Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK C

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Koordinator : M. Budi Santoso, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ritha Melanie, S.Kp., M.Kep.

Kelompok C

Ketua : Rifky Pramudita N (213120111)


Scriber 1 : Muhamad Iqbal (213120100)
Scriber 2 : Dini Siti Solihah (213120079)

Rahma Sapitri (213120004) Alia Rian Dini (213120042)

Siska Wati Pitrialin P (213120005) Rizkia Nopiani Sapitri (213120045)

Alis Marsela (213120006) Putri Arliandira (213120049)

Inka Martin Afandi (213120023) Amelia Maulinda I (213120056)

Tresnanda Utami D (213120024) Yayang Dina Maryani (213120062)

Syanita Dwi Nanda S (213120035) Suryani (213120064)

Risma Rahmawati (213120038) Andika Wijaya (213120125)

Irna Risnawati (213120132)

ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Laporan Tutorial Keperawatan Kritis”
pada waktu yang sudah ditentukan. Laporan ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi nilai
mata kuliah Keperawatan Kritis. Namun, kami menyadari bahwa dari laporan ini masih banyak
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, kami sendiri masih mempunyai banyak
kelemahan dan kekurangan dalam pengetahuan serta pengalaman. Kami berharap agar para
pembaca bisa memberikan kritik dan saran terhadap laporan ini.

Demikian semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya. Kami
mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cimahi, 19 Oktober 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 3
BAB I ............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
1.2 Batasan Masalah ..................................................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................................... 5
1.5 Metode Penulisan.................................................................................................................... 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 6
2.1 Skenario Kasus ..................................................................................................................... 6
2.2 Hasil Diskusi ......................................................................................................................... 6
A. Step 1 : Klasifikasi Istilah ................................................................................................... 6
B. Step 2 : Identifikasi Masalah .............................................................................................. 9
C. Step 3 : Analisis Masalah ................................................................................................. 10
D. Step 4 : Hipotesa .............................................................................................................. 14
E. Step 5 : Learning Objective .............................................................................................. 15
F. Step 6 : Belajar Mandiri ................................................................................................... 15
BAB III .......................................................................................................................................... 33
PENUTUP...................................................................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 33
3.2 Saran ................................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetik ( KAD ) adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang ditandai oleh
trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin relatif
atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini
diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin (Pradana Soewondo 2006).
Ketoasidosis terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan
bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung dan stroke (
Arief Mansjoer ,2000 ) Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi insulin
berat yang menyebabkan gangguan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.
Peningkatan secara bersamaan hormon pengatur keseimbangan seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, epinefrin dan glukagon memperburuk kondisi, yang menyebabkan
hiperglikemia dan hiperosmolalitas lebih berat, ketoasidosis, dan penurunan volume
cairan. ( Patricia Gonce Morton,dkk, 2012).

1.2 Batasan Masalah


a. Step 1 : Klasifikasi Masalah

b. Step 2 : Identifikasi Masalah

c. Step 3 : Analisis Masalah

d. Step 4 : Hipotesis

e. Step 5 : Learning Objective

f. Step 6 : Belajar Mandiri


1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi Ketoasidosis diabetik
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui etiologi Ketoasidosis diabetik
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui klasifikasi Ketoasidosis diabetik
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui manifestasi klinis Ketoasidosis
diabetik
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui patofisiologi Ketoasidosis diabetik
6. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui komplikasi Ketoasidosis diabetik
7. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan Ketoasidosis diabetik
8. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penatalaksanaan Ketoasidosis diabetik
9. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pencegahan Ketoasidosis diabetik
10. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan pada Ketoasidosis
diabetik

1.4 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Ketoasidosis diabetik dan
asuhan keperawatan pada
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep Ketoasidosis diabetik
b. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada kasus Ketoasidosis
diabetik
1.5 Metode Penulisan
1. Studi Pustaka
Pengumpulan data yang diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan, buku kamus
keperawatan dan jurnal untuk memperoleh ketentuan dasar terhadap masalah yang
dibahas.
2. Alamat web
Penelusuran dari berbagai macam alamat web mengenai materi tentang tata tulis karya
ilmiah yang ada di dalam internet untuk memperoleh materi yang dihadapi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario Kasus


Seorang Laki-laki 46 tahun, dengan BB 75 kg diantar keluarga ke RS Dustira. Menurut
informasi dari keluarga kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tiba-tiba
tidak sadar, saat dipanggil dan digoyang badannya tidak membuka mata. Pasien tersebut
penderita DM tipe I dan hipertensi, tidak pernah kontrol, tapi rutin minum Gibenclamid
yang diresepkan dokter sekitar 1 tahun yang lalu untuk DM yang dideritanya. Pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 240/140 mmHg suhu 39,9, laju pernapasan 40 kali/menit,
pernafasan Kussmaull. Nadi 122 kali/menit teraba lemah. Setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil Hb 10,99 gr%, leukosit 20.100/µL, trombosit 173.000/µL,
GDS 432 mg/dL, ureum 40 mg/dl, creatinin 1,5 mg/dl, kalium 3,3 mmol/L, pH 7,30,
HCO3- 20, pCO2 32. Pada saat di UGD diberikan infus RL loading 2 liter/2 jam pertama,
pasien juga diberi injeksi insulin bolus, pasien selanjutnya di rawat di HCU dan diberi
terapi insulin lanjutan 0,1 U/kgBB/jam.

