 Patofisiologi Hordeolum
Infeksi umumnya muncul akibat penebalan, stasis, atau keringnya
sekresi kelenjar Zeis, Moll, atau kelenjar Meibom. Kelenjar Zeis dan Moll
merupakan suatu kelenjar siliaris dari mata. Kelenjar Zeis mensekresikan
sebum dengan kandungan antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri. Kelenjar Moll memproduksi imunoglobulin A, mucin, dan lisosom
yang esensial pada pertahanan imun melawan bakteri mata. Ketika kelenjar-
kelenjar ini mengalami suatu blokade atau kebuntuan, maka akan terjadi
gangguan pertahanan imun mata. Stasis kelenjar ini dapat mengakibatkan
terjadinya infeksi bakteri dan Staphylococcus aureus merupakan patogen
tersering yang menyebabkan hordeolum. Setelah terjadinya suatu respons
inflamasi yang ditandai infiltrasi leukosit, maka akan muncul suatu kantong
berisi nanah atau terbentuk abses (Soebagjo, 2019).

20
3.8 Manifestasi Klinis Hordeolum
Seseorang umumnya memiliki satu hordeolum pada satu mata.
Namun, tidak menutup kemungkinan untuk memiliki lebih dari satu
hordeolum pada mata yang sama, atau satu hordeolum pada setiap mata.
Gejala bintitan dapat meliputi:
● Benjolan pada kelopak mata
● Pembengkakan pada kelopak mata
● Nyeri
● Kemerahan
● Pengerasan pada pinggiran kelopak mata
● Sensasi terbakar
● Kelopak mata terkulai
● Gatal pada mata
● Penglihatan kabur
● Keluarnya lendir dari mata
● Sensitivitas cahaya
● Ketidaknyamanan saat berkedip
● Perasaan bahwa ada benda di mata (Kolhe et al, 2022).

3.9 Penegakan Diagnosa Hordeolum


a. Anamnesis
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinis yang muncul pada pasien dan dengan melakukan pemeriksaan mata
yang sederhana. Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit,
pemeriksaan penunjang tidak diperlukan (Soebagio, 2019).
Pada kasus hordeolum biasanya pasien datang dengan keluhan
munculnya benjolan kecil dengan titik berwarna kekuningan di tengah
benjolan yang kemudian berkembang menjadi nanah dan melebar di
sekitar area tersebut tanpa adanya riwayat benda asing atau trauma. Pasien
seharusnya tidak melaporkan nyeri mata, dan gerakan ekstraokular mereka
harus utuh dan tidak nyeri. Eritema terlokalisasi pada kelopak mata yang
terkena (Bragg, 2022). Obat-obat mata yang dipakai belakangan ini dan
semua gangguan mata yang pernah maupun yang sedang terjadi harus

21
dicatat. Selain itu, semua gejala mata lain yang berhubungan perlu
dipertimbangkan (Riordan, 2008). Perlu digali adanya penyakit yang
berhubungan dengan kejadian hordeolum seperti diabetes, kadar lipid
serum tinggi, roseola, dermatitis seboroik, blepharitis, dan riwayat
hodeolum sebelumnya (Soebagjo, 2020). Riwayat kesehatan terdahulu
berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan bila ada penyakit
sistemik yang penting. Gangguan vaskular yang biasanya menyertai
manifestasi mata, seperti diabetes harus ditanyakan secara spesifik.
Riwayat keluarga berhubungan dengan penyakit medis seperti diabetes
juga perlu ditanyakan (Riordan, 2008).
Tanda-tanda :
● Stadium selulitis ditandai dengan lokalisasi, pembengkakan yang
keras, merah, dan lunak pada batas palpebra yang berhubungan
dengan edema yang nyata.

Gambar 3.9 Stadium hordeolum Selulitis


Sumber : Khurana, 2007
● Stadium pembentukan abses ditandai dengan : titik nanah yang
terlihat pada tepi palpebra sehubungan dengan silia yang terkena.
(Khurana, 2007)

22
Gambar 3.10 Stadium hordeolum Abses
Sumber : Khurana, 2007

b. Pemeriksaan fisik
Sebagaimana penilaian tanda vital merupakan bagian dari setiap
pemeriksaan fisik, setiap pemeriksaan mata harus mencakup penilaian
ketajaman penglihatan. Walaupun ketajaman penglihatan tidak disebut
sebagai bagian dari keluhan utama. Pemeriksaan mata luar secara umum
dilakukan pada adneksa mata (palpebra dan daerah periokular). Lesi kulit,
pertumbuhan, dan tanda-tanda radang seperti pembengkakan, eritema,
panas, dan nyeri tekan dievaluasi melalui inspeksi dan palpasi. Pada kasus
hordeolum dapat ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada
perabaan. Nanah dapat keluar dari pangkal rambut (hordeolum eksterna).
Apabila sudah terjadi abses dapat timbul undulasi. Hordeolum dapat
terjadi pada kelopak mata atas maupun kelopak mata bawah.
Pembengkakan pada hordeolum interna dapat menonjol ke arah kulit
maupun ke arah permukaan konjungtiva, sedangkan hordeolum eksterna
selalu menonjol ke arah luar (Riordan, 2008).
c. Pemeriksaan Penunjang
Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit ini
pemeriksaan penunjang tidak diperlukan. Kultur tidak diindikasikan
pada kasus-kasus hordeolum ataupun kalazion yang terisolasi dan
tanpa komplikasi (Soebagjo, 2019)

