Anda di halaman 1dari 5

ASUHAN PERAWATAN PADA AN.

T DENGAN COVID 19
PERASAAN DAN IDENTITAS DIRI MENJADI PENYULIT KOMUNIKASI

DISUSUN OLEH

HARY RESTUADI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON

REGULER STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA

SELATAN

TAHUN 2022
A. Latar Belakang

Selama masa pandemi Covid 19 banyak masalah kesehatan yang terjadi baik
secara fisik maupun Psikologis. Berbagai tahapan umur masyarakat mengalami
masalah tidak luput pula umur anak. Anak yang seharusnya diumur yang memiliki
taraf kehidupan yang memiliki banyak perlindungan selama pandemi ini terjadi
berbagai masalah yang harus memerlukan penanganan lebih lanjut.
Usia anak yang dimana berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari
rasa sakit harus merasakan sakit Fisik dan Psikologis. Kehilangan kebutuhan akan
rasa aman dan nyaman yang merupakan kebutuhan sangat menonjol pada masa anak.
Hal ini menjadikan saya akhirnya menuliskkan pengalaman perawatan seorang
anak selama masa isolasi mandiri yang saya lakukan dengan tetap mematuhi protokol
kesehatan selama masa pandemi Covid 19.

B. Pembahasan

Pada tahun 2020 saya melakukan perawatan kepada seorang anak luar biasa
berumur 16 tahun dengan Covid 19. Anak laki berinisial T, memiliki gejala ringan
sampe sedang yang dilakukan isolasi mandiri dan perawatan di rumah. 1 Minggu
sebelumnya ia kehilangan salah satu orang tuanya yaitu ibu nya karena Covid 19. Hal
ini memberikan pukulan bagi dirinya baik secara fisik maupun mental.
Saat itu dia seorang anak laki-laki yang bisa dikatakan sangat aktif baik di
kegiatan sekolah maupun diluar sekolah. Namun selama masa perawatan dia lebih
banyak diam dan memilih untuk menyendiri dan bahkan tidak mengeluhkan masalah
kesehatannya kepada keluarga.
Saat saya pertama kali bertemu dia memiliki keluhan batuk, tidak bisa
mencium bau, tidak memiliki nafsu makan, dan lemas. Setelah saya ajak
berkomunikasi saya mengetahui bahwa si anak belum makan dari kemarin hampir 24
jam. Saat saya tanyakan mengapa dia tidak makan responnya hanya menggeleng dan
dari sorot matanya tampak sekali rasa putus asa yang mendalam tapi tidak ada sedikit
pun terlihat tanda menangis.
Saat itu hal yang terucap dari saya bukan “Apa kamu baik-baik saja” tapi “Hai
nama kakak Hary Kamu pengen Menangis” dia hanya terdiam dan terus menatap saya
tapi setelah lima menit tanpa jawaban akhirnya saya mendengar isakan kecil dari

