Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan, Pandangan Hidup, dan Sebagai Ilmu

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Dr. Yumna, M.Ag.

Disusun oleh :

Tiara Puti 1211040130


Ahmad Aziz 1211040142
Mariska Pratiwi 121104 0148
Siti Nurelis 1211040150
Hari Nugraha 1211040152

FAKULTAS USHULUDDIN PROGRAM STUDI TASAWUF DAN


PSIKOTERAPI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Swt. dzat pemberi nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan sabagai ilmu ini tepat
pada waktunya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat-Nya yang telah meniti
jalan perjuangaannya hingga akhir.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada bidang studi Tasawuf Psikoterapi mata kuliah FIlsafat Umum.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Filsafat
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Yumna, M.Ag, selaku dosen bidang studi Tasawuf Psikoterapi mata
kuliah Filsafat Umum yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah semua ini kami serahkan.
Semoga ilmu dan amal baik yang telah kami lakukan mendapat keridhoan dari
Allah SWT. Dan kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penulis
dan segenap pembaca.

Bandung, 24 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI………………………………………………………………….…..ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………...………………......…1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….……...1
C. Tujuan Makalah……………...……………………………………………2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan………….………………………...…..3


B. Filsafat Sebagai Pandangan Hidup…………………….…………..……...6
C. Filsafat sebagai Ilmu………………………………………………......…10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………....24

DAFTAR PUSTAKA………………………………...…...…………………….25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Falsafah atau Filsafat dalam bahasa Indonesia adalah kata serapan dari
bahasa Arab. yang juga diambil dan Yunani; filsafat. Hadiah berasal dari dua kata
Philo dan Sophia. Philo = Pengetahuan atau cinta dan Sophia = kebijaksanaan.
Jadi arti harafiahnya adalah ilmu hikmah atau orang yang mencintai
kebijaksanaan. Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu
sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis dari proses ilmiah. Sebagai
suatu disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas
tentang suatu objek tertentu, yaitu ilmu yang mempunyai ciri-ciri dan ciri-ciri
tertentu yang hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sedangkan filsafat
ilmu sebagai landasan filosofis dari proses ilmiah, merupakan kerangka dasar dari
proses ilmiah itu sendiri. Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai
pemikiran yang menurut tatanannya secara bebas dan sedalam-dalamnya,
sehingga sampai pada akar permasalahannya, yaitu pemikiran yang mempunyai
ciri-ciri tertentu, seperti analitis, deskriptif, evaluatif, interpretatif, dan spekulatif.
memahami.

Dengan ini, Musa Asy'ari mengatakan bahwa filsafat adalah berpikir


bebas, radikal, dan berada di dataran akal. Bebas berarti tidak ada yang
menghalangi kerja pikiran. Radikal berarti berpikir pada akar masalah (dalam)
bahkan melampaui batas-batas fisik atau yang disebut metafisika. Berpikir pada
tahap pemaknaan berarti menemukan makna yang terdalam dan apa yang
terkandung di dalamnya. Makna ini dapat berupa nilai-nilai seperti kebenaran,
keindahan atau kebaikan.

Dengan demikian, dalam makalah ini di bahas tentang definisi filsafat


sebagai ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan sebagai ilmu.

Rumusan Masalah

Sejalan menggunakan latar belakang diatas, maka Penulis merumuskan


rumusan kasus menjadi berikut :

1
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat sebagai ilmu pengetahuan?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat sebagai pandangan hidup?
3. Apa yang dimaksud dengan filsafat sebagai ilmu?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan berdasarkan penelitian ini merupakan untuk mengetahui


secara konprehensip tentang filsafat sebagai ilmu pengetahuan, pandangan hidup,
dan sebagai ilmu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan


1. Pengertian Filsafat

Sebagaimana yang telah kita ketahui filsafat terlahir dari bahasa yunani
terdiri dari 2 kata philo yang berarti suka, cinta atau kecenderungan terhadap
sesuatu dan shopia berarti kebijaksanaan. Secara sederhana filsafat dapat
diartikan kecenderungan terhadap kebijaksanaan, filafat disebut juga ilmu
hikmah. Namun pengertian filsafat yang dirangkum dari pendapat beberapa
ahli filsuf filsafat adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada
hakikatnya. Filsafat tidak hanya mempersoalkan tentang gejala-gejala atau
fenomena, tetapi mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena1.
Permasalahan yang biasanya diawali dengan apa termasuk kedalam filsafat
yang peru dibalas dengan jawaban pengertian yang dirumuskan menjadi
definisi.
dengan ilmu filsafat seseorang dapat mengembangkan suatu ilmu sehingga
terlahir suatu pengetahuan baru, dengannya banyak mengungkapkan hal yang
sebelumnya belum terungkap dalam teori, oleh karenanya filsafat dikatakan
sebagai the mother of science induk ilmu pengetahuan.

2. Ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan atau yang kita sebut dengan science ialah pengetahuan
atau pemahaman suatu hal bersifat metodis, sistematis, dan logis juga
kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. pengetahuan atau knowledge
adalah apa yang diketahui diri secacra alami atau pemikiran hasil dari kenal,
mengerti, pandai, dan Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran
kita2.