23
3.10 Tatalaksana Hordeolum
Terapi inisial untuk hordeolum ditujukan untuk meningkatkan proses
evakuasi nanah dari hordeolum. Penggunaan kompres hangat dapat
memfasilitasi terjadinya drainase dengan cara melunakkan jaringan
granuloma. Kompres hangat umumnya diberikan selama lima hingga sepuluh
menit beberapa kali sehari hingga hordeolum sembuh (Soebagjo, 2019).
Kompres hangat dapat dilakukan tiga - empat kali sehari selama 10-15 menit.
Jika tidak membaik dalam waktu 48 jam dapat dilakukan insisi dan drainase
pus. Pada hordeolum interna dibuat insisi vertikal pada permukaan
konjungtiva untuk menghindari memotong kelenjar meibom. Daerah insisi
tidak boleh ditekan untuk mengeluarkan sisa pus. Pada hordeolum eksternal,
insisi horizontal dilakukan pada kulit untuk meminimalkan pembentukan
bekas luka (Budiono dkk, 2013).
Scrub kelopak mata dengan menggunakan shampo bayi atau cairan
normal salin 0,9% dapat dilakukan sambil memberikan masase ringan pada
area yang terkena hordeolum. Teori yang mendukung terapi ini adalah
penggunaan scrub kelopak mata akan meningkatkan kebersihan kelopak mata
dan mengkondisikan kelopak mata agar lebih mudah mengalami drainase
dengan cara membersihkannya dari debris-debris pada tepi kelopak mata.
Membersihkan saluran kelenjar keringat dan saluran kelenjar minyak dapat
mempermudah proses drainase sama seperti epilasi bulu mata pada
kasus-kasus hordeolum eksternum. Selain itu zat-zat yang terkandung dalam
shampo dapat merusak membran bakteri yang selanjutnya dapat menurunkan
jumlah bakteri pada lokasi infeksi. Scrub kelopak mata umumnya
direkomendasikan pada penatalaksanaan infeksi bakteri pada kelopak mata
seperti blefaritis dan dapat mencegah penyebaran dari infeksi (Soebagjo,
2019).
Antibiotik topikal pada umumnya tidak efektif, oleh sebab itu tidak
diindikasikan kecuali terdapat suatu penyerta seperti blefarokonjungtivitis.
Antibiotik sistemik pada umumnya diindikasikan pada kasus-kasus langka
seperti selulitis palpebra sekunder, akan tetapi jika pasien mengalami
meibomitis kronis yang menonjol, dapat diberikan terapi doksisiklin oral

24
(Soebagjo, 2019). Dalam sumber lain antibiotik topikal diindikasikan untuk
mengontrol infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu antibiotik tetes
mata (neomycin, polymyxin B) 3-4x/hari selama 7 hari atau salep mata (saat
tidur). Selain itu anti inflamasi dan analgesik dapat diberikan untuk
mengontrol nyeri & edema. Antibiotik sistemik dapat digunakan untuk kontrol
infeksi awal (Khurana, 2007).
Jika hordeolum berubah menjadi suatu kalazion dan tidak berespons
terhadap kompres hangat ataupun eyelid hygiene, maka dapat dipertimbangkan
injeksi kortikosteroid intralesi (contoh: triamcinolone 40 mg/ml sebanyak
0,1–0,2 ml) atau insisi dan drainase. Injeksi kortikosteroid intralesi pada
pasien-pasien dengan kulit gelap dapat menyebabkan depigmentasi pada kulit
kelopak mata di atasnya, sehingga harus digunakan secara hati-hati.
Hordeolum umumnya tidak berbahaya pada sebagian besar kasus. Sebagian
besar kasus hordeolum dapat sembuh sendiri secara spontan. Pada beberapa
kasus, hordeolum membutuhkan terapi insisi dan drainase (Soebagjo, 2019).
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum
(Sidarta, 2004). Kontraindikasi pada pembedahan hordeolum adalah jika
hordeolum terletak di dekat punctum lakrimal (antara nasal dan canthus
medial) maka akan dilakukan rujuk ke dokter spesialis mata karena beresiko
merusak sistem drainase lakrimal (Jackson, 2011).
Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk prosedur :
● Masker dan kacamata
● Anestesi mata topikal (tetracaine)
● Alcohol pads
● Injeksi anestesi lokal, lidokain 2% dengan epinephrine , syringe 3 mL,
jarum 30- gauge
● Sarung tangan non steril
● Scalpel (blade no. 11)
● Cotton swabs
● 4x4 gauze pads
● Tongue blade/ metal elevator (Jackson, 2011).

