Makalah Kelompok 2 - KLH
Makalah Kelompok 2 - KLH
Oleh: Kelompok 2
Sahril Labotano (A251 21 015)
Nur Fadilah (A251 21 039)
Arini Rahmayanti (A251 21 067)
Yesika Derta Mangela (A251 21 069)
Rahul (A251 21 071)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi sehingga kami dapat menyelesaikan maklah “Kajian Lingkungan Hidup
Wilayah Kota Palu”.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH.......................................................................................4
2.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah...........................................................................................4
2.2 Potensi Pengembangan Wilayah...........................................................................................7
2.3 Wilayah Rawan Bencana........................................................................................................8
2.4 Prioritas Daerah.....................................................................................................................9
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kota identik dengan suasana pembangunan baik dari seginfisik maupun non-fisik.
Meskipun pembangunan merupakan salah satu sarana bagi pencapaian taraf kesejahteraan,
namun demikian setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan
terutama terhadap lingkungan.Pesatnya pembangunan seolah menjadi penghalang bagi
keberlanjutan ekosistem lingkungan hidup di perkotaan. Kondisi tersebut menyebabkan
lingkungan hidup mendapat tekanan yang cukup berat sehingga lahan kritis cenderung
meningkat, penyusutan keanekaragaman hayati, kondisi pesisir mencemaskan, pencemaran
tanah, air dan udara bertambah.Kenyataan tersebut berdampak kepada sulitnya masyarakat di
perkotaan mendapat lingkungan hidup yang bersih dan nyaman.
Permasalahan ini akan menjadi permasalahan yang mendasar mengingat Pasal 33 ayat
3 UUD 1945, yang menghendaki kita untuk menggunakan dan memanfaatkan bumi, air dan
kekayaan alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat
tersebut harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. Ini
berarti, dalam pembangunan diterapkan asas kelestarian bagi sumberdaya alam dan
selanjutnya memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dengan tidak merusak tata lingkungan
hidup manusia.
Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut terkait dengan paradigma bahwa ruang
sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak mengenal batas wilayah. Akan tetapi kalau
ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah jelas terbatas fungsi dan sistemnya dalam
pengelolaan suatu kawasan. Undang- Undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang
yang kemudianmengalami perubahan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
1
merupakan undang- undang pokok yang mengatur mengenai pelaksanaan penataan ruang
(UUPR).
Kota Palu termasuk salah satu kota yang sedang giat untuk melakukan pembangunan
di segala bidang. Termasuk juga pembenahan tata kota. Masalah Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang ada di Palu pada khususnya, memerlukan penanganan secara struktural melalui
berbagai kajian dan kebijakan mengingat RTH merupakan pengendali ekosistem suatu
lingkungan khususnya bagi daerah yang sedang berkembang, karena RTH sebagai
penyeimbang kualitas lingkungan. Yang menjadi persoalan adalah apakah pemerintah Kota
Palu melalui perangkat pemerintahannya telah merealisasikan penyediaan ruang terbuka hijau
sebesar 30% sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUPR, menilik dari perkembangan
kota-kota di Indonesia yang notabene terbentuk secara alami, bukan melalui suatu
perencanaan yang matang dan menyeluruh.
Kota Palu adalah ibukota Provinsi Sulawesi Tengah yang terletak di kawasan dataran
lembah Palu dan teluk Palu. Kota yang dijuluki sebagai Kota Lima Dimensi ini memiliki luas
2
wilayah 395,06 km2, terdiri atas wilayah pegunungan, lembah, teluk, lautan, dan sungai.
Wilayah Kota Palu berbatasan dengan Kabupaten Donggala di utara, Kabupaten Parigi
Moutong dan Donggala di timur, Kabupaten Sigi di selatan, serta Kabupaten Sigi dan
Donggala di barat. Secara Administratif, Kota Palu adalah ibukota Propinsi Sulawesi Tengah,
yang dibagi dalam 4 (empat) kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Palu dengan wilayah seluas
395,06 kilometer persegi, berada pada kawasan dataran lembah Palu dan teluk Palu yang
secara asrtronomis terletak antara 0º,36” – 0º,56” Lintang Selatan dan 119º,45” – 121º,1”
Bujur Timur, tepat berada di bawah garis Katulistiwa dengan ketinggian 0 – 700 meter dari
permukaan laut.