1
seorang anak laki yang sangat periang dan aktif dulunya sambil terisak dia berujar
pelan “Kakak saya capek saya kangen mama biasanya kalau saya sakit mama selalu
ada buat saya”. Lalu saya berkata “kamu pengen cerita? Kalau memang ia kakak mau
denger apa masalah kamu” dia menjawab “ ia kak saya malu mau ngomong dan
nangis kesiapa” dari situ saya paham bahwa anak ini bingung untuk mengungkapkan
rasa berdukanya dan juga takut jika dia sebagai laki-laki dianggap lemah jika
menangis.
Dari itu saya bilang “ kakak datang kesini pengen dengerin kamu cerita
sekaligus buat ngerawat kamu” jadi sambil kamu cerita boleh kakak pasang infus
kamu?” dan dia jawab “ya silahkan kak” sambil saya memasang infus akhirnya saya
pun mendengarkan cerita tanpa merespon apapun sambil tetap mempertahankan
kontak mata saya dengannya. Dia bercerita panjang lebar dengan sesekali mengusap
matanya meluapkan perasaannya saat dia selesai bercerita infusnya saat itu juga sudah
terpasang. Saya selesai baru lah saya merespon semua ceritanya tadi “Kakak paham
kamu sedih walaupun kakak tau cuma kamu yang paling ngerti rasa sedih kamu
sendiri tapi ada suatu waktu kita perlu orang lain untuk bercerita dan menyelesaikan
masalah. Jangan kamu pendam masalahmu sendiri dan makin memperburuk
kesehatan kamu”. Si anak menjawab “iya kak saya hanya malu dan bingung mau
cerita ke siapa”. Setelah itu akhirnya saya menyuruh si anak untuk makan dan minum
obat dan berjanji untuk datang keesokan hari nya melihat keadaannya. Akhirnya sang
anak pun mau minum obat dan makan walaupun sedikit dengan janji saya akan
mendengarkan ceritanya dia lagi keesokan hari nya.
Setelah masa perawatan hampir 2 Minggu akhirnya kondisi si anak sudah
mulai membaik di mulai lebih bisa mengungkapkan perasaannya bisa mengeluhkan
masalah dengan lebih baik. Selama masa perawatan pun saya tetap berkomunikasi
dengan orang tuanya yang masih ada yaitu bapaknya tentang kondisi anaknya dan
bagaimana kedepannya nanti setelah masa perawatan apa yang harus bapaknya
lakukan untuk membantu si anak kembali pulih.
Sebelum masa isolasi mandiri nya berakhir saya mengatakan kepada si anak “
Jangan takut untuk cerita ke saya kalau nanti kamu punya masalah dan ingat
bagaimana pun juga sekalipun kamu merasa sedih akan kehilangan ibumu tapi kami
masih punya ayah yang sangat mengkhawatirkan kondisi kamu saat ini dan kamu
masih tetap bisa mendoakan ibu mu disana agar beliau bisa tenang”.Setelah itu saya
yang kebetulan pernah menjadi konselor bagi anak di salah satu lembaga mengajak

2
anak tersebut mengisi form WHOQOL (Kualitas Hidup) yang hasil nya masih dalam
ambang batas normal dan masih memiliki banyak motivasi akan cita-citanya.
Akhirnya masa isolasi pun selesai dan dia bisa beraktivitas kembali seperti biasa
bersama orang tuanya.

Penanganan Atraumatic Care

1. Menurunkan dampak perpisahan dari keluarga


Disini saya memposisikan diri sebagai pendengar yang baik agar anak dapat
mengungkapkan perasaan dan rasa berdukanya.
2. Meningkatkan kemampuan orang tua untuk mengontrol Perawatan anaka
Mengkomunikasikan kondisi anak dengan orang tua dan bagaimana orang tua
harus melakukan pendekatan dan perawatan setelah anak sembuh.
3. Mencegah dan Mengurangi cedera dan Nyeri
Selama masa perawatan berusaha untuk memotivasi anak untuk tetap
mendapatkan perawatan dan mengalihkan fokus anak terhadap rasa sakitnya
dengan cara menceritakan dan berbagi masalahnya.
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Berusaha untuk membiarkan anak menceritakan masalah sendiri tanpa perlu
paksaan atau bertanya tentang masalahnya.
5. Modifikasi Lingkungan
Memposisikan menjadi pendengar yyang baikm dan mengajak anak
berkomunikasi dan menilai kualitas hidupnya dengan Form WHOQOL

Masalah yang dihadapi

1. Anak masih berusaha untuk menutup diri walaupun secara perlahan bisa
dilakukan pendekatan.
2. Anak Merasa bahwa saat dia meluapkan perasaan dia menjadi pribadi yang lemah
walaupun setelah diberikan pengertian bahwa setiap orang berhak untuk
mengungkapkan perasaannya si anak bisa berkomunikasi dengan lebih kooperatif
3. Kehilangan salah satu support sistem dalam hidup si anak menjadi pukulan besar
sehingga tantangan terbesar memaksimalkan suppor sistem yang masih ada.

3
C. Kesimpulan

Dalam memberikan perawatan kepada anak perlu memperhatikan dampak


hospitality dan tindakan atraumatic care yang harus kita berikan kepada anak
tersebut. Perlu dilakukan pengkajian tidak hanya masalah fisik namun Psikologis
yang dihadapi anak agar dapat melakukan penangan terbaik bagi anak sehingga
mempercepat proses pemulihan dan meningkatkan kulaitas hidup anak dengan
memperhatikan aspek Bio Psiko sosial dan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai