DESI RATNASARI
861082023022
Dosen Pengajar:
Dr. Sarifa Suhra, S.Ag., M.Pd.I
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2023
KATA PENGANTAR
”.Tidak lupa kita kirimkan Shalawat serta Salam kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad Saw. Yang telah membawa kita dari alam yang
penuh kegelapan dan kebiadaban menuju alam yang terang benderang dan
makalah ini yang telah kami buat dalam bentuk yang sederhana dan
makalah ini.
lebih baik.
Kelompok VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB IPENDAHULUAAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3
BAB III
PENUTUP 20
A. Simpulan 20
B. Saran 21
DAFTAR RUJUKAN 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya konsep pluralisme berasal dari pemikiran barat yang
menganggap dan mengartikan pluralisme dengan memandang semua agama sama,
namun setelah gagasan itu masuk dan berkembang di wilayah muslim istilah
pluralisme mengalami metamorphosis sebagaimana hakikat islam itu sendiri
sebagai rahmatal lil’alamin. Penting bagi seorang muslim untuk menjaga
moderalitas dalam kehidupan karena eklusivisme beragama dan dominasi muslim
atau non-muslim dapat merusak iklim pluralisme agama dan persatuan nasional
sehingga sulit dibenarkan oleh prinsip universalisme islam itu sendiri. 1 Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghormati agama lain, melarang
saling mencela dan mengolok ibadah mereka. Islam juga mengajarkan untuk
hidup saling berdampingan dan saling bertoleransi kepada setiap muslim dan non-
muslim.
Pandangan islam terhadap pluralisme sebagai agama samawi, islam
memiliki pandangan tersendiri dalam menyikapi pluralisme. Berkaitan dengan
tema pluralisme atau lebih tepatnya memperkenalkan prinsip-prinsip pluralisme,
serta pengakuan terhadap adanya pluralistis dalam kehidupan manusia. Pluralisme
termasuk gagasan yang sedang actual diperbincangkan dimasyakat, dan
merupakan istilah yang baru. Namun gagasan yang baru tersebut banyak
menimbulkan persoalan dan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak
karena perbedaan presepsi tentang pluralisme itu sendiri.
Pluralisme merupakan suatu paham yang beroentasi kepada keagamaan
yang memiliki berbagai penerapan didalam banyaknya perbedaan, contohnya
didalam berbagai kerangka filosofi agama, moral, hukum dan politik dimana batas
kolektifnya ialah pengakuan atas kejemukan didepan ketunggalannya.
1
Imam Sukardi dkk, Pilar Islam bagi Pluralisme Modern, Tiga Serangkai, Solo, 2003,
hlm. 129-130.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah
pokok dalam pembahasan ini dibagi ke dalam sub pokok masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Pengertian Pemikiran Pluralisme ?
2. Bagaimana Tokoh-tokoh Pluralisme dan Pokok Pemikiran Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan penulisan yang dilakukan, maka ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai dan kegunaannya dalam penulisan ini. Tujuan dan
kegunaan yang dimaksud sebagai berikut:
3. Tujuan penulisan
a. Untuk Mengetahui Pengertian Pemikiran Pluralisme
b. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Pluralisme dan Pokok Pemikiran
Islam
4. Kegunaan Penulisan
a. Keguanaan teoritis, yaitu penulisan ini diharapkan dapat memberi
kontribusi terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya serta refrensi
bagi penulis maupun pembaca mengenai pemikiran pluralisme.
b. Kegunaan praktis, yaitu penulisan ini diharapkan dapat memberi
sumbangsi pemikiran dan masukan terhadap individu mengenai tokoh-
tokoh pluralisme dan pokok pemikiran islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke II (Jakarta: Balai
Pustaka,1990),777.
3
Prigoo digdo, Ensiklopedi Umum (Yogyakarta: Kanisius,1990),893
4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia,2006),853.
B. Tokoh- tokoh Pluralisme dan Pokok Pemikirannya
5
Tokoh-Tokoh Pluralisme
freemason, Guénon menyimpulkan bahwa semua agama memiliki kebenaran
dan bersatu pada level batin (eso teris), sekalipun pada level lahir (eksoteris)
berbeda-beda.
