Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Ekologi
Hewan Dengan Dosen Pengampu De Budi Irwan Taopik, M.Pd

Disusun oleh :

Ovi Ofita Dela 20543012

Lik Lik Aulia 20544002

Eni Nuraeni 20546006

Dian Sri Nurjanah 20546025

Puspa Puspitasari 20546014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


BIOLOGI FAKULTAS ILMU TERAPAN
DAN SAINS INSTITUT PENDIDIKAN
INDONESIA GARUT
2023
PIT FALL TRAP
A. TUJUAN

1. Untuk melakukan inventarisasi serangga tanah serta menghitung


jumlah populasi, kelimpahan dan distribusi jenis-jenis serangga
perrmukaan tanah di Padang Rumput Cikamal.

2. Untuk membandingkan kelimpahan relatif jenis-jenis hewan di Padang


Rumput Cikamal yang diliputi komunitas yang berbeda.

B. LANDASAN TEORI

Tidak semua hewan dalam suatu komunitas biotik individu


populasinya dapat di ukur. Dalam hal ini pengetahuan mengenai
kelimpahan dalam kerapatan relatif sudah cukup, meskipun besar populasi
yang sebenarnya tidak kita ketahui namun gambaran mengenai
kelimpahan populasi yang berupa suatu indeks sudah dapat memberikan
informasi mengenai banyak hal. Misalnya mengenai berubah-ubahnya
populasi hewan di suatu area pada waktu yang berbeda populasi hewan
pada area atau komunitas yang berbeda.

Teknik dan penentuan indeks kelimpahan itu banyak sekali


macamnya tergantung dari spesies hewan berikut kekhasan perilakunya
serta macam habitat yang ditempatinya. Salah satu metode yang akan
digunakan dalam praktikum ini adalah Metode Perangkap Jebak (Pit Fall
Trap). Perangkap jebak itu berupa tabung atau bejana tinggi sederhana
yang dibenamkan dalam tanah hingga mulut tabung itu rata dengan
permukaan tanah maupun serasah yang menutupinya. Tetapi, kami disini
menggunakan gelas plastik dan senteg sebagai perangkapnya.

Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang


perangkap jebak tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik.
Perangkap jebak sangat sederhana yang mana hanya berupa gelas plastik
yang di tanam di tanah. Agar air hujan tidak masuk ke dalam perangkap
maka perangkap diberi atap dan agar air yang mengalir di permukaan
tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap di pasang pada
tanah yang datar dan agak sedikit tinggi. Jarak antar perangkap yaitu 1 m.
Perangkap jebak pada prinsipnya ada dua macam, yaitu perangkap jebak
tanpa umpan penarik dan perangkap dengan umpan. Kelompok hewan
tanah sangat banyak dan beranekaragam mulai dari protozoa, nematoda,
anelida, mollusca hingga vertebrata.

Kuliah lapangan ini dilakukan di Padang Rumput Cikamal (Cagar


alam, Pangandaran) dengan 2 kali pengulangan perangkap yaitu pada pagi
hari dan sore hari sehingga di dapatkan hewan-hewan pada siang hari dan
malam hari. Untuk pengidentifikasian hewan di lakukan pada sore hari dan
pagi hari.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan :

No. Nama alat dan Gambar Fungsi


bahan

Cangkul kecil Digunakan untuk


(kored) menggali tanah
1.

2. Cup kecil Untuk merangkap


hewan kecil

Detergen Untuk campuran


cairan perangkap
3.
guna merangkap
hewan kecil di
dalam cup gelas
4. Senteg Untuk merangkap
hewan yang
berukuran besar

5. Keju Untuk memancing


hewan masuk
kedalam alat
perangkap

6. Plastik ziper Untuk memasukkan


hewan hasil
tangkapan

7. Pinset Untuk mengambil


hewan yang
terperangkap

8. Meteran Untuk mengukur


jarak antara
perangakap satu
dengan perangkap
lain

9. Air Untuk perangkap


cairan, campuran air
dengan detergen
D. CARA KERJA

1. Dipasang Perangkap jebak dengan jumlah 5 ditempatkan secara acak


pada lahan pengamatan di sekitar pertemuan antara hutan dengan
padang rumput Cikamal. Jarak antar titik pemasangan minimal 1 m.
Pemasangan senteg atau perangkap (jaga jangan sampai bisa diambil
oleh hewan lain seperti kera) ditempatkan disemak-semak. Untuk
memudahkan pengenalan lokasi tiap perangkap, cabang perdu terdekat
diberi tanda dengan digunakan tali rafia.

2. Pemasangan dilakukan pasa saat awal kedatangan, untuk diambil


datanya pada sore hari. Kemudian dipasang lagi dan diambil kembali
besok hari. Apabila ada yang rusak atau tercecer, diganti dengan
perangkap.

3. Dikumpulkan hasil tangkapan (berikut larutan ) dalam plastic zipper


atau botol Pitt fall trap (pengambilan terahir) yang masing-masing
telah diberi label yang lengkap.

4. Diidentifikasi dan dicacah jumlah individu tiap takson yang didapat.

5. Satuan kelimpahan relative disini adalah jumlah individu perwaktu


(malam, siang hari) per perangkap, karena itu maka lamanya waktu
serta jumlah perangkap yang dipasang pada lahan-lahan pengamatan
yang diperbandingkan harus sama.

6. Dari data masing-masing kelompok kerja diisikan dalam lembaran data.


Untuk selanjutnya dikomplikasikan dari seluruh kelompok kerja.
E. DATA PENGAMATAN

Lahan : Padang Rumput Cikamal (Cagar alam,

Pangandaran) Tanggal : Minggu, 25 Juni 2023 dan Senin, 26 Juni

2023

1. Pit Fall Trap pada sore hari:

No. Takson Hewan Cuplikan ke- Jumlah

1 2 3 4 5

1 Semut hitam 4 - 3 1 2 10
(Monomorium
minimum)

2 Semut merah 5 2 1 2 - 10
(Selenopsis sp)

2. Pit Fall Trap pada pagi hari:

No. Takson Hewan Cuplikan ke- Jumlah

1 2 3 4 5

1. Laba-laba hitam 1 1 - 1 - 3
(Badumna insignis)

2. Semut merah - 2 1 - 1 4
(Selenopsis sp)

3. Semut hitam - - 1 - - 1
(Monomorium
minimum)

4. Kecoa (Blattodea sp) - - - 1 - 1


5. Cacing (Lumbricina sp) - - - - 1 1

Catatan:

Siang Malam

Perangkap dipasang pukul 07.30 WIB Perangkap dipasang pukul 16.15 WIB

Isi perangkap diambil pukul 16.06 Isi perangkap diambil pukul 06.30 WIB

WIB

F. PEMBAHASAN

Lokasi Kuliah Lapangan yang kami lakukan bertempat di Padang


Rumput Cikamal (Cagar alam, Pangandaran) yang di laksanakan pada hari
Minggu, 25 Juni 2023 dan Senin, 26 Juni 2023. Pit fall trap ini
pemasangannya dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi hari dimulai
pukul 07.30 WIB dan pada sore hari pukul 16.06 WIB serta diambil
kembali pada pagi harinya pukul 06.30 WIB. Penjebakan hewan dilakukan
2 kali agar di dapat pengambilan hewan pada sore hari dan pagi hari. Maka,
hewan yang kami dapatkan pada pagi hari di dominansi oleh semut hitam
(Monomorium minimum)dan semut merah (Selenopsis sp) yang masing-
masing berjumlah 10. Sedangkan pada hari kedua hewan yang kami
dapatkan lebih bervariasi lagi, di dapat hewan laba-laba hitam (Badumna
insignis), kecoa (Blattodea sp), cacing (Lumbricina sp), semut hitam dan
semut merah dengan kelimpahan yang rendah dengan jumlah keseluruhan
10 dari semua takson hewan yang kami dapatkan dalam perangkap pit fall
trap ini. Maka, ketinggian pada lahan tempat mempengaruhi akan
terperangkapnya hewan yang telah disiapkan jebakannya. Kelimpahan
relatif tinggi pada lahan ternyata mempengaruhi akan tingginya kekayaan
spesies tersebut. Seperti yang terlihat pada cuplikan atau wadah yang
pertama jumlah spesies yang di dapat ada 4 dan 5 itu pun pada pagi hari
hewan yang banyak terperangkap. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh
aktivitas yang di lakukan hewan pada siang hari. Oleh karena itu, faktor
waktu juga menjadi salah satu indikator akan kelimpahan kekayaan spesies
yang paling tinggi. Adapun, pada malam hari mengapa kelimpahan spesies
rendah, dikarenakan aktivitas yang di lakukan oleh hewan-hewan melata
ataupun serangga lainnya tidak terlalu mendominansi atau aktif pada
malam hari sehingga kelimpahan spesies yang paling tinggi terjadi pada
pagi hari dengan ketinggian lahan yang tinggi juga.

Namun, pada perangkap senteg kelompok kami tidak mendapatkan


hewan apa pun. Hal tersebut dapat disebabkan karena penempatannya
yang kurang strategis sehingga perangkap yang kami buat tidak terjangkau
oleh hewan yang berada di sekitar Padang Rumput Cikamal atau pun
kelimpahan spesies disana pada malam hari cukup rendah.

G. KESIMPULAN

Kehidupan hewan tanah maupun hewan lainnya sangat tergantung


pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
hewan di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu yaitu faktor
lingkungan abiotik dan biotik. Sehingga kelimpahan populasi spesies
paling tinggi terdapat pada lahan yang cukup tinggi juga dengan di dapat
hewan pada siang hari yang lebih banyak bila dibandingkan dengan hewan
pada malam hari yaitu hewan yang paling banyak adalah hewan semut
hitam dan merah masing-masing berjumlah 10. Pada hari kedua pun
dengan kriteria waktu hewan pada malam hari di dapat hewan yang paling
banyak yaitu semut merah yang berjumlah 4. Maka, kelimpahan populasi
yang tinggi pada lahan tersebut paling banyak didapat yaitu semut hitam
dan merah dengan proporsi jumlah kelimpahan yang tinggi di pengaruhi
oleh ketinggian lahan/tempat dan juga populasi yang mendominasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Taofik Irwan. D, Hernawan.H, Rodian,A,A, Nurjaman,S.2022. Penuntun


Praktikum Ekologi Hewan 2022. Fakkultas Ilmu Terapan dan Sains Institut
Pendidikan Indonesia. Garut.

Frihardian. J. G. Struktur Vegetasi Dan Asosiasi Tumbuhan Di Kawasan Ekoton


Antara Padang Rumput Cikamal Dan Hutan Dataran Rendah Cagar Alam
Pananjung Pangandaran. Perpusnas, Jurnal Biodjati.
LAMPIRAN
CMRR
( CAPTURE-MARK-RECLEASE-RECAPTURE )
A. TUJUAN

Menetapkan metode capture-mark-reclease-recapture (CMRR)


untuk memperkirakan populasi insecta dengan menggunakan rumus
Schanabel.

B. LANDASAN TEORI

Perhitungan untuk hewan dapat dilakukan dengan cara langsung


dan tidak langsung, yaitu dengan memperkirakan besarnya populasi
sehingga sedemikian rupa sesuai dengan sifat hewan tersebut. Untuk
perhitungan di padang rumput, dapat di lakukan dengan menggunakan
metode kuadrat, cara memperkirakan populasi menggunakan cara “track
count” atau “fecal count”. Untuk hewan yang mudah ditangkap, bisa
menggunakan metode “Capture Mark Release Recapture (CMRR)” dalam
memperkirakan jumlah populasinya.

Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan metode ini


antara lain pengaruh luas medan penelitian dan unit pengambilan sampel
letak stasiun pengambilan cuplikan, jenis alat pencuplikan, waktu
pencuplikan semuanya perlu dimasukkan dalam analisis, demikian pula
pengaruh faktor lingkungan dan cuaca. Metode CMRR secara sederhana
adalah dengan cara menangkap hewan, menandai, melepaskan dan
menangkap kembali. Dalam pelaksanaan metode ini harus diasumsikan
bahwa:

1. Hewan yang ditandai tidak terpengaruh tanda dan tanda tidak mudah
hilang

2. Hewan yang ditandai harus dapat tercampur secara homogen dalam


populasi

3. Populasi harus dalam sistem tertutup (tidak ada emigrasi atau emigrasi
dapat dihitung)

4. Tidak ada kelahiran dan kematian dalam periode pencuplikan (jika ada
selama jumlahnya relatif tetap, secara regular tidak ada masalah)
5. Hewan yang tertangkap sekali atau lebih, tidak akan mempengaruhi
kemungkinan penangkapan selanjutnya.

6. Populasi dicuplik secara random dengan asumsi


a. Semua kelompok umur dan jenis kelamin dapat ditangkap secara
proporsional.
b. Semua individu mempunyai kemampuan yang sama untuk
tertangkap (Probabilitas tertangkapnya hewan yang ditandal
dengan yang tidak ditandal sama untuk setlap anggota populasi
"equal catchability").
7. Pencuplikan dilakukan dengan interval waktu yang tepat termasuk
penanganannya yang tidak terlalu lama.

8. Hewan yang ditandai mempunyai probabilitas kesintasan.

Kriteria penandaan yang ideal (Michael, 1985) adalah sebagai berikut:


1. Mudah; sehingga sejumlah besar individu dapat ditangkap, ditandai
dan dilepaskan dengan tenaga minimum tanpa melibatkan peralatan
dan tata kerja yang rumit.

2. Penanganan minimum untuk hewan, hindari peredaran/ penyebaran


aroma manusia pada hewan-hewan yang menyebabkan pola perilaku
dan peran dalam ekosistem berubah.
3. Penandaan mudah dikenali.

4. Penandaan tahan lama dan persisten terhadap berbagai tingkat


kehidupan organisme.

5. Penandaan tidak menyebabkan pengaruh biologis yang merusak pada


organisme yang ditandai.

Teknik penandaan dilakukan sebagai berikut:


1. Hewan besar:

a. Di cap merupakan cara tertua

b. Jepit rambut dengan pola tertentu yang dapat bertahan sampai


pergantian bulu/ rambut berikutnya
c. Pewarnaan biasa dilakukan pada burung dan mammalia, dan tidak
tahan lama
d. Pemasangan tanda ditelinya dan tatto bersifat permanen

2. Burung (kelelawar); cincin atau pita I logam

3. Mamalia kecil, reptil dan amfibi

a. Penjepitan jari: kuku dan jari dipoting terus dijapit, tidak boleh
menjepit lebih dari 3 jari

b. Ular, digunakan penjepit skala vertikal tepat di depan kloaka

c. Kura-kura, digunakan penorehan tepi tempurung dengan pola


tertentu
4. Ikan; penyematan tanda pada rahang atau bagian tubuh lainnya

5. Serangga
a. Kupu-kupu, ditandai dengan mengusap permukaan atas sisik
kemudian ditempeli kertas tipisyang ditulisi dengan bahan tahan air

b. Kutu busuk, sedikit cat minyak pada lokasi tertentu

6. Penandaan dengan memberikan makanan pewarna

7. Penandaan dengan menyuntikan pewarna untuk arthropoda tertentu


sampai pergantian kulit

8. Isotof radioaktif dan biometri


Penanganan saat penandaan:
1. Untuk penyemprotan, penandaan dengan tinta bisa dilakukan langsung

2. Untuk penandaan dimana hewan perlu diam

a. Dibius dengan CO2, chloroform, nitrogen, nitrogen oksida


Chloroform memiliki kelemahan untuk beberapa hewan tertentu,
karena dapat mempercepat reproduksi atau penuaan
b. Pendinginan, hewan ditaruh pada nampan yang berisi es atau
lemari pendingin
Pelepasan hewan setelah penandaan:
1. Hewan diurnal dilepas malam hari

2. Hewan nocturnal dilepas siang hari


3. Rumus dasar yang digunakan untuk menghitung adalah rumus
Petersen, yaitu:

𝑁 = 𝑀. 𝑛
𝑚
Dengan arti masing-masing symbol sebagai berikut :

N = cacah hewan di alam/ dalam populasi

N = cacah hean dalam sampel pada pencuplikan II (ditandai/ tidak


ditandai)
M = cacah hewan yang ditandai setelah ditangkap untuk dilepaskan lagi di
alam
M = cacah hewan yang ditandai yang tertangkap kembali dalam cuplikan
berikutnya
Rumus yang digunakan dalam metode Schnabel adalah:
Z𝑀i. 𝑛i
𝑁=
Z𝑅i
Adapun rumus Standard Error (SE) adalah:
1
𝑆𝐸 =
√ 𝑁 −1 𝑀𝑡 + 𝑘 − 1 1
𝑁 − Z( 𝑁 − 𝑛i )
Dengan arti masing-masing symbol sebagai berikut :
Mi = Jumlah individu bertanda sampai ke-i

Ni = Jumlah individu yang tertangkap pada hari itu

Ri = Jumlah individu yang tertangkap kembali pada hari itu

K = Jumlah pencuplikan

Mt = Jumlah total individu yang ditandai


Kuliah lapangan simulasi CMRR ini dilakukan di padang rumput
cikamal (Cagar alam, Pangandaran) setelah selesai dilakukan pemasangan
Pit Fall Trap.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan:

No. Nama alat dan Gambar Fungsi


bahan

1. Tali rapia Digunakan untuk


menjadi ciri atau
batasan dalam
pencarian spesies

2. Pancuh Untuk
membentangkan tali
rapia dari ujung ke
ujung

Untuk menangkap
hewan
3. Insecnet

4. Kutek Untuk memberikan


tanda
5. Plastik ziper Untuk menyimpan
hewan yang di dapat

6. Meteran Untuk mengukur


jarak

D. CARA KERJA

1. Dibuat 1 garis memanjang pada daerah cuplikan dengan digunakan tali


rapia, dengan jarak antar garis 50 meter.

2. Dilakuan pencuplikan pada garis tersebut dengan digunakan insecnet :


setiap praktikan berjalan pada garis yang telah dibuat sampai ke ujung
garis dengan diayunkan insecnet sampai ke dasar padang rumput.

3. Dihitung Belalang yang didapat kemudian ditandai dengan digunakan


kutek warna yang berbeda dengan praktikan yang lain.

4. Dilepaskan semua belalang yang telah ditandai di daerah pencuplikan.

5. Ditunggu selama 15 menit lalu dilakukan kembali pencuplikan dan


dihitung belalang yang tertangkap baik yang diberi tanda maupun yang
tidak diberi tanda.

6. Pencuplikan dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan.


E. DATA PENGAMATAN

Tangkapan Tangkapan kedua


pertama

Tangkap kembali
No. Nama Tangkap
Hewan I’ I” I' I”

TD D TD D TD D TD D

1. Belalang 12 6 - 2 - 2 - 2 -

2. Laba-laba 14 4 - 2 1 7 - - -
kuning

3. Laba-laba 1 1 - - - - - - -
hitam

4. Laba-laba 3 - - 1 - 1 - 1 -
coklat

5. Lebah 1 - - 1 - - - - -

6. Serangga 4 - - 1 - - - 3 -
kecil

7. Belalang 2 - - - - 2 - - -
coklat

Jumlah 37 11 - 7 1 12 - 6 -

Keterangan:

TD : Tidak ditandai

D : Ditandai

I' : Interval 15 menit pertama

I” : Interval 15 menit kedua


Jumlah sampel yang ditangkap 37
⇒ ∑Ni = Pencuplikan = 4= 9,25

Jumlah sampel yang ditandai 1


∑Mi = Pencuplikan = 4 = 0,25

∑Ni .∑Mi 9,25.0,25


N = ∑Ri = 0,25 = 9,25

Jadi hasil estimasi kelimpahan populasi di Padang Rumput


Cikamal menggunakan rumus schnabel adalah 9,25.

F. PEMBAHASAN

Di dalam penelitian ekologi seringkali perlu mendapatkan


informasi besarnya populasi makhluk hidup di alam baik di laboratorium,
di lapangan seperti lokasi penelitian, hutan, pantai, rawa maupun sungai
dan lautan. Pada kuliah lapanngan kali ini kami melakukan estimasi
kelimpahan populasi belalang dan hewan lainnya dengan menggunakan
metode CMRR yang pengamatannya dilakukan di padang rumput Cikamal
Cagar Alam Pangandaran. Di lakukan setelah selesai pemasangan Pit Fall
Trap yaitu sekitar pukul 10.00 WIB kuliah lapangan ini dimulai. Estimasi
dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan dengan pembatasan waktu 15
menit untuk di hitung, di tandai dan di identifikasi hewan yang di dapatkan.
Maka, dalama 2 kali pengulangan estimasi dilakukan didapat beberapa
hewan yaitu belalang yang tertangkap 12, laba-laba kuning 14, laba-laba
hitam 1, laba-laba coklat 1, laba-laba coklat 3, lebah 1, serangga kecil 1,
belalang coklat 2 dengan jumlah keseluruhan 37. Tetapi, untuk hewan
yang sudah ditandai dan tertangkap kembali hanya pada hewan laba-laba
kuning.

Maka, hasil dari estimasi kelimpahan populasi di padang rumput


cikamal menghasilkan jumlah relatif keseluruhan sebesar 9,25 dengan
menggunakan rumus schanabel. Kelimpahan estimasi populasi hewan di
sana cukup besar dengan variasi hewan yang beragam. Adapun takson
hewan dari masing-masing hewan yang di dapat sebagai berikut:
1. Nama daerah : 2. Nama daerah : Laba-laba kuing
Belalang Kingdom : Kingdom : Animalia
Animalia Filum : Filum : Arthropoda
Arthropoda Kelas Kelas : Arachnida
: Insecta Ordo : Araneae

Ordo : Orthoptera Famili : Aranedae


Famili : Acrididae Genus : Araneus
Genus : Valanga Spesies : Araneus sp
Spesies : Valanga sp

3. Kingdom : Animalia 4. Kingdom : Animalia

Filum : Filum : Arthropoda

Arthropoda Kelas Kelas : Arachnida

: Arachnida Ordo : Araneae

Ordo : Araneae Famili : Sicariidae

Famili : Desidae Genus : Loxosceles

Genus : Badumna Spesies : Loxosceles reclusa

Spesies: Badumna

insignis
5. Kingdom : Animalia 6. Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta Kelas : Insecta

Ordo : Ordo : Orthoptera


Hymenoptera
Famili : Acrididae
Famili : Apidea
Genus : Locustana
Genus : Apis
Spesies : Locustana pardalina
Spesies : Apis cerana
G. KESIMPULAN

Estimasi kelimpahan populasi di Padang Rumput Cikamal (Cagar


alam, Pangandaran) relatif tinggi dengan jumlah yang dihasilkan 9,25 dari
berbagai jenis hewan yang bervariatif dimulai dari belalang coklat, laba-
laba hitam, laba-laba coklat, lebah dan laba-laba kuning. Maka,
kesimpulan dari kuliah lapangan mengenai estimasi populasi kelimpahan
menggunakan metode CMRR di dapat kelimpahan populasi yang cukup
banyak dan tidak hanya pada jenis insecta saja yang di dapat tetapi dari
kelas Arachnida pun saling mendominansi akan kelimpahan populasi di
kawasan Padang Rumput Cikamal.
DAFTAR PUSTAKA

Taofik Irwan. D, Hernawan.H, Rodian,A,A, Nurjaman,S.2022. Penuntun


Praktikum Ekologi Hewan 2022. Fakkultas Ilmu Terapan dan Sains Institut
Pendidikan Indonesia. Garut.

Kartika. D, Mutiara. D, Putri. P.Y.2020. Morfologi Serangga Pada Tanaman


Kelapa (Cocos nucifera L) Di Desa Tabalajaya Kecamatan Karang Aung Ilir
Kabupaten Banyuasin. Jurnal Indobiosains.
LAMPIRAN
MAKROZOOBENTHOS
A. TUJUAN

Untuk mempelajari distribusi dan kelimpahan hewan


makrozoobenthos serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya di
perairan mengalir.

B. LANDASAN TEORI

Dalam ekosistem sungai, salah satu komunitas yang sangat besar


peranannya adalah komunitas bentos. Bentos adalah hewan yang sebagian
atau seluruh siklus hidupnya berada pada dasar perairan baik bersifat sesil
maupun motil yang meliputi merayap atau menggali lubang. Hewan ini
dapat hidup diberbagai ekosistem perairan seperti sungai (periran lotik)
dan kolam atau danau (perairan lentik). Pada umumnya bentos terdiri dari
jenis-jenis hewan dari kelompok Molusca, Crustacea, Insecta, Nematoda
dan Oligochaeta.

Bentos memegang peranan penting dalam perairan serta


menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Hewan ini
diantaranya ada yang bersifat konsumen primer dan ada pula sebagai
knsumen sekunder atau konsumen yang menempati tingkatan trofik yang
lebih tinggi. Bentos dapat juga berlimpah sebagai indikator biologis suatu
perairan. Misalnya, jenis-jenis Gastropoda yang berlimpah, merupakan
indikator pencemaran suatu perairan. Di perairan yang tercemar oleh
bahan organik, keanekaragaman bentosnya lebih rendah dibanding
perairan alami.

Adapun, stuktur komunitas dibedakan menjadi struktur fisik dan


struktur biologik. Struktur fisik suatu komunitas tampak jika diamati.
Sedangkan aspek struktur biologik komunitas mrliputi komposisi spesies,
kelimpahan individu dalam spesies, perubahan temporal dalam komunitas,
hubungan antara spesies dalam suatu komunitas. Kedua aspek komunitas
berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas

Pengamatan dilakukan dialiran sungai yang ada di lahan vegetasi


hutan cagar alam Pangandaran.
C. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan :

No. Nama alat dan Gambar Fungsi


bahan
1. Jala surber Digunakan untuk
pencuplikan

2. Ember Untuk menyimpan


batu yang
berukuran besar

3. Nampan Untuk menyimpan


apabila ada kerikil
yang
memungkinkan
adanya
makrozoobenthos
4. Sikat gigi bekas Untuk
membersihkan batu
atau kerikil dari
pasir agar terlihat
apabila ada hewan
yang nyangkut di
kerikil

5. Plastik ziper Untuk memasukkan


hewan hasil
pencuplikan

6. Pinset Untuk mengambil


hewan hasil
pencuplikan

7. Saringan Untuk menyaring


apabila ada hewan
yang terambil di
pasir pada saat
pencuplikan
D. CARA KERJA

1. Pengamatan dilakukan pada bagian bagian sungai yang relatif dangkal


Oleh karena itu dibutuhkan alat yang digunakan untuk pencuplikan
adalah jala surber. Selain itu dibutuhkan juga nampan, sikat gigi, dan
kored.

2. Ditentukan stasiun pencuplikan yaitu sepanjang aliran sungai dibagi


menjadi 4-8 statsiun pengamatan, di mana setiap statsiun dibagi
menjadi 3 titik pengamatan meliputi hulu, tengah dan hilir.

3. Diangkat dan disimpan pada nampan apabila ada kerikil yang


ukurannya cukup besar yang dimungkinkan adanya makrozoobenthos.

4. Dilakukan penyortiran baik yang ada dalam jaring surber ataupun yang
terdapat pada nampan

5. Dilakukan identifikasi dan determinasi untuk setiap hewan plankton


yang tercuplik.

E. DATA PENGAMATAN

Nama Spesies Titik ke- Titik ke- Titik ke- Jumlah


1 2 3
No.
1 2 1 2 1 2 9

1. Udang kecil 1 - - - - - 1

2. Ikan tumang - - 2 - - - 2

3. Kepiting kecil - - 1 1 4 - 6

4. Ikan kecil - - - - 1 - 1

Jumlah genus : 4

Jumlah individu :10


1. Keanekaragaman

H’ = - ∑ Pi/ n Pi = -1/ 10 = -0,1

Pi = 𝑛i
𝑁

1
P1 =
10 = 0,1
2
P2 =
10 = 0,2
6
P3 =
10 = 0,6
1
P4 =
10 = 0,1

H’ = -0,1

Maka, keanekaragaman rendah = H’<1

2. Dominansi

C = ∑ [𝑛i]2 = ∑ [10]2 = ∑ [ 1 ]2 = 1
𝑁 10

Dominansi tinggi = 0,60 < C ≤ 1,00

3. Kelimpahan

Z i𝑛𝑑i𝑣i𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠i𝑒𝑠


K = Z i𝑛𝑑i𝑣i𝑑𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠i𝑒𝑠 × 100%

Keterangan :

1
× 100% = 𝐾𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔
10
2
× 100% = 𝐶𝑢𝑘𝑢𝑝
10

6
× 100% = 𝑆𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝
10

1
× 100% = 𝐾𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔
10
F. PEMBAHASAN

Pengamatan kuliah lapangan ini dilakukan ini di aliran sungai


vegetasi hutan cagar alam pangandaran dengan 3 indikator yang harus di
perhitungkan yaitu keanekaragaman, kelimpahan dan dominansi. Seperti
yang sudah tertera dalam data pengamatan bahwasannya keanekaragamna
yang dihasilkan rendah yaitu -0,1 sedangkan untuk dominansi bentosnya
tinggi 0,60. Maka, kelimpahan makrzoobenthosnya apabila dilihat dari
dominansi yang dihasilkan cukup karena melihat dari hewan yang di dapat
lumayan beragam dimulai dari crustacea, ikan kecil, kepiting dan ikan
tumang yang masing-masing jumlahnya mencukupi akan kelimpahan pada
kawasan vegetasi hutan pada aliran air yang mengalir di cagar alam
tersebut dapat dikategorikan cukup. Adapun udang kecil (crustacea) ada 1,
ikan tumang ada 2 , kepiting kecil ada 6 dan ikan kecil ada 1.

Stuktur komunitas bentos dipengaruhi oleh berbagai faktor


lingkungan biotik dan abiotik. Di antara faktor lingkungan yang
mempengaruhi kenaekaragaman jenis bentos ini adalah keadaan substrat,
kandungan unsur kimia dalam air, suhu, interaksi jenis serta pola siklus
hidup dari masing-masing jenis dalam komunitas aliran air di cagar alam
pangandaran sehingga di hasilkan kelimpahan bentos yang cukup.

Dari berbagai faktor tersebut ternyata sangat berperan penting akan


komunitas bentos yang ada dalam aliran sungai tersebut sehingga
kelimpahan yang dihasilkan mampu menyeimbangi akan komunitas
hewan yang lain sehingga memberikan keuntungan untuk lingkungan
sekitarnya karena ada siklus yang saling mempengaruhi satu sama lain dari
ketergantungan hewan terhadap lingkungannya. Tidak hanya itu, faktor
yang paling utama yaitu suhu dan kelembaban udara menjadi pengaruh
yang paling berperan akan kelimpahan bentos dalam aliran sungai di cagar
alam pangandaran meskipun keanekaragaman kurang tetapi kelimpahan
dan dominansi yang dihasilkan cukup tinggi yang dibuktikan dengan hasil
data kepiting lebih banyak ada di kawasan tersebut.
G. KESIMPULAN

Kelimpahan bentos di aliran sungai mendistribusikan akan hasil


yang di dapat yaitu keanekaragaman kurang hanya -0.1 tetapi untuk
dominansi tinggi 0,60 sehingga kelimpahan bentos di aliran sungai cagar
alam pangandaran cukup dibuktikan dengan hasil dominansi yang tinggi.
Hewan dominansi dikawasan aliran sungai tersebut yaitu kepiting dengan
jumlah hewan yang di dapat 6 pada titik 2 dan 3.
DAFTAR PUSTAKA

Taofik Irwan. D, Hernawan.H, Rodian,A,A, Nurjaman,S.2022. Penuntun


Praktikum Ekologi Hewan 2022. Fakkultas Ilmu Terapan dan Sains Institut
Pendidikan Indonesia. Garut.
LAMPIRAN

Kuliah Lapangan

Ekologi Hewan

Anda mungkin juga menyukai