Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

“HAKIKAT FILSAFAT PENDIDIKAN MENGENAI OBJEK,


PENDEKATAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT
PENDIDIKAN”

Dosen Pengampu
Dra. Wirdaitul‟ Aini, M.Pd.

Disusun Oleh
KELOMPOK IV

Anggota Kelompok
1. Annisya Amelda (20004044)
2. Asyifa Andriani (21004049)
3. Rahma Ananda (21004035)
4. Septia Eka Putri (21004137)
5. Zukri Defrizal (21004037)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Pendidikan dengan materi
pembahasan “Hakikat Filsafat Pendidikan Mengenai Objek, Pendekatan Dan Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Dra Wirdaitul’ Aini.,
M.Pd. selaku dosen mata kuliah filsafat pendidikan yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan,
pengetahuan serta penunjang atau referensi materi mata kuliah Filsafat Pendidikan terkait
dengan “Hakikat Filsafat Pendidikan Mengenai Objek, Pendekatan Dan Ruang Lingkup
Filsafat Pendidikan”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang.
Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan katakata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
di masa depan.

Padang, 23 September 2022


Kelompok IV

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................3
Latar Belakang.......................................................................................................................3
Rumusan Masalah..................................................................................................................3
Tujuan....................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................4
Pengertian Filsafat Pendidikan.............................................................................................4
Pendekatan Individualistik...................................................................................................5
Pendekatan Sosialistik..........................................................................................................9

BAB III PENUTUP............................................................................................................14


Kesimpulan..........................................................................................................................14
Saran....................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala
sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai
hakikat segala situasi tersebut. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-
potensi manusiawi peserta didik. karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi
dalam keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Adapun latar belakang penulisan makalah ini adalah untuk kita lebih
memahami apa itu filsafat pendidikan yang sebenarnya. Salah satunya dengan
melakukan pendekatanpendekatan dalam filsafat pendidikan yang akan penulis
uraikan dalam makalah ini. Karena filsafat ini juga termasuk kedalam bahagian-
bahagian ilmu pengetahuan manusia yang sangat penting kita manusia harus tahu dan
paham tentang ilmu filsafat sebab dengan filsafat manusia bisa mempertajam
kesabaran dan keberadaan tentang dirinya khususnya dalam dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat pendidikan baik secara terminologi
maupun dari beberpa definisi lainnya?
2. Bagaimana pendekatan individualistik dalam filsafat pendidikan?
3. Bagaimana pendekatan sosialistik dalam filsafat pendidikan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian filsafat secara terminologi dan dari beberapa definisi
lainnya.
2. Mengetahui pendekatan individualistik dalam filsafat pendidikan.
3. Mengetahui pendekatan sosialistik dalam filsafat pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Filsafat Pendidikan


1) Secara Terminologi
Filsafat pendidikan adalah salah satu cabang filsafat yang ruang lingkupnya
terfokus dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan filsafat khusus
atau filsafat terapan. Objek filsafat pendidikan adalah kenyataan. Filsafat ini
menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan,
latar belakang, cara, dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang bersangkut
paut dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau
juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia :
kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan
seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti
hakikat.

2) Beberapa Definisi

a. Muhammad Labib Al-Najihi


Filsafat pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur yang
menjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan, dan
memadukan proses pendidikan.

b. Kilpatrik dalam buku pilosophy of education


Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.
Berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-
cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasi nilai-
nilai dan cita-cita itu didalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia.
Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat,
dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-
nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya dalam
kehidupan mereka

c. John Dewey
Filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun
daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia.
d. Prof. Brameld
Filsafat pendidikan: kita harus membawa filsafat guna mengatasi
persoalan-persoalan pendidikan secara efisien, jelas, dan sistematis sedapat
mungkin.
e. Imam Barnadib
Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam
bidang pendidilkan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu
analisis filosof terhadap pendidikan. Filsafat tidak hanya melahirkan sains
atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk
mencapai kebijakan dan kearifan. Sedangkan filsafat pendidikan
merupakan ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh
karena bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini
hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian
bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam
bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau
ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh
manusia dalam hidup dan kehidupannya.