Secara geografis, Kota Palu merupakan daerah rawan bencana, khususnya bencana
gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi, karena dilewati Patahan Palu Koro. Berdasarkan Peta
Zona Rawan Bencana , beberapa wilayah yang termasuk dalam Zona Rawan Bencana level 4
di Kota Palu antara lain Kelurahan Watusampu, Tipo, Balaroa, dan Tipo. Pada tahun 2018,
kota ini mengalami bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi. Pasca bencana tersebut,
pemerintah kota telah melakukan penanganan pemulihan wilayah seperti relokasi hunian
tetap, rekonstruksi sarana dan prasarana, serta pembangunan tanggul laut. Namun sampai saat
ini, terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan yang mengakibatkan proyek pemulihan
kota terhambat.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi alam/lingkungan wilayah kita palu
2. Mengetahui faktor – faktor apa saja yang perlu diperbaiki pada kajian linkungan
khususnya wilaya kota palu
3
BAB II
PEMBAHASAN
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
4
tinggi. Sebagian besar letak kelurahan di Kota Palu berada pada dataran Lembah Palu
sebanyak 29 (dua puluh sembilan) kelurahan,sedangkan 17 (tujuh belas) kelurahan lainnya
berada di sepanjang Pantai Teluk Palu. Letak kecamatan dengan sejumlah kelurahannya di
Kota Palu.
C. Kondisi Topografi
Topografi wilayah Kota Palu adalah datar sampai berombak ombak dengan beberapa daerah
yang berlembah.Keadaan topografi secara tak langsung merupakan kendala aktif atas
penggunaan lahan.Tampak daerah pedataran merupakan pusat dari berbagai sektor
kehidupan, seperti misalnya permukiman, perkotaan, pesawahan dan kebun palawija.
Sedangkan daerah perbukitan dan pegunungan umumnya merupakan kawasan yang
dimanfaatkan sebagai kebunkebun, tanah tegalan, perkebunan permanen, hutan produksi dan
hutan lindung, serta Taman Hutan Raya (TAHURA).
D. Kondisi Geologi
Geologi tanah dataran lembah Palu ini terdiri dari bahan-bahan alluvial dan colluvial
yang berasal dari etamorfosis yang telah membeku. Disamping itu tanahnya kemungkinan
bertekstur sedang. Secara umum batuan yang menyusun daerah penelitian terdiri atas
Aluvium muda, berasal dari endapan sungai, aluvium, endapan kipas aluvial, koluvium,
andesit basalt, batu pasir, konglomerat, batu lumpur, granit, granodiorit, riolit, quartzite, filit,
serpih dan schist yang kesemuanya tersebar pada daerah di wilayah Kota Palu. Secara
geologis, orientasi fisiografi Kota Palu berhubungan dengan proses struktur yang terjadi serta
5
jenis batuan yang menyusun Kota Palu, dimana sisi kiri dan kanan Kota Palu merupakan jalur
patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro serta wilayahnya disusun oleh batuan yang lebih
keras dibanding material penyusun bagian lembah. Berdasarkan hubungan geologi,
geomorfologi Kota Palu dapat dibagi kedalam tiga satuan geomogfologi, yaitu :
E. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia dalam kaitannya dengan lahan,
misalnya permukiman, perkotaan dan persawahan. Penggunaan lahan pada suatu wilayah
dapat dilihat dalam Pola Ruang wilayah kota yang meliputi Kawasan Lindung, Kawasan
Budi Daya, Kawasan Perdagangan, dan Kawasan Perumahan termasuk rencana penyediaan
ruang terbuka hijau. Secara garis besar, penggunaan lahan kota terbagi menjadi lahan
terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari permukiman, industri,
perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak
terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (makam, rekreasi, transportasi, ruang terbuka)
dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi
dan penambangan sumber daya alam).Guna lahan pada kawasan budi daya Kota Palu
didominasi oleh kawasan permukiman seluas 3.975,01 ha atau sebesar 10,06%. Namun
6
secara garis besar penggunaan lahan di Kota Palu didominasi II – 12 berupa lahan
kosong/semak belukar/hutan seluas 30.839,85 ha atau sebesar 78,06%.
