Anda di halaman 1dari 9

“MANAJEMEN KONFLIK DAN PENGAMBILAN

KEPUTUSAN”

OLEH : KELOMOK 5
LOKAL : 8B NONREGULER

NAMA : 1. JUMIATI (192107202) No. Absen : 14

2. LILIS ARIATI (192107203) No. Absen : 15

3. MUHAMMAD HAIRUN NAZRI (192107211) No. Absen : 19

4. MUTIA NORHIDAYAH (192107219) No. Absen : 24

5. NORBAINAH (192107225) No. Absen : 29

6. NURLAILA HUDA (192107227) No. Absen : 30

7. NURUL ANANDA SAFITRI (192107228) No. Absen : 31

PERTANYAAN (04. AHMAD SAFWAN) KEL 6 :

Bagaimana memfasilitasi dialog kontruktif dan penyelesaian konflik yang saling


menguntungkan ?

JAWABAN (31. NURUL ANANDA SAFITRI) :

Memfasilitasi dialog konstruktif dan penyelesaian konflik membutuhkan pendekatan yang


hati-hati dan terstruktur. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ikuti:

Menciptakan lingkungan yang aman: Pastikan semua pihak yang terlibat merasa nyaman dan aman
dalam berbicara. Jaga suasana agar tidak ada ancaman atau hukuman terkait dengan pendapat atau
pernyataan yang diungkapkan.

Dengarkan secara aktif: Dengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi pada apa yang
dikatakan oleh setiap pihak. Hindari gangguan dan evaluasi prajudis. Jika perlu, tanyakan
pertanyaan klarifikasi untuk memastikan pemahaman yang tepat.

Jaga sikap terbuka dan empati: Jadilah objektif dan hindari mengambil sisi tertentu. Cobalah untuk
memahami perspektif dan perasaan setiap individu yang terlibat dalam konflik. Tunjukkan empati
terhadap pengalaman dan pandangan mereka.

Fokus pada isu, bukan pada individu: Pastikan percakapan berfokus pada masalah dan isu yang
memicu konflik, bukan pada karakter atau pribadi individu yang terlibat. Hindari komentar yang
menyerang atau mempermalukan.
Gunakan komunikasi yang efektif: Gunakan bahasa yang jelas, tegas, dan terbuka. Hindari asumsi
atau penggunaan frasa yang dapat menimbulkan salah pengertian. Jika ada ketegangan, cari cara
untuk meredakan emosi dan membantu pihak yang terlibat mengungkapkan diri secara konstruktif.

Jelaskan dan cari solusi bersama: Bantu pihak yang terlibat dalam konflik untuk mengidentifikasi
dan menggambarkan masalah dengan jelas. Dengan menggali akar masalah, Anda dapat membantu
mencari solusi yang memadai dan saling menguntungkan. Dorong mereka untuk berpikir secara
kreatif dan kolaboratif.

Mediasi: Jika diperlukan, pertimbangkan untuk menggunakan pihak ketiga yang netral sebagai
mediator. Mediator dapat membantu memfasilitasi dialog dan memimpin negosiasi yang seimbang
antara pihak-pihak yang terlibat.

Buat kesepakatan yang jelas: Bekerjasama dengan semua pihak, bantu mereka mencapai
kesepakatan yang dapat diterima bersama. Pastikan semua pihak memahami konsekuensi dan
tanggung jawab dari kesepakatan tersebut.

Evaluasi dan ikuti prosesnya: Setelah dialog selesai, periksa apakah solusi yang dicapai berhasil
dalam mengatasi konflik. Jika perlu, berikan tindak lanjut untuk memastikan implementasi yang
tepat.

PERTANYAAN (11. HARIATI ADAWIYAH) KEL 3 :

Berikan contoh penyelesaian konflik dengan pertimbangan jangka panjang dan demi
kelangsungan tim organisasi !

