Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK NEONATUS, BAYI,


BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH DENGAN IKTERUS
FISIOLOGIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Prasekolah

Oleh:

FEYLA ENGGAR W.N


NIM P01740523061

Pembimbing Akademik

Kurniyati, SST, M.Keb


NIP. 197204121992022001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES
BENGKULU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading

“ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK NEONATUS, BAYI,


BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH DENGAN IKTERUS
FISIOLOGIS”

Oleh:

FEYLA ENGGAR W.N


NIM P01740523061

Pembimbing Akademik

Kurniyati, SST, M.Keb


NIP. 197204121992022001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Diah Eka Nugraheni, SST, M.Keb


NIP. 198012102002122002

1
BAB I
ISI JURNAL

A. Judul Jurnal

Pengaruh Pelaksanaan Sendawa Terhadap Frekuensi Regurgitasi Pada

Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pejawaran Banjarnegara

B. Abstrak Jurnal
Regurgitasi (gumoh) yaitu mengalirnya isi lambung (ASI) ke

kerongkongan tanpa adanya usaha yang kuat seperti muntah. Regurgitasi

terjadi ≥4x dalam sehari maka bayi akan mengalami resiko kekurangan berat

badan karena nutrisi yang seharusnya diserap oleh tubuh sudah keluar lagi.

Regurgitasi bisa dicegah dengan melakukan pelaksanaan sendawa yang

bertujuan untuk mengeluarkan udara dari lambung ke mulut bayi yang

merupakan dari penyebab terjadinya regurgitasi. Tujuan penelitian ini untuk

Mengetahui pengaruh pelaksanaan sendawa terhadap frekuensi regurgitasi

pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Pejawaran Banjarnegara.

Metode Penelitian ini merupakan penelitian (pra eksperimental) dengan

pendekatan One-Grup Pretest-Postest. Sampel yang diambil menggunakan

teknik purposive samplingsebanyak 20 Responden. Pengumpulan data

menggunakan lembar observasi dan leaflet. Hasil penelitian dianalisis dengan

uji Wilcoxon Matched Pairs Test. Hasil Frekuensi regurgitasi sebelum

dilakukan pelaksanaan sendawa bayi dari 20 responden kategori normal (0-3x

sehari) tidak ada (0%) dan tidak normal (≥4x sehari) sebanyak 20 responden

(100%). Sedangkan frekuensi regurgitasi sebelum dilakukan pelaksanaan

2
sendawa pada bayi dengan kategori normal 13 responden (65%) dan tidak

normal 7 responden (35%). Hasil uji Wilcoxon Match Pairs Test diperoleh nilai

signifikansi p=0,000. Simpulan danSaran: Terdapat pengaruh pelaksanaan

sendawa terhadap frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah

kerja puskesmas Pejawaran Banjarnegara.Seluruhibudi wilayah kerja

Puskesmas Pejawaran Banjarnegara yang memiliki bayi 0-6 bulan hendaknya

dapat melakukan pelaksanaan sendawa setiap setelah menyusui untukmen

cegah terjadinya regurgitasi.

C. Pendahuluan/Latar Belakang/Tujuan

Bayi usia 0-6 bulan memiliki fungsi sistem tubuh yang belum sempurna

(Mellinda & Ardani, 2012). Pada sistem pencernaan, bayi muda memiliki

mulut yang pendek, palatum mole yang relatif panjang dan fungsi sfingter

esofagus bawah yang belum sempurna sehingga memungkinkan susu mengalir

kembali ke faring(Mellinda & Ardani, 2012). Mengalirnya isi perut (ASI)

biasanya terjadi pada bayi di bawah usia 6 bulan tanpa adanya upaya yang kuat

seringkali bersamaan dengan sendawa disebut dengan regurgitasi (gumoh)

(Sukrita, 2017).

Regurgitasi terjadi karena refleks gastroesofagus melewati sfingter

esofagus bawah ( LES/ Low Esophagel Sphincter) yang belum

sempurna(Sodikin, 2012) cit (Delima, Kartina, & Rosya, 2018). Cincin-cincin

otot yang mempererat ruang untuk menuju perut pada bayi belum kuat. Otot

tersebut membutuhkan beberapa waktu untuk tumbuh menjadi kuat (Laksana,

2017).

