Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

LABORATORIUM KEDOKTERAN FORENSIK SEDERHANA

Disusun Oleh:

Ahmad Furqon Abdusyakur


1102017011

Pembimbing:
Dr. Suryo Wijoyo Sp. KF., MH

Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik


Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2022

PAGE \* MERGEFORMAT 31
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia memiliki tingkat

kriminalitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju yang

dapat memberikan proteksi keamanan dengan lebih baik. Tak jarang, aksi

kriminalitas tidak meninggalkan barang bukti secara gamblang dan membutuhkan

analisa yang lebih mendalam. Salah satu analisa yang dapat dipergunakan sebagai

alat pembuktian adalah dengan melakukan pemeriksaan forensik yang dilakukan

oleh tenaga kesehatan.

Dalam proses pemeriksaan ini, tenaga kesehatan atau dokter akan

melakukan analisa terhadap pasien. Proses pemeriksaan ini dilakukan dengan

menganalisa baik kondisi luar pasien seperti permukaan kulit, warna rambut,

warna pelangi mata, adanya tahi lalat, dan sebagainya, serta melakukan

pemeriksaan laboratorium sederhana dengan menggunakan sampel yang berada

dalam tubuh pasien. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut akan menjadi

tambahan informasi yang dapat dipergunakan oleh pihak yang berwenang untuk

mengungkap tindakan kriminal yang terjadi.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Laboratorium forensik merujuk pada pemeriksaan barang-barang berupa

bukti fisik yang berhubungan dengan tempat kejadian perkara, korban, dan

tersangka. Hasil daripada pemeriksaan tersebut nantinya akan dapat digunakan

sebagai komponen penunjang dalam proses hukum.1,2

Pemeriksaan laboratorium sederhana ini merupakan suatu pemeriksaan

yang dikerjakan di laboratorium ilmu forensik dengan teknik yang mudah

dilakukan, menggunakan alat dan reagen yang murah dan mudah didapat, namun

dapat memberikan nilai manfaat yang besar dengan jangka waktu yang cepat

dalam hal perolehan hasil. Pemeriksaan ini disebut pula sebagai “bedside test

laboratorium” karena dilakukan selama kegiatan otopsi berlangsung secara

simultan hasil yang didapatkan sebagai pemandu arah otopsi menuju ke suatu

sebab kematian.3

2.2 Kewenangan Formal Laboratorium Forensik

Dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran laboratorium forensik

Polri selama ini antara lain didasarkan kepada: 4

a. UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

b. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1173 / Menkes / SK / X / 1998

tentang Penunjukan Laboratorium pemeriksa Narkoba dan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
Psikotropika.

d. Surat Edaran Jaksa Agung RI No. 5 / KRI / 2589 perihal penunjukan

Labkrim Polri untuk pemeriksa tulisan.

e. Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 808 / XII / 1983 perihal

penunjukan Labkrim Polri sebagai pemeriksa barang bukti kasus kasus

pidana umum.

f. Surat edaran Jaksa Agung RI No. SE / 003/SA/2/1984 tentang

keterangan ahli mengenai tanda tangan dan tulisan sebagai alat bukti.

g. Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010 tentang susunan organisasi

dan tata kerja satker Mabes Polri.

h. Peraturan KaPolri nomor 10 tahun 2009 tentang tata cara permintaan

bantuan kepada Labfor Polri.

2.3 Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana

PAGE \* MERGEFORMAT 31
2.3.1 Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan

yang paling sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah

mudah sekali tercecer pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan,

penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk

mengungkapkan suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada forensik

sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut.5

Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap,

terlebih dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna

merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna

menentukan: 5

- Bercak tersebut benar darah

- Darah dari manusia atau hewan

- Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

2.3.2 Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel darah

merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-

sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh

pada kaca obyek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian

ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan

apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut

dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah. Pemeriksaan mikroskopik

PAGE \* MERGEFORMAT 31
terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan

spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah berbentuk

cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk

oval/elips dan berinti. Dari kelas mamalia, genus Cannelidae (golongan

unta) merupakan perkeculian dengan sel darah merah berbentuk oval/elips

tidak berinti.6

2.3.3 Pemeriksaan Serologik

Pemeriksaan serologik terbagi kedalam beberapa seksi sebagai

berikut:

1. Penentuan spesies

a. Test Presipitin Cincin 6

Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana

antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum

dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa. Cara

pemeriksaannya adalah antiserum ditempatkan pada tabung kecil

dan sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati

pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang

lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai

PAGE \* MERGEFORMAT 31
berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan. Hasilnya

adalah akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada

bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari

manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.

b. Reaksi presipitasi dalam agar 6

Cara pemeriksaannya adalah gelas obyek dibersihkan dengan

spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar

buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan

diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang- lubang

sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah

dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-

lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab

PAGE \* MERGEFORMAT 31
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.

