Anda di halaman 1dari 8

“Pestisida yang Merubah Fisiologi Tanaman“

Indonesia sering disebut sebagai negara agaris karena sebagian besar penduduknya
bekerja di sektor pertanian. Sektor Pertanian ini sangat berperan besar terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia karena bisa menghasilkan bahan pangan dan
menjadikan tenaga kerja bagi masyarakat.
Namun, dibalik itu semua adapun salah satu masalah terbesar dalam sektor
pertanian yaitu hama. Biasanya petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan
hama tersebut. Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang
digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan
manusia. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi
manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida,
manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti
penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.
Tujuan utamanya memang untuk mengendalikan hama, akan tetapi pada
kenyataannya, penggunaan pestisida justru malah meningkatkan populasi hama. Hal
ini dapat terjadi apabila pengaplikasian pestisida pada tanaman dilakukan secara tidak
tepat dan tidak bijaksana. Penggunaan pestisida yang sudah di luar batas anjuran atau
berlebihan justru akan memicu kekebalan pada hama tanaman. Berikut ada beberapa
faktor yang menyebabkan peningkatan populasi hama setelah penggunaan pestisida
pada tanaman :

1. Ketika tanaman diberi pestisida,tanaman mampu menyerap pestisida lalu


mendistribusikannya ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida akan
menyebar kepada manusia dan hewan yang memakan tumbuhan tersebut.
Secara tidak langsung, mererka semua juga ikut terdmapak oleh pestisida.
Apabila terdapat seorang ibu yang sedang menyusui lalu memakan tumbuhan
yang terkena pestisida tersebut, maka bayi tersebut berkemungkinan besar
terkena dampak yang lebih besar daripada dampak yang dialami oleh ibunya.
Zat ini berpindah ke tubuh bayi melalui ASI yang diberikan.

2. Beberapa jenis Pestisida yang tidak bisa terurai bakal larut dalam aliran dan
lambat laun akan menyebar ke dalam kehidupan air. Kadar pestisida yang
tinggi yang larut kedalam air dapat membunuh organisme laut. Sementara
dalam kadar rendah, Pestisida dapat meracuni organisme kecil seperti
fitoplankton. Bila fitoplankton inidimakan ikan lain maka ia akan
terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja berbahaya jika ikan tersebut
termakan oleh hewan lain atau manusia.
3. Terdapat kemungkinan munculnya hama baru yang tahan terhadap gempuran
pestisida yang ada. Hama ini akan hilang jika jumlah takaran pestisida diperbesar.
Namun sebaliknya,hal tersebut akan meningkatkan pencemaran pestisida pada
mahluk hidup dan lingkungan disekitarnya, tanpa terkecuali manusia yang menjadi
pelaku utamanya.

Penggunaan pestisida dapat mencemari lingkungan karena dapat meninggalkan


residu ke dalam tanah dan dalam bagian tumbuhan seperti daun, umbi, dan buah.
Residu ini tertinggal pada semua tubuh sayuran seperti daun, buah, akar, dan juga
batang. Khusus pada buah, residu ini terdapat tidak hanya di permukaan namun juga
daging buahnya. Lalu, sekelompok mahasiswa dari Malang melakukan penelitian
terhadap buah semangka

Penelitian semangka di Jember ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan


pestisida dan kandungan residu pada tanah dan buah semangka. Penelitian dilakukan
pada bulan November 2014 sampai April 2015 dan hasilnya menunjukkan bahwa dari
13 jenis pestisida, beberapa diantaranya tidak sesuai dengan jenis komoditas yang
disarankan pada label. Berdasarkan hasil uji laboratorium didapatkan bahwa
kandungan residu pada tanah dan buah semangka masih dibawah batas yang
diizinkan yakni 0,025 ppm untuk tanah dan 0,01 ppm untuk untuk buah semangka.

A. Pengelolaan Pestisida

Tindakan pemerintahan terhadap pestisida bertujuan menjelang

agar pribadi terlepas berasal keracunan dan polusi oleh pestisida. Beberapa aktivitas
pemerintahan yang terlazim diambil menjelang

menggalang keracunan dan polusi oleh pestisida ialah perbahanan, isolasi tiru perusakan
tahi pestisida .

Penyimpanan pestisida seperti bawaan berbahaya harus diperhatikan. Dari tilikan


household yang pergaulan dilakukan oleh FAO di Alahan Panjang, Sumatera Utara dan
Brebes , berlebihan akar aula kedudukan yang memegang pestisida di aula tunggal sal pakai

bekas memegang suguhan, tirta dan mudah dijangkau oleh budak (Depkes, 2000).