JAWABAN (30. NURLAILA HUDA) :

berikut adalah contoh penyelesaian konflik dengan pertimbangan jangka panjang dan demi
kelangsungan tim organisasi:

Membangun Komunikasi yang Efektif: Ketika konflik muncul di antara anggota tim, penting untuk
membangun komunikasi yang efektif. Pihak terlibat harus didorong untuk saling mendengarkan
dengan penuh pengertian dan mengungkapkan pendapat mereka dengan jujur. Dalam pertemuan
tim atau diskusi kelompok, perlu memastikan bahwa semua anggota tim merasa didengar dan
dihargai.

Identifikasi Akar Permasalahan: Untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang berkelanjutan,
penting untuk mengidentifikasi akar permasalahannya. Ini melibatkan melacak penyebab utama
konflik dan menghindari menyalahkan satu sama lain. Dengan memahami akar permasalahan, tim
dapat mencari solusi yang lebih efektif dan mencegah konflik yang serupa muncul di masa depan.
Melibatkan Pihak yang Terlibat: Jika konflik melibatkan beberapa anggota tim, penting untuk
melibatkan semua pihak yang terlibat dalam mencari solusi. Mereka harus diberi kesempatan untuk
berbicara, mengemukakan pendapat, dan mencari titik temu. Dalam beberapa kasus, mungkin
diperlukan mediator netral untuk membantu memfasilitasi diskusi dan mencapai kesepakatan.

Menetapkan Aturan dan Prosedur yang Jelas: Untuk mencegah konflik di masa depan, penting
untuk menetapkan aturan dan prosedur yang jelas dalam tim. Ini termasuk mengkomunikasikan
harapan dan tanggung jawab masing-masing anggota tim, serta mengatur cara penyelesaian konflik
yang efektif. Dengan memiliki kerangka kerja yang jelas, tim dapat mengurangi ketidakpastian dan
mengatasi perbedaan dengan lebih baik.

Fokus pada Kompromi dan Kolaborasi: Untuk mencapai penyelesaian konflik yang berkelanjutan,
penting untuk fokus pada kompromi dan kolaborasi. Semua pihak harus bersedia untuk memberikan
dan menerima kontribusi dari anggota tim lainnya. Dengan mencari solusi yang menguntungkan
semua pihak, tim dapat menciptakan lingkungan yang sehat dan produktif.

Evaluasi dan Pembelajaran: Setelah konflik diselesaikan, penting untuk melakukan evaluasi dan
pembelajaran. Tim harus merefleksikan konflik yang terjadi, menganalisis tindakan yang diambil,
dan mencari peluang untuk tumbuh dan berkembang. Dari pengalaman tersebut, tim dapat
mengidentifikasi pola konflik yang muncul dan mengambil langkah-langkah preventif di masa
depan.

Dengan menerapkan pendekatan ini, tim dapat mengatasi konflik dengan pertimbangan jangka
panjang dan menjaga kelangsungan organisasi yang sehat.

PERTANYAAN (28. NOR’ AINI) KEL 1 :

Sebutkan dan jelaskan apa saja strategi untuk mengelola konflik secara efektif !

JAWABAN (14. JUMIATI) :

Mengelola konflik secara efektif adalah suatu keterampilan yang penting dalam berbagai konteks
kehidupan, termasuk di tempat kerja, hubungan pribadi, dan komunitas. Berikut adalah beberapa
strategi yang dapat digunakan untuk mengelola konflik secara efektif:

Komunikasi yang efektif: Komunikasi yang jelas, terbuka, dan jujur sangat penting dalam
mengelola konflik. Dengarkan dengan cermat dan upayakan untuk memahami pandangan dan
kebutuhan pihak lain. Jelaskan pendapat Anda dengan sopan dan hindari sikap defensif atau
menyerang.