3
Menurut Sodikin (2012) cit (Delima, Kartina, & Rosya, 2018)seiring

dengan perkembangan bayi, regurgitasi akan hilang. Berdasarkan catatan

Depkes (2010) di Indonesia 70% bayi dibawah usia 4 bulan

mengalamiregurgitasi minimal 1 kali dalam sehari, 8-10% berkurang pada usia

9-12 bulan dan sekitar 5% pada usia 18 bulan. Menurut Hegar (2013) tercatat

bahwa 80% bayi berumur 1 bulan mengalami regurgitasi setiap harinya paling

sedikit 1x, pada umur 6 bulan menjadi 40-50%, dan menurun secara bertahap

hingga mencapai 3-5% pada umur12 bulan. Sebanyak 25% orangtua bayi

menganggap regurgitasi sebagai suatu masalah.

Regurgitasi bukanlah sesuatu yang cukup mengkhawatirkan (Laksana,

2017). Meskipun demikian, apabila regurgitasi berlebih yaitu tidak hanya

terjadi pada saat makan dan minum saja akan tetapi pada saat beraktifitas dan

berisitirahat akan beresiko terjadinya permasalah kesehatan (Mellinda &

Ardani, 2012). Bayi akan rewel, menangis dan kesulitan untuk tidur karena di

dalam perut bayi terdapat udara yang seharusnya dikeluarkan tetapi tidak,

sehingga bayi merasa tidak nyaman (Orami, 2017). Dalam satu hari sejak baru

lahir, bayi membutuhkan ASI sebanyak 10-20 ml dan akan meningkat pada

saat bayi berusia 12 bulan menjadi 200-300 ml (Fikawati, Syafiq, & Karima,

2015). Apabila bayi mengalami regurgitasi empat kali atau lebih dalam satu

hari,menyebabkan kebutuhan makanan (ASI)sebanyak 10-20 ml yang belum

sempat diserap oleh tubuh bayi sudah keluar menyebabkan kebutuhan nutrisi

bayi belum tercukupi, maka kemungkinan asupan gizi pada bayi berkurang,

sehingga bayi akan beresiko mengalami kekurangan berat badan, normalnya

4
bayi mengalami regurgitasi sebanyak <4 kali dalam sehari (Aydoğa et.al.,

2014). Resiko yang paling berat yaitu apabila isi lambung atau cairan yang

disebabkan oleh regurgitasi masuk ke saluran pernafasan (aspirasi) akan

menyebabkan bayi mengalami sesak nafas bahkan kemungkinan bresiko henti

nafas (Rukiyah & Yulianti, 2013).

Berdasarkan peraturan menteri negara pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak Republik Indonesia nomor 03 tahun 2010 tentang penerapan

sepuluh langkah menujukeberhasilan menyusui, salah satunya disebutkan

bahwa pendampingan bagi ibu dan keluarga adalah pendampingan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan (konselor) khususnya dalam mengatasi

permasalahan menyusui (Kemenpppa, 2010). Menurut Suyami,dkk (2014)

perawat berperan aktif dalam mempersiapkan ibu untuk merawat bayi ketika di

rumah, salah satunya yaitu dengan memberikan edukasi tentang teknik

menyusui yang baik dan cara menyendawakan bayi setelah menyusui untuk

mencegah bertambahnya kejadian regurgitasi.

Beberapa faktor yang menyebabkan bayi mengalami regurgitasi atau

gumoh yaitu usia bayi, bayi mengalami kekenyangan, banyaknya udara yang

masuk ketika minum susu, bayi tidak disendawakan ketika selesai menyusu,

posisi tidur dan tingkat pengetahuan ibu tentang teknik menyusui yang kurang

tepat (Sukrita, 2017). Sewaktu menyusu, bayi akan menelan udara secara tidak

sengaja. Udara yang tertelan akan mendorong sebagian makan yang terdapat

dilambung, keluar kembali (Laksana, 2017). Ketika di dalam perut bayi

terdapat udara, maka akan menyebabkan ketidaknyamanan sehingga bayi akan

5
terus menangis dan dapat menyebebkan bayi kesulitan tidur (Orami, 2017).

