Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT PUBLIC HEALTH

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Oleh :
Nurul Amirah R
10119210034

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
RSUD DR. CHASAN BOESOIRIE
2023
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Alamat : Siko
Agama : Islam
Status perkawinan : sudah menikah
Pendidikan : SMA

B. PROBLEM

ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Pusing berputar
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Siko dengan keluhan pusing berputar
sejak 1 hari sebelum dating ke Puskesmas. Keluhan pasien muncul pertama kali
sekitar 2 hari yang lalu yaitu, pusing berputar yang muncul secara tiba-tiba, terutama
pada pagi dan malam hari saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien,
keluhan dirasakan hilang timbul, setiap serangan hilang dengan sendiri setelah kurang
lebih 10 sampai 15 detik dan yang berputar adalah ruangan sekitar pasien. Keluhan
dirasakan lebih parah dengan perubahan posisi terutama saat bangun dari tidur dan
tidur menyamping. Berkurang saat memejamkan mata dan istirahat. Keluhan disertai
nyeri kepala, mual dan muntah tidak ada.
Keluhan tersebut dirasakan bertambah parah sejak malam hari, dimana pasien
merasakan mual. Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti kapan pertama kali
keluhan ini muncul, tetapi menurutnya keluhan sama sudah sering berulang. Pasien
tidak memiliki gangguan pendengaran dan masih dapat mendengar dengan baik.
Selain itu, pasien juga tidak memiliki gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda
atau gangguan penglihatan lainnya. Nafsu makan pasien baik, tidak batuk ataupun

1
pilek. Pasien tidak jatuh dan kepala pasien tidak pernah terbentur sebelum keluhan
muncul. Pasien tidak dalam keadaan haid maupun hamil.
 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan kencing manis. Pasien belum pernah
mengalami penyakit telinga ataupun keluhan serupa sebelumnya.
2. Riwayat trauma
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala dan anggota tubuh lain.
3. Riwayat pembedahan
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
4. Riwayat pengobatan
Pasien tidak pernah minum obat rutin apapun dirumah.
5. Riwayat alergi
Menurut pasien, pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa, darah
tinggi ataupun kencing manis.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sakit ringan
Kesadaran : E4M6V5 (compos mentis)
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,7˚C

Pemeriksaan Fisik Umum:


o Kepala : Bentuk normochepal, simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (+)
o Bubir : Kering (-), sianosis (-)
o Telinga : Pendengaran normal, othore (-)

2
Thoraks :
o Paru : Vesicular (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung : S1/S2 normal reguler. Gallop (-/-), murmur (-/-)
Abdomen 
 Inspeksi : Perut datar
 Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak ada pembesaran organ
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
 Akral: hangat (+/+)
 Edema: (-/-)
Koordinasi, Gait, Keseimbangan :
 Cara berjalan : biasa
 Romberg test : + (mata tertutup)
 Nistagmus :-

PENUNJANG
 GDS: - mg/dl
 Kolestrol: - mg/dl

C. HYPOTESIS
Vertigo peifer susp. BPPV
D. MECHANISM
Mekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis
(KSS) posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula.

3
Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring
partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung; gejala yang
dihasilkan maneuver tersebut kemudian diteliti oleh Dix MR dan Hallpike CS pada
publikasi ilmiah tahun 1952 sehingga populer menjadi maneuver Tes Dix-Hallpike. KSS
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing berputar (vertigo). Perpindahan
partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.3,11
Teori Canalithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak
bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada
posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing
dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-
olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf
dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan; istilah "delay" (latensi) nistagmus transien, karena partikel
butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi
tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal
inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan (fatigue) dari gejala pusing.3,11
E. MORE INFO
a. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness) sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan

4
oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo
dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang
nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893
yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar
penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.1,2
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat
pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan
oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan
posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.2,3
b. Epidemiologi
Vertigo merupakan keluhan neurologis terbanyak kedua setelah nyeri kepala yang
membawa pasien datang ke fasilitas kesehatan. Pada suatu penelitian retrospektif global
dari 4000 kunjungan ke unit gawat darurat neurologi didapatkan dizziness (12%)
merupakan keluhan ketiga terbanyak setelah nyeri kepala (21%) dan stroke (13%).
Berdasarkan penelitian Brandt dkk yang dilakukan secara multiregional, prevalensi
kasus sindrom vertigo terbanyak adalah Benign Paroxysmal Positioning Vertigo
(BPPV).1,2 Penelitian lain dalam suatu kelompok pasien, onset umur rata-ratanya adalah
54 tahun, dengan range 11 sampai 84 tahun. Froehling et al. mengestimasikan bahwa
insidennya sebanyak 107 kasus per 100.000 populasi per tahun. Sebuah penelitian di
Jepang pada pasien dengan BPPV saja jika mereka memiliki nistagmus pada tes Dix-
Hallpike ditemukan insidensnya sebanyak 10,7 kasus per 100000 per tahun. Pada
pengalaman sebelumnya, didapatkan adanya hubungan antara BPPV dengan vestibular
neuritis pada 10% pasien dan trauma kepala pada 20% pasien. Baloh et al. melaporkan
bahwa 15% kasus-kasus BPPV diikuti oleh neurolabirintitis dan 18% oleh trauma
kepala. Namun, pada kebanyakan pasien BPPV, tidak temukan adanya hubungan
tersebut.4
c. Etiologi