2.2 Hasil Diskusi


A. Step 1 Klasifikasi Istilah
1. Apa itu Gibenclamid? (Alis Marsela 213120006)
2. Apa itu Kussmaull? (Siska Wati Pitrialin_213120005)
3. Apa itu Insulin bolus? (Syanita Putri_213120035)
4. Apa itu HCU? (Andika Wijaya_213120125)
5. Apa itu Leukosit? (Rizkia Nopiani sapitri_213120045)
6. Apa itu Creatinin? (Suryani _213120064)
7. Apa itu Ureum? (Rifky Pramudita_213120111)
Menjawab Istilah

1. Tresnanda Utami D_213120024

Glibenclamide merupakan obat untuk membantu menurunkan kadar gula tinggi pada
pengidap DM tipe 2. Glibenclamide bekerja dengan merangsang produksi insulin dari
sel-sel penghasil insulin (sel beta) di pankreas. Obat ini juga membantu mengurangi
pengeluaran glukosa dari hati dan membantu meningkatkan sensitivitas insulin pada
target perifer tubuh.

Glibenclamide berperan untuk mengendalikan kadar gula darah. Dengan mengontrol


kadar gula darah, maka akan menurunkan risiko kerusakan ginjal, masalah saraf,
kebutaan, kehilangan kaki, masalah fungsi seksual, serangan jantung, hingga stroke.

2. Rahma saptri_213120004
PernafasanKussmaul adalah pola pernafasan tidak normal yang ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam dengan kecepatan yang konsisten.

Menambahkan
Dini Siti Solihah_213120079

Kussmaul merupakan pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi yang sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam. Pernafasan ini sangat dalam dan berat
dengan frekuensi normal atau menurun pada diabetic ketoacidosis berat (DKA).
Pernapasan Kussmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan frekuensi
yang normal atau semakin kecil, dan sering ditemukan pada penderita asidosis.
Pernapasan ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi. Penyebab pernapasan
Kussmaul merupakan kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik, yang sering
terjadi pada pasien diabates pada ketoasidosis diabetikum. Gas-gas darah pada pasien
dengan pernapasan Kussmaul memperlihatkan tekanan parsial karbon dioksida yang
menurun karena adanya tekanan yang meningkat pada pernapasan.

Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida dan pasien akan merasa cepat
menarik napasnya secara mendalam, dan tampaknya terjadi secara tak sadar.
3. Risma Rahmawati_213120038
Insulin bolus adalah istilah medis yang merujuk kepada pemberian dosis insulin yang
diberikan secara cepat dan segera untuk mengatasi kenaikan kadar glukosa darah yang
cepat, terutama setelah makan. Tujuannya adalah untuk mengontrol lonjakan glukosa
darah pasca makan dan memastikan bahwa glukosa darah tetap dalam rentang normal.
Pemberian insulin bolus sering kali terkait dengan terapi insulin pada penderita
diabetes. Ada dua jenis insulin utama yang diberikan dalam terapi bolus:
- Insulin Lispro (Humalog), Aspart (NovoLog), dan Glulisine (Apidra): Merupakan
insulin cepat-kerja yang dimaksudkan untuk meniru respons alami tubuh terhadap
makanan. Mereka mulai bekerja dalam waktu sekitar 15 menit setelah injeksi, mencapai
puncaknya dalam waktu sekitar 1 jam, dan berlangsung selama sekitar 2-4 jam.
- Insulin Regular (R-Insulin): Ini adalah insulin cepat yang lebih tua yang masih
digunakan dalam beberapa kasus. Mulai bekerja dalam waktu sekitar 30 menit,
mencapai puncak dalam waktu sekitar 2-3 jam, dan bertahan selama sekitar 3-6 jam.
Pemberian insulin bolus harus disesuaikan dengan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi
dalam makanan. Penderita diabetes yang menggunakan insulin bolus biasanya dilatih
untuk menghitung unit insulin yang dibutuhkan berdasarkan rasio tertentu (misalnya, 1
unit insulin untuk setiap 15 gram karbohidrat). Hal ini memungkinkan mereka untuk
menyesuaikan dosis insulin dengan jumlah karbohidrat yang mereka makan. Pemberian
insulin harus selalu dilakukan sesuai dengan rekomendasi dan pengawasan dokter atau
profesional kesehatan yang berwenang.

4. Irna Risnawati_213120132
High Care Unit (HCU) adalah ruang yang umumnya terletak berdekatan dengan
Intensive Care Unit (ICU). Ruangan ini digunakan oleh seseorang yang membutuhkan
perawatan dan penanganan yang ketat, tetapi tidak belum cukup sehat untuk
ditempatkan di ruangan biasa.
Tempat ini sesuai untuk seseorang pasca menjalani operasi besar dan bagi seseorang
yang mengalami kegagalan organ tunggal. Posisi yang berdekatan dengan ICU agar
lebih mudah dipindahkan ke ruangan tersebut saat kondisi semakin memburuk.
5. Yayang Dina M_213120062
Sel darah putih atau leukosit adalah salah satu komponen sel darah yang mengandung
sedikit hemoglobin, sehingga warnanya lebih pucat. Leukosit diproduksi oleh sel induk
di sumsum tulang (bone marrow), di mana sumsum itu sendiri selain memproduksi sel
darah merah dan keping darah, juga memproduksi sel darah putih.

6. Inka Martin A_213120023


Kreatinin merupakan zat limbah dalam yang diproduksi oleh jaringan otot, yang diolah
oleh ginjal dan dibuang melalui urine.

7. Amelia Maulinda I_213120056


Ureum merupakan senyawa nitrogen non protein yang ada di dalam darah. Ureum
adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh hati dan
didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk
kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana
urin terganggu.

