“FIQH MUAMALAH”
Dosen Pengampu:
Ilham Masyhuri
Disusun Oleh:
2023-2024
ABSTRAK
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui fakalah secara mendalam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist serta pengimplementasinya di dalam Lembaga Keuangan
Syariah melalui metode data sekunder dan sumber literatur. Hasil makalah ini menjelaskan
bahwa kafalah adalah transaksi berupa jaminan pada kegiatan muamalah yang merujuk kepada
fiqh muamalah.Dasar hukum kafalah terdapat pada Al-Quran surat Yusuf ayat 66 dan ayat 72
serta pada Hadist. Implementasi kafalah pada masa sekarang umumnya terdapat pada Lembaga
Keuangan Syariah dalam bentuk Bank Garansi atau bentuk Asuransi untuk menjamin
pembiayaan UMKM. Hal ini sangat berguna bagi orang yang ingin membangun atau
mendirikan usaha tapi tidak mempunyai modal. Sehingga dalam prakterknya kafalah dapat
menumbuhkan sikap tolong menolong, kenyamaan, kepercayaan, kepastian dalam melakukan
ekonomi muamalah.
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
C. Tujuan: ................................................................................................................................. 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 6
2. Kafalah Harta....................................................................................................................... 11
KESIMPULAN.............................................................................................................................. 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fiqih muamalah adalah cabang ilmu dalam Islam yang membahas hukum-hukum terkait
dengan transaksi ekonomi dan perjanjian antara individu. Salah satu konsep yang penting
dalam fiqih muamalah adalah "Akad Kafalah" atau perjanjian penjaminan. Akad Kafalah
adalah perjanjian di mana seseorang (penjamin) menjamin atau bertanggung jawab atas utang
atau kewajiban yang dimiliki oleh pihak lain.
Tema "Akad Kafalah" menjadi sangat relevan dalam konteks muamalah Islam karena
perjanjian penjaminan ini memiliki implikasi besar dalam aktivitas ekonomi dan keuangan.
Ketika seseorang menjamin utang atau kewajiban seseorang yang lain, hal ini memengaruhi
tanggung jawab, hak, dan kewajiban masing-masing pihak dalam transaksi tersebut. Oleh
karena itu, pemahaman yang baik tentang konsep Akad Kafalah sangat penting dalam
menjalankan transaksi ekonomi yang sah dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, Akad Kafalah juga memiliki relevansi yang luas dalam kehidupan sehari-hari
umat Islam. Hal ini bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti dalam transaksi pinjaman,
kontrak bisnis, pembayaran utang, atau bahkan dalam kasus keadilan sosial di mana seseorang
bisa menjadi penjamin atau penanggung jawab atas tindakan atau kewajiban pihak lain. Oleh
karena itu, pemahaman yang benar tentang hukum dan etika Akad Kafalah dapat membantu
individu dan komunitas Muslim untuk berperilaku dengan integritas dan keadilan dalam semua
aspek kehidupan mereka.
Makalah ini bertujuan untuk membahas dengan rinci konsep Akad Kafalah dalam fiqih
muamalah Islam. Ini mencakup aspek-aspek seperti definisi, syarat-syarat sahnya, tugas dan
tanggung jawab penjamin, serta implikasi hukumnya dalam berbagai situasi. Selain itu,
makalah ini juga akan menggali nilai-nilai moral dan etika yang terkait dengan Akad Kafalah,
seperti kejujuran, kepercayaan, dan keadilan, yang merupakan prinsip-prinsip penting dalam
Islam.
4
Dengan memahami konsep Akad Kafalah dengan baik, umat Muslim dapat menghindari
kesalahpahaman dan potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah dalam transaksi
ekonomi mereka. Hal ini juga dapat membantu dalam membangun ikatan sosial yang lebih
kuat berdasarkan kepercayaan dan keadilan. Oleh karena itu, makalah ini diharapkan akan
memberikan panduan yang berguna bagi individu, pelaku bisnis, dan masyarakat umum yang
ingin menjalankan transaksi ekonomi mereka dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip
syariah dan nilai-nilai Islam yang tinggi.