Udara yang terdapat dalam saluran makan dapat dikeluarkan melalui proses

sendawa. Dapat dilakukan dengan teknik Over Your Shoulder yaitu dengan

cara meletakkan bayi di pundak ibu atau ditelungkupkan di dada ibu, lalu

ditepuk-tepuk punggungnya sampai bersendawa, apabila bayi tidak bersendawa

maka terlentangkan bayi terlebih dahulu selama 15 menit lalu lakukan

pelaksanaan sendawa kembali (Hanum, 2019). Teknik Over Your Shoulder

dipilih dalam pelaksanaan sendawa pada penelitian ini karena berdasarkan

penelitian Lestari (2013) yang berjudul Efektifitas Menyendawakan Bayi

Setelah Menyusui Untuk Mencegah Refluks Gastroesofagus pada Bayi di

Ruang Perintologi RSUD Rubini Mempawah mengatakan bahwa teknik Over

Your Shoulder merupakan teknik yang lebih berefektif dalam pelaksanaan

sendawa daripada teknik sittingon your lap. Menurut Sukrita (2017) bayi

sebaiknya disendawakan sebanyak 8x sehari atau setiap selesai menyusui

apabila ibu menyusui setiap 3 jam sesuai dengan langkah-langkah yang tepat

untuk meminimalisir terjadinya regurgitasi dan berbagai macam komplikasi

dari regurgitasi.

D. Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif eksperimen

menggunakan metode penelitian pra eksperimental dengan pendekatan One-

Grup Pretest-Postest, yaitu dimana tidak terdapat kelompok pembanding

(kontrol). Pada desain ini dilakukan observasi sebanyak dua kali yaitu pada

6
saat sebelum perlakuan pelaksanaan sendawa (pre test) dan observasi yang

dilakukan setelah perlakuan pelaksanaan sendawa (post test).

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi menggunakan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling yaitu

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi (Sugiyono, 2015).Penentuan besarnya sampel

untuk penelitian sederhan yaitu antara 10 sampai 20 responden (Sugiyono,

2015). Sehingga, dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 20

ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Pejawaran Banjarnegara.

Pemilihan responden dalam penelitian ini dengan mencari responden

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 20 responden. Responden

dropout apabila tidak mengikuti jalannya penelitian yang sudah ditetapkan

peneliti. Maka peneliti mencari responden pengganti dengan mencari ulang

responden berdasarkan karakteristik, sesuai dengan jumlah responden dropout.

Penelitian ini menggunakan analisis statistic non-parametrik dengan

menggunakan teknik analisis data Wilcoxon Match Pairs Testyaitu mencari

perbedaan antara mean pretest dan posttest. Dengan demikian peneliti dapat

melihat perbedaan nilai antara pretest dan posttest. Dalam pelaksanaan uji

wilcoxon, analisis data dilakukan dengan program SPSS. Apabila hasil analisis

uji statistik diperoleh nilai signifikansi (p) 0,05 maka hipotesis alternatif (Ha)

ditolak dan sehingga dapat di artikan sebagai tidak adanya pengaruh

7
pelaksanaan menyendawakan bayi terhadap frekuensi regurgitasi pada bayi

usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pejawaran Banjarnegara.

E. Hasil dan Pembahasan

1. Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

Pejawaran Banjarnegara Sebelum Dilakukan Pelaksanaan Sendawa

Berdasarkan tabel 4.1 bayi yang paling banyak mengalami regurgitasi

tidak normal (≥4 x sehari) yaitu pada usia 0-3 bulan yaitu sebanyak 19

bayi (95%) selanjutnya pada usia >3 bulan sebanyak 1 bayi (5%). Peneliti

tidak menemukan responden dengan bayi usia 5 dan 6 bulan pada saat

melakukan skrining, karena pada usia tersebut bayi tidak mengalami

regurgitasi yang tidak normal. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Fikawati,dkk (2015) yaitu pada saat baru lahir, bayi

belum memiliki fungsi sistem tubuh yang sempurna, salah satunya yaitu

pada sistem pencernaan yang membutuhkan waktu hingga 6 bulan agar

sistem menjadi lebih matang. Selain dipengaruhi oleh faktor usia,

regurgitasi dipengaruhi oleh pelaksanaan sendawa setelah menyusui.

Seluruh responden dalam penelitian ini tidak pernah melakukan

pelaksanaan sendawa pada bayinya setelah menyusui hal ini merupakan

salah satu penyebab terjadinya frekuensi regurgitasi pada bayi yang tidak

normal. Hal ini sesuai dengan penelitian Samsuri (2016) yang berjudul

Hubungan Menyendawakan Setelah Menyusui Dengan Kejadian

Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Noborejo

menyebutkan bahwa dari 20 bayi yang jarang disendawakan, sebanyak

8
89,5% sering mengalami kejadian regurgitasi. Pelaksanaan sendawa

adalah salah satu tahapan dari teknik menyusui yang bertujuan untuk

mengeluarkan udara tertelan pada saat bayi menyusu dari dalam lambung

yang sehingga mencegah terjadinya regurgitasi (Sukrita, 2017). Pemberian

pelaksanaan sendawa ini diharapkan dapat mengurangi frekuensi

regurgitasi menjadi normal.

2. Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pejawaran Banjarnegara Setelah Dilakukan Pelaksanaan Sendawa

Sendawa merupakan proses keluarnya udara dari lambung menuju ke

mulut (Hanum, 2019). Pelaksanaan sendawa adalah salah satu tahapan dari

teknik menyusui yang bertujuan untuk mengeluarkan udara tertelan pada

saat bayi menyusu dari dalam lambung yang sehingga mencegah

terjadinya regurgitasi (Sukrita, 2017). Dalam penelitian ini frekuensi

regurgitasi menunjukkan distribusi tertinggi yaitu pada kategori normal

yaitu 13 orang (65%), hal ini dikarenakan udara yang tertelan bayi ketika

menyusu berhasil dikeluarkan sehingga tidak ada lagi tekanan udara yang

terdapat di dalam lambung yang memicu terjadinya regurgitasi. Menurut

Irianto (2014) apabila perut bayi terisi udara, maka akan menyebabkan

tekanan abdominal yang akan mendorong kembali isi perut (ASI) ke mulut

sehingga dapat memicu terjadinya regurgitasi. Pelaksanaan sendawa yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik Over Your

Shoulder. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari (2013) yang

berjudul Efektivitas Menyendawakan Bayi Setelah Menyusui Untuk

9
Mencegah Refluks Gastroesofagus Pada Bayi Di Ruang Perinatologi

RSUD Rubini Mempawah menyebutkan bahwa 10 responden pada

kelompok yang diberikan teknik menyendawakan bayi Over Your

Shoulder tidak ada yang mengalami refluks gastroesofagus sedangkan 2

dari 10 responden (20%) pada kelompok yang diberikan teknik

menyendawakan bayi sitting on your lap mengalami refluks

gastroesofagus, sehingga disimpulkan bahwa teknik Over Your Shoulder

merupakan teknik yang lebih efektif dalam menyendawakan bayi

dibandingkan dengan teknik sitting on your lap.

Regurgitasi bukanlah suatu hal yang menghawatirkan, akan tetapi

apabila regurgitasi terjadi secara berlebihan akan menyebabkan berbagai

masalah kesehatan pada bayi. Menurut Rukiyah dan Yulianti (2013)

permasalah kesehatan tersebut antaralain akan menyebabkan kolik, iritasi

lambung, aspirasi, resiko kekurangan berat badan dan yang paling berat

yaitu terjadi henti nafas karena aspirasi. Dengan melakukan pelaksanaan

sendawa setelah menyusui, ibu dapat meminimalisir terjadinya

permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh regurgitasi. Apabila

frekuensi regurgitasi pada bayi terjadi secara normal (0-3x sehari) maka

diharapkan bayi akan menjadi lebih nyaman, ibu dapat mencegah

gangguan pada sistem pernafasan bayi dan bayi dapat tumbuh berkembang

sesuai dengan perkembangan usia (Orami, 2017).

10
F. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh pelaksanaan sendawa pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Pejawaran Banjarnegara. Berdasarkan kesimpulan di atas,

maka dapat disampaikan saran yaitu kepada seluruh ibu yang memiliki bayi 0-

6 bulan hendaknya melakukan pelaksanaan sendawa setiap selesai menyusui

guna mencegah terjadinya regurgitasi pada bayi.

11
BAB II
TELAAH JURNAL

A. Judul Jurnal

Pengaruh Pelaksanaan Sendawa Terhadap Frekuensi Regurgitasi Pada

Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pejawaran Banjarnegara

B. Abstrak

Latar Belakang: Regurgitasi (gumoh) yaitu mengalirnya isi lambung (ASI)

ke kerongkongan tanpa adanya usaha yang kuat seperti muntah. Regurgitasi

terjadi ≥4x dalam sehari maka bayi akan mengalami resiko kekurangan berat

badan karena nutrisi yang seharusnya diserap oleh tubuh sudah keluar lagi.