1 Muliadi, Fisafat Umum, Fakultas Ushuludin Bandung. hlm,6


2 Amsal Baktiar,Filsafat Ilmu, fakultas ushuludin UIN syarif hidayatullah

3
Pengetahun yang dimiliki oleh manusia terbagi menjadi dua, pertama
pengetahuan berasal daripada manusia sendiri yang kedua yaitu berasal dari
luar manusia itu sendiri. Alkindi menyebutkan pengetahuan pertama itu
pengetahuan ilahi dan yang kedua pengetahuan yang didasari pemikiran3.
Filsafat dalam ilmu pengetahuan ialah sebuah usaha yang membahas ilmu
pengetauan secara filosofis. Filosofis berarti suatu pembahasan berdasar
kepada rasional, objektif, menyeluruh dan mendalam. Pengetahuan sebagai
objek material atau sasaran pembahasannya sedangkan filsafat sebagai objek
formal atau pendekatan, sudut pandang dalam suatu pembahasan.

Ilmu pengetahuan memiliki tiga landasan pembahasan, yaitu: ontologis,


epistemologis, dan aksiologis4

a) landasan ontologis dari ilmu pengetahuan berarti pembahasan atau


analisis tentang obyek material dari ilmu pengetahuan. Obyek material
ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.
b) landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan berarti pembahasan atau
analisis tentang proses tersusunnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
disusun melalui proses yang disebut metode ilmiah.
c) landasan aksiologis dari ilmu pengetahuan berarti pembahasan atau
analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan.
Penerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memudahkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan demi keluhuran hidup manusia.

Memahami pengetahuan membutuhkan pendekatan. Hal ini terkait dengan


jenis pengetahuan itu sendiri: pengetahuan rasional (dengan penalaran
rasional), pengetahuan empiris (dengan pengalaman konkret), dan
pengetahuan intuitif (oleh emosi individu). Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil kerja sama pengetahuan
manusia antara subjek yang diketahui dan objek yang diketahui. Pengetahuan
bersifat dinamis dalam arti terus berkembang menuju kesempurnaan. Metode
ilmiah objektif secara tegas mencakup aturan atau prosedur yang mengikat.

3 https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/11/28/p04tij313-filsafat-menurut-alkindi
4 Paulus Wahana,Filsafat pengetahuan, Pustaka Diamon 2016. hlm,3

4
Bersifat empiris karena dapat dibuktikan, diketahui dan diukur. Kebenaran
yang dirasakan oleh akal dan bentuk konkritnya dapat dibuktikan secara
empiris. Apa pun di luar nalar berada di luar jangkauan sains. Demikian pula,
segala sesuatu yang berada di luar jangkauan indera manusia berada di luar
jangkauan ilmu pengetahuan. 'Alat-alat' yang diperlukan untuk memahami
fenomena alam, fakta realitas empiris, dan realitas metafisika meliputi
sensasi, insting, akal, intuisi, dan hati nurani. Sains membatasi ruang lingkup
penelitian hingga batas pengalaman manusia dan metode editorial yang teruji
secara empiris.

3. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan

Pada dasarnya, awal pemikiran filosofis adalah pengetahuan. Ada filosofi


yang dimulai dengan rasa ingin tahu, dan ada filosofi yang kepastian dimulai
dengan keraguan. Sains adalah bagian dari pengetahuan yang mengajarkan
untuk mengetahui segala sesuatu tentang kehidupan. Seringkali, seseorang
ingin mengetahui sesuatu. Diibaratka Yang ingin diketahui adalah kehidupan
sehari-hari seseorang, terkadang rasa ingin tahu hanyalah rasa ingin tahu,
mereka sangat penasaran dan ingin tahu. Jadi dia mengumumkan bahwa dia
ingin tahu sampai dia mendapatkannya.

Filsafat dalam ilmu pengetahuan menyajikan informasi dengan cara yang


jelas, tepat, lengkap dan mendasar untuk menemukan kerangka kerja dan
fondasi terpenting yang akan menjadi ciri sains nyata. Untuk mengetahui
identitas sains, kita dapat membedakan apa yang termasuk dalam sains dan
apa yang tidak termasuk dalam ruang lingkup sains. Filsafat yang mengejar
kejelasan, kejujuran, dan kebijaksanaan secara alami akan menjadi tidak puas
dengan kebiasaan dan pendapat yang dimunculkan tanpa alasan rasional dan
objektif untuk menjelaskannya. Filsafat adalah pionir pertama yang
menantang. Dekonstruksi sudut pandang tradisional dan mitologis yang telah
diterima begitu saja tanpa penjelasan rasional. Filsafat Rasional (kritis, logis,
sistematis), objektif, sintetik, pertanyaan mendasar mematahkan kebiasaan
menjelaskan tanpa arah yang jelas dan perspektif yang disajikan tanpa
penjelasan rasional.