Pemahaman dan empati: Usahakan untuk memahami perspektif dan perasaan pihak lain. Berempati
dengan situasi dan kebutuhan mereka dapat membantu mengurangi ketegangan dan membangun
pemahaman yang lebih baik.
Penyelesaian masalah: Identifikasi isu utama yang menyebabkan konflik dan ajukan solusi yang
konstruktif. Fokus pada kepentingan bersama dan buat usulan yang dapat memenuhi kebutuhan
semua pihak.

Negosiasi: Cari titik tengah yang dapat diterima oleh semua pihak melalui negosiasi. Berusaha
mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan adil bagi semua orang.

Mediasi: Dalam beberapa situasi, melibatkan pihak ketiga yang netral dapat membantu
menyelesaikan konflik. Mediator dapat membantu mengarahkan komunikasi, memfasilitasi dialog,
dan mencari solusi yang memadai.

Pengendalian emosi: Penting untuk menjaga kendali atas emosi selama konflik. Kesadaran diri akan
emosi Anda sendiri dan kemampuan untuk mengendalikan reaksi emosional dapat membantu
menghindari eskalasi konflik yang tidak perlu.

Menerima perbedaan: Menghargai keberagaman pendapat dan pandangan merupakan aspek penting
dalam mengelola konflik. Terima bahwa orang lain memiliki perspektif yang berbeda dan jangan
mencoba memaksakan pandangan Anda sendiri.

Pembelajaran dan pembaruan: Melihat konflik sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh. Evaluasi
konflik setelahnya untuk mengevaluasi apa yang dapat dipelajari dan bagaimana menghindari
konflik serupa di masa depan.

PERTANYAAN (37. RENI FERDA RAYYANTI) KEL 4 :

Berikan contoh dari adaptasi yang rendah pada budaya organisasi menggambarkan dan
melahirkan perbedaan prespsi ?

JAWABAN (19.MUHAMMAD HAIRUN NAZRI) :

Salah satu contoh adaptasi yang rendah pada budaya organisasi yang menggambarkan dan
melahirkan perbedaan persepsi adalah perubahan kebijakan pengelolaan kinerja di perusahaan.

Misalkan sebelumnya, perusahaan menerapkan sistem evaluasi kinerja berbasis individualisme, di


mana setiap karyawan dinilai berdasarkan pencapaian individu mereka. Namun, manajemen
memutuskan untuk beralih ke pendekatan tim, di mana kinerja seorang karyawan dinilai
berdasarkan kontribusinya terhadap kesuksesan tim.

Dalam hal ini, beberapa karyawan yang telah terbiasa dengan sistem evaluasi berbasis
individualisme mungkin menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Mereka mungkin merasa tidak nyaman dengan pergeseran fokus dari pencapaian individu menjadi
pencapaian tim. Karyawan-karyawan ini mungkin masih berpegang pada nilai-nilai dan keyakinan
yang terkait dengan pendekatan lama, yang dapat menciptakan perbedaan persepsi dan sikap yang
berbeda terhadap perubahan tersebut.

Karyawan yang memiliki adaptasi rendah terhadap perubahan budaya ini mungkin cenderung
mempertahankan cara kerja lama mereka dan menunjukkan resistensi terhadap perubahan. Mereka
mungkin merasa bahwa pendekatan tim tidak adil atau bahwa sistem evaluasi kinerja sebelumnya
lebih baik. Sebagai akibatnya, perbedaan persepsi muncul di antara karyawan yang telah beradaptasi
dengan baik dengan perubahan budaya organisasi dan karyawan yang masih mempertahankan cara
kerja lama.

Perbedaan persepsi semacam ini dapat menyebabkan ketegangan antar karyawan dan
mempengaruhi kerja sama tim. Selain itu, perbedaan persepsi ini juga dapat memengaruhi
keefektifan perubahan budaya organisasi secara keseluruhan, karena karyawan yang tidak
sepenuhnya beradaptasi mungkin tidak menerapkan perubahan dengan sepenuh hati atau bahkan
mencoba untuk menghindarinya.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi manajemen perusahaan untuk menyadari perbedaan persepsi
yang muncul dan mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan, memberikan
pemahaman yang jelas tentang tujuan perubahan, serta mengkomunikasikan manfaat dan nilai-nilai
dari pendekatan baru.

PERTANYAAN (21. MUHAMMAD PARIDI) KEL 1 :

Apa perbedaan antara konflik fungsional dan disfungsional? Mengapa penting untuk
mengidentifikasi perbedaan tersebut ?

JAWABAN (29. NORBAINAH) :

Konflik fungsional dan disfungsional adalah dua jenis konflik yang dapat terjadi dalam
sebuah kelompok atau organisasi. Perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Konflik Fungsional: Konflik fungsional adalah jenis konflik yang konstruktif dan dapat bermanfaat
bagi kelompok atau organisasi. Ini dapat memicu perubahan positif, inovasi, dan pemecahan
masalah yang lebih baik. Konflik fungsional mendorong anggota kelompok untuk mempertanyakan
status quo, menghadirkan berbagai perspektif, dan mencari solusi yang lebih baik. Dalam konflik
fungsional, orang-orang terlibat dalam diskusi terbuka, saling mendengarkan, dan mencari
pemahaman bersama. Hal ini dapat memperkuat hubungan dan meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan.

Konflik Disfungsional: Konflik disfungsional adalah jenis konflik yang merugikan kelompok atau
organisasi. Ini seringkali bersifat destruktif, mempengaruhi hubungan antar anggota, dan
mengganggu kinerja keseluruhan. Konflik disfungsional dapat mencakup sifat-sifat seperti
ketidaksesuaian, kurangnya komunikasi yang efektif, sikap defensif, tuduhan, dan pengabaian
pendapat orang lain. Konflik ini dapat menghambat kerja sama, menyebabkan ketidakamanan, dan
menghancurkan iklim organisasi yang sehat.

Penting untuk mengidentifikasi perbedaan antara konflik fungsional dan disfungsional


karena:
Pengaruh Terhadap Kinerja: Konflik fungsional dapat meningkatkan kreativitas, inovasi, dan
kinerja kelompok atau organisasi. Di sisi lain, konflik disfungsional dapat menghambat kinerja dan
menyebabkan ketegangan yang merugikan.

Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan: Konflik fungsional dapat memperkaya


pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dengan menyediakan berbagai perspektif dan ide-
ide baru. Sementara itu, konflik disfungsional cenderung menghambat pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan yang efektif.

Hubungan Antarpribadi: Konflik fungsional dapat memperkuat hubungan antarpribadi dengan


mendorong komunikasi terbuka, saling pengertian, dan kemauan untuk mencapai kesepakatan.
Konflik disfungsional, di sisi lain, dapat merusak hubungan dan memperburuk iklim kerja.

Pengembangan Organisasi: Dengan mengidentifikasi perbedaan antara konflik fungsional dan


disfungsional, organisasi dapat mengambil tindakan yang tepat untuk mengelola dan merespons
konflik dengan cara yang positif. Ini dapat melibatkan pelatihan keterampilan komunikasi,
peningkatan pemahaman antarpribadi, atau implementasi proses penyelesaian konflik yang efektif.

PERTANYAAN (RAFA TSURAYYA) KEL 2 :

Bagaimana cara mengelola konflik dalam organisasi dan apa dampak dari konflik yang tidak
dikelola dengan baik dalam organisasi ?

JAWABAN (24. MUTIA NORHIDAYAH) :

Menurut Howard Ross, seorang pakar, manajemen konflik adalah langkah yang diambil pihak
ketiga dengan tujuan mengarahkan konflik ke hasil tertentu yang mungkin menghasilkan hasil akhir
berupa penyelesaian konflik atau menghasilkan ketenangan atau hasil mufakat. Jadi, konflik bisa
jadi tidak hilang dalam proses organisasi, namun tetap bisa dikelola agar proses organisasi tetap
mengarah ke hasil positif.