Pestisida harus disimpan dekat bekas yang lega hati . Hal yang terlazim diperhatikan bagian
dalam perbahanan pestisida, yaitu ( Siswanto, 1991 dan Depkes 2000):

1. Pestisida disimpan bagian dalam buntelan aslinya, jangan dipindahkan

ke bekas lain terutama bekas yang sipil digunakan menjelang

memegang suguhan atau tirta.


2. Dalam perkiraan kecil, pestisida bisa disimpan bagian dalam lemari

tersendiri, tertutup dan hanyut berasal spektrum budak –budak dan

dabat piaraan, tidak berdempetan denga n perbahanan

suguhan atau api.

3. Dalam perkiraan besar, pestisida bisa disimpan bagian dalam ruang

pakai dalil seperti berikut :

a. Lokasi ruang harus terasing berasal tindakan biasa dan tidak

rantus air sebak dan landasan aula harus miring.

b. Dinding dan landasan ruang kuat dugaan dan mudah dibersihkan.

c. Pintu bisa ditutup kolokium dan diberi surat atau pakai

kritogram atau gambar.

d. Mempunyai ventilasi, pemerian yang cukup, dan suhu

membolehkan dalil yang bergerak.

e. Selalu dikunci apabila tidak terdapat kegiatan.

f. Tidak boleh disimpan bersama-arah-arah bija lain.

g. Pemasangan instalasi elektrik dan pelaksanaan benda elektrik

harus membolehkan derajat yang bergerak.

h. Di bagian luar lajur perbahanan ditulis kusen surat.

4. Cara perbahanan pestisida harus membolehkan permufakatan yang

bergerak terhadap tren gertakan peledakan.

Limbah pestisida biasanya berwarna pestisida sempelah yang berada

bagian dalam buntelan. Pembuangan yang tidak tepat selain bisa

menjelek-jelekkan habitat juga menjadikan kecerdikan bilang spesies menjelang

terpentang secara tidak terus pakai pestisida. Pembuangan dan

perusakan tahi pestisida, yang terlazim melihat dng cermat seksi -seksi

seperti berikut (Siswanto, 1991 dan Depkes 2000):

1) Sampah pestisida sebelum dibuang harus dirusak terlebih dahulu

sehingga tidak bisa digunakan lagi.


a. Drum dan belek yang terbuat berasal metal setelah dirusak (dilubangi pakai sifat
menusuk) dihancurkan tiru selanjutnya di makam. Jangan mengamalkan perusakan dekat
belek-belek tempat aerosol.

b. Wadah yang terbuat berasal plastik dirusak ( punctured) dan

selanjutnya di makam di bekas yang lega hati.

c. Wadah berwarna keramik dipecah dan dikubur di bekas yang

lega hati

d. Wadah berwarna kertas atau kubus dibakar

2) Pembakaran bekas pestisida harus dilakukan di suatu bekas

yang letaknya hanyut aula menjelang menggalang terhirupnya kabut yang

ditimbulkan hangat pembakaran tersebut.

3) Pembuangan kotoran atau tahi pestisida sebaiknya harus

ditempat khusus, bukan di bekas isolasi kotoran atau tahi biasa.

4) Lokasi bekas isolasi dan perusakan kotoran atau tahi pestisida harus terdapat dekat
penyeling yang lega hati berasal semesta

pemukiman dan ahli larutan.

5) Untuk mengamalkan perusakan pestisida, pilihlah bekas yang sudut pandangan larutan
bumi dekat yaum tahi angin tidak lebih tinggi berasal 3,25 meter di belakang sudut
pandangan bumi.

6) Tempat pengebumian pestisida letaknya harus hanyut berasal asal larutan,

sumur, pasu kuda laut dan kanal larutan minum (100 meter atau lebih).

7) Jarak sirat-sirat 2 (dua) perohong tidak boleh bilang berasal 10 (sepuluh)

meter.

B. Penggunaan Pestisida secara Aman

Dalam pelaksanaan pestisida sangat berlebihan elemen yang terlazim

dipertimbangkan memikirkan lebarnya resultan yang berjawab oleh berlawanan pihak.


Kelompok yang terlazim mengulurkan perhatian adalah pentolan yang berpautan pakai
pestisida, karena menjadikan konsorsium publik yang sangat rentan terhadap

keracunan pestisida. Pekerja yang berpautan pakai pestisida bagian dalam seksi ini adalah
pentolan bagian dalam suatu perusahaan pengelola pestisida ataupun peladang seperti
pemakai pestisida. Berdasarkan penentuan yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia
(FAO), 1992 yang memandangi 214 spesies peladang selama dua perian, terjadi keracunan
keras yang diderita oleh peladang pelapor disebabkan peladang tidak memafhumi gertakan
pestisida terhadap kesehatannya. Sedangkan busana sawar yang lega hati,

terlalu hangat menjelang digunakan di semesta tropis dan harganya terlalu mahal, sehingga
karet peladang harus menurut situasi sakit seperti resultan berdenyut di bilangan
pertanahan (Depkes, 2000).

Para peladang potensial seperti orang sakit keracunan pestisida yang dipergunakan di tanah
tumpuan taninya. Keracunan kelahirannya disebabkan oleh seksi-seksi berikut:

1. Kurang mengertinya peladang akan gertakan pestisida.

2. Masih volume pestisida yang sangat berbahaya yang beredar

dan mudah terlihat oleh peladang.

3. Tidak tersedianya perlengkapan sawar tubuh yang lega hati, murah dan enak

digunakan oleh peladang.

Agar karet pentolan yang berpautan pakai pestisida bisa khali berasal gertakan keracunan
pestisida, berwai terdapat sejumlah seksi

yang terlazim diperhatikan sirat-sirat lain adalah (Siswanto, 1991 dan Depkes, 2000):

A). Pekerja harus memehuhi derajat seperti berikut :

1. Berumur 18 (delapan belas) perian ke atas.

2. Telah mengulurkan definisi tiru tuntunan bab

pemerintahan pestisida tiru perkiraan mengenai gertakan - gertakan, pencegahannya dan


sifat sedekah pertolongan perdana apabila kelahirannya keracunan.

B). Pekerja harus membolehkan dalil seperti b erikut :

1. Tidak boleh menemui penjelasan lebih berasal 5 alarm sehari dan

30 alarm bagian dalam seminggu.

2. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang berwarna busana pekerjaan, sepatu patois tinggi,
ujut tangan, sudut pandang sawar

atau sawar front dan sawar pernapasan.

3. Menjaga kebeningan ahli, busana pekerjaan, APD, perlengkapan gawai pekerjaan, bekas
pekerjaan tiru menjauhi tumpahan

dan percikan pestisida.

4. Dalam pemancaran tidak boleh memperuntukkan pestisida


bagian dalam gatra debu.

C). Umum

1. Pekerja tidak boleh bagian dalam situasi teler p terdapat abad berdenyut

atau yang memiliki keburukan-keburukan lain, hormat fisik maupun jiwa yang memperoleh
bisa meruncingkan.

2. Pekerja yang jerawat atau memiliki benih kuman jangat dekat warga ahli yang tren bisa
rantus oleh pestisida, kecuali bila bisa dilakukan aktivitas perlindungan.

3. Pekerja bukan istri bunting atau sedang menyusui.

Bahaya polusi pestisida dekat imbangan pertanahan bisa mengikhlaskan buah klise dekat
publik luas. Usaha penolakan terjadi polusi pestisida terhadap bija perut an

bisa dilakukan malayari gerak-gerik dan rekomendasi bab penjabaran pelaksanaan pestisida
di la han pertanahan secara

berlebihan (Darmono, 2001).

Pengendalian hama yang integral yaitu pakai jalan pelaksanaan pestisida sekecil
memperoleh, seia sekata pakai ke butuhan.

Pengendalian hama yang integral paling bermanfaat dicapai pakai menatap langit
pertanahan seperti ekosistem, pakai sasaran utama adalah menjelang menjauhi
berkembangnya ketahanan terhadap

insektisida dan menjelang meniadakan hambatan kosmos pred ator dan pasilan yang
memangsa tawang-tawang hama pertanahan (Supardi, 1994).

Perencanaan bagian dalam pelaksanaan pestisida harus dilakukan menjelang meniadakan


tren pribadi dan habitat tercemar

oleh pestisida yang beracun dan resisten di langit. Termasuk didalamnya terselip perkara
solusi pelaksanaan pestisida di bilangan pertanahan. Penelitian yang ditujukan menjelang
pengkajian kausa tahan

hama dan benih kuman pakai jenis pengerjaan yang tinggi terlazim terus dilakukan. Biasanya
ini bisa dicapai pakai mewujudkan

penggaulan silang, pakai suatu tipe yang perasan terlihat resistensinya terhadap benih
kuman terpaku sehingga tipe baru yang

kulur hukuman penggaulan ini diharapkan akan resisten terhadap benih kuman.

C. Pengawasan terhadap pelaksanaan pestisida

Penggunaan pestisida hormat dekat habitat kesehatan publik menjelang pemusnahan


vektor benih kuman ataupun dekat
habitat pertanahan harus dimonitor oleh agen WHO dekat tingkat kewarganegaraanisme
menjelang konstruktif peluasan desain manajemen ketahanan dan instruksi pelaksanaan
sampar tisida secara lega hati dan terbatas, dan komitmen pelaksanaan pestisida dekat
tingkat internasional (WHO, 2001 dan WHO, 1999).