Hasilnya adalah hasil positif memberikan presipitum jernih pada

perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. Pembuatan agar buffer: 1

gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest;

100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai

terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila

akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu

di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan

kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan

menggunakan pipet.

2. Penentuan golongan darah 6

Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik

manusia, maka langkah selanjutnya adalah menentukan golongan

darah bercak tersebut. Pemeriksaan golongan darah pada bercak

PAGE \* MERGEFORMAT 31
darah yang sudah kering dilakukan dengan metode Absorpsi-elusi.

Antiserum diteteskan pada bercak darah, biarkan beberapa saat agar

antibody bereaksi mengikat antigen. Kemudian serum yang tidak

bereaksi dicuci supaya antibodi dapat dihilangkan. Panaskan dalam

temperatur 550 agar ikatan antibodi dengan antigen terlepas (elusi).

Terakhir, antibody yang terlepas ditambahkan dengan sel darah

merah yang telah diketahui golongan darahnya. Tes ini sulit, tes ini

dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan

sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan demikian

penentuan golongan darah dalam tubuh ini dilakukan secara tidak

langsung.

3. Pemeriksaan cairan mani (semen) 6,9

Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan

berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat

enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20

menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1

kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain

yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang

mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam.

Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu

dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta

per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam

waktu 4– 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak

bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya

mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari. Pemeriksaan cairan mani

dapat digunakan

untuk membuktikan :

- Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan

mani dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks

posterior

- Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul

melalui penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas

tissue, dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium

untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina,

yaitu dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur

atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari

forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak

PAGE \* MERGEFORMAT 31
atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya

dibatasi dari vestibulum saja.

4. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma 2,9

Metode tanpa pewarnaan

Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling

bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Cara

pemeriksaan :

Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.

Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan

pergerakkan spermatozoa. Hasil :

Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih

dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid

akan memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan

beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih

PAGE \* MERGEFORMAT 31
dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6 hari pasca

persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan

hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama

lagi.

Metode dengan pewarnaan

Cara pemeriksaan :

Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan

apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau

hijau malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk

kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau malakit dengan

prosedur sebagian berikut :

- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan

diudara

PAGE \* MERGEFORMAT 31
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada

nyala api

- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15

menit.

- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam

air, tunggu selama 1 menit

- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.

Hasil :

Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit

tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan

leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan

lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau. Bila persetubuhan

tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat karena

kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi,

maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
5. Penentuan cairan mani (kimiawi)

Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu

dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani

dengan pemeriksaan laboratorium berikut. 6

6. Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase 6,9

Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah

bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus

selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani

sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam

dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa.

Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air

teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Dasar reaksi

(prinsip) :

Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan

oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium

alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi

dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru

ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.

Reagen :

Larutan A

(1) Brentamin Fast Blue B 1 g

(2) Natrium asetat trihidrat 20 g

(3) Asam asetat glasial 10 ml

PAGE \* MERGEFORMAT 31
(4) Askuades 100 ml

Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan

larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam

larutan peyangga tersebut.

Larutan B

Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml. Sebanyak 89 ml

Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam

botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini

dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak

akan mengganggu reaksi. Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih

dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian

kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan

reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai

timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai

secara berangsur-angsur. Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan

warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang

mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara

berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat

adanya cairan mani. Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan

dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum

dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena

PAGE \* MERGEFORMAT 31
pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa

positif.

Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan

waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-

bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

7. Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin 6

Bahan pemeriksaan :

cairan vaginal Metode :

• Florence

• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium

• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop

Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang

periodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.

2.3.4 Pemeriksaan Kimiawi

Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam

keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat

PAGE \* MERGEFORMAT 31
lagi. 6

 Pemeriksaan penyaring darah

Prinsip pemeriksaan penyaring darah adalah

H2O2 H2O + On

Reagen Perubahan warna (teroksidasi)

 Reaksi Benzidine 6,7

Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh Adlers

(1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan

dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya.

Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama

dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup

bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu

untuk melakukan pemeriksaan lainnya.