Step 2 : Identifikasi Masalah


1. Berapa nilai normal GDS? Siska Wati P_213120005
2. Upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut? Rizkia
Nopiani_213120045
3. Sebutkan hasil pemeriksaan fisik sesuai dengan kasus diatas? Inka
Martin_213120023
4. Apakah ada efek samping dari obat Glibenclamid jangka Panjang? Alia Rian
D_213120024
5. Terapi apa yang tepat untuk pasien dengan kasus tersebut? Alis
Marsela_213120006)
6. Tanda dan gejala apa yang muncul pada kasus diatas? Dini Siti
Solihah_213120079
7. Kenapa pasien diberikan infus RL loading 2 liter/ 2 jam pertama? Yayang Dina
M_213120062
8. Apa masalah keperawatan yang terjadi pada kasus diatas? Putri
Arliandira_213120049
9. Berapa nilai normal Ph,PCO2,HCO3-, dalam kasus tersebut pasien mengalami
keseimbangan asam basa apa? Alia Rian D_213120042

B. Step 3 : Analisis Masalah


1. Suryani_213120064

Nilai normal GDS

1. Dibawah 6 tahun

Setelah puasa: >80 – 180 mg/dL.

Sebelum makan: 100 – 180 mg/dL

1-2 jam setelah makan: 180 mg/dL.

Sebelum tidur: 110 – 200 mg/dL.

2. 6-12 tahun

Setelah puasa: >80 – 180 mg/dL.

Sebelum makan: 90 – 180 mg/dL.

1-2 jam setelah makan: > 140 mg/dL.

Sebelum tidur: 100 – 180 mg/dL.

3. 13-19 tahun

Setelah puasa: >70 – 150 mg/dL.

Sebelum makan: 90 – 130 mg/dL.

1-2 jam setelah makan: > 140 mg/dL.

Sebelum tidur: 90 – 150 mg/dL.

4. 40 tahun keatas

Setelah puasa: 70 – 100 mg/dL.

Sebelum makan: 70 – 130 mg/dL.

1-2 jam setelah makan: < 180 mg/dL.


Sebelum tidur: 100 – 140 mg/dL.

5. lansia

Sebelum makan: < 100 mg/dL.

Setelah makan: <140 mg/dL.

2. Rahma Sapitri_213120004
Upaya pencegahan yang dapat di lakukan untuk DM tipe 1 ini yaitu
1. Menjaga berat badan ideal
2. Menerapkan pola makan sehat
3. Menjaga porsi makan
4. Rutin olahraga
5. Berhenti merokok
6. Banyak minum air putih
7. Kelola Stres
8. Menjaga Porsi Makan
9. Melakukan pengecekan gula darah secara rutin

3. Syanita Putri_213120035
TD : 240/110 MmHg
S : 39,9
Laju pernapasan : 40 kali/menit
N : 122 kali/menit (teraba lemah)
● Pemeriksaan lab
Hb : 10,99gr%
Leukosit : 20.100/ul
Trombosit : 173.000/ul
GDS : 432 mg/dL
Ureum : 40 mg/dL
Creatinin : 1,5 mg/dl
Kalium : 3,3 mmol/L
PH : 7,30
HCO3- : 20
pCO2 : 32
4. Tresnanda Utami D_213120024
Efek samping obat Glibenclamide yang muncul dapat berbeda-beda pada setiap
orang, seperti :
• Penglihatan kabur
• Mual & muntah
• Gangguan pencernaan
• Warna gigi berubah
• Kenaikan BB

5. Irna risnawati_213120132
Pada kasus diatas terapi yang di berikan adalah insulin bolus tetapi Dokter akan
menangani pasien diabetes tipe 1 dengan memberi suntikan insulin sebanyak 3
sampai dengan 4 kali sehari, tergantung jenis insulin serta tingkat keparahan
penyakitnya.

6. Dini Siti Solihah_213120079


Gejala ketoasidosis diabetik bisa memburuk dalam waktu yang cepat. Saat
penderita diabetes mengalami asidosis akibat penumpukan keton, akan muncul
sejumlah keluhan berikut:
a) Frekuensi buang air kecil meningkat
b) Rasa sangat haus yang tidak hilang walaupun sudah minum
c) Napas berbau seperti buah-buahan atau pembersih kuteks (aseton)
d) Tubuh terasa lemas dan lelah
e) Otot terasa nyeri atau kaku
f) Mual dan muntah
g) Sakit kepala
h) Sakit perut
i) Sesak napas
j) Dehidrasi
k) Linglung
l) Penurunan kesadaran hingga pingsan
7. Rahma Sapitri_213120004
Kenapa dikasih loading cairan RL 2 liter /2jam pertama, jadi loading cairan itu
sendiri pemberian cairan yang banyak dalam waktu yang singkat, dan pada kasus
di atas pemberian loading cairan RL ini untuk mencegah timbulnya keadaan
gangguan elektrolit yang di akibatkan oleh peningkatan gula darah tersebut dan
juga dehidrasi.

8. Inka Martin A_213120023


Gangguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan ventilasi perfusi (D.0003) di
tandai dengan PH darah menurun arteri menurun, takikardia dan nafas terdengan
kussmaul.

9. Putri Arliandira_213120049
Nilai normal PH : 7,35-7,45
Nilai normal PCO2 : 35-45
Nilai normal HCO3- : 22-26
Nilai pada kasus
pH : 7,30 (asidosis)
PCO2 : 32 (asidosis)
HCO3- : 20 (alkalosis)
Maka nilai asam basa pada kasus adalah asidosis metabolic terkompenasasi
sebagian
C. Step 4 : Hipotesa

(Inka Martin A_213120023 dan Putri Arliandira_213120049)

Tn. X 46 tahun
Datang ke RS Dustira

Saat datang ke rumah sakit ditemukan :


Pasien menderita DM tipe I dan hipertensi

Pengkajian : Hasil Pemeriksaan Fisik :

Keluarga mengatakan +/- 2 jam 1. BB: 75 kg

sebelum masuk RS px tiba-tiba 2. Kesadaran: stupor

tidak sadar saat dipanggil & di 3. TD : 240 / 140 mmHg

goyangkan badannya tidak 4. S : 39,9°C

membuka mata 5. RR : 40x / mnt


6. N : 122x/ mnt
7. pola napas : Kusmaul

Hasil Pemeriksaan
Terapi yang diberikan :
Labolatorium :
1. Infus RL loading 2 liter/2
jam pertama 1. Hb : 10, 99 g/ dl
2. Injeksi insulin bolus
3. Terapi insulin 2. Leukosit : 20.100
lanjutan 0,1 U/kgBB/jam 3. Trombosit : 175.000
4. Gds : 432 mg/ dl
5. Ureum : 40 mg/ dl
Diagnosa Medis :
6. Creatinin : 1,5 mg/ dl
Ketaasidosis diabetic (karena 7. Kalium : 3,3 mmol/dl
tingginya kadar asam dalam tubuh)
8. Ph : 7.30
9. Pco2 : 32
10. Pco3- : 20
11. Hco3 : 20
D. Step 5 : Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang KAD mulai dari
(pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, dan penatalaksanaan) (Amelia Maulinda_213120056)
2. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan sesuai kasus (Amelia
Maulinda_213120056)

E. Step 6 : Belajar Mandiri


1. Konsep Ketoasidosis diabetik
a. Definisi

(Putri Arliandira_213120049, Siska Wati P_213120005, Rifky P_213120111)

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik


yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitrus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok (Sudoyono, 2006).
Sedangkan menurut (Tandra, 2008) mengemukakan bahwa ketoasidosis diabetik
(diabetic ketoacidosis) atau KAD adalah keadaan gawat darurat akibat
hiperglikemia di mana banyak asam terbentuk dalam darah.

KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus type I yang ditandai oleh
hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, depresi volume vaskular,
hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik

Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa ole
sel otot, peningkatan produksi glukosa ole hepar dan terjadi peningkatan
metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak
mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi shingga memerlukan
konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton untuk energi.

Diuresis osmotik terjadi mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi, kehilangan


elektrolit dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular bertukar dengan
ion hidrogen ekstraseluler yang berlebihan sebagai usaha untuk engoreksi asidosis
yang menyebabkan hiperkalemia.

Kebanyakan kasus KAD dicetuskan ole infeksi mum antara lain influenza dan
infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan
metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainnya
adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau
regimen diet dan dehidrasi (Stillwell, 2011).

Ketoasidosis diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes melitus berupa


tingginya kadar keton di dalam tubuh. Keton merupakan senyawa asam yang
dihasilkan oleh tubuh saat membakar lemak untuk dijadikan energi. Ketoasidosis
diabetik terjadi karena tubuh tidak dapat mengubah glukosa menjadi
energi.Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosisdiabetik
(KAD)adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan
hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah

sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering
disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,2012).

b. Etiologi

(Risma rahmawati_213120038 dan Tresnanda Utami D_213120024)

1. Gangguan pertukaran gas

Px mengidap DM tipe 1

Px tidak sadar

Asidosis Metabolik


RR 40x/menit, HCO3 20

Suara nafas kussmaull

Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

2. risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

Usia 46 tahun, pengidap DM tipe 1 dan hipertensi

Tidak kontrol ke pelayanan kesehatan

Sel B di pankreas terganggu

Defisit Insulin

Hiperglikemia

Tidak terkontrol

Ketidakstabilan kadar glukosa darah

3. KAD
Penyebab KAD yang paling sering adalah infeksi. Faktor pencetus lainnya
meliputi: penyakit berat (cedera serebrovaskuler, cerebrovaskular accident,
infark miokard akut, pankreatitis), penyalahgunaan alkohol, trauma, dan obat-
obatan. Selain itu juga banyak dikarenakan penderita DM tipe 1 yang tidak
teratur dalam penggunaan isulin ataupun berhenti dalam menggunakan insulin.
c. Patofisiologi

(Alia Rian D_213120042 dan Dini Siti Solihah_213120079)

KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan


konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat
dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi bersamaan dengan
peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth
hormon).

Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa


dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hear dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis)
dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan
glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat,
dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas
enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6
bifosfat, dan piruvat karboksilase).

Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang


bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD

Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan


diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular
filtration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk hiperglikemia.
Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah dipelajari
selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon
kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan
lemak. Peningkatan aktivitas in akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan
asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan
substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam
lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid.

Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya
distimulasi terutama ole glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan
kadar malonyl coenzyme A (Co
dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi
acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak
bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I (CPT I), enzim
untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang
mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan untuk
perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam lemak
teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD
mengakibatkan peningkatan ketongenesis.

d. Manifestasi Klinis

(Andika Wijaya_213120125 dan Syanita Putri_213120035)

Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetikum :

1. Pernapasan kussmaul atau pernapasan cepat dan dalam.

2. Berbagai derajat, dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering)
Hipovolemia sampai syok.

3. Nafas bau aseton (bau buah), tidak selalu mudah tercium.

4. Keluhan saluran cerna : mual, muntah, diare, nyeri perut.

5. Penurunan kesadaran bahkan sampai koma.

6. Poliuria, Polydipsi dan kelemahan.

7. Penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala.

8. Nadi cepat, lemah.

9. Adanya riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi.

10. Infeksi : 80% pencetus KAD, paling sering : ISK dan pneumonia.

Ketoasidosis diabetikum (KAD) dan keadaan hiperglikemik hiperosmolar (KHH)


merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan pengenalan
dan penatalaksanaan segera. Pendekatan pertama pada pasien-pasien ini terdiri dari
anamnesa yang cepat namun fokus dan hati-hati serta pemeriksaan fisik dengan
perhatian khusus seperti (Newton and Phillip. 2004):
a. Patensi jalan napas
b. Status mental
c. Status kardiovaskular dan renal
d. Sumber infeksi
e. Status hidrasi.
Langkah-langkah ini harus mempertimbangkan penentuan derajat urgensi dan
prioritas dari pemeriksaan laboratorium yang harus diutamakan sehingga terapi
dapat dilaksanakan tanpa penundaan. Ketoasidosis diabetikum biasanya timbul
dengan cepat, biasanya dalam rentang waktu < 24 jam (Wallace and Matthews.
2004). Manifestasi klinis pasien dengan KAD seperti:
a. Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu tanda dan gejala
yang sering ditemukan.
b. Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan pada pasien dewasa (lebih sering
pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen. Meskipun penyebabnya
belum dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan pengosongan lambung
dan ileus oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah
diimplikasikan sebagai penyebab dari nyeri abdominal.
c. Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
d. Gejala-gejala seperti poliuria, polidipsia dan polifagia yang khas sebagai bagian
dari diabetes tak terkontrol nampaknya sudah timbul selama tiga sampai empat
minggu sebelumnya.
e. Penurunan berat badan timbul tiga sampai enam bulan sebelum dengan rata-rata
penurunan 13 kilogram.
f. Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau napas seperti
buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui
sistem respirasi.
g. Tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang
kering, takikardia dan hipotensi.
h. Status mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai letargi yang
berat; meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD yang diperawatan dengan
penurunan kesadaran (Charles and Goh, 2007).

e. Pemeriksaan Penunjang

(Suryani_213120064 dan Muhamad Iqbal_213120100)

Evaluasi laboratorium awal meliputi pengukuran glukosa plasma, kreatinin/blood


urea nitrogen, serum keton, elektrolit (dan menghitung anion gap), osmolalitas,
urinalisis, keton urin dengan dipstick, serta analisa gas darah dan pemeriksaan
darah lengkap dengan hitung jenis leukosit. Elektrokardiografi, foto polos dada,
pemeriksaan sputum, dan kultur darah dapat dilakukan sesuai indikasi untuk
mencari pencetus dari KAD.

- Protokol Pemeriksaan Ketoasidosis Diabetik


Pada pemeriksaan awal, lakukan pemeriksaan analisa gas darah (dan bikarbonat
bila perlu), kadar blood urea nitrogen (BUN), elektrolit, dan gula darah. Ulang
pemeriksaan gula darah dan elektrolit pasien, terutama kalium, setiap 1-2 jam
sampai kondisi stabil, lalu ulang pemeriksaan setiap 4-6 jam.
- Keton
Keton predominan pada darah adalah b-hydroxybutyrate, sedangkan pada urin
adalah hasil pemecahannya yaitu acetoacetate. Dengan demikian, pengukutan pada
urin akan memberikan false reading ketika sampel diambil saat resolusi biokimia.
Selain itu, keton urin hanya dapat dinilai dari urine pasien, dan jika pasien dalam
keadaan dehidrasi akan memakan waktu beberapa jam. Maka konsentrasi keton
darah sebaiknya menjadi pilihan untuk pemantauan dibandingkan keton urin.
- Cairan dan Elektrolit
Pasien KAD memiliki defisit pada volume cairan ekstraseluler yang umumnya
dalam rentang 5-10% dari berat badan. Syok dengan gangguan hemodinamik
sarang jarang pada KAD pediatrik. Perkiraan klinis dari defisit volume cairan tidak
akurat dan subjektif, maka pada KAD derajat sedang dapat diasumsikan dehidrasi
5-7% dan pada KAD derajat berat 7-10%. Osmolalitas efektif umumnya berada
pada rentang 300-350 mmol/kg.
Peningkatan serum urea nitrogen dan konsentrasi hematokrit atau hemoglobin atau,
sebagai alternatif, albumin plasma atau konsentrasi total protein jika terdapat
kecurigaan anemia adalah penanda yang berguna dalam menentukan derajat
penurunan cairan ekstraseluler, dan harus ditentukan secara berkala dalam
resusitasi cairan dan pergantian defisit.[3]
Pada keadaan awal, natrium serum umumnya rendah karena efflux cairan dari
intraseluler ke ekstrasellular dalam kondisi hiperglikemia. Peningkatan natrium
serum dalam kondisi hiperglikemia mengindikasikan kehilangan cairan derajat
berat. Koreksi natrium dapat dilakukan dengan mengadministrasikan natrium 1.6
mmol/l (1.6 mEq/L) untuk setiap 100 mg/dl glukosa di atas 100 mg/dl[4]
Konsentrasi kalium serum dapat meningkat karena pergeseran kalium ekstraseluler
akibat defisiensi insulin, hipertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi
kalium serum normal atau rendah saat awal memiliki defisiensi berat total kalium
dalam tubuh dan memerlukan pemantauan jantung yang ketat dan koreksi kalium
yang lebih agresif karena adanya risiko aritmia jantung.[4]
- Anion Gap
Akumulasi asam keton terbentuk dari peningkatan anion gap asidosis metabolik.
Anion gap dikalkulasi dengan mengurangi konsentrasi natrium dengan jumlah dari
konsentrasi klorida dan bikarbonat [Na − (Cl + HCO3)]. Anion gap normal adalah
12 +/− 2 mEq/l, namun beberapa laboratorium mengukur konsentrasi natrium dan
klorida menggunakan elektroda ion spesifik, yang mengukur konsentrasi klorida
plasma 2–6 mEq/l lebih tinggi dibandingkan dibandingkan metode sebelumnya.
Sehingga anion gap normal dengan menggunakan metode ini adalah antara 7 dan
9 mEq/l, maka anion gap >10–12 mEq/l mengindikasikan adanya anion gap
asidosis. KAD diklasifikasikan menjadi derajat ringan, sedang, atau berat
berdasarkan tingkat keparahan asidosis metabolik (pH darah, bikarbonat, keton)
dan adanya gangguan kesadaran.
- Pemeriksaan Darah Lengkap
Pasien dengan KAD bisa terdapat leukositosis yang proposional dengan keparahan
asidosis, hiperkortisolemia, dan peningkatan katekolamin. Namun, leukositosis
lebih besar dari 25,000/μL mengindikasikan adanya infeksi penyerta yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
- Analisa Gas Darah
Analisa gas darah direkomendasikan pada evaluasi inisial pasien dengan KAD,
namun hal ini memerlukan alat yang mahal dan tidak tersedia pada beberapa pusat
pelayanan, terutama pada negara berkembang yang mana tingkat morbiditas dan
mortalitas KAD masih tinggi. Selain itu, analisa gas darah menyakitkan bagi
pasien dan teknik pengambilan sampel yang sulit.
Beberapa penelitian melakukan investigasi penggunaan darah vena untuk menilai
asidosis metabolik pada pasien dengan KAD. Dalam analisis terbaru pada hampir
400 kasus KAD, pH darah arteri dapat diestimasi dengan konsentrasi serum
bikarbonat menggunakan formula: pH arteri = 6.97 + (0,0163 x bikarbonat),
dengan menggunakan rumus ini, konsentrasi serum bicarbonate cena ≤20,6 mEq/L
dapat diprediksi.
- Serum Kreatinin
Serum kreatinin dapat meningkat karena dehidrasi atau peningkatan acetoacetate.
Serum kreatinin harus dimonitor saat koreksi cairan dan perbaikan asidosis.[4]
Tingkat Keparahan KAD Berdasarkan Derajat Asidosis:
Berdasarkan tingkat pH atau serum bikarbonat, tingkat keparahan KAD dapat
dibagi menjadi:
Ringan: pH < 7,3 atau serum bikarbonat <15 mmol/L
Sedang: pH <7,2, serum bikarbonat <10 mmol/L
Berat: pH <7,1, serum bikarbonat <5 mmol/L
- Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urin, akan didapatkan glukosuria dan ketonuria.
f. Penatalaksanaan
(Rizkia Nopiani S_213120045 dan Rahma Sapitri_213120004)
Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik atau diabetic ketoacidosis meliputi
pemberian insulin dan koreksi cairan dan elektrolit yang abnormal, seperti
hiperosmolalitas, hipovolemia, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Keberhasilan
tatalaksana dari KAD memerlukan pemantauan yang sering dengan observasi
klinis dan parameter laboratorium untuk memastikan tujuan terapi tercapai.
Tujuan penatalaksanaan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah:
(a) Memperbaiki ketoasidosis
(b) Meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
(c) Koreksi bertahap dari hiperglikemia dan hiperosmolaritas
(d) Koreksi dari ketidakseimbangan elektrolit dan resolusi dari ketosis
(e) Identifikasi dan terapi adekuat untuk kondisi komorbid
(f) Penatalaksanaan Awal
Penilaian pada KAD yang merupakan komplikasi diabetes mellitus tipe 1,
dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line
bersama dengan pengambilan darah. Pastikan pernafasan pasien baik. Jika
terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan. Amankan jalan nafas pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan nafas berhasil diamankan,
lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau muntah dan biarkan
nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase. Pasang EKG untuk memonitor
dampak perubahan kadar kalium pasien akibat ketoasidosis dan penanganannya.
Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans cairan. Pada pasien yang tidak
sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat diukur
Terapi ketoasidosis diabetik dilakukan dengan tujuan menstabilkan kondisi pasien
serta mengurangi kadar asam berlebih dalam tubuh. Tindakan medis lainnya yang
dilakukan untuk menangani ketoasidosis diabetik di antaranya:
1. Penggantian Elektrolit
Ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan kadar elektrolit dalam tubuh menjadi
tidak seimbang dan bisa memengaruhi fungsi organ tubuh tertentu, seperti jantung,
otot, dan saraf. Dokter akan memberikan pengganti elektrolit melalui cairan infus
yang mengandung natrium, kalium, dan klorida.
2. Terapi Insulin
Terapi insulin juga dilakukan untuk menangani ketoasidosis diabetik. Pemberian
insulin kepada pasien ketoasidosis diabetik dilakukan melalui cairan infus dan
injeksi untuk menurunkan kadar gula darah.
3. Pemberian Obat-Obatan
Dokter akan meresepkan obat-obatan tertentu, seperti obat antibiotik, apabila
terjadi infeksi.