2. Frithjof SchuonPengusung ide “Kesatuan Transenden Agama-agama”
Kesatuan Transenden Agama adalah salah satu teori besar dalam
wacana Pluralisme Agama.Tokoh utamanya adalah Frithjof Schuon, seorang
cendekiawan berkebangsaan Jerman yang oleh Seyyed Hossein Nasr dianggap
sebagai orang yang paling otoritatif dalam masalah ini. Dengan teorinya itu
Schuon yang kelahiran Basel, Swiss, tanggal 18 Juni 1907 ini berkeyakinan
bahwa sekalipun pada tataran luarnya agama berbeda-beda, namun pada
hakikatnya semua agama adalah sama. Dengan kata lain, kesatuan agama-
agama itu terjadi pada level transenden.
Keyakinan Schuon diatas berangkat dari pandangannya bahwa semua
agama mempunyai dua realitas atau hakikat, yaitu eksoteris dan esoteris.
Hakikat eksoteris adalah hakikat lahir, dimana pada level ini semua agama
memiliki dogma, hukum, ritual dan keyakinan yang berbeda-beda, dan bahkan
saling bertentangan. Sementara hakikat esoteris adalah hakikat batin, dimana
semua agama dengan segala perbedaan dan pertentangannya tadi
bertemu.Disinilah terletak titik temu agama-agama itu. Jadi level eksoteris
bagaikan ‘badan’ agama sementara level esoteris adalah ‘hati’ dari agama.
Level eksoteris berbeda-beda, namun level esoteris adalah sama. Karena itulah
Schuon menyebut teorinya ini dengan ‘the transcendent unity of religions’
(kesatuan transenden agama-agama).
Sehingga dengan demikian, dalam pandangan Schuon, semua agama
dipisahkan bukan dengan sebuah garis vertikal, tapi justru dengan sebuah garis
horizontal yang membelah semua agama.Garis itu tidak memisahkan antara
agama yang satu dengan agama lainnya, tapi memisahkan antara le vel bawah
(eksoteris) semua agama dengan level atas (esote ris) nya.Semua ini menurut
Schuon menunjukan bahwa yang mutlak atau absolut dalam semua agama
adalah dimensi esoterisnya.Sementara dimensi eksoterisnya harus bersifat
relative untuk berkoeksistensi dengan agama-agama lainnya.
Dalam konteks pandangan Schuon terhadap keberagaman agama ini,
pernyataan tentang superioritas agama tertentu di atas yang lain secara teoritis
menjadi tidak relevan. Sebab semua agama adalah orisinil dan berasal dari
sumber yang sama. Namun disisi lain, keberagaman bentuk luar (eksoteris)
agama-agama tadi tidak boleh dirubah-rubah atau dilebur (sinkretis), tapi harus
dibiarkan apa adanya, karena titik temu agama-agama bukan berada pada level
itu, tapi berada pada level batin (esoteris).
Menurut peneliti INSISTS, Adnin Armas, pemikiran Schuon tentang
titik temu agama-agama pada level esoteris ini secara konseptual masih
bermasalah. Sebab pada tingkat esoteris-pun terdapat perbedaan antara Islam
dengan agama-agama lainnya. Ini terbukti dari adanya ajaran Islam yang
menunjukan kesalahan-kesalahan agama lain, baik pada level eksoteris
maupun pada level esoteris.6
6
Hendratmoko Goroh. 2014. Mengenal Tokoh Pluralisme From Pluralist to Patriotic
Politics: Putting Practice First, Blattberg, Charles. Oxford University Press, 2000.
entitas yang eksklusif secara radikal. Hick kemudian menamakan agama yang
telah bersatu itu dengan global theology (teologi global).
Untuk mencapai hal itu Hick menawarkan sebuah gagasan yang ia
sebuat dengan, “Transformasi orientasi dari pemusatan ‘agama’ menuju
pemusatan ‘Tuhan’ /The transformation from self-centredness to Reality –
centredness”. Teori Hick ini mengatakan bahwa agama-agama hanyalah
bentuk-bentuk yang beragam dan berbeda dalam konteks tradisi-tradisi historis
yang beragam di seluruh dunia.Ini semua terbentuk sebagai akibat dari
pengalaman spiritual manusia dalam merespon Realitas yang absolut.
Realitas yang absolute itu menurut Hick adalah Tuhan yang
sesungguhnya yang ia sebut dengan istilah “The Real Yang Absolut”.
Sementara Tuhan-tuhan yang ada pada setiap agama dan kepercayaan,
dianggap Hick sebagai Tuhan-tuhan realtif karena hanya merupakan imej
masing-masing pemeluk agama terhadap The Real Yang Absolut tadi. Jadi The
Real itu pada dasarnya satu dan sama. Hanya saja ditangkap oleh pengalaman
manusia dengan berbagai konsep dan image menurut konteks-konteks
tradisional yang berbeda sehingga menghasilkan imej Tuhan yang berbedabeda
pula.
Dengan teori Hick ini maka terjadilah perubahan besar dalam semua
agama.Islam misalnya, yang sebelumnya merupakan satu-satunya jalan
keselamatan yang absolute, telah mengalami perubahan yang sangat besar
menjadi hanya satu dari sekian banyak jalan-jalan keselamatan yang ada.
Dengan demikian upaya mempermasalahkan benar (haq) dan salah
(bathil) terhadap agama-agama menjadi tidak lagi relevan dan tepat.Karena
dengan teorinya ini Hick hendak menegaskan bahwa jalan keselamatan
tidaklah tunggal dan monolitik, melainkan plural dan beragam sesuai dengan
jumlah tradisi-tradisi atau ajaran-ajaran yang ada. Hick sering menggambarkan
teorinya ini dengan menukil secara bebas perkataan Jalaluddin Rumi, “The
lamps are different, but the Light is the same.” (Walaupun lampu-lampunya
berbeda tapi Cahayanya sama). Dalam kitab suci Hindu, Bhagavad Gita, Hick
juga menemukan kalimat “Whatever path men choose is mine” (Jalan apapun
yang dipilih manusia adalah milik-Ku).
Teori Hick ini menurut Anis Malik Thoha sebetulnya sangatlah lemah.
Sebab jika Hick mengatakan bahwa Tuhan yang diyakini umat Islam dan
Tuhan yang diyakini pemeluk agama lain adalah sama relatifnya karena
merupakan respon yang berbeda-beda terhadap The Real, maka siapakah yang
menentukan bahwa Tuhan-tuhan itu relative?. Jika yang menentukan itu adalah
Hick sendiri, bukankah pemikiran Hick itu juga adalah relative?.Jika kemudian
Hick bersikeras mengatakan bahwa pandangannya sendirilah yang benar secara
absolute sementara pandangan lainnya salah, maka runtuhlah teori Hick ini
dengan sendirinya. Karena jika Hick beranggapan demikian, maka orang lain
pun berhak menga takan pendapatnya yang benar.
Selain itu menurut Anis, Hick telah melakukan kebohongan intelektual
dengan mengutip perkataan Rumi sepotong sepotong, sehingga seolah-olah
mendukung gagasannya itu. Padahal jika dibaca secara utuh, perkataan Rumi
itu justru menegaskan bahwa terdapat perbedaan antara orang beriman dan
pemeluk agama lain. Sebab tulisan Rumi selanjutnya adalah, “Dari
pemandangan yang objektif, Wahai Yang Maha Wujud, lahirlah perbedaan
antara orang beriman yang sebenarnya dan orang Zoroaster dan Yahudi.”
4. GUSDUR
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di
Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940.Gus Dur adalah putra pertama
dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas
Muslim Jawa Timur.
Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa.Itu
terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi
eksistensinya.Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional
yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan
dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan.. Namun ia
bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia
menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan
suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan
sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa
agamamu” -Gus Dur-
Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus
Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi.Ia dikenal sebagai sosok
pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan
pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan
banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas.Pembelaannya
kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani.Reputasi
ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya
peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas
daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang
ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang
wali. Beliau meninggal pada tanggal 30 Desember 2009.