B. Rumusan Masalah:
C. Tujuan:
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kafalah
Al-kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah(beban), dan za’amah
(tanggungan). Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan al-kafalah adalah proses
penggabungan tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda (materi)
yang sama baik utang barang maupun pekerjaan. Menurut Iman Taqiyyudin yang dimaksud
dengan kafalah adalah mengumpulkan satu beban dengan beban lain. Menurut Hasbi Ash
Shidiqi al-kafalah ialah menggabungkan dzimah kepada dzimah lain dalam penagihan. 1
2. Ulama golongan Malikiyah mendefinisikan kafalah dengan "Orang yang mempunyai hak
mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri disatukan, baik yang
menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda."
3. Ulama golongan Hanabilah mendefinisikan kafalah dengan "Ilizam sesuatu yang diwajibkan
kepada orang lain serta.
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 189
2
Abdurahman Jazni, al-Figh ala Madzahib al Arba'ah, hlm.221-225
3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet pertama, 2002, hlm. 187-188
6
Menurut syariah, kafalah adalah suatu tindak penggabungan tanggungan orang yang
menanggung dengan tanggungan penanggung utama terkait tuntutan yang berhubungan
dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan. Kafalah terlaksana dengan adanya penanggung,
penanggung utama, pihak yang ditanggung haknya, dan tanggungan. Penanggung atau disebut
kafil adalah orang yang berkomitmen untuk melaksanakan tanggungan. 4Syarat untuk menjadi
kafil adalah harus baligh, berakal sehat. memiliki kewenangan secara leluasa dalam
menggunakan hartanya dan ridha terhadap tindak penanggungnya. Penanggung utama adalah
orang yang berhutang, yaitu pihak tertanggung. Sebagai pihak tertanggung tidak disyaratkan
harus baligh, sehat akalnya, kehadirannya, tidak pula keridhaanya terkait penanggungan, tetapi
penanggungan boleh dilakukan terhadap anak kecil yang belum baligh, orang gila, dan orang
yang sedang tidak ada berada di tempat. Tetapi pihak penanggung tidak boleh menuntut baik
siapapun yang ditanggungnya, jika dia telah menunaikan tanggunganya tapi tindakannya itu
dianggap sebagai perbuatan sukarela, kecuali dalam kasus jika penanggungan dilakukan
terhadap anak kecil yang diperlakukan untuk melakukan perdagangan, dan perdagangannya itu
atas perintahnya.
Sedangkan pihak yang ditanggung haknya adalah orang yang memberi hutang. Terkait
pihak tertanggung haknya ini disyaratkan harus diketahui oleh pihak yang menanggung, karena
manusia berbeda-beda sifatnya dalam menyampaikan tuntutan dari segi toleransi dan
ketegasan, sementara tujuan merekapun bermacam-macam dalam menyampaikan tuntutan.
Dengan demikian tidak ada tindak kecurangan dalam penanggungan. Namun demikian tidak
disyaratkan mengetahui pihak tertanggung. Adapun tanggungan adalah berupa jiwa, hutang,
barang, atau pekerjaan yang harus dilaksanakan atas nama pihak tertanggung.
4
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta: Cakrawala Publising, 2009, hlm. 386
7
Artinya "Ya'qub berkata: "aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu
pasti akan membawanya kepadaku kembali. "(QS. Yusuf: 66).
Ayat Al-Quran di atas memberikan penjelasan bahwa dalam jaminan atau tanggungan
(al kafalah) harus terkandung suatu perjanjian akad yang kokoh antara para pihak serta harus
berlandaskan rasa saling percaya atas nama Allah, agar semata- mata akad itu terjadi karena
keyakinan seorang muslim. Masih ada kaitannya dengan kafalah, secara lebih konkret lagi
dalam peristiwa muamalah yang disebut penjamin adalah pembayar.