Penilaian pada KAD yang merupakan komplikasi diabetes mellitus tipe 1,


dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line
bersama dengan pengambilan darah. Pastikan pernafasan pasien baik. Jika
terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan. Amankan jalan nafas pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan nafas berhasil diamankan,
lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau muntah dan biarkan
nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase. Pasang EKG untuk memonitor
dampak perubahan kadar kalium pasien akibat ketoasidosis dan penanganannya.
Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans cairan. Pada pasien yang tidak
sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat diukur.

4. Asuhan Keperawatan
( Alis marsela_213120006 , Inka Martin A_ 213120023, Amelia maulinda
I_213120056 , Yayang Dina M_213120062, Irna risnawati 213120132 )
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn.x
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa Medis : Ketoasidosis Diabetik
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
- Keluarga mengatakan 2 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tiba-tiba tidak
sadar, saat dipanggil dan digoyangkan badannya tidak membuka mata.
b. Riwayat kesehatan sekarang
- Klien mengalami hiperglikemia yaitu GDS 432 mg/Dl, hipertensi 240/140 mmHg,
hipertermia 39,9⁰C, nadi 122 kali/menit, dan laju pernafasan 40 kali/menit
pernapasan terdapat kussmaul, pasien selanjutnya di rawat di HCU dan diberi terapi
insulin lanjutan.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Klien menderita DM tipe 1 dan Hipertensi
d. Riwayat Keluarga
-
f. Riwayat Psikososial & Spiritual
-
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
-
4. Terapi Obat-obatan
- Gibenclamid
5. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Strupor
- TD : 240/140
- Nadi : 122x/menit
- RR : 40x/menit
- Suhu : 39,9 derajat celcius
6. Pemeriksaan Head To Toe
1). Kepala : Tidak ada edema
2). Wajah : Simetris
3). Mata : Tidak ada conjungtiva
4). Hidung : Simetris, tidak ada pembengkakan/polip
5). Telinga : -
6). Leher : -
7). Dada :
Auskultasi : Kussmaul
8). Ekstremitas Atas :
9). Abdomen : Tidak ada nyeri tekan
10). Ektremitas Bawah : -
11). Genetalia : -
12). Pemeriksaan Penunjang/ Laboratorium/ Diagnostik
1. Hb 10,99 gr%
2. leukosit 20.100/uL
3. Trombosit 173.000/uL
4. GDS 432 mg/dL
5. Ureum 40 mg/dl
6. Creatinin 1,5 mg/dl
7. Kalium 3,3 mmol/L
8. pH 7,30, HCO3- 20, pCO2 32
9. BB 75
2. Analisa Data
MASALAH
N0. DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. DS : Pasien menderita DM Gangguan
- Keluarga klien type 1 dan hipertensi
Pertukaran gas
mengatakan 2 jam
smrs klien tiba-tiba (D.0003)
tidak sadar Pasien tidak sadarkan
Diri
DO :
- Laju pernafasan
Asidosis Metabolic
40x/menit
- Pernafasan RR 40x/menit, Hc03 20

kussmaul
- Ph 7,30 Terdengar suara
pernafasan kusmaull

Gangguan pertukaran
gas

2. Ds: - DM Tipe 1 Risiko


ketidakstabilan kadar
DO: Kerusakan sel beta pancreas
-TD240/140 mmHg glukosa darah
-Suhu 39,9 Insufisiensi insulin
(D0038)
-Respirasi 40x/menit
-Nadi 122x/menit
-Hb 10,99 gr % Glukosa dalam darah tidak
-Leukosit 20.100 dapat masuk edalam sel
-Trombosit 173.000
- GDS 432 mg/dl
-ureum 40 mg/dl Glukosa dalam darah
-creatinin 1,5 mg/dl meningkat
Kalium 3,3 mmoL/L
pH 7,30
HCO 20 Ketidakstabilan kadar glukosa
Pco 32 darah
-Penurunan kesadaran

3. Diagnosa Keperawatan
1.Gangguan pertukaran gas b/d perubahan ventilasi-perfusi d/d Ph arteri menurun
,pernafasan kussmaul , pola nafas cepat , kesadaran menurun
2.Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah d.d ketidaktepatan pemantauan
glukosa darah

4. Intervensi

N0. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI

1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Tindakan INTERVENSI GANGGUAN


1x24 jam diharapkan PERTUKARAN GAS
b/d perubahan ventilasi-
pertukaran gas INTERVENSI UTAMA
perfusi d/d Ph arteri ( L.01003 ) dapat teratasi Pemantauan Respirasi (I.01014)
dengan kriteria hasil Observasi
menurun ,pernafasan
- monitor frekuensi, irama,
kussmaul , pola nafas 1. Tingkat kesadaran (5) kedalaman dan upaya nafas
2. Dispnea (5) - monitor pola nafas (seperti
cepat , kesadaran menurun
3. Bunyi nafas tambahan (5) bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
4. PCO2 (5) kussmaul, cheyne-stokes, biot,
5. Takikardia (5) ataksik)
6. Pola nafas (5) - monitor kemampuan batuk efektif
- monitor adanya produksi sputum
- monitor adanya sumbatan jalan
napas
- palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- auskultasi bunyi napas
- monitor saturasi oksigen
- monitor nilai AGD
- monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- atur intervasi penantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- jelaskan tujuan dan proseur
pemantauan
- informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

INTERVENSI PENDUKUNG
Terapi Oksigen (I.01026)
Observasi
- monitor kecepatan aliran oksigen
- monitor posisi alat terapi oksigen
- monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- monitor efektivitas terapi oksigen
(mis. Oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu

2. Risiko ketidak stabilan Setelah dilakukan intervensi


MANAJEMEN HIPERGLIKEMIA
kadar glukosa darah d.d keperawatan selama 2x 24 observasi
ketidaktepatan pemantauan jam.diharapkan Kestabilan
-identifikasi kemungkinan
glukosa darah Kadar Glukosa Darah L.03022
penyebab hiperglikemia
dengan -identifikasi situasi yang
Kriteria Hasil : menyebabkan insulin meningkat
-monitor kadar glukosa darah
Kesadaran :meningkat (5) -monitor intake dan ouput cairan
Kadar glukosa dalam darah -monitor keton urine,kadar gas
:membaik (5) darah,elektrolit,TD sistolik dan
Kadar glukosa dalam urine frekuensi nadi
membaik (5)
Terapeutik
-berikan asupan cairan oral

Edukasi
-anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
-ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine,
-ajarkan mengelola diabetes

Kolaborasi
-kolaborasi pemberian insulin,jika
perlu
-kolaborasi pemberian cairan IV
jika perlu
-kolaborasi pemberian kalsium jika
perlu
E. Implementasi dan Evaluasi

NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

1. Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi S:


b/d perubahan ventilasi- Observasi -keluarga pasien mengatakan 2
perfusi d/d Ph arteri - Memonitor frekuensi, irama, jam sebelum masuk rumah sakit
menurun ,pernafasan kedalaman dan upaya nafas pasien tidak sadarkan diri
kussmaul , pola nafas - Memonitor pola nafas (seperti O:
cepat , kesadaran menurun bradipnea, takipnea, hiperventilasi, -laju pernafasan 40x/menit
kussmaul, cheyne-stokes, biot, -pernafasan kussmaul
ataksik) -pH 7,30
- Memonitor kemampuan batuk A : - masalah belum teratasi
efektif P : - intervensi dilanjutkan
- Memonitor adanya produksi
sputum
- Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
- Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Mengauskultasi bunyi napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD
- Memonitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Mengatur intervasi penantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Mendokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Menjelaskan tujuan dan proseur
pemantauan
- Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen
Observasi
- Memonitor kecepatan aliran
oksigen
- Memonitor posisi alat terapi
oksigen
- Memonitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Memonitor efektivitas terapi
oksigen (mis. Oksimetri, analisa gas
darah), jika perlu
- Memonitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
- Memonitor tanda - tanda
hipoventilasi
- Memonitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
- Memonitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Memonitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Membersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
- Mempertahankan kepatenan jalan
napas
- Menyiapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Memberikan oksigen tambahan,
jika perlu
- Menetetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
-Menggunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Mengajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Berkolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Berkolaborasi penggunakan
oksigen saat aktivitas dan/tidur
2. Risiko ketidak stabilan MANAJEMEN S:-
kadar glukosa darah d.d HIPERGLIKEMIA O:
ketidaktepatan observasi -TD 240/140 mmHg
pemantauan kadar glukosa -Mengidentifikasi kemungkinan -Suhu 39,9
darah penyebab hiperglikemia -Respirasi 40x/menit
-Mengidentifikasi situasi yang -Nadi 122x/menit
menyebabkan insulin meningkat -Hb 10,99 gr %
-Memonitor kadar glukosa darah -Leukosit 20.100
-Memonitor intake dan ouput cairan -Trombosit 173.000
-Memonitor keton urine,kadar gas - GDS 432 mg/dl
darah,elektrolit,TD sistolik dan -ureum 40 mg/dl
frekuensi nadi -creatinin 1,5 mg/dl
-Kalium 3,3 mmoL/L
Terapeutik A : Masalah belum teratasi
-Memberikan asupan cairan oral P : Intervensi dilanjutkan

Edukasi
-Menganjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
-Mengajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton urine,
-Mengajarkan mengelola diabetes

Kolaborasi
-Berkolaborasi pemberian
insulin,jika perlu
-Berkolaborasi pemberian cairan IV
jika perlu
-Berkolaborasi pemberian kalsium
jika perlu
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atau masalah yang
mengancam jiwa (American Association of Critical-Care Nurses).
Pada dasarnya penerapan asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan masalah keperawatan hipovolemia sejalan antara teori dan kasus. Hal ini dapat
dibuktikan dalam penerapan teori pada kasus kelolaan dengan masalah keperawatan
hipovolemia dengan penerapan proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian,
merumuskan diagnose, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi
keperawatan dan terakhir mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Niken&Bambang.2017.Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes


Melitus Tipe-1.

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2227/9-cara-mencegah-diabetes-yang-bisa-
dilakukan-mulai-hari-ini

https://jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/749/368/2554

Obat Glibenclamide: Manfaat, Dosis dan Efek Samping | Lifepack.id

https://www.alodokter.com/kalium

https://repository.um-surabaya.ac.id/1153/3/BAB_2.pdf

https://www.primamedika.com/id/fasilitas-prima-medika/icu-hcu-iccu

https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-kreatinin

https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/diabetes-
ketoasidosis/penatalaksanaan

https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-ketoasidosis-
diabetik

https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-ketoasidosis-
diabetik

https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1135/NURUL%20HIDAYATI%
2C%20S.Kep%20KIAN.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/2826/3/BAB%202%20%28Wijayanti%20P07131215065%29.pdf

https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-
Klinis-Ketoasidosis-Diabetik-dan-Edema-Serebri.pdf

https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/diabetes-ketoasidosis/diagnosis

Buku standar diagnosa keperawatan indonesia edisi 1

Buku standar intervensi keperawatan indonesia edisi 1

Buku standar luaran keperawatan indonesia edisi 1

Anda mungkin juga menyukai