7
II dengan Fungsi Utama sebagai Central Business District skala Kota hingga
Regional dan Civic Center Skala Kota.
c. Berdasarkan hasil analisis kecenderungan arah perkembangan Kota Palu,
Kecamatan Mantikulore terutama Kelurahan Tondo tertinggi kedua setelah
Kecamatan Tawaeli (lokasi Kawasan Ekonomi Khusus), yang dipengaruhi oleh
keberadaan beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Tadulako (Negeri),
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu, ketersediaan lahan
kosong yang sesuai untuk permukiman paling luas,dilewati Jalan Lingkar Luar,
Jalan Arteri Perimer (Jl. Trans Sulawesi), dan Jalan Kolektor Perimer K2.
2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup berupa
Kawasan yang memiliki Pusat Kegiatan Pada Kawasan Rawan Bencana Dan Mempunyai
Resiko Bencana Alam di Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Tatanga,Kecamatan Palu
Timur, dan Kecamatan Palu Selatan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Dimensi Kota Palu berupa Teluk dan Lembah, dimana pola sebaran permukiman
eksisting terjadi pemusatan pada bagian tengah, dengan tingkat kepadatan tinggi
kemudian menyebar ke kesisi barat dan kesisi timur dengan kepadatan rendah.
Rencana Struktur Ruang Pusat pada bagian tengah Kota Palu diarahkan Pusat
Pelayanan Kota (PPK) di Kecamatan Palu Timur dan Palu Barat, Sub Pusat
Pelayanan Kota (SPPK) diPalu Barat dan Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) di
Palu Timur dan Palu Selatan, serta beberapa pusat pelayanan lingkungan lainnya.
b. Peta Zona Rawan Bencana menunjukkan bahwa pada bagian tengah Kota Palu
yang menjadi pemusatanpermukimaneksisting, dan rencana PPK maupun SPPK,
telah dilewati
c. sesar aktifPalu Koro dan rawan likuifaksi dengan tingkat kerawanan 3 sampai 4.
8
(1996) di daerah Tanah Runtuh dan Tonggolobibi dengan gelombang tsunami setinggi 4
meter (m) dan terakhir, Mw7,4 (2018) yang gelombang tsunaminya mencapai 9 meter di
Teluk Palu dengan kisaran intensitas tingkat guncangan gempanya mencapai kisaran VIII- 22
IX MMI di Kota Palu, Sigi dan Donggala. Adapun berdasarkan hasil penelitian PusGEN
(2017), tingkat guncangan di kota Palu dapat mencapai 0,8-0,9 g atau dengan intensitas IX-X
MMI dan menurut hasil survei mikrozonasi peta indeks kerentanan gempabumi di Kota Palu
yang dilaksanakan oleh Stageof Palu sebelum tanggal 28 September 2018 (BPBD Palu; 2018)
mencapai nilai sebesar 0,5 g atausebesar VII-IX MMI.
Sejarah kejadian tanah longsor dan likuifaksi yang diakibatkan oleh faktor goncangan
gempa bumi pernah terjadi pada gempa bumi 1968 di wilayah Pantai Barat – Donggala.
Terdapat suatu kawasan yang dikenal sebagai Tanah Runtuh sebab waktu guncangan gempa
terjadi, Kawasan tersebut bergerak turun dan pada Kawasan pesisir pantai terdapat bukti
tanahnya mengalami longsoran sehingga memicu tsunami. Untuk gempa Mw7,4 tahun 2018,
terdapat likuifaksi massif di kawasan Balaroa dan Petobo Kota Palu serta Kawasan Sibalaya
dan Jono Oge Kabupaten Sigi. Likuifaksi skala kecil terjadi di beberapa lokasi baik di Palu
maupun di Sigi, bahkan banyak jalur air bawah permukaan yang tiba-tiba muncul. Untuk
kasus tanah longsor, terjadi di Sirenja, Kebun Kopi dan Kulawi serta kurang lebih beberapa
lokasi kejadian longsor di sepanjang pesisir Teluk Palu yang memicu kejadian tsunami di
Teluk Palu. Berdasarkan hasil survei tsunami BMKG, terdapat kasus tinggi tsunami
mencapai 10 meter di Kawasan Tondo dan inundasi/rayapan tsunami maksimum terjadi
sejauh 460 meter di daerah Silae.