25
Persiapan yang dilakukan pada pasien terkait prosedur :
● Pasien dilarang mengkonsumsi antiplatelet selama 1 minggu sebelum
tindakan dan antikoagulan selama 4 hari sebelum tindakan kecuali yang
benar-benar berisiko tinggi untuk mengalami kejadian kardiovaskular
● Informed consent tentang risiko luka, rekurensi dan tindakan ulang,
pembengkakan dan lebam sementara pada kelopak mata, dan pasien
mungkin merasa tidak nyaman selama tindakan anestesi.
● Pasien diberitahu agar jangan banyak begerak selama tindakan.
Teknik yang dilakukan selama prosedur :

1. Teteskan anestesi mata topikal, lalu injeksikan lidokain 2% dengan


epinephrine melalui kulit sehingga menginfiltrasi area sekitar hordeolum,
gunakan chalazion clamp untuk fiksasi hordeolum dan kelopak mata
2. Buat insisi menggunakan scalpel blade no.11 hingga pus terlihat
3. Setelah pus keluar, tekan menggunakan gauze pads untuk mencapai
hemostasis (5-10 menit)
4. Jika terjadi kelainan berupa penebalan kelopak mata maka jangan dijahit
karena bisa menyebabkan infeksi bakteri akut, pertimbangkan untuk
memberikan antibiotik sistemik untuk selulitis yang signifikan. Jika terjadi
kerusakan pada duktus lakrimalis maka segera rujuk ke dokter spesialis
mata (Jackson, 2011).

Gambar 3.11 Insisi Hordeolum interna


Sumber : Jackson, 2011

26
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal
dengan pantocain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
a. Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
(Vertikal) pada margo palpebra.
b. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar (Horizontal) dengan margo
palpebra. Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase
seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian
diberikan salep antibiotik (Sidarta, 2004).
Manajemen pasien post prosedur :
● Jika terjadi perdarahan maka lakukan penekanan hingga darah berhenti
● Berikan antibiotik oral dan di evaluasi keesokan harinya
● Pasien harus dilihat setiap hari selama beberapa hari setelah tindakan
sampai terdapat bukti sudah terjadi perbaikan dan tidak ada reakumulasi
dari pus
● Pasien harus kontrol ulang dalam 2-3 minggu, mungkin dibutuhkan waktu
beberapa minggu untuk kembali ke keadaan normal (Jackson, 2011).

3.11 Komplikasi Hordeolum


Komplikasi meskipun sangat jarang terjadi, terkadang dapat terjadi.
Hal ini dapat meliputi:
a. Kista Meibomian
Kista ini merupakan kista pada kelenjar kecil yang terletak di
kelopak mata. Kelenjar ini mengeluarkan pelumas, yang disebut sebum di
tepi kelopak mata. Bintitan yang menetap di bagian dalam kelopak mata
pada akhirnya dapat berkembang menjadi kista Meibomian, atau
chalazion, terutama jika kelenjarnya tersumbat (Kolhe, 2022).
● Meibomitis akut sebagian besar terjadi karena infeksi stafilokokus.
● Meibomitis kronis adalah disfungsi kelenjar meibom, yang lebih
sering terlihat pada orang paruh baya dengan acne rosacea dan
dermatitis seboroik. Kondisi ini ditandai dengan sekresi berbusa
putih (seperti busa) pada tepi kelopak mata dan canthi (seboroik
meibom). Pada kelopak mata yang mengalami eversi, terlihat

27
garis-garis kekuningan vertikal yang menembus konjungtiva. Pada
batas kelopak mata, bukaan kelenjar meibom menjadi menonjol
dengan sekresi yang kental (Khurana, 2007).

Gambar 3.11 Meibomitis kronis


Sumber : Khurana, 2007
b. Selulitis pra-septal atau periorbital
Selulitis orbital merupakan infeksi pada jaringan lunak mata
dengan karakteristik nyeri mata, edema lokal, demam. Jika sudah terjadi
abses dan tidak di drainase dapat menyebabkan komplikasi kutaneus
seperti ptosis, lid scarring, dan nekrosis. Necrotizing Fascitis (NF) adalah
infeksi bakteri langka yang berkembang pesat yang berasal dari fasia dan
melibatkan otot dan lemak subkutan dengan nekrosis dari kulit di atasnya
(Rossetto, 2020).