Cara pemeriksaan reaksi Benzidin adalah sepotong kertas saring

digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes

H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin. Hasil positif pada reaksi

benzidine adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
 Reaksi Fenoftalin 6

Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan pula etanol

dan hydrogen peroksida setelah pengambilan sampel, kertas saring

ditetesi fenoftalein sejumlah satu tetes. Kemudian secara berurutan

diteteskan setetes etanol dan setetes hydrogen peroksida. Hasil

positif akan muncul berupa merah muda keunguan.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
 Pemeriksaan penentuan darah

Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya

pigmen/Kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.

Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi Teichman dan

reaksi Wagenaar. 6

 Reaksi Teichman 8

Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan

memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan

chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang

terbentuk kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal

muncul dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.

Cara pemeriksaan adalah seujung jarum bercak kering diletakkan

pada kaca obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam

PAGE \* MERGEFORMAT 31
asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan. Hasil

positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang

berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan

mikroskopik. Kesulitannya adalah mengontrol panas dari sampel

karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat

menyebabkan kerusakan pada sampel.

 Reaksi Wagenaar 6

Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan

juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara

kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat.

Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan

diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan. Hasil positif bila

terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat.

Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan

bahwa bercak adalah darah. Hasil yang negative selain

PAGE \* MERGEFORMAT 31
menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat

dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur

kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama

sekali, terbakar dan sebagainya.

2.3.5 Pemeriksaan Rambut 12

Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat

lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.

Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya

terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan

pigmen. Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula

yang mengandung pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut

manusia memiliki diameter sekitar 50- 150 mikron dengan bentuk

kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter

kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula

yang kasar atau menonjol.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan

pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter

rambut hewan dengan diameter rambut manusia, indeks medula

rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut

hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medulla

merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut

manusia dari rambut hewan.

Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas

rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot;

rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan. Umumnya

tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut

tersebut di atas.

Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan

panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada

rambut yang lurus), oval atau elips (pada rambut ikal/ keriting).

Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-

kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak

lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.

Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar,

bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut,

rambut akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya

rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang mengerut tanpa

jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul

akan terlihat terputus tidak rata.

Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk

jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti,

harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut

dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya

kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.

Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada

rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa

bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut

pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga,

sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan

pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut

ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.

Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian

tubuh manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi

kepentingan peradilan, antara lain tentang :

- saat korban meninggal dunia

- sebab kematian

- jenis kejahatan

- identitas korban

- identitas pelaku

- benda/ senjata yang digunakan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
2.3.6 Pemeriksaan Air Liur

Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air

liur (saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein,

lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain.

Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting

untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan

golongan darah pengigitnya. Golongan darah penggigit yang

termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara

absorpsi inhibisi.

Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh

dari laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti

H. Anti H dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus

dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin.

Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok selam 1

jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM.

Cairan supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.

Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan

tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam

tabung reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit.

Pusing dan ambil supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada

suhu 20˚C. Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol

antiserum. Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada

suhu ruang untuk proses absopsi.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang

digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut

ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama.

SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang

dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer

campuran antiserum + air liur. Hasil positif bila titer berkurang

lebih dari 2 kali.

2.3.7 Pemeriksaan Racun

Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka

dapat dilakukan pemeriksaan darah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(10)

Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan

uji difusi alkali. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke

dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan tabung

kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan

masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air

sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.

Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan

NaOH 10-20%, lalu dikocok. Darah normal segera berubah

warna menjadi merah hijau kecoklatan karena segera

terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang mengandung

COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,

PAGE \* MERGEFORMAT 31
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih

bersifat resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan

kadar saturasi 20% memberi warna merah muda (pink) yang

bertahan selama beberapa detik, dan setelah 1 menit baru

berubah warna menjadi coklat kehijauan. Perlu diperhatikan

bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji

dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal.

Jangan gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah

foetus juga bersifat resisten terhadap alkali.

2. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-

Liebmann).

Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin

40% sama banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25%

saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang

mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar

COHb, semakin merah warna koagulatnya. Sedangkan pada

darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.

3. Cara Gettler-Freimuth

Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring

berupa endapan berwarna hitam. Dengan membandingkan

intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam yang

diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar

COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi

PAGE \* MERGEFORMAT 31
COHb secara semi kuantitatif.

2.3.8 Pemeriksaan Insektisida

Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu

diambil darah, jaringan hati, limpa, paru-paru dan lemak

badan. Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma

dapat dilakukan dengan cara tintimeter (Edson) dan cara

paper-strip (Acholest).

Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-

biru, diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan

warna. Bandingkan warna yang timbul dengan warna standar

pada comparator disc (cakram pembanding), maka dapat

ditentukan AchE dalam darah.

Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.