Untuk mengelolanya, hal pertama yang dilakukan adalah memahami permasalahan. Mendeteksi
masalah sangat penting. Saat kita salah mendeteksi masalah, bisa jadi proses pengelolaan konflik
yang dilakukan akan gagal total.
Selanjutnya, seperti seorang dokter, kita harus mendiagnosa dari mana konflik ini timbul. Siapa saja
yang terlibat, dimana konflik ini terjadi, dan bagaimana cara yang terbaik untuk mengatasinya.

Saat dua hal di atas sudah dijalankan, yang terpenting adalah menyepakati solusi yang tepat bagi
konflik tersebut antara pihak yang berkonflik, serta komitmen dalam melaksanakan solusi yang
disepakati.

Selanjutnya, jangan lupakan untuk mengevaluasi berjalannya solusi. Saat semua berkomitmen,
konflik bisa dikelola dengan baik untuk kepentingan bersama.

Proses mengelola konflik, adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer.
Selain itu, ada beberapa kompetensi lain yang berkaitan dengan organisasi yang juga harus dimiliki.

Secara negatif konflik yang dikelola dengan baik dalam organisasi dapat mengakibatkan: (1)
komunikasi organisasi terhambat, (2) kerjasama organisasi menjadi terhalang, (3) aktivitas produksi
dan distribusi terganggu, (4) memunculkan saling curiga, salah paham, dan intrik, (5) individu yang
berkonflik merasakan cemas, stres, apatis, dan frsutasi, (6) stres yang berkepanjangan menyebabkan
orang yang sedang berkonflik akan menarik din dari pergaulan dan mangkir dari pekerjaan.

PERTANYAAN (35. RABIATUN) KEL 2 :

Sebutkan dan jelaskan tahapan sebab-sebab timbulnya konflik !

JAWABAN (15. LILIS ARIATI) :

Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan
yang berbeda. Tahap-tahap ini penting diketahui untuk membantu menganalisis berbagai
dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Ada 5 Tahapan
Konflik :
 Pra-konflik. Ini merupakan periode di mana terdapat ketidaksesuaian sasaran antara dua pihak
atau lebih, sehingga timbul konflik. Mungkin terdapat ketegangan hubungan di antara beberapa
pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini.

 Konfrontasi. Pada tahap ini, konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang
merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau
perilaku konfrontatif lainnya.

 Krisis. Tahap ini merupakan puncak konflik, ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling
hebat. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus. Pernyataan umum
cenderung menuduh atau menentang pihak lain.

 Akibat. Suatu krisis akan menimbulkan akibat. Satu pihak ingin menaklukan pihak lain, satu
pihak mungkin menyerah atau menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak mungkin setuju
bernegosiasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Apapun keadaaannya, tingkat ketegangan
konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini agak menurun, dengan kemungkinan adanya
penyelesaian.

 Pasca-konflik. Situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan,


ketegangan berkurang dan hubungan mengarah normal di antara kedua pihak. Namun, jika isu-
isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran yang saling bertentangan tidak diatasi
dengan baik tahap ini sering kembali menjadi situasi prakonflik.

Secara garis besar penyebab konflik dibagi atas 3 penyebab, yaitu :


 Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik antar
individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian, dan
masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya. Membinasakan disini tidak
selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan
simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tidak disetujui. Di dalam realitas sosial
tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang sama sehingga perbedaan pendapat,
tujuan, keinginan tersebutlah yang mempengaruhi timbulnya konflik social.

 Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar individu, akan tetapi
bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola
kepribadian dan pola-pola prilaku yang berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas.
Selain itu, perbedaan kebudayaan akan mengakibatkan adanya sikap etnosentrisme yaitu sikap
yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang paling baik. Jika
masing-masing kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap
demikian, maka sikap ini akan memicu timbulnya konflik antar penganut kebudayaan.

 Perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda,


kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan
sarana.

Anda mungkin juga menyukai