Gambar 3.1 Necrotizing fascitis


Sumber: Resseto et al, 2020

28
3.12 Prognosis
Prognosis menjadi baik jika tidak terjadi komplikasi dari hordeolum
seperti infeksi pada bola mata. Jika pasien melakukan manipulasi pada
hordeolum seperti tindakan memencet atau menusuk hordeolum dengan jarum
tidak steril, maka infeksi dapat menyebar menuju area yang lebih luas dan
menyebabkan terapi penyembuhan menjadi lebih sulit. Jika hordeolum muncul
berulang ulang harus dipikirkan diagnosis lainnya seperti keganasan dan
di-follow up dengan melakukan pemeriksaan histopatologis (Soebagjo, 2019).

3.13 Edukasi pasien dengan Hordeolum


- Jangan mengucek-ucek mata.
- Pada pasien dengan riwayat hordeolum, membersihkan mata dengan
cotton bud steril yang diberi air hangat untuk melarutkan minyak pada
tepi kelopak mata.
- Jangan menekan/ menusuk area benjolan (hordeolum)
- Menjaga kebersihan diri & lingkungan
- Kebiasaan makeup: jangan berusaha menutupi hordeolum dengan riasan,
hal ini dapat memperlambat penyembuhan dan mengiritasi dan
membersihkan make up di area mata dengan baik.
- Hindari bertukar alat make up mata.
- Menggunakan kacamata pelindung jika berada di tempat yang berdebu.
- Riasan lama harus dibuang, dan kuas harus dibersihkan secara teratur
karena dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Cuci riasan
setiap hari.
- Lensa kontak – orang yang menggunakan lensa kontak harus mencuci
tangan saat mengeluarkan, memasang, dan merawat lensa mereka tetapi
pada kasus hordeolum akut hindari (Kolhe et al, 2022).

29
BAB IV
KESIMPULAN

Tn. I usia 22 tahun datang ke Poli Mata RSUD dr Mohamad Soewandhie


dengan keluhan terdapat benjolan pada kelopak mata kiri, nyeri (+), dan tampak
puss kekuningan pada benjolan, mengalami hordeolum eksterna pada palpebra
superior stadium abses.
Timbilen atau hordeolum, adalah infeksi mata akut dan menyakitkan yang
melibatkan kelopak mata atas atau bawah. Pasien biasanya datang dengan pustula
dengan eritema pada tepi kelopak mata yang terasa nyeri saat dipalpasi. Karena
kekhasan dari manifestasi klinis penyakit ini maka pemeriksaan penunjang tidak
diperlukan. Terapi hordeolum dapat diobati dengan kompres hangat dan terapi
pijat sebagai drainase untuk melunakkan granuloma. Antibiotik topikal dapat
diindikasikan, dapat diberikan Neomycin 3 kali sehari pemakaian luar pada
kelopak mata kiri selama 7 hari. Dalam kasus yang jarang terjadi, jika keluhan
tidak membaik dan masih terdapat pus dapat dilakukan insisi & drainase pus
dengan insisi horizontal pada kulit (hordeolum eksterna). Sebagai antinyeri dapat
diberikan asam mefenamat per oral 3 x 500 mg. Kondisi ini sering berlangsung
satu hingga dua minggu, dan sering sembuh dengan sendirinya. Jika tidak
ditangani dengan baik, hordeolum dapat menyebabkan selulitis dan abses.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bowling, B. 2016. Kanski’s Clinical Ophthalmology. Eight Edition.

Bragg KJ, Le PH, Le JK. Hordeolum. [Updated 2022 Aug 14]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/

IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer : Hordeolum edisi Revisi. Jakarta. IDI

Jackson JL et al: 2011. Pfenninger and Fowler’s procedures for priary care 3rd
edition. Phildelphia,PA:Elsevier; 201: 427-432

Khurana, A.K. 2007. Comperhensive Ophthalmology Fourth Edition. India: New


Age international Limited Publishers.

Kolhe, S. R., et al. 2022. Homoeopathic Management of Stye (Hordeolum).


Journal of Medical and Pharmaceutical Innovation, 8(44).

Lang GK, et al .2000. Ophthalmology A Short Textbook. New York. Thieme


Medical Publisher.

Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. 2008. Oftalmologi umum vaughan dan asbury.
Edisi ke-17. EGC: Jakarta

Rossetto, J. D., et al. 2021. Upper Eyelid Necrosis Secondary to Hordeolum: A


Case Report. Case Reports in Ophthalmology, 12(1), 270-276.

Soebagjo, H. D. 2020. Penyakit Sistem Lakrimal . Airlangga University Press

Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
2004: Hal 92-94

Willmann D, Guier CP, Patel BC, et al. Stye. [Updated 2023 Apr 3]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459349/

31
32

Anda mungkin juga menyukai