9
Membangun perekonomian yang mandiri dan siap bersaing dalam perkembangan
ekonomi regional dan global
Membangun kembali tatanan lingkungan yang aman dan nyaman dengan dukungan
infrastruktur yang berketahanan terhadap bencana
Contoh pembangunan saat ini yang kelompok kami dapatkan dalam perjalanan kami
terkait program infrakstruktur pembangunan jalan pada kelurahan petobo dan Huntap
(Rumah Hunian masyarakat kota palu) sebagai berikut :
10
Pemerintah berupaya agar pelaksanaan Huntap dapat berjalan lancar, tepat mutu, tepat
waktu, dan tepat sasaran. Namun begitu, beberapa kendala masih ditemui di lapangan, seperti
yang diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Tengah Freddy, A.
Kolintama.Ia memaparkan, sejauh ini jumlah seluruh unit huntap yang terbangun di Huntap
1, Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore Kota Palu, adalah sebanyak 1.600 unit. Berikut
gambar pembangunan huntap pada kelurahan tondo :
Untuk meningkatkan kondisi wilayah kota Palu, ada beberapa faktor penting yang perlu
diperbaiki:
Faktor – Faktor yang perlu di perbaiki terkait kondisi wilayah kota palu sebagai
berikut :
11
sampah yang ramah lingkungan adalah langkah penting untuk menjaga kebersihan
dan kesehatan lingkungan.
4. Pengelolaan Air: Kota Palu menghadapi masalah pengelolaan air yang serius,
termasuk penyediaan air bersih dan pengelolaan banjir. Meningkatkan infrastruktur
pengelolaan air dan mempromosikan penggunaan air secara efisien adalah langkah
penting untuk mengatasi masalah ini.
5. Pengembangan Perencanaan Kota: Pengembangan perencanaan kota yang terintegrasi
dan berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Hal ini termasuk pengembangan perencanaan urban yang mempertimbangkan
kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Melalui perbaikan dan pengembangan di faktor-faktor ini, kota Palu dapat mencapai
pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup penduduknya.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Secara geografis, Kota Palu merupakan daerah rawan bencana, khususnya bencana
gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi, karena dilewati Patahan Palu Koro. Berdasarkan
Peta Zona Rawan Bencana , beberapa wilayah yang termasuk dalam Zona Rawan
Bencana level 4 di Kota Palu antara lain Kelurahan Watusampu, Tipo, Balaroa, dan
Tipo. Pada tahun 2018, kota ini mengalami bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi.
Pasca bencana tersebut, pemerintah kota telah melakukan penanganan pemulihan
wilayah seperti relokasi hunian tetap, rekonstruksi sarana dan prasarana, serta
pembangunan tanggul laut. Namun sampai saat ini, terdapat berbagai kendala dalam
pelaksanaan yang mengakibatkan proyek pemulihan kota terhambat.
Faktor – aktor yang perlu di perbaiki terkait kondisi wilayah kota palu:
1. Infrastruktur: Kota Palu memerlukan peningkatan infrastruktur yang memadai,
termasuk jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Infrastruktur yang baik
sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kualitas hidup penduduk.
2. Pendidikan: Meningkatkan akses pendidikan berkualitas dan meningkatkan
tingkat pendidikan di kalangan penduduk adalah faktor penting. Hal ini akan
membantu meningkatkan kemampuan kerja dan meningkatkan kualitas hidup.
3. Pengelolaan Sampa: Pengelolaan sampah yang efektif adalah tantangan utama di
kota Palu. Meningkatkan sistem pengelolaan sampah dan mempromosikan
penggunaan sampah yang ramah lingkungan adalah langkah penting untuk
menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
4. Pengelolaan Air: Kota Palu menghadapi masalah pengelolaan air yang serius,
termasuk penyediaan air bersih dan pengelolaan banjir. Meningkatkan
infrastruktur pengelolaan air dan mempromosikan penggunaan air secara efisien
adalah langkah penting untuk mengatasi masalah ini.
5. Pengembangan Perencanaan Kota: Pengembangan perencanaan kota yang
terintegrasi dan berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai pembangunan yang
13
berkelanjutan. Hal ini termasuk pengembangan perencanaan urban yang
mempertimbangkan kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Kelo, J., & Herniwati, A. (2019). KAJIAN PENERAPAN TATA RUANG TERBUKA
HIJAU PADA LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KOTA PALU. RUANG:
JURNAL ARSITEKTUR, 13(1 Maret), 13-21.
14