٧٢ ع ْال َم ِل ِك َو ِل َم ْن َج ۤا َء ِبه ِح ْم ُل َب ِعي ٍْر َّواَن َ۠ا ِبه زَ ِع ْي ٌم ُ ُقَالُ ْوا نَ ْف ِقد
َ ص َوا
Kata zaim yang artinya penjamin dalam surah Yusuf tersebut adalah gharim, apa yang
bertanggung jawab atas pembayaran. Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk
jaminan kafalah.6
5
Sayid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009 hlm. 329
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999,
hlm. 177
8
)يرا َِّلَ ْه ِل ِه (ر واه أ حمد والبخاري والنساءوابن ماجة َ ُْينَ ِة َواَ َخذَ ِم ْنه
ً ش ِع
Artinya: "Dari Anas ia berkata: Rasulullah Saw. telah merungguhkan baju besi beliau kepada
seorang Yahudi di Madinah, sewaktu beliau mengutang sya'ir (gandum) dari seorang Yahudi
untuk ahli rumah beliau.(HR. Ahmad, Bukhari, Nasa'l dan Ibnu Maajah) 7
Ijma' ulama juga membolehkan dhamaan dalam muamalah karena dhamaan sangat
diperlukan dalam waktu tertentu. Ada- kalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan
untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang dapat
dipercaya.Adapun dasar hukum kafalah menurut ijmak ulama bahwa kaum muslimin telah
berijmak atau at atas pembolehan kafalah secara umum ('am), karena keperluan atau hajat
manusia kepadanya untuk saling menolong serta untuk menghindarkan atau menolak bahaya
dari orang yang berhutang. 8
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha)
dengan tanggungan kafalah tersebut.
7
Sulaiman Rasyid, fiqh Islam, Jakarta: Sinar Baru Algesindo, 2003, hlm. 309
8
Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuhu, Juz V, Beirut: Dar al-Fikr, 1989, hlm. 130.
9
Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional(DSN)MUI(www.mui.or.id) (diakses tgl 13 September 2023, pukul 13.00)
9
a. Diketahui identitasnya.
c. Berakal sehat.
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun
pekerjaan.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidakmungkin hapus kecuali setelah
dibayar atau dibebaskan.
D. Macam-Macam Fakalah
1.Kafalah dengan jiwa
Dikenal pula dengan jaminan muka, yaitu adanya kemestian pada pihak kafil untuk
menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Dan
akad kafalah ini sah dengan cara mengucapkan Aku sebagai kafil si Fulan dengan
(menghadirkan) badannya atau wajahnya atau Aku menjadi penjamin atau Aku menjadi
penanggung, dan yang seumpamanya. Hal ini boleh, jika persoalannya adalah menyangkut hak
manusia. Orang yang dijamin atau ditanggung harus mengetahui persoalan, karena kafalah
menyangkut badan bulan harta.10
Menurut Imam Syafi'i dalam pendapatnya yang baru (qaul jadid) diriwayatkan bahwa
tanggungan itu tidak boleh.Daud juga mengemukakan pendapat yang sama.Fukaha yang
membolehkan tanggungan beralasan dengan keumuman sabda Nabi Saw., "Penanggung itu
10
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung: al Ma’arif, hlm. 177.
10
menanggung kerugian." Mereka juga berpegang bahwa tanggungan itu terdapat kebaikan, dan
diriwayatkan pula dari masa pertama. 11
Adapun menurut mazhab Hanafi bahwa perjanjian (kafil atau dhamin) harus ditahan
sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut atau sampai penjamin mengetahui bahwa ashil
dunia, dalam keadaan demikian penjamin tidak berkewajiban membayar dengan harta, kecuali
bila ketika menjamin mensyaratkan demikian (akan membayarnya).
2. Kafalah Harta
Kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan
pembayaran (pemenuhan) berupaharta. Kafalah ada tiga macam, yaitu:
1) Kafalah bi dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain.
Dalam hadis Salamah bin Aqwa diriwayatkan bahwa Nabi Saw., tidak mau
menshalatkan mayat yang mempunyai kewajiban membayar utang, kemudian
Qathadah ra berkata:
11
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid IV, Jakarta: Pustaka Amani, 1995, cet. I, hlm. 416.
12
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, op.cit., hlm. 179
11
Rasulullah kemudian menshalatkannya."
2) Kafalah dengan materi atau dengan menyerahkan, yaitu kewajiban menyerahkan benda-
benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang di-ghasab
dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang dijamin
untuk ashil (orang yang berutang) seperti dalani kasus ghasab. Namun, bila bukan berbentuk
jaminan, maka kafalah batal.
3) Kafalah dengan aib, maksudnya bahwa barang yang didapati berupa harta penjual dan
mendapat bahaya (cacat), karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya. Maka ia
(pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak membeli pada penjual, seperti jika terbukti
barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.
Sedangkan pada pelaksanaan kafalah dapat dibedakan dalam lima bentuk, yaitu:
Kafalah bin nafs merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee)
sebagai contoh dalam praktik perbankan untuk kafalah bin nafs adalah seorang nasabah yang
mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka
masyarakat. Walaupun secara fisik tidak memegang barang apa pun, bank berharap tokoh
tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
Kafalah bil maal merupakan jaminan pembayaran barang atau perlunasan utang.
Jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian barang yang disewa,
pada waktu sewa menyewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank
untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan
(leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank
dapat membebankan uang jasa/fee kepada nasabah.
Kafalah al munjazah adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh jangka dan untuk
kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al Munjazah adalah pemberian jaminan
12
dalam bentuk performance bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim di kalangan
perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini. 13
Kafalah al muallaqah adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti
seseorang berkata "Jika kamu mengutangkan pada anakku, maka aku akan membayarnya" atau
"Jika kamu ditagih pada A, maka aku akan membayar.Pada prinsipnya kafalah hanya bisa
diberikan untuk kepen- tingan pihak lain (pihak ketiga) atas dasar adanya suat kontrak atau
perjanjian yang telah disepakati, baik untuk mengerjakan suatu proyek tertentu atau keterkaitan
dengan kewajiban pembayaran sesuai dengan batas waktu yang telah diperjanjikan.
1. Bank Garansi
Terdapat dua bentuk jaminan, yakni jaminan perorangan dan kebendaan. jaminan juga
dapat berupa pengamanan, seperti sertifikat rumah yang dijaminkan, dalam hal ini pihak bank
akan menyimpannya dengan aman, dengan menghindari terjadinya bencana, seperti kebakaran,
13
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 178.
14
Roudotul Jannah,Jurnal Ekonomi Rabbani, Volume 2, Nomor 2, November 2022, Hlm.304-311.
13
banjir, gempa, atau kehilangan, maka perlu adanya Bank Garansisebagai pertanggung jawaban
pihak bank dalam menjaganya.
Macam-macam garansi yang aturan dan syaratnya ditentukan oleh bank untuk
diterapkan sesuai dengan ketentuan sistem al-kafalah bi al-ujroh, yaitu dengan menentukan
biaya kepada penjamin yang biasanya sbesar 1.0% atau disesuaikan dengan ketentuan lain.
14
BAB III
KESIMPULAN
Al-kafalah secara bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za’amah
(tanggungan). Al-kafalah Menurut Sayyid Sabiq adalah proses penggabungan tanggungan
kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama baik utang barang
maupun pekerjaan. Sedangkan kafalah menurut Iman Taqiyyudin yang adalah mengumpulkan
satu beban dengan beban lain,dan Menurut Hasbi Ash Shidiqi al-kafalah ialah menggabungkan
dzimah kepada dzimah lain dalam penagihan. Dalam surat yusuf ayat 66 memberikan
penjelasan bahwa dalam jaminan atau tanggungan (al-kafalah) harus terkandung suatu
perjanjian akad yang kokoh antara para pihak serta harus berlandaskan rasa saling percaya atas
nama Allah, agar semata- mata akad itu terjadi karena keyakinan seorang muslim. Adapun
syarat kafalah yaitu Pihak Penjamin (Kafiil), Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul
'anhu), Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu),dan Obyek Penjaminan (Makful Bihi).
Kafalah memiliki beberapa macam yakni kafalah dengan jiwa dan kafalah harta. Jaminan
sangat diperlukan dalam berbagai transaksi terutama dalam akad utang piutang, maka lembaga
keuangan syariah mengimplementasikan dalam produk-produknya yang di antaranya adalah
bank garansi dan asuransi bank syariah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid, Sulaiman, fiqh Islam, Jakarta: Sinar Baru Algesindo, 2003
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah, Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1999
Az-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuhu, Juz V, Beirut: Dar al-Fikr, 1989
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, jilid IV, Jakarta: Pustaka Amani, 1995, cet. I
16