5
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Penyebab utama BPPV
pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua,
penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV
meningkat dengan semakin meningkatnya usia. 2,10
Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis
vestibularis, pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere. BPPV
merupakan penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan. 2,10
d. Faktor Resiko
Faktor risiko dari BPPV diantaranya yaitu jenis kelamin, usia, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, metabolisme kalsium dan fosfor, dan kadar
estrogen.8
e. Gejala Klinik
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi
kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung
singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.(3)
f. Diagnosis
Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual. 1,2,10
Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. 6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-
Hallpike Maneuver. Cara melakukannya sebagai berikut :1,2,4
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

6
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o dan
seterusnya

7
Gambar 3. Test Dix-Hallpike1

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya
serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.1,2,5
g. Penatalaksanaan
Tatalakasana pada vertigo meliputi terapi kausal, terapi simptomatik, dan terapi
rehabilitasi. Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi
debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver
Epley. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone
vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan debris. 1,14

8
Gambar 4. Manuver Epley1

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala
dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-
pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan
sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena
berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga
yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4)
langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah 1. 1,14
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini
gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi
intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon
stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior,
atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan
dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis
dengan menjaga fungsi pendengaran.1,2,13
Pemberian obat-obatan simptomatik untuk mengobat gejala dizziness, mual dan
muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin, dan benzodiazepine

9
(Tabel 1). Obat antivertigo hanya diindikasikan pada gejala vertigo vestibular perifer atau
sentral akut (maksimal 3 hari), profilaksis mual dan muntah sebelum CRP, profilaksis
vertigo akibat proses fisiologis seperti mabuk perjalanan, dan sebagai terapi sekunder
BPPV dengan gejala mual. Obat-obatan tersebut tidak direkomendasikan untuk
pemberian jangka panjang karena akan menganggu mekanisme kompensasi sentral pada
gangguan vestibular perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat.1

Tabel 2. Daftar Obat-obatan Simtomatik pada Vertigo1

h. Komplikasi
Meskipun BPPV menyebabkan rasa tidak nyaman, jarang sekali menyebabkan
komplikasi pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi, BPPV persisten yang
berat dapat menyebabkan muntah, penderita mungkin beresiko mengalami dehidrasi.
(6)
i. Prognosis

10
Pasien vertigo harus diterangkan bahwa pada serangan akut dapat sembuh spontan
dengan ekspektasi remisi, dan dibekali dengan edukasi tentang terapi non farmakologis
untuk menjaga prospek prognosis ad Bonam. Prognosis setelah dilakukan terapi non
farmakologis baik latihan Brandt-Darroff, CRP (canalith repositioning procedure),
disertai terapi farmakologis adekuat secara umum baik. Remisi dapat terjadi spontan
dalam 6 minggu bagi sebagian kecil penderita. Dengan terapi inadekuat tingkat
rekurensi dapat mencapai 10-25%. 1-3
F. DON’T KNOW
Dari kasus tersebut maka hal yang perlu diketahui yatu:
1. Apa saya pasti mengalami BPPV?
2. Siapa saja yang bisa mengalami penyakit BPPV?
3. Kapan di ddiagnosis BPPV?
4. Dimana mendapatkan informasi mengenai BPPV?

G. LEARNING ISSUES
Dari pertanyaan tersebut maka didapatkan jawaban:
1. BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering ditemukan.
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala.
Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem
vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya
usia. Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis
vestibularis, pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere.
2. Orang yang berisiko mengalami BPPV adalah pada semua usia dewasa. Pada
anak belum pernah dilaporkan.
3. Diagnosis BPPV ditegakan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mencari penyebab sekunder BPPV
serta memastikan ada tidaknya komplikasi.
4. Di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
H. PROBLEM SOLVING
a. Non Medikamentosa
1. Edukasi pasien tentang penyakit BPPV

11
2. Edukasi pasien mengenai maneuver sebagai tatalaksana paling awal yang dapat
dilakukan oleh pasien.
3. Edukasi pasien dan keluarga yang tinggal bersamanya tentang pentingnya memberi
dukungan pada pasien, mengawasi pengobatan seperti diet pasien dan kapan harus
kontrol kembali
b. Medikamentosa
1. Betahistine 3x 6 mg

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus F. Ariarini NNR. Maharani K. Vertigo Vestibular Perifer. Dalam : Aninditha T.


Wiratman W, Editor. Buku Ajar Neurologi. Edisi 1. Jakarta : Departemen Neurologi
FKUI. 2017. Hal. 271-283.
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2008. Hal. 104-9
3. Li JC. Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2017 [cited 2017
November 20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-
overview
4. Furman JM. Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2017 [cited
2017 November 30th]. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
5. Bashiruddin J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E.
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
6. Anderson JH. Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H. Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45
7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189
8. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2017 [cited
2017 November 30th]. Available from : http://www.drtbalu.com/BPPV.html
9. Anonymous. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2017 [cited 2017
November 30th]. Available from : http://cache-media.britannica.com/eb-media/86/4086-
004-EA855487
10. Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R. Wardhani WI. Setowulan W. Pusing . Dalam : Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 51-53
11. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2017 [cited 2017 November
30th]. Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo

13
12. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Benign Positional Vertigo)/BPPV.
[online] 2017 [cited 2017 November 30th]. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/3327/Benign_Paroxymal_Positional
13. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Penyakit Meniere. Dalam : Arsyad E, Iskandar N,
Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2008. Hal. 102-3

14

Anda mungkin juga menyukai