b. Pendekatan Individualistik
1. Kontroversi Yang Dilematis
Mengenai kontroversi yang dilematis, kita meninjau berdasarkan poin
silabus mengenai pendekatan individualistik, jadi yang diuraikan dalam hal ini
adalah kontroversi mengenai pendekatan individualistik. Ditinjau terlebih
dahulu apa itu kontroversi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontriversi adalah suatu perdebatan, persengketaan atau pertentangan.
Sedangkan dilema sendiri menurut KBBI adalah situasi sulit yg mengharuskan
orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yg sama-sama tidak
menyenangkan atau tidak menguntungkan atau situasi yg sulit dan
membingungkan. Jadi kontroversi yang dilematis ini maksudnya adalah suatu
keadaan yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat sehingga
menimbulkan pertentangan yang membingungkan, dimana harus memilih dua
persepsi yang berbeda dari satu permasalahan.
Dalam makalah ini, yang menjadi topik pembahasan yaitu kontroversi
yang dilematis yang terjadi dari pendekatan individualistik dalam filsafat.
Individualisme adalah salah satu paham yang paling sering dibahas sebagai
karikatur dalam banyak perdebatan di kalangan intelektual kita. Sehingga
menimbulkan pro dan kontra dalam memahami makna individualisme sendiri.
Salah satu kritikan yang menyerang individualisme adalah, person
manusia memperoleh kesejatian, dan meletakkan masyarakat dalam
pandangan aksidental (sekunder) yang akan berkhitmat (melayani) person.
Person adalah berposisi sebagai materi pembentuk masyarakat, dan
masyarakat adalah sebagai penghubung antar materi-materi tersebut. Dengan
demikian, berdasarkan filsafat individualisme bahwa nilai dan pentingnya
penghubung lebih kecil ketimbang nilai dan pentingnya materi. Kritikan
tersebut juga menghantam filsafat hakhak alamiah yang merupakan cabang
dari filsafat individualisme. Filsafat hak-hak alamiah hanya memberikan
perhatian kepada materi-materi pembentuk masyarakat, dan tidak memberikan
perhatian ataupun menganggap penting hubungan-hubungan antar materi yang
mungkin saja sejalan dengan kecondongan-kecondongan alamiah, ataupun
mungkin juga berseberangan (berlawanan) dengan materi-materi tersebut,
ataupun hubungan-hubungan tersebut membatasi materi. Pemikiran ini, pada
abad setelahnya menjadi objek yang ditentang oleh beberapa filosof seperti,
David Hume dan lainnya. Hal inilah yang menjadikan timbulnya kontra
terhadap filsafat dengan menggunakan pendekatan individualistik. Lain hal
dengan timbulnya pro dari beberapa kalangan mengenai pendekatan
individualistik ini, seringkali ketika seseorang mendengar tentang
individualisme orang cenderung menganggap bahwa ini adalah suatu paham
yang negatif dan berhubungan dengan kesombongan, keserakahan, egoisme,
persaingan yang tidak sehat, dan sebagainya. Pandangan semacam ini bagi
mereka suatu hal yang begitu sempit dalam memahami paham individualisme,
bagi kalangan yang tidak men- judge negatif pendekatan individualisme,
terlebih dahulu mereka memahami arti individualisme.
Dalam KBBI, Individualisme mempunyai 3 arti, yaitu:
1) Paham yg menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan
(kesanggupan dan kebutuhannya tidak boleh disamaratakan);
2) Paham yg menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu
kepercayaan bagi setiap orang; paham yg mementingkan hak per-
seorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara;
3) Paham yg menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting dari pada
orang lain.
Selanjutnya kami telaah arti yang digunakan dalam filsafat mengenai
individualisme, menurut “The Oxford dictionary of Philosophy“;
“Individualisme adalah paham bahwa perseorangan adalah unit dasar dari suatu
uraian kehidupan, dengan keseluruhan sosial menjadi konstruksi logis
pendukungnya, atau jalan yang membicarakan jumlah dari individuindividu yang
ada dan hubungan diantara mereka”.
Perlu diperhatikan bahwa paham dengan pendekatan individualistik ini tidak
menolak adanya (kumpulan) masyarakat. Pandangan ini melihat bahwa
masyarakat adalah koleksi (kumpulan) dari individu-individu, tidak lebih dan
tidak kurang.
Dari uraian tersebut diharapkan kita tidak lagi dilema dalam memahami
pendekatan individualistik yang pada akhirnya menimbulkan kontroversi
berkepanjangan tanpa mendapatkan suatu titik temu dari permasalahan tersebut.
Dalam hal ini yang paling penting adalah bagaimana kita menghargai suatu
pemahaman yang masing-masing manusia berbeda.
2. Misteri Kehidupan
Menurut KBBI misteri adalah sesuatu yang masih belum jelas (masih
menjadi teka-teki, masih belum terbuka rahasianya, arti lain yaitu kenyataan
yang begitu luhur sehingga secara mendasar melampaui daya tangkap
manusia; apa pun yg semakin dapat dimengerti atau dihayati, tetapi tidak
pernah ditangkap seluruhnya sehingga tetap merupakan rahasia menyangkut
kehadiran atau kegiatan Illahi. Ada satu pernyataan dari para ahli bahwa filsfat
adalah suatu ketidaktuntasan atau suatu fragmen yang tidak utuh. Sedikit
mengacu pada pendapat Eran Dorfman dalam bukunya “philosofy an an
„AS‟”. Menurutnya berfilsafat merupakan suatu hal yang paradoksal. Jika kita
berfilsafat, kita ingin mendeskripsikan realitas sebagaimana adanya, namun
agar dapat mendeskripsikannya kita harus mengambil jarak antar realitas itu
sehingga kita tidak akan memilikinya secara utuh. Maksudnya berfilsafat
bukan berarti kita mengetahui semua yang terkandung di alam semesta dengan
seutuhnya, namun melalui filsafat kita berusaha untuk mencari tahu apapun
tanpa adanya batasan termasuk misteri kehidupan di dunia ini.
Walaupun filsafat adalah kegiatan olah nalar, yang sebenarnya
digumuli disana adalah kebutuhan terdalam ruh dalam dinamika jatuh
bangunya pengalaman, kebutuhan mendasar atas makna dan arah kehidupan,
kebutuhan tentang bagaimana misteri-misteri kehidupan bisa dijelaskan dan
dipahami, kebutuhan untuk mengerti apa yang sesungguhnya yang diinginkan
oleh jiwa itu sendiri. Seringkali pada titik terdalam ruh tersentuh dan terisi
bukan oleh hal-hal material,bukan oleh kekuasaan atau kedudukan, bukan pula
oleh kesuksesan, melainkan oleh rasa penasaran, petualangan pencarian,
keharuan, keheranan, kekaguman yang seiring demikian misterius. Oleh
karena itu, dalam berfilsafat kita dapat berusaha untuk mencari tahu tentang
misteri kehidupan.