Komisi Pestisida Internasional mewujudkan Konvensi Roterdam 1999, 72 negeri perasan


menandatangani traktat menjelang melihat arus dan perniagaan pestisida yang
meruncingkan acara orang hidup. Sampai abad ini, tercatat

22 pestisida yang meruncingkan ditarik berasal arus dan tidak boleh digunakan lagi.
Beberapa di sirat-sirat adalah, 2, 4, 5-T, Aldrin, Captanol, Chlordane, Chlodimeform,
Cholorobenzilate, DDT, 1, 2, Dibromoethane (EDB), Dieldrin, Dinozeb, Fluoroaacetamiede,
HCH, Heptachlor, Hexahlorobenze, Lindane, Mer cury compound, danPentahchlorophenol
ditambah sejumlah oplosan Metahamidophos, Methyl-Parathion, Mono-crothopos,
Parathion dan Phospamidhon

(Hendrawan, 2002).

D. Sistim Pertanian Back to Nature

Cara yang paling hormat menjelang menggalang polusi pestisida

adalah tidak memperuntukkan pestisida seperti pemberantas hama.

Mengingat hukuman dalih yang terlalu berat, atau air besar kan menerbitkan rusaknya
habitat dan merosotnya imbangan panen,

pelaksanaan pestisida menginjak di kurangi.

Sistim pertanahan pakai corat-coret back to nature menjadikan kemungkaran tunggal


pemecahan yang menghunus menjelang menyurutkan pelaksanaan pestisida bagian dalam
habitat pertanahan. Dalam corat-coret ini dikembangkan pokok pertanahan yang tidak
memperuntukkan pestisida bagian dalam

membereskan hama tanaman. Cara yang bisa ditempuh menjelang menggalang dan
menyurutkan gempuran hama sirat-sirat lain mengatur ragam tanaman dan kala tanam,
memintal tipe yang ta han hama, menunggangi pemangsa alami, memperuntukkan hormon
tawang-tawang, menunggangi ekor sambar kelamin dekat tawang-tawang, sterilisasi
(Depkes, 2000).

Pemanfaatan pemangsa alami atau disebut juga k ontrol biologi, misalnya preservasi kontol
bajang seperti predator h ama tikus dan preservasi tawang-tawang predator hama tawang-
tawang lainnya sangat disarankan.

Penggunaan pestisida alami atau disebut juga pestisida nabati adalah bija membuat-buat
esa atau berbagai ragam yang bisa digunakan menjelang membereskan organisme duri
meningkatkan, pakai bija pokok yang berpunca berasal pokok kayu. Pestisida nabati ini
relatif lega hati bilang habitat, mudah dibuat pakai talenta dan perkiraan yang terbatas.

Pestisida nabati bisa berproses seperti penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), perompak
dan gatra lainnya. Keuntungan

pelaksanaan pestisida nabati sirat-sirat lain: (a) bersemangat mudah terurai

(bio-degradable) di langit sehingga tidak menjelek-jelekkan habitat; (b)

relatif lega hati bilang pribadi dan piaraan pelihar aan karena latak mudah

hilang; (c) relatif mudah dibuat oleh publik

Tetapi terselip seksi-seksi yang terlazim diperhatikan bagian dalam

pelaksanaan pestisida nabati yaitu: (a) bija membuat-buat dekat sejumlah

pestisida nabati belum terlihat, sehingga sangat terlazim dilakukan

penentuan menjelang mengetahuinya; (b) bija membuat-buat bisa berbagai ragam hormat

bagian dalam seksi tatanan musik maupun perenungan dekat tanaman sejenis,

terserah dekat fragmen tanaman yang digunakan seperti pestisida

nabati, usia tanaman pestisida nabati, hawa dan perihal bumi ; (c)

bija membuat-buat tren menjadikan campuran berasal sejumlah bija membuat-buat yang
berdenyut secara sinergis; (d) petunjuk bab toksikologi dan ekotoksikologi pestisida nabati
sangat terbatas ; (e) standart menjelang

mengulas bija membuat-buat berasal pestisida alami relatif sukar (WHO, 2001).

Jenis pokok kayu penyelenggara pestisida nabati sirat-sirat lain adalah Aglaia (Aglaia odorata
L), Bengkoang (Panchyrrhyzus erosus -Urban), Jeringau (Acorus calamus L), Serai
(Andropogan margus L), Sirsak (Annona muricata L), Srikaya (Annona squamosa L). Jenis
pokok kayu penyelenggara atraktan / taruhan sirat-sirat lain adalah Daun wangi

(Melaleuca bracteata L) dan Selasih (Ocimum sanctum). Jenis pokok kayu penyelenggara
rodentia nabati sirat-sirat lain adalah Gadung - KB (Dioscorea composita L) dan Gadung
racun (Dioscorea hispida) (Dinas Pertanian & Kehutanan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.

2002).

Anda mungkin juga menyukai