5
Bahasa yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan filsafat dalam
beberapa hal saling melengkapi. Filsafat dalam usahanya mencari jawaban
atas pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil ilmu
pengetahuan sedangkan ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan
rahasia alam kodrat haruslah mengetahui angapan kefilsafatan mengenai alam
kodrat tersebut, filsafat memepersoalkan istilah istilah tersebut dari ilmu
pengetahuan dengan suatu cara yang berada diluar tujuan dan metode ilmu
pengetahuan5.
Peran atau kedudukan filsafat dalam lmu pengetahuan adalah memberi
landasan filosofi agar mengerti berbagai macam konsep dan teori suatu
disiplin ilmu .
B. Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia.
Juga, agama dapat bergerak dan berkembang berkat adanya keyakinan. Akan
tetapi ketiga alat dan tenaga utama tersebut tidak dapat berhubungan dengan ilmu,
filsafat, dan agama apabila tidak didorong dan dijalankan oleh kemauan manusia
yang merupakan tenaga tersendiri yang terdapat dalam diri manusia.
Dikatakan reflektif, karena ilmu, filsafat, dan agama baru dapat dirasakan
(diketahui) faedahnya/manfaatnya dalam kehidupan manusia, apabila ketiganya
merefleksi (lewat proses pantul diri) dalam diri manusia.
Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indera, dan filsafat
mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap
kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia.
Sedangkan agama mendasarkan pada otoritas wahyu. Harap dibedakan agama
yang berasal dari pertumbuhan dan perkembangan filsafat yang mendasarkan pada
konsep-konsep tentang kehidupan dunia, terutama konsep-konsep tentang moral.
Menurut Prof. Nasroen, S.H, mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah
berdasarkan pada agama. Malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam
agama.
Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya semata-mata
berdasarkan pada akal pikir saja, maka filsafat tsb tidak akan memuat kebenaran

5 Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Penerbit Pustaka Setia, hlm,30

6
obyektif, karena yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran.
Sedangkan kesanggupan akal pikiran terbatas, sehingga filsafat yang berdasarkan
pada akal pikir semata-mata akan tidak sanggup memberi kepuasan bagi manusia,
terutama dalam rangka pemahamannya terhadap yang gaib6
Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya
bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu,
makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan
pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia
sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan
raga). Manusia secara total (menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat
sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam filsafat sebagai berikut:
1. Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi. yang
semakin luas. Hal itu dapat membantu penyelesaian masalah yang selalu
kita hadapi dengan cara yang lebih bijaksana.
2. Dasar semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat di dalamnya
memuat ide-ide yang fundamental. Ide-ide itulah yang akan membawa
manusia ke arah suatu kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam
segala tindakannya, sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap
(peka) terhadap diri dan lingkungannya, lebih sadar terhadap hak dan
kewajibannya.
3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita
semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya. Di satu sisi kita
berhadapan dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya,
perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan
semakin jauh dari tata nilai dan moral. Di sisi lainnya, apabila kita tidak
berani menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhirnya kita
akan menjadi manusia “terbelakang”. Untuk itu kita berusaha untuk
mengejar kemajuan tersebut dengan segala upaya. Dengan semakin jauhnya
kita dengan tata nilai dan moral, akibatnya banyakilmuwan kehilangan
bobot kebijaksanaannya. Dengan demikian, apa yang dihasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi bersamaan itu pula manusia kehilangan

6
Inu Kencana Syafii, Filsafat Kehidupan, Jakarta Bumi Aksara

7
pendirian dan dih ui kebingungan dan keraguan (skeptis). Tinggal
menunggu mal etaka datang menghancurkan kehidupan manusia.

Mengingat hal-hal tersebut di atas, kita sangat memerlukan suatu Emu yang
sifatnya memberikan pengarahan (ilmu pengarahan) atau Bence of
direction.Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang
di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat
manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia
suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan
untuk mengetahui mana yang pantas kita tolak, mana yang pantas kita se tujui,
mana yang pantas kita ambit sehingga dapat memberikan maknakehidupan.
Kegunaan filsafat ini sering muncul bagi para pemula belajar filsafat.
Masalah tersebut harus dituntaskan. Selagi masalah tersebut masih berada dalam
diri seorang yang sedang belajar filsafat, maka orang tersebut akan selalu
mendapatkan keraguan terhadap filsafat.7
Filsafat sebagai pandangan hidup: filsafat sebagai pandangan hidup karena
filsafat dijadikan dasar dari setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari yang bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia yang mana
sebagai makhluk individu, sosial dan makhluk tuhan. Filsafat juga dipergunakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.
Pandangan hidupnya itu akan tercermin didalam sikap hidup dan cara hidup.
Berdasarkan hakekat dari pandangan hidup atau filsafat hidup maka ada beberapa
manfaat mengetahui pandangan hidup, yaitu:
1) Pandangan hidup atau filsafat hidup menolong mendidik,membangun diri
sendiri dengan berpikir
2) lebih mendalam dan memberi isi kepada hidup kita sendiri. Pandangan
hidup atau filsafat hidup memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk
melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari
3) Pandangan hidup memberikan pandangan yang luas membendung egoisme
dan egosentrisme.

7
ibid

8
4) Pandangan hidup memberikan dasar-dasar baik untuk hidup diri sendiri
maupun untuk kepentingan ilmu-ilmu pengetahuan.
Filsafat sebagai ilmu Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita
sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik
sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam
masyarakat. Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-
akarnya. Mulai dari pengertian, objek kajian, tujuan fungsi dan arah serta
hubungan antara filsafat dan ilmu, khususnya pada dasar ilmu pengetahuan,
sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang
kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari
pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan pemikiran.
Filsafat sebagai ilmu juga mencoba untuk menunjukkan batas-batas dan ruang
lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat sebagai
ilmu dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada
perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk
mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan
penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan
arah. Pengalaman memindahkan pengetahuan Sebagai mahasiswa merupakan
hal yang seharusnya untuk membuat komunitas belajar dimana di dalamnya
terjadi proses pemindahan pengetahuan dengan terlibat secara sosial dalam
dialog, dan aktif dalam percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat
diperoleh dari dialog antar pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok
belajar, sebagai mahasiswa dapat mengungkapkan perspektifnya dalam melihat
persoalan dan hal lain yang akan dilakukan dengan persoalan itu. Melalui
kesempatan mengemukakan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta
bersama-sama membangun pengertian akan menjadi sangat penting dalam
belajar, karena memiliki unsur yang berguna untuk menantang pemikiran dan
meningkatkan kepercayaan seseorang.
Teori Korespondensi Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi
(berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan

9
benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat
suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering
diasosiasikan dengan teoriteori empiris pengetahuan. Ujian kebenaran yang di
dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh kelompok
realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan
situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya,
karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau
pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237). Jadi,secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa
mengatakan “matahariterbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab
pernyataan tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa
matahari terbit daritimur dan tenggelam di ufuk barat. Menurut teori
korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan
sesuaidengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan
itu salah.8
C. Filsafat sebagai Ilmu

Hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita. Filsafat ilmu
adalah salah satu usaha manusia untuk bisa memahami pengetahuan supaya
menjadi bijaksana. Dengan adanya filsafat ilmu, akan merubah cara pandang
menjadi segala sesuatu yang bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan
pengetahuan dan sains yang dapat disampaikan melalui proses pembelajaran atau
pendidikan.

8
Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, Bandung, CV. Pustaka Setia 2010

10
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan
seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua jenis ilmu. Filsafat ilmu juga
merupakan bagian dari epistomologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.

Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan
ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling berpengaruh
antara filsafat dan ilmu9.

Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu merupakan


penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Oleh karena itu, setiap saat ilmu
itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan
pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk
mencari pengetahuan baru, bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang selalu
berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada


strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai
pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak hanya kegunaan atau
kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakikat dan
ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain
seperti ilmu-ilmu kealaman.

Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mengantarkan untuk


masuk kedalam kawasan filsafat. Menurut koento wibisono: Filsafat dari satu segi
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakikat dari
sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu
pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya

9 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta, Pustaka Ilmu, 1999) hlm.14

11
merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri10.

Dengan memahami hakikat ilmu, dapat dipahami bahwa perspektif ilmu:


kemungkinan pengembangannya, keterkaitannya antar ilmu, simplikasi dan
artifisialitas ilmu dan lain sebagainya yang vital bagi penggarapan ilmu itu
sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong
untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya,
logika validasinya pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas sedemikian
rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan
intelektualnya.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ilmu merupakan salah satu
dari sekian pengetahuan bahwa ilmu merupakan salah satu dari sekian
pengetahuan yang terkadang disebut sebagai pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) karena metode untuk memperolehnya dilakukan melalui metode
ilmiah. Sementara filsafat ilmu pada dasarnya merupakan ilmu yang berbicara
tentang ilmu pengetahuan (science of science) yang kedudukannya berada diatas
ilmu lainnya.

1. Signifikansi Filsafat Ilmu


Dalam sejarah pemikiran Barat, tidak kurang dari 20 abad lamanya, para
filsuf memikirkan realitas. Maka seiring dengan isnad perkembangan ilmu
dan dialektikanya dengan problem yang mengitarinya, selama itu pula
temuan-temuan berharga di bidang metafisika selalu mewarnai setiap penggal
sejarah; mulai dari “arche” nya filsuf pra sokrates, idealisme Sokrates dan
Plato, hylemorfisisme Aristotle, emanasi dan ekstasi oleh Plotinus hingga
persoalan teologi dari para filsuf abad Pertengahan.
Temuan-temuan di bidang metafisika inilah yang mendorong seorang
Rene Descartes (1596-1650) memikirkan “bagaimana manusia mendapatkan
pengetahuan?” atau dengan kata lain: “bagaimana cara para filsuf itu sampai
pada kesimpulannya?” Inilah yang dimaksud dengan persoalan epistemologis.
Sejak inilah kajian di bidang epistemologi (filsafat pengetahuan)

10 Koento wibisono dkk, Filsafat Ilmu (Klaten: Intan Pariwara, 1997) hlm. 47

12
mendapatkan momentumnya, yakni di tangan Descartes. Filsuf ini terkenal
dengan konsepnya: cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada), yang
mengantarkannya kepada sebutan pelopor aliran rasionalisme di bidang
epistemologi.11
Perkembangan ilmu-ilmu fisika-alam ini, tidak bisa dilepaskan dari
kemunculan filsuf Francis Bacon (1561-1626) yang melihat pentingnya
menerangkan terjadinya ilmu-ilmu (yang tergolong) empiris tersebut. Untuk
itu, ia menulis Novum Organum (Organum Baru), sebagai pengganti
Organon Aristoteles, yang berisi tawaran tentang perangkat baru dalam
penyelidikan. Dari sinilah, Bacon kemudian disebut sebagai seorang perintis
filsafat ilmu.12
Penyelidikan tentang hakikat ilmu oleh Bacon ini, kemudian diikuti oleh
filsuf sesudahnya, termasuk Kant, Comte, John S. Mill, dll. Selanjutnya
kajian filsafat ilmu semakin mengalami perkembangan sedemikian
besar, sejak lahirnya suatu kelompok kajian yang disebut “Lingkaran
Wina” (Vienna Circle) di Austria, pada awal abad ke-20. Kebesaran filsuf-
filsuf ini, kemudian diikuti filsuf-filsuf lain, seperti Karl R. Popper, Thomas.
S. Kuhn, dll.
Jika ilmu alam merupakan tahapan baru dari filsafat alam (metafisika)
dalam membaca realitas alam, maka filsafat ilmu sebenarnya merupakan
tahapan baru dari epistemologi (filsafat pengetahuan, teori pengetahuan,
theory of knowledge) yang menyelidiki proses keilmuan manusia.
2. Dari Epistemologi ke Filsafat Ilmu
Pada uraian di atas tampak jelas, bahwa baik epistemologi maupun
filsafat ilmu sama-sama merupakan cabang dari filsafat yang secara khusus
membahas proses keilmuan manusia. Keduanya memiliki lebih banyak
persamaan dari pada perbedaan. Perbedaan itu hanyalah terletak pada objek
material (baca: objek kajian) nya, yakni dalam hal ini, epistemologi
menjadikan ‘pengetahuan’ sebagai objek kajiannya, sedang filsafat ilmu,

11 HB. Sutopo, “Metode Mencari Ilmu Pengetahuan: Rasionalisme dan Empirisisme” dalam M. Toyibi (ed.),
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999, cet ke-2), hlm. 72-
73
12 C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah atas Cara Kerja Ilmu-Ilmu,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1991, cet ke-2)hlm. 141

13
objek kajiannya adalah ilmu pengetahuan13. Meski demikian, dewasa ini
kedua objek kajian ini sudah merupakan pembahasan yang bisa dikatakan
beda tipis (untuk tidak mengatakan sama).
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme, yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Dalam bidang ini terdapat tiga
persoalan pokok: (a). apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah
pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya? (b).
Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar di
luar pikiran kita? Kalau ada, apakah kita dapat mengetahuinya?(ini adalah
persoalan yang mengarah pada problem phenomena dan noumena). (c).
Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimanakah kita dapat
membedakan yang benar dari yang salah?14 (point ini adalah yang mengarah
pada problem verifikasi) Tiga persoalan pokok ini merupakan objek formal
dari epistemologi, sekaligus merupakan objek formal dari filsafat ilmu,
sebagai perspektif dalam melihat objek materialnya, yakni ilmu. Dari sinilah
kemudian dikenal istilah hakikat ilmu atau struktur fundamental ilmu, yang
tak lain adalah persoalan-persoalan pokok di atas.
Meski harus diakui bahwa keduanya, baik epistemologi maupun filsafat
ilmu, memiliki sejarahnya masing-masing,namun karena adanya persamaan
perspektif dalam melihat objek kajiannya, maka bisa dipahami jika dalam
banyak literatur kedua disiplin tersebut kemudian terlihat identik. Bahkan
beberapa aliran, seperti rasionalisme, empirisisme, kritisisme, intuisionisme,
yang memang merupakan pembahasan sentral dalam epistemologi, tampak
mendapatkan porsi yang cukup dalam filsafat ilmu. Beberapa aliran tersebut,
dalam filsafat
ilmu, kemudian dikenal dengan “asumsi-asumsi dasar proses keilmuan
manusia.”

13 Koento Wibisono Siswomiharjo, “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran dan
Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Tim Penyusun Fakultas Filsafat
UGM, Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (Klaten: PT. Intan Pariwara,
1997)hlm. 6-7.
14 Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. HM. Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)hlm.

187-188.

14
Sampai di sini, bisa dikatakan bahwa filsafat ilmu merupakan
perkembangan lebih jauh dari epistemologi15, atau bisa juga dikatakan bahwa
epistemologi sebenarnya telah memperoleh maknanya yang baru, sekaligus
memiliki maknanya yang luas sampai pada ‘garapan’ filsafat ilmu.