Regurgitasi bisa dicegah dengan melakukan pelaksanaan sendawa yang

bertujuan untuk mengeluarkan udara dari lambung ke mulut bayi yang

merupakan dari penyebab terjadinya regurgitasi.

Tujuan :Mengetahui pengaruh pelaksanaan sendawa terhadap frekuensi

regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan

Metode :Penelitian ini merupakan penelitian (pra eksperimental) dengan

pendekatan One-Grup Pretest-Postest. Sampel yang diambil menggunakan

teknik purposive samplingsebanyak 20 Responden. Pengumpulan data

menggunakan lembar observasi dan leaflet. Hasil penelitian dianalisis dengan

uji Wilcoxon Matched Pairs Test.

Hasil: Frekuensi regurgitasi sebelum dilakukan pelaksanaan sendawa bayi

dari 20 responden kategori normal (0-3x sehari) tidak ada (0%) dan tidak

normal (≥4x sehari) sebanyak 20 responden (100%).Sedangkan frekuensi

12
regurgitasi sebelum dilakukan pelaksanaan sendawa pada bayi dengan

kategori normal 13 responden (65%) dan tidak normal 7 responden (35%).

Hasil uji Wilcoxon Match Pairs Test diperoleh nilai signifikansi p=0,000.

Simpulan dan Saran: Terdapat pengaruh pelaksanaan sendawa terhadap

frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan

C. Pendahuluan

Regurgitasi bukanlah sesuatu yang cukup mengkhawatirkan (Laksana,

2017). Meskipun demikian, apabila regurgitasi berlebih yaitu tidak hanya

terjadi pada saat makan dan minum saja akan tetapi pada saat beraktifitas dan

berisitirahat akan beresiko terjadinya permasalah kesehatan (Mellinda &

Ardani, 2012). Bayi akan rewel, menangis dan kesulitan untuk tidur karena di

dalam perut bayi terdapat udara yang seharusnya dikeluarkan tetapi tidak,

sehingga bayi merasa tidak nyaman (Orami, 2017). Dalam satu hari sejak

baru lahir, bayi membutuhkan ASI sebanyak 10-20 ml dan akan meningkat

pada saat bayi berusia 12 bulan menjadi 200-300 ml (Fikawati, Syafiq, &

Karima, 2015).

Apabila bayi mengalami regurgitasi empat kali atau lebih dalam satu

hari,menyebabkan kebutuhan makanan (ASI)sebanyak 10-20 ml yang belum

sempat diserap oleh tubuh bayi sudah keluar menyebabkan kebutuhan nutrisi

bayi belum tercukupi, maka kemungkinan asupan gizi pada bayi berkurang,

sehingga bayi akan beresiko mengalami kekurangan berat badan, normalnya

bayi mengalami regurgitasi sebanyak <4 kali dalam sehari (Aydoğa et.al.,

2014). Resiko yang paling berat yaitu apabila isi lambung atau cairan yang

13
disebabkan oleh regurgitasi masuk ke saluran pernafasan (aspirasi) akan

menyebabkan bayi mengalami sesak nafas bahkan kemungkinan bresiko henti

nafas (Rukiyah & Yulianti, 2013).

D. Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif eksperimen

menggunakan metode penelitian pra eksperimental dengan pendekatan One-

Grup Pretest-Postest, yaitu dimana tidak terdapat kelompok pembanding

(kontrol). Pada desain ini dilakukan observasi sebanyak dua kali yaitu pada

saat sebelum perlakuan pelaksanaan sendawa (pre test) dan observasi yang

dilakukan setelah perlakuan pelaksanaan sendawa (post test).

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi menggunakan teknik pengambilan sampel Purposive Sampling yaitu

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi (Sugiyono, 2015). Penentuan besarnya sampel

untuk penelitian sederhan yaitu antara 10 sampai 20 responden (Sugiyono,

2015). Sehingga, dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 20

ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Pejawaran Banjarnegara.Pemilihan responden dalam penelitian ini dengan

mencari responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 20

responden.