Cara Acholest :

% aktifitas AchE Interpretas

75% – 100% dari Tidak ada

50% – 75% dari Keracunan


PAGE \* MERGEFORMAT 31
25% – 50% dari Keracuna

0% – 25% dari Keracunan


Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas

Acholest bersamaan dengan kontrol serum darah normal.

Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan indikator.

Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat.

Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna

pembanding (serum normal) yaitu warna kuning telur.

Interpretasi :

20- racunan r ingan

35-

Kromatografi lapisan tipis (TLC)

Kaca berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel

silikat atau dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam

oven 110 derajat celcius selama 1 jam. Filtrat yang akan

diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban)

diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan

tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta

konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC

dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n- Hexan. Celupan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya

kapilaritas maka pelarut akan ditarik ke atas sambil

melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC

dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladium

klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan

Difenilamin 0,5% dalam alkohol.

Hasilnya :

Warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon

terklorinasi. Warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan

organofosfat. Angka yang didapat dicocokan dengan standar,

maka jenisnya dapat ditentukan. Dengan membandingkan

besar bercak dan intensitas warnanya dengan pembanding,

dapat diketahui konsentrasi secara semikuantitatif.

2.3.9 Pemeriksaan Alkohol

Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan.

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara

ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.

Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat

diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau

cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.

Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa

menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat,

alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya

termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan

toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer

(kubiti atau femoralis).

Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol

dalam darah yang cukup sederhana adalah teknik

modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :

Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen

Antie dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke

dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat

dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.

Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang

sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh

dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan. Tutup sel

mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah

bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi

difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian

angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie.

Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan

warna kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar

80mg %, sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300mg

%. Kadar alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan

PAGE \* MERGEFORMAT 31
belum menunjukkan kadar alkohol darah pada saat

kejadian. Hasil ini akibat dari pengambilan darah dilakukan

beberapa saat setelah kejadian, sehingga yang dilakukan

adalah perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian.

Meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%,

namun pada perhitungan harus juga dipertimbangkan

kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah

perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan

angka 10 mg% per jam digunakan dalam perhitungan.

Sebagai contoh, bila ditemukan kadar alkohol darah 50mg

% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan

angka 80 mg% pada saat kejadian.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
2.3.10 Uji Sianida

Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam

pikrat jenuh, biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu

tetes isi lambung atau darah korban, diamkan sampai agak

mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes. Uji

positif bila terbentuk warna ungu.

Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO3 1%,

kemudian ke dalam larutan kanji 1% dan keringkan.

Setelah itu kertas saring dipotong- potong seperti kertas

lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan masal pada

pekerja yang di duga kontak dengan CN.

Caranya dengan membasahkan kertas dengan ludah di

bawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi biru.

Hasil uji berwarna biru muda meragukan sedangkan bila

warna tidak berubah (merah muda) berarti tidak dapat

keracunan. Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan

dipotong kecil- kecil. Kertas tersebut dicelupkan ke dalam

darah korban, bila positif maka warna akan berubah

menjadi merah terang karena terbentuk

sianmethemoglobin.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
PAGE \* MERGEFORMAT 31
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan elaborasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pemeriksaan laboratorium forensik memiliki cakupan bidang yang luas dimana

pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan terhadap berbagai cairan tubuh seperti

darah, air liur, dan air mani. Selain memeriksa cairan tubuh, pemeriksaan juga

dapat dilakukan terhadap rambut daripada pasien tersebut. Pemeriksaan juga dapat

dilakukan terhadap zat-zat yang berasal dari luar tubuh seperti alkohol, racun,

insektisida, dan sebagainya. Hasil daripada pemeriksaan laboratorium kemudian

dapat diinterpretasi sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk mencari

penyebab kematian dari pasien.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
DAFTAR PUSTAKA

1. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law, Science,

Forensic Science and Evidence, 2002

2. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York :

Elseviere : America. 2002.3

3. Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. Ilmu Kedokteran

Forensik, Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro Semarang, Cetakan II:2012

4. Savino, Brent E. Turvey, Rape Investigation Handbook, USA : Elseviere

academic Press, 2005 : 6-127

5. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian

S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-

100: 105- 06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—96

6. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford

University Press, Inc.; 2003. p. 58

7. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain.

In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to

Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000.

p. 181-98

8. Bevel, Ross M. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second Edition, United

State of America. 2002.

PAGE \* MERGEFORMAT 31
9. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain.

In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to

Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000.

p. 181-98
rd
10. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 ed. Jakarta : Media

Aesculapius; 2003. p.233-36

11. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran

Forensik dalam Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p.

174

12. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan

Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;

2008. p. 172-76.

PAGE \* MERGEFORMAT 31

Anda mungkin juga menyukai