3. Ciri-Ciri Biologis Manusia


Adapun ciri-ciri biologis yang dimiliki manusia adalah sebagai
berikut:
a. Manusia memiliki otak yang digunakan untuk berakal dan berpikir,
oleh karena itu manusia adalah makhluk berpikir. Kemampuan
manusia untuk menggunakan akal dalam memahami
lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan
manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu
melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar
perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas
Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan
konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia
di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan
manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah
ada.
b. Manusia digolongkan dalam dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan
perempuan.
c. Ciri-ciri fisik manusia berbeda dari setiap ras. Perbedaan ciri-ciri
fisik terkait dengan tinggi badan, warna kulit, warna rambut,
warna mata dan lain-lain. Ukuran biologis banyak dipengaruhi oleh
faktor keturunan. Manusia memiliki nafsu yang bisa di kendalikan.
Namun yang sangat membedakan manusia secara biologis dengan makhluk
lainnya terutama hewan adalah kemampuan manusia dalam menggunakan
otaknya dalam berpikir. Berpikir adalah daya paling utama dan merupakan ciri
khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berpikir karena
mempunyai bahasa. Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala
sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan.
Dengan demikian, segala sesuatu yang pernah diamati dan dialami dapat
disimpannya, menjadi tanggapan-tanggapan dan pengalaman-pengalaman yang
kemudian diolahnya (berpikir) menjadi pengertian-pengertian bermakna. Dengan
singkat,karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia berpikir. Kita
berpikir untuk menemukan pemahaman dari rasa keingintahuan kita terhadap
sesuatu.
c. Pendekatan Sosialistik
1. Kemampuan Manusia Untuk Belajar dari Pengalaman Orang Lain
Pendidikan berfungsi sebagai pembaharuan hidup, “a renewal of life”. Hidup
itu selalu berubah, selalu menuju pada pembaharuan. Hidup merupakan
keseluruhan tingkatan pengalaman individu dengan kelompok. Untuk
kelangsungan hidup diperlukan usaha untuk mendidik anggota masyarakat dimana
mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan sebagai minat pribadi (personal
interest). Pembaharuan hidup tidak otomatis, melainkan banyak tergantung pada
teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan perwujudan moral kemanusiaan. Untuk
itulah semuanya membutuhkan pendidikan.
2. Jenis Pendidikan Dilihat dari Sifatnya
a. Menurut besarannya atau segi ruang lingkup
a) Perencanaan Makro
Perencanaan makro adalah perencanaan yang menetapkan
kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh, tujuan yang ingin dicapai
dan cara-cara mencapai tujuan itu pada tingkat nasional. Rencana
pembangunan nasional dewasa ini meliputi rencana dalam bidang
ekonomi dan sosial. Dipandang dari sudut perencanaan makro, tujuan
yang harus dicapai negara (khususnya dalam bidang peningkatan
SDM) adalah pengembangan sistem pendidikan untuk menghasilkan
tenaga pembangunan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara
kuantitatif pendidikan harus menghasilkan tenaga yang cukup banyak
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Sedangkan secara kualitatif harus dapat menghasilkan tenaga
pembangunan yang terampil sesuai dengan bidangnya dan memiliki
jiwa pancasila.

b) Perencanaan Meso
Kebijaksanaan yang telah ditetapkan pada tingkat makro,
kemudian dijabarkan kedalam program-program yang bersekala
kecil. Pada tingkatannya perencanaan sudah lebih bersifat
operasional disesuaikan dengan depertemen dan unit-unit.

c) Perencanaan Mikro
Perencanaan mikro diartikan sebagai perencanaan pada tingkat
instituisional dan merupakan penjabaran dari perencanaan tingkat
meso. Khususan dari lembaga mendapatkan perhatian, namun tidak
boleh bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam
perencanaan makro ataupun meso.
b. Menurut tingkatannya
1) Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis disebut juga dengan perencanaan jangka
panjang. Strategi itu menurut R.G. Muurdick diartikan sebagai
konfigurasi tentang hasil yang diharapkan tercapai pada masa
depan. Bentuk konfigurasi terungkap berdasarkan:
 Ruang lingkup
 Hasil persaingan
 Target
 Penataan sumber-sumber.
Perencanaan strategis digunakan untuk mengatakan suatu lingkup perencanaan
yang lebih “general” disamping adanya beberapa jenis perencanaan lain yang
disebut stainer. Pengertian perencanaan strategis yaitu proses pendayagunaan
sumber-sumber dan strategi yang mengatur pengadaan dan pendayagunaan sumber
untuk pencapain tujuan . Hal tersebut bertujuan untuk mencari bentuk dan identitas
pada masa yang akan datang dengan mempertimbangkan berbagai kompleks dalam
suatu sistem.
Berdasarkan hal diatas, metode penelaah dan pemecahan masalah didasarkan
atas kerangka ini mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
 Sistematik dan sistemik
 Berorientasi pada output dan konfigurasi keinginan
 Mempunyai tujuan menyeluruh
 Berdimensi jangka panjang, menengah, dan pendek
 Menerapkan metode keilmuan analisis teoretik dan empiris dengan
program pengembangan.
 Rencana operasional terjabar kedalam proyek dan program
 Berlandaskan kebijakan
 Memperhitungkan norma dan kaidah
 Mempunyai pola input, proses, output dengan informasi umpan balik.