14
E. Hasil dan Pembahasan/Diskusi

1. Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi 0-6 Bulan Sebelum Dilakukan

Pelaksanaan Sendawa Berdasarkan tabel 4.1 bayi yang paling banyak

mengalami regurgitasi tidak normal (≥4 x sehari) yaitu pada usia 0-3 bulan

yaitu sebanyak 19 bayi (95%) selanjutnya pada usia >3 bulan sebanyak 1

bayi (5%).

2. Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi 0-6 Bulan Setelah Dilakukan

Pelaksanaan Sendawa Dalam penelitian ini frekuensi regurgitasi

menunjukkan distribusi tertinggi yaitu pada kategori normal yaitu 13

orang (65%), hal ini dikarenakan udara yang tertelan bayi ketika menyusu

berhasil dikeluarkan sehingga tidak ada lagi tekanan udara yang terdapat

di dalam lambung yang memicu terjadinya regurgitasi.

F. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh pelaksanaan sendawa pada bayi usia 0-6 bulan

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan saran yaitu kepada

seluruh ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan hendaknya melakukan pelaksanaan

sendawa setiap selesai menyusui guna mencegah terjadinya regurgitasi pada

bayi.

G. PICOT
Populasi Bayi usia 0-6 bulan berjumlah 20 responden

Intervensi Bayi diberi ASI kemudian disendawakan

Comparatif Tidak ada

15
Outcome Mengetahui pengaruh pelaksanaan sendawa terhadap
frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan

Time Tahun 2018

H. RAMMbo
Representatif Ya

Alokasifair Ya

Maintenance Ya
fair

Measurement Tidak dijelaskan


Blinded
Objective

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gumoh

Gumoh adalah suatu peristiwa yang sering di alami oleh bayi yaitu

keluarnya kembali sebagian kecil isi lambung beberapa saat setelah makan.

Bayi memuntahkan kembali susu (ASI) yang telah di minumnya adalah hal

yang umum, terutama pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal

tersebut disebabkan karena bayi menelan udara saat menyusui. Secara ilmiah,

gumoh adalah pengeluaran isi lambung atau esophagus secara paksa melalui

mulut. regurgitasi dapat dialami oleh bayi berumur 2 bulan. Gumoh

merupakan keluarnya (tumpah) susu yang telah ditelan ketika atau beberapa

saat setelah minum susu botol atau menyusui dalam jumlah yang sedikit

(Deslidel, 2012: 67).

Bayi yang sudah kenyang, akan memuntahkan ASI yang telah

ditelanya, jika jumlahnya sedikit maka disebut dengan gumoh dan volumenya

10cc, sebaliknya jika dalam jumlah yang banyak dan volumenya diatas 10cc,

disebut dengan muntah (Dinarti, 2010). Sedikitnya 25% orang tua khususnya

ibu menganggap bahwa gumoh merupakan keadaan yang mencemaskan dan

umumnya dihubungkan dengan frekuensi dan volumenya (Putra, 2006).

Data dari Praktik Mandiri Bidan Reni Roniati dari tanggal 5-24

Desember ditemui 2 orang bayi yang dibawa ibu untuk berobat dengan

keluhan gumoh bayi tersebut berusia 3-5 bulan. Sejumlah penelitian

internasional menunjukkan bahwa 77% bayi berusia di bawah tiga bulan di

17
seluruh dunia mengalami gumoh paling tidak sekali dalam sehari. Puncak

gumoh terjadi pada usia 4 bulan dan mencapai 81%. Sementara itu, di

Indonesia kondisi serupa juga terjadi pada 75% bayi berusia 0-3 bulan,

Sehingga dapat disimpulkan bahwa 1 dari 3 ibu di seluruh dunia perlu

mewaspadai dampak gumoh yang terjadi pada bayi mereka (Rahayu, 2012).

Hasil penelitian oleh Mellinda (2012) bahwa praktik mencegah gumoh

sebelum di lakukan pendidikan kesehatan adalah buruk (48%). Ibu

menunjukkan cara menangani dan mencegah regurgitasi belum benar. Dari

hasil wawancara yang dilakukan pada 6 orang ibu hanya ada satu orang ibu

yang cara menyusui seluruhnya benar dan 6 ibu cara menangani gumoh masih

ada yang belum benar seperti memiringkan seluruh badan bayi saat bayi

mengalami gumoh.

Dampak yang timbul akibat gumoh dapat berupa infeksi saluran

pernapasan, cairan gumoh yang kembali keparu-paru dapat menyebabkan

radang, napas terhenti sesaat, cairan gumoh dapat menimbulkan iritasi, Pucat

pada wajah bayi karena tidak bisa napas, Bayi tersedak dan batuk

(suparyanto,2010). Videbeck,L (2008) dalam Hudayatul (2012) menyebutkan

bahwa penelitian di RSCM pada tahun 2004 menunjukkan bahwa bayi yang

mengalami gumoh lebih dari empat kali dalam sehari, mengalami kenaikan

berat badan yang lebih rendah pada usia empat bulan.

Gumoh dapat dicegah dengan berbagai cara, diantaranya

mnyendawakan bayi setelah menyusu, memperbaiki posisi ibu saat menyusui

bayinya dan Upright position merupakan posisi yang cocok untuk diberikan

18
kepada bayi yang mengalami gumoh karena pada posisi ini ada gaya gravitasi

yang akan mempertahankan cairan untuk tetap berada didalam lambung,

dengan demikian gumoh dapat dihindarai.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya gumoh memang bisa bermacam-macam. Diantaranya

adalah :

a. Susu atau ASI yang diminum bayi melebihi kapasitas lambung, padahal

di usia itu kapasitas lambung bayi masih sangat kecil.

b. Terlalu aktif, misalnya pada saat bayi menggeliat atau terus-terus

menangis.

c. Klep penutup lambung belum berfungsi sempurna, akibatnnya apabila

setelah menyusu bayi ditidurkan atau dibiarkan dalam posisi salah, susu

akan keluar dari mulut.

d. Bayi sudah kenyang tapi tetap diberi minum.

e. Posisi salah saat menyusui atau pemberian susu botol.

f. Tergesa-gesa saat pemberian susu.

g. Kegagalan dalam mengeluarkan udara yang tertelan.

C. Patofisiologi

Pada keadaan biasanya sudah dalam keadaan terisi penuh, sehingga

kadang-kadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir kembali ke

atas dan keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir. Hal tersebut disebabkan

karena otot katup diujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik yang

seharusnya mendorong isi lambung ke bawah. Keadaan ini juga dapat terjadi

19
pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar. Kebanyakan gumoh

terjadi pada bayi bulan-bulan pertama kehidupannya.

D. Gejala Klinis

Gumoh umumnya jarang ditemukan di atas umur 1 tahun. Komplikasi

akibat paparan asam lambung yang terlalu banyak dan lama perlu

dipertimbangkan bila ditemukan pucat (anemia), darah pada muntahan atau

tinja, menolak makan, kenaikan berat badan yang adekuat, rewel berlebihan.

Gejala nyeri umumnya timbul akibat paparan asam lambung berlebihan atau

berlangsung lama pda dinding kerongkongan. Bayi akan menjadi rewel,

cengeng, dan kadang-kadang sampai menjerit. Bayi juga sering

memperlihatkan posisi mengkakukan punggungnya saat atau setelah makan

(back arching). Pada esofagitis berat mungkin dijumpai darah pada isi

muntahan, nyeri atau gangguan menelan, dan darah pada tinjanya. Gangguan

yang yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan. Gagal tumbuh terjadi bila jumlah masukan nutrisi lebih sedikit

dibanding jumlah yang keluar.

E. Komplikasi

Gumoh yang terjadi biasanya akan berhenti apabila isi lambung sudah

sesuai dengan kapasitasnya dalam arti tidak melebihi kapasitas lambung bayi

lagi. Akan tetapi gumoh dapat pula terjadi secara terus menerus dimana

cairan akan terus keluar lewat mulut bayi tanpa henti setelah diberi ASI atau

susu maupun makanan. Hal tersebut kemungkinan karena obstruksi esofagus

(tidak berkembangnya esofagus sehingga makanan tidak dapat dilewatkan

20
dari mulut ke lambung). Oleh karena itu ASI atau susu yang masuk ke

kerongkongan akan naik dan kembali lagi keluar melewati mulut bayi.

F. Tata laksana

A. Beri susu yang lebih kental pada bayi yang sudah dapat mengkonsumsi

susu formula atau makanan pendamping ASI. Campurkan tepung beras

sebanyak 5 gram untuk setiap 100 cc susu. Lalu minumkan seperti

biasanya.

B. Posisi menyusu bersudut 45°. Posisi terlentang membentuk sudut 45°

antara badan, pinggang dan tempat tidur bayi, terbukti membantu

menguranggi aliran balik susu dari lambung ke kerongkongan. Perbaiki

teknik menyusui yang benar yaitu dagu bayi menempel pada payudara,

areola atas lebih terlihat, bibir bawah melebar keluar dan mulut membuka

lebar. Jangan memaksakan memberi ASI atau susu dan makanan apabila

bayi masih kenyang atau baru saja makan dan minum.

C. Sendawakan bayi segera setelah selesai makan dan minum. Gendong si

kecil dalam posisi 45° atau tidurkan terlentang dan ganjalan berupa

bantalan atas tumpukan kain di punggungnnya. Biarkan ia pada posisi

tersebut selama mungkin (minimal 2 jam).

D. Jangan langsung mengangkat bayi saat ia gumoh. Seringkali khawatir, dan

bermaksud untuk menghentikan gumoh, kita cenderung mengangkat anak

dari posisi tidurnya. Padahal cara ini justru berbahaya, karena cairan

gumoh bisa turun lagi, masuk ke paru, dan akhirnya malah mengganggu

paru-paru.

21
E. Biarkan saja bayi bila mengeluarkan gumoh dari hidungnya. Hal ini justru

lebih baik daripada cairan kembali dihirup dan masuk ke dalam paru-paru

karena bisa menyebabkan radang atau infeksi.

F. Gumoh dapat dicegah, salah satunya dengan pemberian upright position

(Marlean, 2005). Upright position merupakan posisi tegak, pada penelitian

ini upright position pada sudut 300. Upright position diberikan beberapa

saat setelah bayi minum ASI atau susu formula. Pada posisi ini ada gaya

gravitasi yang akan mendorong ASI ataupun susu kebawah (Brannagan,

2010), selain itu pada upright position terjadi peningkatan oksigenasi,

karena pada posisi ini adanya peningkatan volum paru-paru (Richard &

Lefebvre, 2011). Upright position diberikan selama ±30 menit, karena

pada bayi pengosongan lambung terjadi selama 34,9 menit (Omari. dkk,

2004).

G. Kebutuhan Nutrisi Pada Bayi

a. Pada bayi 0 - 12 bulan memerlukan jenismakanan ASI, susu formula

dan makananpadat.Kebutuhan kalori bayi antara 100- 200kkal/kgBB.

22
b. Pada 6 bulan pertama lebih baik bayi mendapat ASI tanpa diberikan

susu formula. Pada Usia 6 bulan mulai diperkenalkan dengan nasi tim

saring dengan bahan makanan yang lebih bervariasi dengan jenis

protein hewani, protein nabati, kandungan serat yang kaya akan

vitamin dan mineral diberikan 1x/hari. Zat gizi yang sangat baik

didapatkan oleh bayi yaitu diperloeh dari ASI. Bayi memerlukan zat

gizi untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

H. Peran bidan
Bidan memiliki peran dan tanggung jawab sebagai bidan pendidik

dalam mengatasi masalah muntah pada bayi yaitu bidan harus segera

memberikan pengetahuan dan penjelasan kepada keluarga sang bayi

terutama ibu bahwa muntah bukanlah suatu keadaan yang harus diatasi

dengan rasa kepanikan melainkan harus ditangani dengan asuhan yang

tepat. Ibu dianjurkan untuk tidak panik akan tetapi harus dapat menangani

sendiri ketika bayi muntah di rumah. Oleh karena itu bidan harus

menjelaskan cara dan teknik menangani bayi yang muntah agar tidak

terjadi salah asuhan sehingga tidak menimbulkan dampak yang fatal pada

gumoh bayi tersebut. Kemudian bidan juga perlu memberi tahu kepada ibu

apabila bayi muntah proyektik/menyemprot harus segera diperiksakan

agar dapat dirujuk ke rumah sakit.

23
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam jurnal ini telah merangkum hasil penelitian yang dapat menjadi

referensi pembaca khususnya mengenai Efektifitas pelaksanaan sendawa

terhadap frekuensi regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan

24
DAFTAR PUSTAKA

Triaeni Fatika ,Yuni Purwati.2018. Pengaruh Pelaksanaan Sendawa


Terhadap Frekuensi Regurgitasi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pejawaran Banjarnegara. Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan Aisyiyah, 15 (1), 2020

25

Anda mungkin juga menyukai