Anda di halaman 1dari 12

KLIPPING

SEJARAH INDONESIA
KONFLIK DI INDONESIA YANG TERJADI
PADA TAHUN 2016 – 2021

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

ASHAR RIZALDI

SMA NEGERI 23 BONE


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KLIPPING
SEJARAH INDONESIA
KONFLIK DI INDONESIA YANG TERJADI
PADA TAHUN 2016 – 2021

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

ALFATHURRAHMAN

SMA NEGERI 23 BONE


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
BOM BUNUH DIRI DI JANTUNG IBU KOTA (2016)

Duarrrrrr... seketika jalanan di depan pusat perbelanjaan Sarinah berubah mengerikan. Tubuh
sejumlah orang berseragam polisi dan juga warga sipil jatuh tersungkur di salah satu ujung Jalan
Thamrin ketika sebuah bom meledak pada Kamis 14 Januari 2016, pukul 10.55 WIB.
Ledakan bom itu kontan menyadarkan bangsa ini bahwa teroris telah beraksi. Mereka berhasil
melancarkan aksi teror dengan melakukan serangan bom bunuh diri di jantung ibu kota. Tercatat,
31 orang menjadi korban, tujuh diantaranya meninggal. Satu warga negara asing asal Kanada
turut jadi korban meninggal akibat peristiwa tersebut.
Sebelum bom meledak, sempat terdengar rentetan tembakan di kawasan Thamrin. Para teroris
menyerang Starbucks Coffee di Gedung Djakarta Theater. Tak lama kemudian pelaku lainnya
meledakkan bom bunuh diri di pos polisi perempatan Sarinah, yang lokasinya tak jauh dari
Starbucks Coffee di Jalan MH Thamrin.
Usai melancarkan aksi bom bunuh diri, para pelaku yang berjumlah 5 orang melepaskan
sejumlah tembakan ke polisi di lokasi.
Dari dua kejadian ini petugas Polri dari Polda Metro dan Densus mengejar ke lokasi tersebut,
baku tembak di depan Djakarta Theater pun tak terelakkan.
Peristiwa bom bunuh diri ini pun sontak menjadi pusat perhatian publik Tanah Air, bahkan juga
dunia. Salah satunya karena aparat cepat melumpuhkan kelompok teroris tersebut, dan
masyarakat langsung menyatakan tidak takut dengan aksi teror itu.
"Kita tembak dua pelaku kelompok teroris," ujar Wakapolri saat itu, Komjen Budi Gunawan,
Kamis 14 Januari 2016.
TEWASNYA GEMBONG TERORIS SANTOSO (2016)

Hampir 6 tahun Santoso bersama kelompoknya menebar teror di Indonesia. Khususnya di daerah
Palu, Sulawesi Tengah. Target mereka pertama kali yaitu salah satu bank di Palu. Santoso
kemudian kembali melakukan serangan ke Polsek di Palu pada Mei 2011, dan berhasil
membobol beberapa sel untuk mendapatkan rekrutan baru.
Penyerangan terakhir kelompok Santoso terjadi pada 15 Maret 20160 kepada personel TNI/Polri.
Penyerangan bermula dari kegiatan patroli rutin yang dilakukan oleh Satuan Petugas TNI-Polri
dalam Operasi Tinombala di sekitar hutan desa Talabosa, Kecamatan Lore Tengah.
Ulah kelompok Santoso membuat pemerintah geram. Sejak zaman Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono telah dibentuk tim khusus untuk memburu mereka. Namun usaha itu
tampaknya tidak mudah. Sebab, Santoso dan kelompoknya tinggal di pegunungan.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriadi di Istana Negara, Jakarta, Selasa 19 Juli
2016 mengatakan, dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jaringan Santoso ada 21 orang, yang
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri lima orang, sisanya 16 orang.
Aksi teror kelompok ini pun berakhir setelah Satuan Tugas (Satgas) Tinombala pada pertengan
Juli 2016 berhasil menembak mati dua anggota kelompok Santoso, di mana salah satunya
dipastikan adalah Santoso.
"Sudah pasti. Yang satu adalah Santoso dan yang satu adalah Basri. Kepastian itu didapatkan
dari foto dua jenazah itu yang diidentifikasi oleh rekan-rekannya," kata Rudy, Selasa 19 Juli
2016.Dengan kematian Santoso, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, kekuatan
kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, semakin melemah.
AKSI 411, 212, DAN SIDANG AHOK (2016)