c. Perencanaan Koordinatif
Perencanaan koordinatif ditunjukan untuk mengarahkan jalannya
pelaksanaan, sehingga tujuan yang telah ditetapkan itu dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Perencanaan ini mempunyai cakupan semua
aspek operasi suatu sistem yang meminta di taatinya kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan pada tingkat perencanaan strategis.
Sedangkan ada pendapat lain yang menyimpulkan yang hampir sama
dengan pengertian diatas yaitu dalam buku sistem informasi manajemen
dan perencanaan pembangunan pendidikan yang disusun Idocdi Anwar,
dkk yang dikutip dari H. Ozbehkan (D. Cleland & W.R king, 1975:31)
mengemukakan tiga jenis perencanaan, yaitu: “policy planning. strategic
planning dan operational planning.
1. Perencanaan strategis berbagai upaya untuk mempersiapkan
seperangkat desisi dimasa yang akan datang yang mempengaruhi
keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi.
2. Perencanaan taktis adalah sebagai upaya dalam mempersiapkan
berbagai desisi untuk kegiatan-kegiatan jangka pendek terutama
dalam mengalokasi berbagai sumber yang diperlukan dalam
pencapaian tujuan.
3. Perencanaan teknis adalah proses upaya untuk mempersiapkan
berbagai desisi untuk dilaksanakan terutama dalam jangka waktu
yang pendek dan untuk pelaksanaan tugas-tugas yang spesifik
dalam rangka pencapaian tujuan yang sudah pasti (target-target).

d. Perencanaan Jangka Pendek


Perencanaan jangka pendek adalah perencanaan tahunan atau
perencanaan yang dibuat untuk dilaksanakan dalam waktu kurang dari 5
tahun, sering disebut sebagai rencana operasional. Perencanaan ini
merupakan penjabaran dari rencana jangka menengah dan jangka panjang.

e. Perencanaan Jangka Menengah


Perencanaan jangka menengah mencakup kurun waktu diatas 5-10
tahun. Perencanaan ini penjabaran dari rencana jangka panjang, tetapi
sudah lebih bersifat operasional.

f. Perencanaan Jangka Panjang


Perencanaan jangka panjang meliputi cakupan waktu diatas 10 tahun
sampai dengan 25 tahun. Dengan demikian perencanaan tahunan bukan
hanya sekedar pembabakan dari rencana 5 tahun, tetapi merupakan
penyempurnaan dari rencana itu sendiri.

g. Perencanaan Strategis
Perencanaan yang berhubungan dengan proses penetapan tujuan,
pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan dan kebijakan-
kebijakan yang dipakai sebagai pedoman untuk memperoleh,
menggunakan atau menghilangkan hal-hal tersebut. Perencanaan strategis
cenderung dipusatkan pada masalah-masalah yang tidak begitu terstruktur
yang melibatkan variabel-variabel yang jumlahnya banyak dan parameter
yang tidak pasti.

h. Perencanaan Manajerial
Perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya pelaksanaan,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan
efisien.

i. Perencanaan Operasional
Perencanaan yang memusatkan perhatian pada apa yang akan
dikerjakan pada tingkat pelaksanaan di lapangan dari suatu rencana
manajerial.

j. Perencanaan Regional
Perencanaan yang juga disebut dengan perencanaan daerah atau
wilayah, diantaranya Propeda dan perencanaan pendidikan di tingkat
propinsi, kabupaten/kota.

k. Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan yang mengupayakan pemanfaatan fungsi kawasan
tertentu, mengembangkan secara seimbang, baik secara ekologis, geografis
maupun demografis.
3. Pendidikan dan Kemajuan Sosial
Pendidikan dan kemajuan sosial itu sendiri merupakan ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara dalam pengendalian proses pendidikan agar nantinya
memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Berikut ini
beberapa tujuan dari sosiologi pendidikan:

a) Sebagai analisis proses sosiolisasi.


Francis Brown mengemukakan bahwa "Sosiologi pendidikan
memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat
dan cara individu memperoleh dan mengorganisasikan pengalamannya".

b) Sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat.


L.A. Cook mengutamakan fungsi lembaga pendidikan dalam
masyarakat dan menganalisis hubungan sosial antara sekolah dengan
berbagai aspek masyarakat, misalnya: penyelidikan tentang hubungan
antara masyarakat pedesaan dengan sekolah rendah dan menengah atau
meneliti fungsi sekolah berhubungan dengan struktur sosial dalam
lingkungan masyarakat tertentu.

c) Sebagai analisis sosial disekolah dan antara sekolah dengan masyarakat.


Disini diusahakan menganalisis pola-pola interaksi sosial dan peranan
sosial dalam masyarakat sekolah dan hubungan orang-orang didalam
sekolah dengan kelompok-kelompok diluar sekolah.

d) Sebagai alat kemajuan dan perkembangan sosial.


Pendidikan dianggap sebagai badan yang sanggup memperbaiki
masyarakat dimana pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan
sosial. Sekolah dapat dijadikan alat kontrol sosial yang membawa
kebudayaan ke puncak yang setinggi-tingginya.

e) Sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan.


Sejumlah ahli memandang bahwa sosiologi pendidikan sebagai alat
untuk menganalisis tujuan pendidikan secara objektif dimana mencoba
mencapai suatu filsafat pendidikan berdasarkan analisis masyarakat dan
kebutuhan manusia.
f) Sebagai sosiologi terapan.
Para ahli sosiologi pendidikan menggunakan segala sesuatu yang
diketahui dalam bidang sosiologi dan pendidikan lalu memadukannya
kedalam suatu ilmu baru dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi
kepada seluruh proses pendidikan.

g) Sebagai latihan bagi petugas pendidikan.


Sosiologi dapat memberikan sumbangan yang berharga dalam
menganalisis pendidikan, untuk memahami hubungan antar manusia di
dalam sekolah dan struktur masyarakat tempat sekolah itu beroperasi.
Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah-masalah sosial
dalam pendidikan melainkan juga tujuan pendidikan, bahan kurikulum,
pokok-pokok praktis, etis dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh
karena bersifat filosofis,dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah
penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan. Dalam
memahami pendekatan individualistik agar tidak menimbulkan kontroversi yang
paling penting adalah bagaimana kita menghargai suatu pemahaman yang masing-
masing manusia berbeda.
Dalam pendekatan sosialistik yang merupakan hal penting adalah kemampuan
manusia untuk belajar dari pengalaman orang lain, jenis pendidikannya, serta
pendidikan dan kemajuan sosial.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun tentunya mengalami
banyak kekeliruan dan kesalahan-kesalahan baik dalam ejaan, pilihan kata,
sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang kurang di pahami. Untuk itu
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, di karenakan kami masih dalam tarap
pembelajaran. Seperti ada pepatah mengatakan : “Tak ada gading yang tak retak”.
Maka dari itu kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah berikutnya
sehingga makalah berikutnya lebih sempurna dari pada makalah sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Afwa. 2016. “Pendekatan Sosialistik”. Di akses online tanggal 3 Maret 2018.


(Scribd.com)
Bakker, Anton. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
`Gaarder, Jostein. 2010. Dunia Sophie: Sebuah Novel Filsafat.
(https://books.google.co.id) diakses 3 Maret 2018.
Mudyahardjo, Redja. 2012. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai