Anda di halaman 1dari 23

QBD 2

Metode Identifikasi: Primer dan


Sekunder
Alma Mutiarani
1406528301
Forensik Kelompok B
Metode Identifikasi
Identifikasi dapat dilakukan dalam tiga cara:
visual (kerabat atau kenalan melihat jenazah);
data secara rinci (misalnya, data ante-mortem yang cocok dengan informasi
yang dikumpulkan selama autopsy dan informasi situasional lainnya);
Secara ilmiah atau objektif (misalnya, pemeriksaan gigi, sidik jari, atau DNA)
Identifikasi tidak mutlak berdasarkan urutan diatas; jika
perlangsungan proses identifikasi menjadi lebih sulit, cara selanjutnya
yang dilakukan.
Bila memungkinkan, identifikasi visual harus dilengkapi dengan salah
satu dari dua metode lain
Metode Identifikasi
Pada dasarnya, identifikasi terdiri dari dua metode utama, yaitu:
1) identifikasi komparatif, yaitu bila selain data post mortem juga
tersedia data ante mortem, dalam suatu komunitas yang terbatas,
2) identifikasi rekonstruktif, yaitu bila tidak tersedia data ante mortem
dan komunitas tidak terbatas
Jenis metode identifikasi forensik juga dapat dibagi menjadi metode
identifikasi primer dan metode identifikasi sekunder
Metode identifikasi primer dan sekunder
Identifikasi primer terdiri dari:
Fingerprint (FP)
Dental records (DR)
DNA
Identifikasi sekunder terdiri dari:
Medical (M)
Property (P)
Photography (PG)
Prinsip identifikasi: membandingkan data antemortem dan postmortem
Primary identifiers mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingan
dengan secondary identifiers.
Metode Identifikasi Primer

Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.


Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan
jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik
Jenazah yang mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan identifikasi
primer berdasarkan sidik jari akan sulit dilakukan, maka dapat digantikan
dengan pemeriksaan gigi geligi karena gigi bersifat lebih tahan lama
terhadap proses pembusukan.
Metode Identifikasi Sekunder
Identifikasi meliputi deskripsi pribadi, temuan medis serta bukti dan
pakaian yang ditemukan pada tubuh.
Kategori ini mencakup semua efek yang ditemukan pada tubuh korban
(misalnya perhiasan, barang dari pakaian, dokumen identifikasi pribadi,
dll).
Item terukir pada perhiasan dapat memberikan petunjuk penting
mengenai identitas korban.
Penting untuk dipertimbangkan, bagaimanapun, bahwa item tertentu
mungkin tidak benar-benar bukti milik tubuh tertentu
Produk perhiasan memiliki nilai identifikasi yang lebih tinggi jika mereka
terpasang kuat ke tubuh korban (misalnya tindikan).
Kasus: Terbakarnya Pesawat Garuda GA 200
PK-GZC Boeing 737-400
Pada kecelakaan pesawat Garuda GA 200 PK-GZC Boeing 737-400
jurusan Jakarta Yogyakarta, saat melakukan pendaratan.
Pesawat membawa 133 penumpang dan 7 awak pesawat ini terbakar
dan menewaskan 21 penumpangnya (20 penumpang, 1 kru pesawat).
20 dari 21 jenazah yang ditemukan (95%) mengalami kondisi menjadi
separuh arang dan hanya 1 jenazah yang relatif tidak menjadi arang.
Seluruh (21) jenazah tersebut dapat dilakukan identifikasi secara
tepat.
Kasus: Terbakarnya Pesawat Garuda GA 200
PK-GZC Boeing 737-400
Tipe bencana: Close disaster memiliki jumlah korban meninggal dapat
diketahui secara pasti dan jelas dan dinyatakan sama dengan jumlah nama
pada daftar manifest penumpang yang dinyatakan tidak ada atau
dinyatakan meninggal.
Dari 21 jenazah satu jenazah (5%) memiliki kondisi fisik masih baik secara
visual sehingga dapat dilakukan teknik identifikasi sederhana secara visual
(photography) yang dikonfirmasi dengan data pemeriksaan sekunder dari
medis ( medical ) dan properti ( property).
Mayoritas jenazah, sebanyak empatbelas jenazah (66.7%) yang menjadi
separuh arang dapat diidentifikasi murni dari pemeriksaan primer
berdasarkan data gigi
Kasus: Terbakarnya Pesawat Garuda GA 200
PK-GZC Boeing 737-400
Sisanya, sebanyak enam jenazah (33.3%) yang telah menjadi separuh arang
teridentifikasi melalui kombinasi pemeriksaan primer dan sekunder, yaitu:
4 jenazah (66.7%) diidentifikasi dengan kombinasi data pemeriksaan primer
gigi dan data sekunder property, dua jenazah (33.3%) diidentifikasi dengan
kombinasi data pemeriksaan primer gigi dan data sekunder medis.
Pemeriksaan sekunder medis justru mengalami keterbatasan karena
jenazah yang terbakar terjadi perubahan fisik secara nyata baik tinggi
badan dan ciri khas lain, kecuali jenis kelamin yang dapat dilakukan dengan
membedah jenazah.
Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan primer mempunyai
nilai yang sangat tinggi (95%) bila dibandingkan dengan pemeriksaan
sekunder yaitu melalui pemeriksaan primer gigi.
Sidik Bibir
Sidik bibir didefinisikan sebagai gambaran alur pada mukosa bibir atas
dan bawah. Garis-garis normal atau alur pada bibir memiliki
karakteristik yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada
sidik jari.
Sidik bibir merupakan kumpulan lekukan yang terdapat pada tepian
vermilion atau bagian merah bibir. Lekukan-lekukan tersebut
diantaranya dapat berupa garis vertikal, pola bercabang, pola
retikuler, dan pola perpotongan.
Ilmu yang mempelajari sidik bibir dinamakan Cheiloscopy.
Klasifikasi Sidik Bibir
Beberapa peneliti melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan pola
sidik bibir, namun belum ada kesepakatan mengenai pola sidik bibir
yang digunakan sebagai acuan internasional.

Tipe I-V sidik bibir


menurut Suzuki &
Tsuchihashi
Klasifikasi Sidik Bibir
Santos (1967)
mengklasifikasikan lekukan
pada bibir dan membaginya
menjadi 4 tipe: 1) Garis lurus
2) Garis bergelombang 3)
Garis bersudut 4) Garis
berbentuk sinus)
Renaud (1973) membagi pola
sidik bibir menjadi 10 tipe
Sidik Bibir
Beberapa metode pengambilan sidik bibir diantaranya yaitu
menggunakan kertas karton tipis dan pewarna bibir, lateks, scotch
tape, fotografi, bahan cetak gigi, kaca preparat, dan fingerprint hinge
lifter.
Metode sidik bibir memiliki keterbatasan seperti kesulitan dalam
pengumpulan data ante mortem dan proses dekomposisinya yang
lebih cepat karena posisinya yang terletak di luar
Sidik Palatal
Kasus mayat yang terbakar atau telah mengalami dekomposisi sehingga
tidak memungkinkan identifikasi dengan menggunakan sidik jari, atau pada
korban dengan rahang edentulous yang tidak memungkinkan identifikasi
dengan mengunakan gigi-geligi, maka diperlukan metode alternatif untuk
dapat membantu proses identifikasi korban analisa terhadap ruga
palatal.
Ruga palatal memiliki morfologi yang sangat individualistik.
Ilmu yang mempelajari tentang ruga palatal disebut sebagai rugoskopi atau
palatoskopi
Pola ruga palatal yang dapat dipelajari meliputi jumlah, panjang, lokasi dan
bentuknya.
Pola dari ruga palatal itu sendiri dapat dilihat melalui cetakan gigi atau foto
intra oral
Klasifikasi Sidik Palatal
Klasifikasi yang cukup sering dipakai adalah
klasifikasi yang dibuat oleh Thomas CF dan Kotze
TFW: meliputi jumlah, panjang, ukuran dan
unifikasi dari ruga.
Panjang ruga dibagi atas : lebih dari 10 mm, 5- 10
mm, dan kurang dari 5 mm (fragmented rugae).
Bentuk ruga diklasifikasikan menjadi kurva
(curved), bergelombang (wavy), lurus (straight)
dan sirkular (circular).
Unifikasi dibagi menjadi konvergen dimana dua
ruga berasal jauh dari bagian tengah/pusat dan
menyatu saat menuju bagian tengah, dan
divergen dimana ruga berasal dari pusat dan
menyebar saat menjauh dari pusat.
Sidik Palatal
Keuntungan dari ruga palatal adalah proses analisanya yang cukup
sederhana, ketahanannya yang cukup baik terhadap sejumlah faktor
seperti suhu, dekomposisi, usia atau intervensi perawatan dan
memungkinkannya pengumpulan data ante mortem.
Namun analisis ruga palatal mengalami kesulitan bila hendak
membandingkan sejumlah ruga palatal dalam jumlah besar, misalnya
pada kasus bencana massal.
DNA
Dalam banyak kasus penyelidikan gigi atau sidik jari akan cukup
memadai. Dalam kasus lain dengan, dengan keadaan yang sangat
membusuk atau ada banyak potongan tubuh, analisis dan
perbandingan DNA mungkin metode terbaik untuk digunakan.
Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang berbeda
hanyalah urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA
tersebut. Ada jutaan pasangan basa yang terkandung dalam DNA
setiap orang, di mana urutan/susunan basa-basa tersebut berbeda
untuk setiap orang
Pengambilan Sampel DNA; Ante Mortem
Sampel
Referensi DNA Ante Mortem harus:
Kerabat dekat pertama, jika mungkin lebih dari satu. Donor yang cocok
tercantum dalam urutan preferensi di bawah ini:
Monozigot / kembar identik.
Ibu dan ayah biologis dari korban.
Ibu biologis atau ayah biologis dari korban dan jika mungkin saudara kandung.
Anak-anak biologis dan pasangan korban.
Saudara kandung dari korban (beberapa)
Sampel yang biasa dipilih adalah apusan mukosa bukal dan tetes
darah yang diambil dari ujung jari
Pengambilan Sampel DNA; Ante Mortem
Sampel
Darah atau biopsi sampel dari korban potensial
Lain situasi yang ideal, DNA sampel referensi diperoleh dari sampel
yang diambil untuk pemeriksaan medis atau analisis yang sama
sebelum kematian jenazah dan disimpan dalam bio-bank atau lainnya
bio-medis sumber DNA (seperti rumah sakit, unit patologi, dan ayah dan
darah laboratorium transfusi).
Pengambilan Sampel DNA; Ante Mortem
Sampel
Benda yang digunakan
Contoh barang-barang yang dimungkinkan untuk mengekstrak DNA:
pisau cukur, gelas, sikat gigi, sisir, lipstik, deodoran rol, cangkir dan
gellas yang digunakan, puntung rokok, helm dan topi, headphone,
kacamata, perhiasan, dan jam tangan
Pengambilan Sampel DNA; Post Mortem
Sampel Keadaan Tubuh Rekomendasi Sampel
Lengkap, mayat belum Darah (pada kertas FTA atau apusan) dan
Tingkat keberhasilan untuk sidik membusuk apusan mukosa ukal
DNA tergantung pada seberapa Termutilasi, mayat Jika memungkinkan: darah dan jaringan
cepat sampel diperoleh dan belum memusuk otot dalam.
Lengkap, mayat sudah Sampel dari tulang kompak panjang
dijaga. Selama pengumpulan membusuk atau (bagian 4-6 cm, bagian jendela, tanpa
sampel, ahli genetika forensik atau termutilasi pemisahan shaft)
patologi dengan pengetahuan Atau.
Gigi sehat (sebaiknya molar)
dasar tentang genetika forensik Atau.
harus hadir untuk memberikan Setiap tulang lain yang tersedia jika
mungkin; sebaiknya tulang kortikal
bimbingan untuk koleksi DNA dengan jaringan padat)
sampel. Tergantung pada kondisi Mayat yang terbakar Semua sampel yang tercantum di atas
jenazah, berbagai jenis jaringan hebat dan gigi yang impaksi atau akar gigi jika
ada
dikumpulkan: atau
Apusan dari kandung kemih
Referensi
Cordner S, McKelvie H. Developing standards in international forensic work
to identify missing persons [homepage on the Internet]. 2002 Available
from: http://www. icrc.org/eng/assets/files/other/irrc_848_ cordner.pdf
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan
Hukum, Sebuah Pengantar. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2008 .
Eriko Prawestiningtyas. Forensic Identification Based on Both Primary and
Secondary Examination Priority in Victim Identifiers on Two Different Mass
Disaster Cases. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV, No. 2,Agustus 2009
North Gupta S, Gupta K, Gupta O. A study of morphological patterns of lip
prints in relation to gender of Indian population. JOBCR 2011; 1(1): 12-6
Juniastuti M, Sutisna I. Perbandingan antara pola siidk bibir posisi normal
dengan posisi bibir terbuka, tersenyum dan mengecup. Indonesian Journal
of Dentistry 2005;12(2): 100-2

Anda mungkin juga menyukai