Bermula dari sebuah video yang diposting Buni Yani di Facebook. Video itu berisi tentang
pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang diedit, yang menyebutkan agar masyarakat tidak mudah
diperdaya oleh orang-orang yang menggunakan Surat Al Maidah untuk tidak memilihnya dalam
Pilkada DKI 2017.Video ini kontan menyulut emosi sekelompok masyarakat, yang sebelumnya
sudah dibuat tegang oleh persaingan di Pilkada DKI Jakarta 2017.Dengan berdasarkan pada
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa pidato Ahok itu merupakan penistaan terhadap
agama, sekelompok orang membentuk Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, dan
mulai menggalang massa untuk mendemo Ahok.Demo besar pun terjadi pada 4 November 2016.
Demo ini berlangsung di kawasan Monas, termasuk depan Istana Kepresidenan. Salah satu
pemimpin demo ini adalah Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab.Pada demo besar ini,
demonstran tak berhasil menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yang tengah blusukan ke
Bandara Soekarno-Hatta. Massa marah, hingga akhirnya demo berujung rusuh.Demo itu ternyata
tak cukup bagi GNPF MUI. Mereka pun kembali menggelar demo besar pada 2 Desember. Tidak
seperti demo sebelumnya, pada demo besar kedua ini, mereka berjanji aksi akan berlangsung
damai.Pada aksi ini, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla nekat menerobos hujan
deras untuk ikut salat Jumat bersama massa demonstran di Monas."Terima kasih kepada seluruh
jemaah yang hadir dengan tertib, sehingga semua bisa berjalan dengan baik, Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar," kata Jokowi menyapa para peserta aksi damai 2 Desember dan
disambut takbir dari para peserta usai salat Jumat.Kehadiran Jokowi membuat massa lega.
Mereka pun akhirnya bubar secara tertib tanpa meninggalkan sampah. Kapolri Jenderal Polisi
Tito Karnavian menyebut demo 212 berlangsung aman.
LEDAKAN BOM KAMPUNG MELAYU (2017)

Ledakan bom bunuh diri terjadi Terminal Kampung Melayu pada Rabu 24 Mei 2017 malam.
Ledakan terjadi dua kali, pukul 21.00 WIB dan lima menit berselang kemudian.
Akibat ledakan bom itu, tiga anggota polisi gugur. Mereka adalah Briptu Anumerta Ridho
Setiawan, Briptu Anumerta Taufan Tsunami, dan Briptu Anumerta Imam Gilang Adinata.
Ketiganya meninggal terkena ledakan bom di tengah pengamanan pawai obor.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, berdasarkan kesaksian anggota Sabhara
Kepolisian Daerah Metro Jaya, Bripda Febrianto Sinaga, saat itu polisi sedang bertugas
mengamankan pawai obor menjelang Ramadan pada pukul 21.00 WIB di Terminal Kampung
Melayu.
Febrianto yang saat itu sedang makan pecel lele di sekitar 50 meter dari tempat kejadian
mendengar ledakan pertama. Dia dan rekannya, Bripda Ricky Agung lalu menuju toilet umum
terminal. Dia mencium bau menyengat dengan kepulan asap tebal putih.
Dia melihat empat orang tergeletak. Dua di antaranya polisi. Saat mengevakuasi, ada ledakan
kedua berjarak 10 meter dari lokasi pertama.
Sementara itu, akibat aksi itu, 11 orang terluka serta lima orang tewas. Mereka yang tewas dua di
antaranya pelaku dan tiga polisi.
Kurang dari 24 jam setelah kejadian, Polri lantas mengidentifikasi dua nama pelaku teror bom
bunuh diri di Terminal Kampung Melayu. Pelaku di TKP pertama disebutkan atas nama Ihwan,
sedang TKP kedua dilakukan Ahmad Sukri.
Aksi Demo 22-23 Mei 2019 (2019)

Aksi massa yang dilakukan setelah pemilu 2019 tercatat tanggal 22-23 Mei 2019, salah satu
peristiwa memilukan yang ikut mencoreng nama demokrasi Indonesia. Sejumlah massa
pendukung paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi melancarkan aksi unjuk rasa di sekitar Gedung
Bawaslu yang berujung kericuhan.
Penyebab kericuhan diduga terdapat oknum sebagai penumpang gelap demokrasi. Sinyal
demokrasi akan berujung ricuh telah terendus sejak siang hari sekira pukul 14.00 WIB.
Pengunjuk massa menyatakan dirinya siap mati berjihad untuk memenangkan paslon 02 dalam
Pilpres 2019.
AKSI DEMO TOLAK UU KPK DAN RKUHP (2019)

Ribuan aksi mahasiswa yang turun ke jalan dari berbagai kampus melakukan demonstrasi di
depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 23 September

Mahasiswa menyuarakan penolakan Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang


Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Revisi Undang-undang KUHP (RUU
KUHP). Dalam aksi tersebut, mahasiswa menilai DPR telah mencederai amanat dari reformasi.

Aksi demo mahasiswa berlangsung hingga Rabu, 25 September 2019 dini hari, setidaknya 232
orang menjadi korban dari aksi demonstran yang terjadi di berbagai daerah, mulai dari Jakarta,
Bandung, Sumatera Selatan hingga Sulawesi Selatan.
KONFLIK PAPUA (2019)

Papua kembali membara akibat aksi rasisme yang terjadi di Kota Surabaya.

Perkataan yang tak pantas dilontarkan muncul saat massa mengepung Asrama Papua di Surabaya
dan Malang oleh ormas dan aparat usai ramai kabar pelecehan Bendera Indonesia pada 15 dan 16
Agustus 2019.

Namun, kejadian tersebut membuat masyarakat Papua marah. Aksi massa meluas dan meluapkan
amarahnya di beberapa kota di Papua dan Papua Barat.

Pada Senin 19 Agustus 2019, Kota Jayapura, Sorong, dan Manokwari rusuh. Beberapa gedung
pemerintahan dan fasilitas publik terbakar.

Berita hoaks disinyalir menjadi penyebab kerusuhan tersebut.

“Pemilik konten sudah menghapusnya, namun jejak digitalnya tidak hilang begitu saja.
KONFLIK FPI DAN GMBI DI BANDUNG (2017)

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian akan menyelidiki konflik antara Gerakan
Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) dan Front Pembela Islam (FPI) di depan Markas
Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Tito mengatakan telah meminta Inspektur Pengawasan Umum Polri (Irwasum) Komisaris
Jenderal Dwi Priyatno menangani masalah itu. “Saya sudah meminta Irwasum menurunkan tim
di sana dan melihat permasalahan secara obyektif, tapi jangan dulu memberi judgement siapa
yang salah dan benar,” ucap Tito di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu, 18 Januari 2017.

Tito menyesalkan adanya kekerasan yang terjadi dalam kejadian itu. “Seharusnya aksi kekerasan
bisa dihindari,” ujar Tito. Bentrok GMBI-FPI terjadi pada Kamis, 12 Januari 2017. Peristiwa itu
menjalar hingga terjadi pembakaran markas GMBI di Bogor.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Yusri Yunus
menyebutkan kejadian tersebut diduga imbas dari bentrokan di depan Markas Polda Jawa Barat.

Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Anton Charliyan diketahui sebagai pembina GMBI.
FPI menuding Anton memprovokasi anggota ormas tersebut untuk menyerang anggota FPI di
Bandung. Atas peristiwa tersebut, 20 orang ditangkap polisi.

Pada Senin lalu, massa FPI berunjuk rasa di Mabes Polri dan menuntut Tito mencopot Anton
Charliyan dari jabatan Kepala Polda Jawa Barat.
KONFLIK SOSIAL PENGUSIRAN MAHASISWA DI YOGYAKARTA (2016)

Mahasiswa dan warga Papua di Asrama Mahasiswa Papua, Kamasan I di Jalan Kusumanegara,
Yogyakarta, mendapatkan aksi pengepungan dari sejumlah organisasi masyarakat dan aparat
Kepolisian pada Jumat (15/7). Kejadian tersebut bermula saat mahasiswa Papua yang menamai
diri Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) membuat rangkaian acara pada
tanggal 13-16 Juli 2016.

Acara tersebut dalam rangka mendukung ULMWP (United Lebration Movment For West Papua)
untuk bergabung di Melanesian Spearhead Grup (MSG) yang sedang melakukan Konferensi
Tingkat Tinggi di Honiara, Solomon Island 13-15 Juli. PRPPB semula berencana melakukan aksi
long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara ke Titik Nol KM di
Jalan Panembahan Senopati pukul 09.00 WIB.

Tetapi sebelum long march dilakukan, ratusan personel kepolisian sudah mengepung asrama
tersebut. Mahasiswa didorong masuk ke dalam asrama.

Selain mendukung pembebasan Papua Barat, sedianya tuntutan yang akan disampaikan pada
long march mahasiswa Papua di Yogyakarta adalah mencabut izin perusahaan perusahaan asing
di tanah Papua.

Tidak hanya dukungan untuk Papua Barat, tuntutan mereka juga adalah menarik seluruh pasukan
TNI dan Polisi dari pulau tambang emas itu.
KONFLIK TANJUNG BALAI (2016)

Pada Sabtu, 20 Juli 2016, 11 wihara dan 2 yayasan dirusak oleh warga mengamuk di Tanjung
Balai, Sumatera Utara.

Beberapa bangunan disamping tempat beribadah umat Buddha tersebut hangus terbakar,
termasuk delapan mobil dan beberapa motor yang terparkir di depannya.

Menurut catatan pemerintah, jumlah kerugian mencapai lebih dari Rp3 milyar rupiah.

Kerusuhan ini disulut oleh konflik agama antara umat Islam dan Buddha.

Kabarnya, sebagian warga Tanjungbadai merasa tersinggung setelah mendengar pemeluk agama
Buddha berdarah Tionghoa protes akan kerasnya suara adzan dari sebuah masjid lokal.

Belum lagi rumor seorang wanita yang melempari masjid dengan batu dan mengusir imam di
dalamnya menyebar secara cepat.

Tidak ada tindakan hukum yang ditempuh kedua belah pihak.

Sampai sekrang, ke-11 wihara tersebut selalu dijaga polisi setiap jam beribadah.

Anda mungkin juga menyukai