3. Kedudukan Filsafat sebagai Ilmu


Kedudukan filsafat dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat untuk memahami hakikat objek yang dipelajari tetap
terjaga, tetapi informasi atau pengetahuan yang mendukungnya harus
dipertanggungjawabkan tidak hanya secara rasional (logis), tetapi juga secara
faktual (dialami langsung dalam kehidupan kita). Oleh karena itu, filsafat
harus mengadakan kontak dengan ilmu pengetahuan, mengambil banyak
informasi atau teori-teori terbaru darinya, dan mengembangkannya secara
filosofis. Inilah yang dilakukan Bergson, Cassirer, Husserl, Foucault, dan
para filsuf modern dan kontemporer lainnya. Pemikiran filosofis yang mereka
kembangkan sangat kaya dengan ilustrasi-ilustrasi yang bersumber dari
penemuan-penemuan ilmiah yang berkembang pada masanya.
2. Tujuan filsafat untuk mempersoalkan nilai suatu objek (aksiologi)
tetap dipertahankan. Inilah yang dilakukan filsafat terhadap sains. Akibatnya,
temuan-temuan ilmiah yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan (dan ketuhanan) dikritik atau dikoreksi, seperti isu kloning dan
eutanasia. Filsafat memberikan evaluasi dan kritik terhadap dampak moral
dan manusia dari dua masalah ini pada kehidupan manusia.
3. Filsafat melakukan kajian dan kritik terhadap masalah metodologi
ilmiah. Hal ini misalnya dilakukan dalam filsafat ilmu. Kritik filosofis
terhadap cara kerja dan metodologi ilmu pengetahuan pada prinsipnya
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, karena dapat memperjelas dan
menyempurnakan ilmu pengetahuan.

15 Koento Wibisono Siswomiharjo, Op.cit.

15
Oleh karena itu, untuk memudahkan kajian tentang kedudukan filsafat,
pertama-tama dikemukakan empat macam klasifikasi pengetahuan manusia
menurut tingkatannya, yaitu:
1. Pengetahuan biasa atau pengetahuan pra-ilmiah, yaitu pengetahuan
yang timbul dari aktivitas akal sehat manusia yang diarahkan pada kejadian
sehari-hari, contohnya seperti pengetahuan tentang terbit dan terbenamnya
matahari, pengetahuan tentang hujan yang turun dari langit, pengetahuan
tentang api yang panas, semua pengetahuan ini dapat berasal dari persepsi
indra baik disengaja maupun tidak disengaja.
2. Pengetahuan ilmiah atau science, yaitu pengetahuan yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: objek, metode, sistematis dan
universal. Pengetahuan ilmiah ini hanya bisa berada di tangan segelintir
orang.
3. Pengetahuan Filsafat atau Filsafat, yaitu pengetahuan manusia yang
mengandung hakikat atau hakikat, sifat objeknya bercirikan kritis atau
deskriptif, evaluatif dan normatif, analisis spekulatif dan sistematis.
4. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan manusia yang diperoleh
dengan iman, sehingga bersifat dogmatis. Pengetahuan agama didasarkan
pada ajaran wahyu dan hal-hal keagamaan.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa ada hubungan yang sangat erat
antara pengetahuan umum, pengetahuan ilmiah, filsafat dan agama.
Pengetahuan adalah hasil dari orang yang mengetahui sesuatu, misalnya
pengetahuan tentang perasaan senang, sedih, senang, dan sebagainya. Sains
adalah pendalaman lebih lanjut dari pengetahuan manusia, atau dengan kata
lain sains adalah pengetahuan yang telah memenuhi empat syarat ilmiah,
sebagaimana disebutkan di atas. Filsafat adalah pendalaman ilmu lebih lanjut,
terutama yang berkaitan dengan berbagai masalah mendasar dan tujuan yang
harus dicapai ilmu pengetahuan. Orang sangat dipengaruhi oleh filosofi
hidupnya dalam memecahkan berbagai masalah. Namun, pada kenyataannya,
tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan filsafat atau analisis nalar
saja. Orang membutuhkan keyakinan tentang zat yang berada di atas

16
segalanya. Keyakinan ini hanya diajarkan dalam agama, bahkan diyakini
bahwa agama manusia akan mampu menyelesaikan semua masalah.

4. Titik Temu antara Ilmu dan Filsafat


Ada beberapa hal yang dapat dipertemukan oleh filsafat dan sains. Saat
ini, filsafat telah dikembangkan dengan berkolaborasi dengan sains. Banyak
filsuf telah berkontribusi pada sains. Leibniz, misalnya, melalui temuannya
tentang “diferensial aritmatika” menjelaskan bahwa baik filsafat maupun
sains sama-sama menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya
menghadapi fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritis,
dengan pikiran terbuka dan kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui
hakikat kebenaran. Mereka memiliki minat untuk secara teratur mendapatkan
pengetahuan. Sains menyediakan filsafat dengan materi deskriptif dan faktual
yang sangat penting untuk membangun filsafat. Setiap filosof pada suatu
periode lebih condong untuk merefleksikan pandangan-pandangan ilmiah
pada periode tersebut. Sedangkan ilmu pengetahuan mengendalikan filsafat
dengan menghilangkan gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan
pengetahuan ilmiah. Sedangkan filsafat membutuhkan pengetahuan yang
terfragmentasi dari ilmu-ilmu yang berbeda, kemudian menatanya menjadi
pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu. Dalam hal ini, kemajuan
ilmu pengetahuan telah mendorong kita untuk melihat kembali ide dan
interpretasi kita, baik di bidang sains maupun di bidang lain. Misalnya,
konsep evolusi mendorong kita untuk memikirkan kembali pemikiran kita, di
hampir setiap bidang. Kontribusi lain yang dibuat filsafat untuk sains adalah
kritik terhadap asumsi, postulat sains, dan analisis kritis terhadap istilah yang
digunakan, tanpa kontradiksi.
Kontradiksi antara sains dan filsafat seringkali menunjukkan
kecenderungan atau penekanan, bukan penekanan mutlak. Beberapa ilmu
mengeksplorasi area terbatas, filsafat berusaha melayani umat manusia secara
keseluruhan. Karena itu, filsafat lebih inklusif. Filsafat berusaha untuk
memasukkan dalam koleksi pengetahuan umum, untuk semua bidang dan
untuk pengalaman manusia pada umumnya. Oleh karena itu, filsafat berusaha

17
mencapai pandangan yang lebih global tentang berbagai hal. Jika sains dalam
pendekatannya lebih analitik dan deskriptif, filsafat lebih sintetik dan umum,
berurusan dengan seluruh alam dan kualitas hidup. Sains berusaha
menganalisis semua elemen yang menjadi bagiannya, serta menganalisis
semua komponennya. Sementara itu, filsafat berusaha mengembangkan
objek-objek dalam suatu sintesa eksplanatori dan menemukan makna
sebenarnya dari sesuatu. Jika sains berusaha menghilangkan faktor individu
dan mengabaikan nilai untuk menciptakan objektivitas, maka filsafat lebih
mementingkan kepribadian, nilai, serta bidang pengalaman. Orang
menekankan pentingnya deskripsi, hukum, fenomena, dan hubungan sebab
akibat. Filsafat berkaitan dengan hubungan antara fakta-fakta tertentu dan
bagian yang lebih besar. Sains menggunakan observasi, eksperimentasi, dan
pengalaman indrawi, sedangkan filsafat berusaha menghubungkan temuan
sains dengan tujuan menemukan hakikatnya.
Sebenarnya, banyak perbedaan antara sains dan filsafat adalah
perbedaan dalam derajat dan penekanannya. Sains menekankan pada
kebenaran yang logis dan objektif. Filsafat bersifat fundamental (radikal) dan
subjektif. Sains dapat terus melakukan penelitian selama objeknya dapat
diamati, dianalisis dan dicoba, ketika objek dapat diamati, dianalisis, dan
dicoba maka sains berhenti di situ. Sementara itu, filsafat benar-benar mulai
bekerja ketika sains berhenti berbicara tentang suatu objek. Namun, ini tidak
berarti bahwa sains tidak penting bagi filsafat, tetapi filsafat juga bekerja
dengan bantuan sains. Banyak filsuf dilatih dalam metode ilmiah dan
memiliki minat yang sama dalam berbagai disiplin ilmu. Filsuf dan ilmuwan
sama-sama mendapatkan gambaran yang lebih luas jika mereka saling
memahami dan menghormati disiplin ilmu masing-masing.
5. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
1. Kebenaran filsafat berkenaan dengan pemikiran. Adapun kebenaran ilmu
sepanjang percobaan.
2. Filsafat mencari ilmu dari segala aspek dan segala bidang. Sains mencari
pengetahuan tentang aspek-aspek tertentu, bidang-bidang tertentu.

18
3. Filsafat dapat menyentuh pengetahuan seluruh dunia. Sains mempelajari
unsur-unsur alam, benda mati, tumbuhan, hewan, manusia, bumi, bulan,
bintang, tata surya, dll.
4. Filsafat mempelajari semua aspek kehidupan. Sains mempelajari aspek-
aspek tertentu dari kehidupan.
5. Filsafat mempelajari prinsip semua hukum, yaitu tujuannya, asal-usulnya.
Ilmu mempelajari aspek-aspek tertentu dari hukum seperti hukum perdata,
hukum pidana, hukum adat, hukum Islam, dll.
6. Filsafat memberikan penjelasan umum. Adapun ilmu pengetahuan hanya
memberikan pernyataan fakta yang spesifik.
7. Filsafat tersusun atas hasil-hasil pemikiran yang bersifat radikal (sampai
ke akar-akarnya), sistematis dan universal. Sains terdiri dari hasil penelitian
dan eksperimen.16
d) Nilai Guna Filsafat Ilmu
C. Verhaak menyebutkan ada empat titik pandang dalam filsafat ilmu
yang menunjukkan manfaat dari filsafat ilmu tersebut, yaitu:
Pertama, filsafat ilmu adalah perumusan world-views yang konsisten
dengan, dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang
penting. Pandangan ini menganggap bahwa tugas dari filsafat ilmu adalah
untuk mengolaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu.
Kedua, ia mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi
dan presuppotions dan predispositions dari para ilmuwan. Filsuf ilmu
mungkin mengatakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak berubah-
ubah, dan terdapat suatu keteraturan di alam sehingga gejala-gejala alam yang
tidak begitu kompleks cukup didapat oleh peneliti.
Ketiga, ia mengatakan bahwa filsafat ilmu itu adalah suatu disiplin yang
dari dalamnya konsep-konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan
diklasifikasikan. Hal ini berarti memberikan kejelasan tentang makna dan
berbagi konsep seperti partikel, gelombang, dan kompleks di dalam
pemanfaatan ilmiahnya.

16 Rohayati Rina. Filsafat sebagai Induk Ilmu Pengetahuan. (Pekanbaru: Asa Riau, 2017) hlm. 19-37

19
Keempat, ia menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan patokan
tingkat kedua (second order criteriology) tentang bagaimana ilmu itu harus
dilakukan, dan juga disiplin tingkat kedua (second order discipline)-nya
adalah analisis dan metode ilmiah17.

Dalam dunia modern saat ini, kunci untuk bisa sukses terlibat di
dalamnya adalah kemampuan berfikir fundamental (mendasar). Sedangkan
hal yang paling mendasari disetiap ilmu pengetahuan modern adalah Filsafat
Ilmu. Dengan memahami dan menguasai sisi fundamental dan disiplin ilmu
yang diambil, akan lebih mudah menangkap ide dan konsep untuk kemudian
diwujudkan dalam bentuk teori, jasa atau produk yang dapat dihasilkan.

BAB III

17 C. Verhaak, Op. Cit, hlm. 43-44.

20
PENUTUPAN

Kesimpulan

Filsafat ilmu pengetahuan merupakan filsafat khusus yang membahas


berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat,
filsafat ilmu pengetahuan berusaha membahas ilmu pengetahuan sebagai objeknya
secara rasional yaitu kristis, logis dan sistemastis, menyeluruh dan mendasar.
Pengetahuan sebagai objek material atau sasaran pembahasannya sedangkan
filsafat sebagai objek formal atau pendekatan, sudut pandang dalam suatu
pembahasan.

Filsafat sebgai pandangan hidup karena filsafat dijadikan dasar dari setiap
tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber pada
hakikat kodrat pribadi manusia yang mana sebagai makhluk individu, sosial dan
makhluk tuhan. Filsafat juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang dihadapi dalam kehidupan. Pandangan hidupnya itu akan
tercermin didalam sikap hidup dan cara hidup. Berdasarkan hakekat dari
pandangan hidup atau filsafat hidup maka ada beberapa manfaat mengetahui
pandangan hidup.

Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual


yang sangat penting untuk membangun filsafat. Sementara itu, ilmu pengetahuan
melakukan pengecekan terhadap filsafat, dengan menghilangkan ide-ide yang
tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Adapun Filsafat mengambil pengetahuan
yang terpotong-potong dari berbagai ilmu,kemudian mengaturnya dalam
pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu.

21
Daftar Pustaka

Muliadi, Fisafat Umum, Fakultas Ushuludin Bandung.


Baktiar, Amsal, Filsafat Ilmu, fakultas ushuludin UIN syarif hidayatullah
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam
nusantara/17/11/28/p04tij313-filsafat-menurut-alkindi
Wahana, Paulus, Filsafat pengetahuan, Pustaka Diamon, 2016
Syadali, Ahmad, Filsafat Umum,Penerbit Pustaka Setia,
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta, Pustaka Ilmu, 1999)
Siswomiharjo, Koento Wibisono dkk, Filsafat Ilmu (Klaten: Intan Pariwara, 1997)
HB. Sutopo, “Metode Mencari Ilmu Pengetahuan: Rasionalisme dan
Empirisisme” dalam M. Toyibi (ed.), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999, cet ke-2),
C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah atas Cara
Kerja Ilmu-Ilmu, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1991, cet ke-2)
Siswomiharjo, Koento Wibisono, “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum
Mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami
Filsafat Ilmu”, dalam Tim Penyusun Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu
sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (Klaten: PT. Intan Pariwara,
1997)
Titus, Harold H., dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. HM. Rasyidi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984)
Rina, Rohayati. Filsafat sebagai Induk Ilmu Pengetahuan. (Pekanbaru: Asa Riau,
2017)
Syafii, Inu Kencana, Filsafat Kehidupan, Jakarta Bumi Aksara
Sofyan, Ayi, Kapita Selekta Filsafat, Bandung, CV. Pustaka Setia 2010

22

Anda mungkin juga menyukai