Anda di halaman 1dari 3

Nama : Tjokorda Istri Novyani Surya Dewi

NIM :041868511

Butir Soal

1. Subyek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan
sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang
tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum
(perusahaan, organisasi, institusi). Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memiliki subjek
hukum. Setelah mempelajari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tentukanlah siapa saja yang menjadi subjek hukum dalam
UUPLH tersebut, kemudian bandingkanlah tuntutan dan sanksi pidana diantara kedua subjek
hukum tersebut dengan menyebutkan dasar hukumnya!

Jawaban :

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal
1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.

Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan
pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media
lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV
tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi:
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Ketentuan dalam Pasal 116 UU PPLH mempertegas bahwa dalam tindak pidana
lingkungan dikenal dengan adanya subjek hukum orang dan korporasi dan
pertanggungjawabannya pidana korporasi dan /atau pihak yang menjadi pemimpin
usaha dan atau kegiatan yang telah memberi perintah sehingga terjadi tindak pidana
lingkungan oleh karena itu dalam hal terjadi tindak pidana lingkungan yang dilakukan
oleh korporasi maka sanksi pidana dijatuhkan kepada korporasinya juga kepada
pemimpin atau penanggung jawab usaha dan atau kegiatan Korporasi sebagai pembuat
perbuatan pidana sekaligus sebagai pihak yang harus dipertanggungjawabkan
perbuatanmya secara pidana karena dalam delik tindak pidana kejahatan lingkungan
hidup keuntungan yang diperoleh oleh korporasi atau kerugian yang diderita oleh
masyarakat dapat sedemikian besarnya sehingga tidak mungkin akan seimbang
bilamana pidananya hanya dijatuhkan ke pengurus korporasi.
2. Memasuki musim kemarau tahun ini, banyak masyarakat desa menangkap ikan di sungai
maupun di danau dengan cara meracun menggunakan potasium. Alih-alih mendapatkan ikan
dengan mudah, para pelaku justru membuat habitat kehidupan di sungai seperti ikan
populasinya akan berkurang dan apabila peracun ikan dibiarkan tak pelak lagi ikan dan
sejenisnya bisa punah.

Jelaskan pemahaman Saudara, apakah perbuatan menangkap ikan dengan racun adalah
perbuatan yang legal? Jelaskan dengan argumentasi hukum serta ancamannya!

Jawaban:

Argumentasi hukum adalah nama lain untuk penalaran hukum (legal reasoning). Aktivitas
penalaran hukum tentu tidak hanya dilakukan oleh hakim karena suatu kasus yang dibawa ke
persidangan adalah kasus yang telah melewati prosedur cukup panjang.perbuatan menangkap
ikan dengan racun adalah perbuatan yang legal? Jelaskan dengan argumentasi hukum serta
ancamannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 tentang perikanan menyatakan
bahwa:

“Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau


pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan
biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan
yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian
sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia.”

Ketentuan pidana menurut pasal 84 ayat 1 menyatakan bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan


perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan
dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara,
dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan
kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
banyak Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).”

3.

Polisi Tangkap 11 Penambang Emas Ilegal, 2 Alat Berat Disita

MERANGIN - Jajaran Polres Merangin mengamankan dua alat berat ekskavator di Desa Nalo
Gedang, Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin, Jambi. Kedua alat berat itu diduga
terkait aktivitas penambang emas tanpa izin (PETI).

Diduga pemilik alat ekskavator tersebut yakni berinisial ZF, warga Merangin. Tak hanya alat
berat yang diamankan, 11 pekerja di lokasi tersebut diamankan Jajaran Sat Reskrim Polres
Merangin.
Kapolres Merangin, AKBP Irwan Andy Purnamawan mengatakan, pihaknya berhasil
mengamankan belasan pekerja PETI yang mengunakan alat berat jenis ekskavator.

"Iya anggota berhasil mengamankan belasan pekerja. Untuk pemilik dan pemodal kita masih
melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Kapolres..

Sumber: https://news.okezone.com/read/2021/06/03/340/2419797/polisi-tangkap-11-
penambang-emas-ilegal-2-alat-berat-disita

Melihat contoh kasus di atas, apakah para pelaku PETI tersebut dapat dipidana? Jelaskan dasar
hukumnya menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia!

Melihat contoh kasus di atas, apakah para pelaku PETI tersebut dapat dipidana? Jelaskan dasar
hukumnya menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia!

Jawaban :
Dalam Undang- Undang MINERBA tersebut, ketentuan yang relevan denganperbuatan pidana
PETI adalah ketentuan Pasal 158, yang menggariskan bahwa “Setiap orang yang melakukan
usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau
ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Berdasarkan ketentuan Pasal
tersebut di atas, kiranya dapat ditarik dua pengertian penting, yakni pertama, bahwa
bentuk tindak pidana yang diatur di dalam Pasal ini adalah perbuatan pidana melakukan
pengusahaan pertambangan tanpa izin. Kedua, sanksi pidana terhadap perbuatan pidana
pengusahaan pertambangan tanpa izin baik untuk usaha
pertambangan, usaha pertambangan khusus, maupun
pertambangan rakyat, adalah sama yakni pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

Anda mungkin juga menyukai