5. Romo Mangunwijaya Pr
Romo Mangun memang dekat dengan semua golongan
agama.Perbedaan agama baginya bukan suatu persoalan yang besar. "Bagi
saya yang nomor satu bukan agama, melainkan iman dan takwa.Banyak orang
yang beragama tapi tidak beriman," ungkap Romo Mangun dalam berbagai
kesempatan.
Kedekatannya dengan agama lain juga terlihat pada keikutsertaannya
sebagai wakil Indonesia pada Dewan Agama sedunia. Romo Mangun duduk di
dewan ini bersama dengan ketua PBNU, K.H. Abdurrahman Wahid.Romo
Mangun secara pribadi juga dekat dengan Gus Dur. Keduanya dianggap
sebagai tokoh-tokoh agama yang tetap menonjolkan nasionalisme.
6. Frans Seda
Frans Seda dikenal terbuka dan suka humor. Ketika ditanya apa
resepnya tetap sehat dan bahagia di usia yang lebih dari 70 tahun, Frans Seda
berkata ,"Hidup itu artinya mengabdi pada Tuhan dan sesama." Dalam
melakoni hidup yang sering tak terduga ini, menurutnya orang perlu punya
sikap nothing to lose. "Cobalah berbuat baik saja, jangan terlalu takut
memikirkan akibatnya," -Frans Seda"
Tokoh dari Timur ini dikenal sebagai tokoh yang memberi sumbangan
besar pada perubahan politik dan ekonomi negara Indonesia.Frans Seda
merupakan sosok yang memberi sumbangan pemikiran politik ekonomi dari
suatu golongan minoritas agama.Sosok Frans Seda menjadi besar justru karena
berada dalam tantangan (challenge) dalam dirinya, dalam lingkungan sosial,
dalam partai katolik, dalam pertentangan kekuasanan dan secara khusus dalam
pertarungan politik ekonomi bangsa.Sosok pribadi Frans Seda sungguh
mencerminkan Gereja yang memasyarakat di negara Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pluralisme berasal dari kata pluralis yang berarti jamak, lebih dari satu,
atau pluralizzing sama dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari satu, atau
lebih dari dua yang mempunyai dualis, sedangkan pluralisme sama dengan
keadaan atau paham dalam masyarakat yang majemuk bersangkutan dengan
system social politiknya sebagai budaya yang berbeda-beda dalam satu
masyarakat.
Adapun tokoh-tokoh pluralisme dan pokok-pokok pemikirannya, Rene
Guénon Pelopor Filsafat Abadi Pemikiran utama Guénon adalah filsafat abadi
(perenialisme).Menurutnya filsafat abadi adalah ilmu spiritual yang memiliki
keutamaan dibanding ilmu lainnya, Frithjof Schuon Pengusung ide “Kesatuan
Transenden Agama-agama”Kesatuan Transenden Agama adalah salah satu teori
besar dalam wacana Pluralisme Agama, John Hick Penggagas Teologi Global
Menurut Dr. Anis Malik Thoha, Prof. John Hick merupakan tokoh terbesar dan
terpenting dalam wacana Pluralisme Agama, , Gus Dur muncul sebagai tokoh
yang sarat kontroversi.Ia dikenal sebagai sosok pembela yang benar, Romo
Mangun memang dekat dengan semua golongan agama.Perbedaan agama
baginya bukan suatu persoalan yang besar, dan Frans Seda merupakan sosok yang
memberi sumbangan pemikiran politik ekonomi dari suatu golongan minoritas
agama.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan ataupun kesalahan, baik dari penyajian materi maupun
penulisan makalah.Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan menulis,
tentunya untuk lebih meningkatkan kualitas pada makalh berikutnya, penulis
berharap kritik ataupun saran agar kedepannya penulisan dapat lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
Imam Sukardi dkk, Pilar Islam bagi Pluralisme Modern, Tiga Serangkai, Solo,
Vol. 2, No. 1,2003..
Tokoh-Tokoh Pluralisme