Anda di halaman 1dari 96

TUGAS REVIEW BUKU

MATA KULIAH TEORI PERENCANAAN

ANGGOTA KELOMPOK :
AYU FITRIANA RIZKI (08161013)
SITI DEWI BAROKATUL .F. (08161077)
ZAHRA SALSABILA (08161091):
PEMBAHASAN PER
BAB
OUTLI REVIEW BUKU
NE
KESIMPULAN DAN LESSON
LEARNED
BAGIAN I
PENGERTIAN
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
KOTA
PENGERTIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KOTA
Conyers dan Hill (1984) Mendefinisikan perencanaan sebagai
sebuah proses yang berkelanjutan dan menghasilkan
keputusan, ataupun pilihan yang berkaitan dengan alternatif
cara penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu
dimasa mendatang.
ELEMEN DASAR PERENCANAAN
KOTA

Menurut Conyers (1984) Elemen dasar perencanaan kota meliputi :

- Perencanaan kota membuat suatu pilihan


- Perencanaan kota mengalokasikan sumber daya yang ada
- Untuk mencapai tujuan
- Direncanakan untuk masa yang akan datang
KLASIFIKASI PERENCANAAN

BERDASARKAN TUJUAN BERDASARKAN LINGKUP BERDASARKAN SPASIAL


BERDASARKAN TUJUAN
Perencanaan Darurat
Berkaitan dengan kejadian yang bersifat darurat, misal bencana alam.

Perencanaan Kota
Berkaitan dengan pengalokasian lahan dalam berbagai fungsi dan kegiatan.

Perencanaan Antisiklik
Perencanaan yang dirancang untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya pada
negara berkembang.

Perencanaan Pembangunan
Perencanaan yang berkaitan dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
BERDASARKAN LINGKUP
Berdasarkan lingkup, klasifikasi perencanaan dibagi
berdasarkan disiplin ilmu.

PERENCANAAN PERENCANAAN
EKONOMI PENDIDIKAN

PERENCANAAN PERENCANAAN
SOSIAL TRANSPORTASI
BERDASARKAN SPASIAL
PERENCANAAN PERENCANAAN PERENCANAAN
KERUANGAN INTERNASIONAL NASIONAL

PERENCANAAN PERENCANAAN
REGIONAL LOKAL

PERENCANAAN PERENCANAAN
KOTA DESA
PERENCANAAN DUNIA KETIGA
Pada negara dunia ketiga, terdapat klasifikasi perencanaan kota yang diantaranya
meliputi perencanaan teknik yang didalamnya memuat perencanaan fisik, dan
perencanaan sarana prasarana.

Tipe perencanaan ini memiliki penanggung jawab yaitu URA (Urban Redevelopment
Authority), dan HDB (Housing and Development Board).

Pada perencanaan dunia ketiga, jenis perencanaan yang lebih diapresiasi yaitu pada
jenis perencanaan fisik dan perencanaan pembangunan ekonomi, dibandingkan
perencanaan sosial dan lingkungan, yang menyebabkan adanya ketimpangan hasil
pembangunan.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan yang lebih baik bagi masyarakat.

Perencanaan pembangunan merupakan upaya untuk mengenali potensi kota,


serta mengenali potensi kota lain sebagai referensi untuk menentukkan wajah
kota, serta mengenali SDA dengan tujuan tertentu dimasa mendatang.
UNSUR-UNSUR PEMBANGUNAN
Adapun unsur-unsur dari pembangunan yaitu diantaranya ialah
sebagai berikut :

- Proses perubahan
- Upaya yang terencana
- Tujuan yang lebih baik
- Nilai dan norma tertentu
TUJUAN PEMBANGUNAN

Secara garis besar, terdapat 3 tujuan besar pembangunan yaitu :

- Arah pertumbuhan ekonomi tinggi


- Pemerataan hasil pembangunan
- Campuran antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan
STUDI TENTANG KOTA DAN PERENCANAANNYA DI BERBAGAI
NEGARA
Pada awal abad masehi, kota dibahas sebagai sebuah cita-cita dimana kota sebagai
pusat pemerintahan yang tertinggi daripada pusat aktivitas masyarakatnya.

Sehingga kota dianggap sebagai cita-cita yang diinginkan, yang dimana dipimpin
oleh seorang arif bijaksana. Yang kemudian mengalami perubahan pada abad
pertengahan, dmana kota berkembang lebih empiris dengan mempertimbangkan
interaksi masyarakat.

Pada abad ke 20 kota direncanakan menjadi lebih modern dengan


mempertimbangkan lingkungan baik fisik, sosial, ekonomi, biologi, alam, dan
sebagainya.
PAHAM-PAHAM TENTANG KOTA
ALIRAN JERMAN ALIRAN CHICAGO

Bertitik tolak dari Memperkenalkan


kebudayaan pengetahuan
perkotaan untuk tentang ekologi
seluruh kota sosial diperkotaan
Aliran jerman
1) Marx (1818-1883) dan Engels (1820-1895)
Marx memandang potensi kota yang didukung sumberdaya dari desa. Menurut
Marx, faktor ekonomi dan proses dialektik merupakan 2 titik tolak pokok untuk
memahami perubahan sosial. Sehingga proses evolusi kota memiliki 4 fase, yaitu :
- The slave-owning city
- The feodal city
- The capitalist city
- The socialist city

2) Max Weber (1864-1920)


Weber memandang kota dari sudut norma-norma masyarakat. Menurut Weber,
kota dipandang sebagai suatu tempat yang memiliki sifat kosmopolitan, dimana
terdapat struktur sosial yang menimbulkan banyak gaya hidup dan perubahan
sosial.
3) Simmel (1858-1918)
Simmel memandang kota dari sudut psikologi, dan menganggap
kehidupan kota akan menimbulkan peningkatan saraf sehingga akan
menimbulkan sifat individualis.

4) Spengler
Terkait adanya pertumbuhan dan runtuhnya kebudayaan barat,
Spengler meletakkan hubungan antara pengertian kota, desa, dan
kebudayaan. Dimana hubungan antara desa dan kota di dunia barat
akan menggambarkan pasang surutnya kebebasan dari satu fase ke
fase yang lain.
ALIRAN CHICAGO
Teori aliran Chicago merupakan teori ekologi sosial yang dikemukakan oleh R.E.
Park (1864-1944) yang memperkenalkan struktur internal kota terkait bagian kota
yang berfungsi satu sama lain, yang diantaranya meliputi :

- Kelompok penduduk
- Pelayanan
- Kebudayaan
- Pengalaman di bagian-bagian kota

Pengamatannya sebagian besar dilakukan di Chicago, oleh sebab itu disebut


sebagai aliran Chicago.
EKOLOGI SOSIAL DALAM KOTA
1) TEORI LINGKARAN KONSENTRIS
2) TEORI SEKTORAL
3) TEORI INTI GANDA
PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA
Perencanaan pembangunan kota meliputi berbagai bidang yaitu :
- Bidang fisik = terkait tata guna lahan, aspek perancangan kota, dan sarana
prasarana.

- Bidang Sosial = meliputi kependudukan, kemiskinan, kebutuhan masyarakat,


serta penanggulangan kemiskinan.

Perencanaan ekonomi pembangunan dapat dilakukan analisis dengan


menitikberatkan pada sektor ekonomi basis suatu kota.
BAGIAN II
PERUBAHAN PARADIGMA
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA
BAB 4
PERUBAHAN
PARADIGMA
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
KOTA
A. PERUBAHAN
SISTEM POLITIK DI
INDONESIA
1. Orde Lama – Orde Baru
2. Orde Baru - Reformasi
1. Orde
Lama –
Orde Baru
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

1. Orde Lama-Orde 1955


Baru Keberhasilan
mempertahankan Kemerdekaan dan
Kedaulatannya menumbuhkan
Indonesia

rasa
simpati dari negara-negara di dunia,
hingga tahun 1955 diselengarakan KTT
17 Agustus 1945 Asia-Afrika I di Bandung. Tujuan dari KTT
Awal Kemerdekaan, Indonesia Asia-Afrika ini adalah menjalin
mengalami keterbatasan persahabatan antar negara yg belum
hubungan dengan negara lain. berkembang dan baru lepas dari
penjajahan bangsa lain.

1 2 3 4

1947-1949 1956
Belanda ingin kembali menduduki Indonesia memiliki Rencana
Indonesia, terbukti dgn adanya Pembangunan Lima Tahun
Agresi Militer Belanda (REPELITA) yg berorientasi pada
bidang pertanian saja.
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

1. Orde Lama-Orde 1965


Baru (2) 1960 Terjadi pergantian paham dari Sosialisme-
Komunisme ke Demokrasi Pancasila, yang
Akhir masa REPELITA, mulai mana itu menandakan pergantian masa
dipikirkan dan diupayakan untuk pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.
menyusun rencana Pola Perencanaan Pembangunan Nasional pada
pembangunan yg bersifat multi- masa Orde Baru berubah, dari Sistem
bidang, serta berjangka lebih Terpimpin (terpusat pada Presiden) menjadi
Panjang, meskipun tahapan Sistem Demokrasi Pancasila (ditentukan oleh
perencanaannya masih belum sekelompok orang, dgn dominasi pada tokoh-
jelas. tokoh tertentu).

5 6 7 8

1961 1967
PENASBEDE (Pembangunan Nasional Semesta Dalam siding MPR(S), tidak dihasilkan GBHN.
Berencana Delapan Tahun) dari 1961-1968 dgn Sidang ini menghasilkan ketetapan tentang
orientasi pembangunan pada bidang politik, pertanian, pencabutan kekuasaan Pemerintahan negara
dan militer. Sistem pembangunan masih terpusat pada dari Presiden Soekarno dan mengangkat
presiden. Sementara pembangunan ekonomi Soeharto sebagai presiden hasil PEMILU MPR.
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA
1. Orde Lama-Orde
Baru (3) 1968
Sidang Umum MPR(S) tidak menghasilkan GBHN lagi.
Tetapi Presiden ditugaskan untuk menyusun dan 1978
melaksanakan rencana pembangunan lima tahun. Pada tahun ini, Presiden Soeharto terpilih
Mulailah Pemerintah menyebut dirinya sebagai Kabinet kembali menjadi Presiden dan kembali
Pembangunan I menyusun REPELITA I dgn dilandasi TAP memprakarsai peniapan GBHN 1978 yg memiliki
MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan pengertian dan kerangka sistematik yang sama
Kebijaksanaan Landasan Ekonomi-Keuangan dan dengan GBHN 1973.
Pembangunan.

9 10 11
1973
Pada tahun ini mulai dirumuskan pengertian GBHN sbg Haluan Negara dalam garis-garis besar yang
hakikatnya adalah suatu Pola Umum Pembangunan Nasional yang ditetapkan oleh MPR. Sedangkan Pola
Umum Pembangunan Nasional berisi program pembangunan di segala bidang yang berlangsung terus
menerus untuk mewujudkan tujuan nasional yg tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pola Umum
Pembangunan Nasional dituangkan secara sistematis dalam :
1. Pola Dasar Pembangunan Nasional.
2. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang.
3. Pola Umum Pembangunan Lima Tahun Kedua.
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA
1. Orde Lama-Orde 1993-1998 (2)
Tantangan yg harus dihadapi pada Pelita ke-6 yg akan mengawali PJP II :
1. Globalisasi
Baru 1983
(4)dan 1988 2. Kesenjangan Sosial-Ekonomi
3. Bertambahnya jumlah penduduk
Berlangsung proses penyiapan GBHN 4. Kesehatan masyarakat perlu ditingkatan
yang sama yang dilakukan oleh 5. Organisasi kepemudaan perlu ditingkatkan semangat patriotisme.
Serketariat Jendral Dewan Pertahanan 6. Tantangan dalam kehidupan Beragama
Keamanan Nasional sebagai pengumpul 7. Meningkatkan penguasaan IPTEK
bahan dari masyarakat, yg hasilnya 8. Pembangunan kepastian hukum
dihimpun dan disiapkan rumusan akhir 9. Pengamalan budaya politik Pancasila
rancangan GBHN oleh suatu tim yg 10.Perlunya perhatian pembangunan daerah, khususnya daerah terbelakang.
dibentuk Presiden.
1993-1998 (3)
Tujuan Pelita ke-6 :
1. Menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia &
masy. Indonesia dalam meningkatkan kualitas SDM

12 13 untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batinyg lebih


selaras, adil, dan merata.
2. Meletakkan landasan pembangunan yg mantap untuk
tahap pembangunan berikutnya.

1993-1998
Sama seperti proses penyiapan GBHN sebelumnya, namun hal yg perlu diperhatikan pada GBHN 1993, meliputi :
1. Masa Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I) akan berakhir dgn berakhirnya Pelita ke-5.
2. PJP II akan dilaksanakan menjelang dan memasukin abad ke-21 dgn perkembangan IPTEK yg pesat, pasca perang-
dingin Amerika Serikat-Uni Sovyet, serta globalisasi, sehingga perlu peningkatan SDM untuk mengantisipasi
perubahan tersebut.
3. PJP II dilaksanakan pada Pelita ke-6 dengan sasaran terciptanya kualitas SDM Indonesia yg maju dan mandiri dalam
suasana tentram, sejahtera lahir batin dalam tata kehidupan masyarakat, dgn orientasi pembangunan pada bidang
Kekurangan dan Kelebihan Masa Orde Lama

Kekurangan Kelebihan
1. Pelaksanaan demokrasi cenderung terpusat pada Presiden Soekarno 1. Paham Politik yang menganggap semua golongan
(one show man) dan kurang mengoptimalkan peran daerah-daerah. memiliki kedudukan yang sama rata dan sama rasa,
2. Perencanaan Pembangunan kurang sistematis, karena pada masa itu sehingga layak hidup berdampingan.
masa transisi setelah kemerdekaan dan masih banyak gejolak dari
pihak asing, seperti adanya agresi militer I dan II di beberapa daerah.
3. Pembangunan di bidang ekonomi kurang diperhatikan. Pembangunan
hanya terpusat di Ibukota Jakarta, sehingga kemiskinan merajalela.
4. Karena kondisi ekonomi lemah, sehingga masyarakat mudah dihasut
dan akhirnya muncul kelompok/Partai Komunis yg ingin
menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi akan berpengaruh pada aspek politik dan aspek politk akan
berpengaruh pada paradigma perencanaan yang dianut.
2. Orde
Baru –
Reformasi
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

1. Orde Baru-
Reformasi 1998 (Akhir Masa Orde Baru)
Ketika Pelita ke-6 berakhir, terjadi pergantian sistem politik dari sistem Orde Baru ke era Reformasi. Pada masa
Orde Baru sebenarnya konsep perencanaan pembangunan sudah sesuai dengan prinsip perencanaan, yaitu tahapan
dan tujuannya jelas, logika yang baik serta target waktu yg logis. Pada masa Orde Baru perencanaan pembangunan
berorientasi pada paham Demokrasi Pancasila yang mengarah pada paham liberalism, khususnya di bidang politik

1
luar negeri dan ekonomi. Akan tetapi, dalam penerapan kebijakan pembangunan dan politik dalam negeri mengarah
pada sosialisme-otoriter yang sering mengabaikan HAM, kesamaan dan keadilan sosial. Segala sesuatu yang
berkaitan dengan keamanan, politik, penggusuran penduduk dengan mengatasnamakan pembangunan justru
merugikan dan menumbuhkan ketidakadilan bagi kelompok masyarakat tertentu, sehingga pelaksanaan
pembangunan pada masa orde baru terkesan otoriter di mata rakyat.
Selain itu pada masa akhr 1990, perilaku sosial-politik yang bersifat otoriter, dilanjutkan dengan perilaku
Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang cukup mencolok di kalangan pemerintahan orde baru. Gejala ini menimbulkan
ketidakpuasan dan akhirnya pada 21 Mei 1998 sebagai titik runtuhnya masa Orde Baru dan beralih ke Era Reformasi
yang dipelopori oleh para pemuda (mahasiswa).
PERUBAHAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

1. Orde Baru-
Reformasi 1998 (Awal Era Reformasi)
Pada awal Era Reformasi, masyarakat masih merasakan trauma dengan kejadian
KKN dan Pembangunan yang bersifat otoriter yang terjadi selama masa Orde Baru.

2
Rakyat menganggap istilah pembangunan memberi kesan tidak transparan, dan penuh
rekayasa. Akibat dari hal itu, pada awal era reformasi, masyarakat menjauhkan diri dari
istilah pembangunan yang bersifat rasional.

2005-Sekarang
Pada tahun 2005, sedikit demi sedikit istilah pembangunan muncul kembali, namun belum
sepenuhnya diterima dan populer. Pada awal era Reformasi terjadi permasalahan sosial politik

3 berkepanjangan, seperti percepatan pemilihan presiden pada era Presiden B.J Habibie, pergantian
presiden dari Abdurrahman Wahid yang hanya memimpin negara selama 2 tahun ke presiden
Megawati Soekarnoputri.
Pada masa presiden Megawati Soekarnoputri, arah pembangunan juga belum jelas, melainkan
masih diisi dengan konflik internal. Selanjutnya, pada masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
pembangunan berjalan, tetapi konsep perencanaan pembangunan tidak jelas. Demikian pada periode
kedua masa jabatan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, perencanaan pembangunan nasional masih
diisi dengan konflik internal.
perencanaan pembangunan tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah dikarenakan adanya UU
terkait Otonomi Daerah yang memberikan ruang besar bagi Pemerintah Daerah kota/kabupaten untuk
menjalankan pembangunan di wilayahnya. Para era Reformasi, perencanaan pembangunan tidak
terlalu menekankan pada perencanaan yang bersifat komperhensif dan utuh, tetapi lebih ke
perencanaan yang bersifat strategik dan dirasa memiliki manfaat yg jelas pada jangka pendek
sehingga cenderung diminati.
Kekurangan dan Kelebihan Masa Orde Baru

Kekurangan Kelebihan
1. Perencanaan pembangunan berorientasi pada paham Demokrasi 1. Perencanaan Pembangunan bersifat Komperhensif
Pancasila yang mengarah pada paham liberalism, khususnya di (menyeluruh) dan Utuh.
bidang politik luar negeri dan ekonomi. Akan tetapi, dalam penerapan 2. Konsep perencanaan pembangunan sudah sesuai
kebijakan pembangunan dan politik dalam negeri mengarah pada dengan prinsip perencanaan, yaitu tahapan dan
sosialisme-otoriter yang sering mengabaikan HAM, kesamaan dan tujuannya jelas, logika yang baik serta target waktu yg
keadilan sosial. logis.
2. Perilaku Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang cukup mencolok di
kalangan pemerintahan orde baru.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa paham politk yang dianut akan berpengaruh pada paradigma perencanaan yang dianut.
B. PERUBAHAN
PARADIGMA
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA
Dipengaruhi oleh :
1. Lingkungan Eksternal
2. Lingkungan Internal
1. Lingkungan Eksternal

a. Era Globalisasi
Era Globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena
pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan
lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk
kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang
semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi
dan budaya antar bangsa.

b. Era Perdagangan
Bebas
Kesepakatan perjanjian kerjasama ekonomi regional antar negara-negara di Aisa
Pasifik akan mempengaruhi keputusan ekonomi, politik, dan keuangan di kota-kota
di setiap negara.

c. Otonomi Daerah
Adanya UU terkait Otonomi Daerah yang memberikan ruang besar bagi
Pemerintah Daerah kota/kabupaten untuk menjalankan pembangunan di
wilayahnya sesuai dengan potensi dan permasalahan masing-masing daerah.
2. Lingkungan Internal

a. Kesenjangan dan
Kemiskinan
Pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan (keuntungan) saja, di satu
sisi telah menyebabkan terabaikannya kesejahteraan masyarakat. Seharusnya
dalam menghadapi era globalisasi, masalah kesenjangan dan kemiskinan bisa
dicegah melalui masyarakatnya diberdayakan agar mereka mampu bersaing
dengan masyarakat dari negara-negara lain. Tetapi dikarenakan kemampuan
masyarakat tidak merata (berbeda-beda setiap daerah) maka muncullah
paradigma baru pembangunan yaitu pembangunan yang memberikan perhatian
pada ekonomi kerakyatan guna mengurangi monopoli kota trahdap daerah
hinterland-nya.
Perubahan Pola Manajemen Sektor Publik
Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat melibatkan
beberapa pihak untuk ikut menentukan suatu kebijakan. Ada
5 (lima) Aktor (5P) yang terlibat dalam pembangunan, yaitu :
1. Policy Maker
2. Public Sector
3. Private Sector
4. Profesional
5. Pers

5P tersebut pada Era Reformasi harus meningkatkan peran


dan saling bekerja sama untuk mewujudkan reformasi yang
diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Aspek Perubahan dari Paradigma Lama ke
Paradigma
No. Aspek Baru Paradigma Lama Paradigma Baru

Digerakkan oleh aturan dan Didorong niat untuk


Dasar Dinamika
1. Petunjuk Pelaksanaan memenuhi kebutuhan
Manajemen
(Rule Driven) masyarakat (Need Driven)

2. Wawasan Sektoral Kewilayahan

Gagasan para pakar dan Isu dan peluang


3. Sumber Inisiatif
perencana pembangunan pembangunan

4. Penanganan Sentralistik Desentralistik

Dilandasi pertimbangan
Perencanaan Dilandasi pertimbangan Tekno
5. Tekno Ekonomi dan Sosio
Pembangunan Ekonomi
Politik
Pengambilan Deterinistik Berdasarkan analisis Interaktif – dipengaruhi aspek
6.
keputusan rasional psiko sosial
Sumber : Sriwidiyoko (1999) dalam Hariyono (2010)
PARADIGMA PERENCANAAN KOMPERHENSIF

“Perencanaan Komperhensif adalah


perencanaan yang berupaya memahami masalah-
masalah kota secara menyeluruh dengan
melibatkan berbagai aspek dan bidang terkait
untuk memberikan rekomendasi yang bersifat
membangun melalui berbagai kewenangan untuk
mengarahkan kebijakan pembangunan kota, serta
memungkinkan para pejabat yang berwenang
mengambil suatu tindakan tertentu.”
— Hariyono, 2010

Perencanaan Komperhensif biasanya tidak hanya


menyangkut perencanaan yang melibatkan banyak aspek
saja, tetapi juga mencakup Kawasan yang lebih luas.
PARADIGMA PERENCANAAN STRATEGIK

“Perencanaan Strategik adalah


perencanaan yang menghasilkan prioritas
permaslahan yang harus segera ditangani
dan biasanya digunakan untuk jangka
pendek dan berlangsung pada Kawasan
atau lingkup tertertentu, dan diharapkan
dalam waktu dekat akan dapat diambil
keuntungan terntentu.”
— Hariyono, 2010
Ciri Pendekatan Perencanaan Komperhensif dan
No.
Strategik
Pendekatan Perencanaan Komperhensif Perencanaan Strategik
Konvensional : melihat perencanaan kota Strategis : : melihat perencanaan
1. Pendekatan
secara terisolir kota sebagai urban planning
Global, Asia Pasifik, Nasional,
2. Orientasi Perencanaan Nasional, Regional, Lokal
Regional, Lokal
Ke arah sektor ekonomi, demand
3. Orientasi Kebijakan Ke arah fisik pemecahan standar
oriented dan user satification
Maksimal : konsultasi, kemitraan
4. Penyertaan Stakeholder Minimal
dan pemberdayaan
Legalistik Inovatif
Pendekatan Rutin Dinamis
5.
Perencanaan Comprehensive Strategik
Sektoral Keterpaduan antar sektor
Peranan Pemerintah
6. Menentukan Regulator Mengarahkan Mediator/fasilitator
Daerah
7. Pemanfaatan Ruang Terpisah Mixed use planning
Fixed Zoning Flexible Zoning
8. Instrument
Detail Peruntukan Intensif dan disinsentif

Sumber : Ahmad dalam Sriwidiyoko (1999) dalam Hariyono (2010)


PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNA KOTA
BERKELANJUTAN
Perubahan paradigma dari optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber
Daya Manusia (SDM), dan Sumber Daya Berkelanjutan (SDB) menjadi paradigma baru
berkelanjutan yang berarti :
“pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak
pemenuhan untuk generasi mendatang”

Menurut Budihardjo dalam seminarnya yang berjudul “ Kota Berkelanjutan : Perencanaan


dan Pembangunan Perkotaan di Masa Datang” (22 Desember 1997), menyebutkan ada
Kaidah Sapta (7E) dalam membangun kota yang berkelanjutan, meliputi :
1. Employment (ketersediaan lapangan kerja)
2. Ecology (keseimbangan lingkungan)
3. Equity (pemerataan pelayanan dan penyediaa fasilitas)
4. Engagement (keterlibatan aktif segenap pelaku pembangunan 5P)
5. Energi, baik yg terbarukan ataupun tidak.
6. Etika membangun kota
7. Estetika
BAB 5
TEORI KOTA
BARU
1. Definisi
“Kota
Baru”
1. Definisi “Kota Baru”

a. Lloyd Rodwin (dalam


Jayadinata, 1992)
Kota baru adalah kota yang direncanakan, didirikan, dan kemudian dikembangkan
secara lengkap setelah ada kota atau kota-kota lain yang telah tumbuh dan
berkembang terlebih dahulu.

b. Urban Land Institute


Amerika
Kota baru adalah sebagai suatu proyek pengembangan lahan yg luasnya dapat
menyediakan unsur-unsur lengkap seperti perumahan, industry, dan
perdagangan yang secara keseluruhan dapat memberikan kemampuan dalam
hal, sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan untuk hidup dan bekerja di dalam lingkungan
tersebut.
2. Suatu spektrum jenis dan harga rumah yang lengkap.
3. Ruang terbuka bagi kegaitan pasif dan aktif permanen serta ruang-ruang
terbuka yang melindungi Kawasan tempat tinggal dari dampak kegiatan
industry.
4. Pengendalian segi estetika yg kuat.
5. Pengadaan biaya/investasi yg cukup besar untuk keperluan pembangunan awal.
1. Definisi “Kota Baru” (2)
c. Advisory Commision on Intergovernmental
Relation (Jayadinata,
Kota baru sebagai 1992)
permukiman yg mandiri yg direncanakan dengan skala yg cukup
besar sehingga memiliki kriteria sebagai berikut.
1. Dimungkinkan untuk menunjang kebutuhan berbagai jenis rumah tinggal dan
kegiatan ekonomi sebagai lapangan kerja bagi penduduk di dalam permukiman itu
sendiri.
2. Dikelilingi oleh jalur hijau yg menghubungkan secara langsung dgn wilayah
pertanian di sekitasnya dan juga sbg pembatas perkembangan kota dari segi jumlah
penduduk dan luas wilayahnya..
3. Dengan mempertimbangkan kendala dan limitasi yg ada dapat menentukan
proporsi peruntukan lahan yg sesuai untuk kegiatan industry, perdagangan,
perumahan, fasilitas, utilitas umum serta ruang terbuka, pada proses
perencanaannya.
4. Dengan mempertimbangkan fungsi kota serta lahan tersedia dapat ditentukan pola
kepadatan penduduk yg serasi.

d. Golany (1982)
Kota baru sebagai kota-kota khusus yg dikembangkan sehubungan dengan upaya
pengembangan fungsi tertentu seperti kota pengusahaan industry, kota pengusahaan
pertambangan, kota pengusahaan perkebunan, kota penunjang instalasi tertentu
(instalasi militer, instalasi percobaan, dan instalasi pusat ketenagaan).

Kota baru tidak selalu dibangun di atas tanah perawan (lahan baru), tetapi juga dapat
berupa pengembangan dan pembaharuan permukiman pedesaan atau kota kecil secara
total menjadi kota lengkap yg mandiri.
2.
Kategori
“Kota
Baru”
2. Kategori “Kota Baru”
Secara Fungsional, kota baru dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat),
meliputi :
KOTA SATELIT KOTA
MANDIRI
.

1 2 3 4

KOTA PENUNJANG KOTA BARU DI DALAM


KOTA
2. Kategori “Kota Baru” (2)
a. Kota Satelit, yaitu kota baru yg direncanakan dan dikembangkan
tetapi penduduknya masih memiliki hubungan dengan suatu kota induk yg
telah tumbuh dan berkembang, berkaitan dengan pekerjaan dan
kebutuhan hidup sehari-hari. Umumnya jenis kota baru ini dimaksud
sebagai suatu upaya untuk membantu memecahkan permasalahan yg
terjadi di kota induk.
Contoh :
Kota Surabaya sebagai sebagai kota metropolitan memiliki masalah utama, yaitu
terkait jumlah penduduk yg terus meningkat dan selaras dengan peningkatan jumlah
kebutuhan tempat tinggal. Mayoritas masyarakat Surabaya yg bekerja di dalam Kota
Surabaya, namun tidak sedikit yg bertempat tinggal/rumahnya berada di kota-kota
sekitar Surabaya, seperti Kota Sidoarjo, Mojokerto, dsb disebabkan penggunaan lahan
di pusat Kota Surabaya yg sudah sangat padat pemanfatannya.
2. Kategori “Kota Baru” (3)
b. Kota Penunjang, yaitu kota baru yg secara ekonomis dan social
fungsinya mempunyai ketergantungan terhadap kota induk. Pendirian
dan pengembangannya didasari atas kebutuhan untuk membangun
suatu permukiman baru berskala besar untuk membantu
memecahkan permasalahan yg terjadi di kota induknya. Kota
baru ini berperan dalam penunjang eksistensi kota yg sudah ada
(tumbuh dan berkembang). Dari literatur, kota baru yang termasuk
kota penunjang meliputi :
1) Permukiman lengkap yg berskala besar di pinggiran kota induk yg
disebut kota satelit.
2) Kota kecil di sekitar kota induk yg ditingkatkan dan dikembangkan
Contoh :
Kota Tangerang dan Bekasi yg kedudukannya sebagai satu kesatuan dgn Kota Jakarta
(Jabodetabek). Kota-kota disekitar kota metropolitan inilah yg berfungsi sebagai
2. Kategori “Kota Baru” (4)
c. Kota Mandiri, yaitu kota baru yg direncanakan dan
dikembangkan tersendiri walaupun fungsinya berkaitan dengan kota-
kota yg telah tumbuh dan berkembang, tetapi kota-kota ini
dikembangkan dgn fungsi khusus yg berkaitan dgn potensinya. Kota
ini baru dapat dibangun di atas suatu wilayah perawan (lahan baru)
atau kota kecil yg kemudian dikembangkan sehingga memiliki suatu
kelengkapan sebagai suatu kota.
Secara ekonomi dan social, kota ini setidaknya mampu
memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri. Secara geografis,
berada pada wilayah tersendiri pada jarak yg cukup jauh dari kota yg
telah ada secara fisik terpisah oleh suatu wilayah bukan
permukiman, hutan, jalur hijau, atau suatu wilayah non urban
lainnya.
2. Kategori “Kota Baru” (4)
Kota-kota yg termasuk kota baru mandiri ini dapat dirancang secara
khusus menjadi suatu kota dgn fungsi tertentu, meliputi:
1) Kota baru pusat pemerintahan
2) Kota industry
3) Kota pertambangan
4) Kota usaha kehutanan
5) Kota instalasi ketenagaan
6) Kota instalasi militer
7) Kota pusat rekreasi
8) Permukiman khusus berskala besar, dsb.

Contoh :
Kota Batu sebagai kota wisata yg memisahkan diri dari Kab. Malang tahun 17 Oktober
2001, serta sebagian Kec. Samboja dan Sebagai Kec. PPU yg akan direncanakan sebagai
pusat pemerintahan Ibukota Indonesia yg baru pada tahun 2019.
2. Kategori “Kota Baru” (5)
d. Kota baru di dalam Kota, yaitu suatu kota yang dibangun
kembali pada sebagian besar area kota yang telah ada. Kota yg telah
ada diperbarui secara total karena berbagai sebab, dapat berupa
karena kota itu kumuh dan sulit untuk diperbaiki.

Contoh :
Kota Singapura Kawasan Orcard semula merupakan suatu perkebunan dan
permukiman yg tidak layak. Kemudian oleh pemerintah Kawasan ini dibongkat
menjadi Kawasan modern, sehingga menjadi landmark Kota Singapura.
3.
Perkemba
ngan
“Kota
Baru”
3. Perkembangan “Kota Baru”
Proses evolusi sangat dipengaruhi oleh factor-factor peradaban,
kebudayaan, teknologi, tuntutan kebutuhan, dan komunikasi. Menurut
Golany (1982) perkembangan kota baru dapat dibagi menjadi 4 (empat)
masa, meliputi :
KOTA BARU MASA KOTA BARU PASCA
PRA-REVOLUSI REVOLUSI INDUSTRI
INDUSTRI .

1 2 3 4

KOTA BARU MASA KOTA BARU


REVOLUSI MASA KINI
INDUSTRI
2. Kategori “Kota Baru” (2)
a. Kota Baru Masa Silam & Masa Pra-Revolusi Industi, dalam arti yg
hakiki, kota baru sudah dikenal sejak zaman Mesir, Yunani, dan Romawi dan
kemudian masa peralihan (Renaissance) di Eropa (Golany, 1982)

Motivasi pembangunan kota baru pada masa itu dilandaskan pada prestise
kekuasaan dan pemerintah, kepentingan militer, pertukaran barang, atau
suatu pembukaan wilayah frontier dalam hubungannya dengan penghunian
baru oleh para imigran (Golany, 1982).
2. Kategori “Kota Baru” (3)
b. Kota Baru Masa Revolusi Industi, menurut John Ratcliffe (1980)
terdapat 2 (dua) jenis kota baru, meliputi : kota pekerja (Worker Town) dan
kota satelit (Satellite Town).

Motivasi pembangunan kota baru pada masa itu dilandaskan pada motivasi
kaum industrialis yg kapitalistik pada masa industrialisasi secara besar-
besaran. Dengan tersediannya permukiman pekerja maka diharapkan akan
dapat dihimpun tenaga kerja semurah-murahnya.
2. Kategori “Kota Baru” (4)
c. Kota Baru Masa Pasca Revolusi Industri
Setelah masa revolusi industry, dampak munculnya industry menyebabkan
kota tidak nyaman dihuni karena kota menjadi macet, penduduk padat,
polusi udara. Kota yg tidak sehat memicu munculnya penyakit bagi
masyarakatnya. Kondisi ini melahurkan rancangan kota yg mampu
mengatasi masalah kota yg disebabkan kegiatan industry tersebut, salah
satunya konsep kota Howard.
Konsep Howard, merancang kota dgn beberapa kota-kota kecil di
sekitar kota besar. Kota-kota ini dirancang di tengah-tengah
perkebunan dan dihubungkan dgn alat transportasi umum, yg dikenal
konsep Garden City.
Beberapa kota baru didirikan dgn mempertimbangkan aspek
lingkungan, baik lingkungan alam, social, dan ekonomi.
2. Kategori “Kota Baru” (4)
c. Kota Baru Masa Kini
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, di negara-negara yg sudah
maju tidak banyak mengalami pertumbuhan kota baru, krn jumlah
penduduknya relative konstan atau bahkan berkurang.
Sedangkan di negara-negara berkembang yang umumnya baru
merdeka, beberapa kota baru didirikan dengan fungsi-fungsi tertentu
untuk menopang pembangunan.

Contoh :
• Kota Batam sbg pusat penambangan minyak dan terakhir berubah menjadi
kota perdagangan dan jasa.
• Kota-kota baru di Kalimantan mulai muncul sebagai pusat penebangan kayu.
• Irian, terdapat pusat tambang seperti Freeport yg menyerupai kota baru.
BAB 6
MEWUJUDKAN
SEMARANG
KOTA
PARIWISATA
1. Sejarah
Awal
“Kota
Semarang”
1. SEJARAH AWAL “KOTA SEMARANG”
Menurut Serat Babad Nagari Semarang (Tim Peneliti Pemda Kodya Dati II
Semarang (1979) Asal nama “Semarang”
Berasal dari kisah Ki Pandan Arang, Putra Sultan Demak II yg pergi ke Pulo Tirang, di tepi pantainya ditanami
pohon asem yg jarang-jarang, sehingga tempat tersebut diberinama “Semarang”.

1513
Semarang sudah ada sebagai bawahan
simpang Demak dan telah tumbuh menjadi
pusat prdagangan dan pelabuhan yg ramai.
Masyarakat mayoritas bermata pencaharian
sebagai pedagang, nelayan, dan pengrajin
kerajinan.

1 2

Abad ke-17
Surutnya penguasaan Demak, pada abad ke-16 muncul Kerajaan Mataram
dibawah Raja Sultan Agung, sehingga Semarang berada dibawa Demak yg
dikuasai oleh Kerajaan Mataram. Akibat pemberontokan Trunojoyo, Sunan
Amangkurat II (salah satu raja saat itu) meminta bantuin VOC untuk
menumpasnya, namun Belanda meminta Semarang di bawah VOC sebagai
Sumber : Djuliati (2006) imbalanan
1. SEJARAH AWAL “KOTA SEMARANG”

Abad ke 17 (2) 1741


Dalam system pemerintahannya terhadap rakyat pribumi, VOC tatap Akibat perang Pecina, yaitu Pemberontakan Tionghoa
mengangkat Bupati Pribumi dibawah pengawasannya. Untuk penduduk (1740) menyebabkan diberlakukannya wijkenstelsel
Tionghoa, VOC mengangkat Kapitein yg mengetuai komunitas Tionghoa yg mengharuskan penduduk Tionghoa menetap di
di setiap kota. Penduduk Tionghoa ingin menguasai perdagangan di Kota suatu Kawasan khusus, yg disebut Chinese camp
Semarang dgn ingin menjabat sebagai syah bandar, biasanya yg atau Pecinan. Jika penduduk Tionghoa jika ingin pergi
menjabat sbg. syah bandar juga akan sekaligus menjadi Kapitein. Dengan atau berdagang ke tempat lain harus izin dulu (sejak
demikian, masyarakat Tionghoa saat itu mulai menguasai perdagangan diberlakukaknnya passenstelsel).
di Semarang.

3 4 5

1740-1748
Kota Semarang muali
berkembang menjadi kota
colonial, dgn terlihat dari
banyaknya orang Belanda yg
tinggal dan bangunan bergaya
arsitektur Eropa Belanda
1. SEJARAH AWAL “KOTA SEMARANG”

Sejak saat itu, Kota Semarang terbagi atas 3 golongan secara spasial,
meliputi :
1. Golongan Pribumi, merupakan mayoritas. Ditandai dengan adanya dalem
kabupaten di tengah kota. Pasar Djohar di sebelah timur, Masjid Agung Kauman
di sebelah barat, dan alun-alun di depan kabupaten. Penduduk pribumi
bermukim dan tersebar di belakang jalan-jalan besar.
2. Golongan Tioghoa, Kawasan Pecinan berada di sebelah timur dan selatan
Kauman
3. Golongan Belanda, berada di sebelah utara, yaitu di Kota Lama tempat VOC
pertama berdiri di Kota Semarang dengan Gereja Immanuel beserta Gereja
Katholik dan Susteran di sebelah timurnya.
2.
Semarang
sebagai
“Kota
Pariwisata”
2. SEMARANG sebagai “KOTA PARIWISATA”
Dari penjelasan SEBELUMNYA, dapat disimpulkan bahwa Kota Semarang dahulunya
dibangun dan dikembangKan oleh 3 golongan masyarakat, yaitu golongan paling
rendah Pribumi (Jawa), tingkatan kedua ada golongan Tionghoa, dan Golongan
tertinggi Belanda.
Dimana, setiap sejarah 3 golongan tersebut juga meninggalkan nilai historis dan
peninggalan yang dapat diselamatkan dan mampu bertahan hingga saat ini, baik
secara fisik maupun nilai-nilai sejarahnya.

Pada tahun 2000, muncul gagasan untuk menjadikan Kota Semarang sebagai
Kota Wisata, yg dimulai dgn merevitalisasi bangunan besejarah yang meliputi :
a. Kawasan Pecinan
b. Kota Lama
c. Kawasan Masjid Agung Kauman (beserta pasar Johar dan bekas alun-alun)
d. Kawasan Vihara Watugong, dan
e. Beberapa candi
Kegiatan revitalisasi ini bertujuan untuk mengembalikan wujud bangunan
seperti wujudnya sedia kala, yg mana nantinya bangunan ini akan dijadikan
Destinasi Wisata di Kota Semarang dengan Tema Wisata Sejarah dan
2. SEMARANG sebagai “KOTA PARIWISATA” (2)
Beberapa upaya yg saat ini dilakukan Pemeritnah Kota Semarang untuk
mewujudkan Semarang sebaga “Kota Pariwisata” adalah dengan melalui :
1. .Branding, yaitu “Semarang Pesona Asia” (SPA) yg dicanangkan Walikota
Semarang tahun 2007. Branding ini dilatar belakangi karena sejarah social
masyarakat yg terbentuk dan peninggalan sejarah Kota Semarang yg mewakili
salah satu budaya bangsa Asia.
2. Membangun karakter atau daya tarik wisata melalui cerita-cerita
sejarah/mitos yang menunjukan Akulturasi dan Asimilasi budaya di Kota
Semarang, guna membangun eksistensi kota itu sendiri.
3. Penataan Fisik melalui revitalisasi bangunan besejarah, mengatur
ketinggian bangunan dan fasad bangunan di sekitar bangunan
besejarah, serta penyediaan ruang terbuka berupa jalur hijau dan
trotoar bagi pejalan kaki di jalan-jalan Kota Semarang untuk
mewujudkan City Walk guna menciptakan mental mapping yg baik yg akan
dibawa pulang oleh wisatawan.
4. Menjaga kebersihan ruang publik dan menata PKL untuk memberikan
kenyaman pada wisatawan (seperti Malioboro).
BAB III
STRATEGI
PEMBANGUNAN KOTA
Potensi Kota Batam:
1. Ekonomi: Berkontribusi memberikan pemasukan terbesar di bidang
ekspor non-migas dan pemasukan kedua terbanyak setelah Bali di
bidang pariwisata di Indonesia.
2. Investasi: Bebas bea masuk bagi barang impor serta pembebasan PPN,
pajak pertunjukan dan pajak lainnya sehingga dapat menarik
perusahaan untuk melakukan investasi
3. Sarana dan Prasarana: adanya pembangunan jembatan penghubung
antar pulau, pelabuhan internasional, bandara Hang Nadim dan jalan
raya untuk mendukung pengembangan sector industry dan pariwisata
serta peningkatan iklim investasi Kota Batam
4. Lokasi Kota Batam cukup strategis yaitu dekat dengan perairan
internasional tersibuk di dunia, yaitu Singapura.
Masalah Kota Batam:
1. Kurangnya pemerataan fasilitas Pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM, dimana
sebesar 70% tenaga kerja berpendidikan sekolah menengah
2. Tingginya jumlah pendatang melebihi kapasitas peluang tenaga kerja yang
menyebabkan pengangguran, kriminalitas dan prostitusi.
3. Pembangunan dan investasi terkonsentrasi di Pulau Batam. Akibatnya terjadi
kesenjangan kesejahteraan masyarakat antara Pulau Batam dan daerah hinterlandnya.
Serta adanya konsentrasi pertumbuhan penduduk di kawasan tertentu akibat migrasi.
4. Pembangunan yang terfokus pada industry pengolahan dan berorientasi ekspor
sehingga cenderung mengabaikan industry kecil. Kondisi ini menciptakan masyarakat
terpinggirkan atau marginal yang jauh dari sentuhan pembangunan.
5. Adanya dualism pengelolaan antara berada dibawah pemerintah pusat melalui Badan
Otorita serta pemerintah daerah Batam akibat adanya UU 22 Tahun 1999.
Masalah Kota Batam:
1. Pembentukan kelembagaan legislative daerah (DPRD) yang belum terealisasi
sehingga pendapatan daerah harus dimasukkan melalui Provinsi Riau kemudian
disalurkan ke Kota Batam. Akibatnya subsidi yang disalurkan ke Kota Batam tidak
sebanding dengan kontribusi PAD Kota Batam.
2. Adanya rumah liar sebagai dampak dari meningkatnya jumlah penduduk dan
belum terantisipasinya kebutuhan perumahan.
3. Aktivitas kota cenderung memusat di pusat perkotaan Kota Batam yaitu di Nagoya
dan Batam Center sedangkan daerah hinterland cenderung minim aktivitas.
4. Penataan ruang yang belum optimal sehingga mengakibatkan terancamnya
kawasan tangkapan air, kawasan sabuk hijau dan kawasan lainnya akibat
perkembangan rumah liar serta sector informal yang kurang tertata.
Strategi Pembangunan Kota Batam:
1. Menciptakan, menjaga dan mengoptimalkan manfaat dari keunggulan dan potensi local yang dimiliki
Kota Batam, seperti sector pariwisata, kebudayaan, pertanian dan pendayagunaan usaha ekonomi
menengah dan kecil
2. Membekali masyarakat dengan pemahaman isu global agar dapat meningkatkan daya saing Batam di
pasar dunia
3. Menciptakan peluang-peluang ekonomi di bidang industry, perdagangan, pariwisata, kelautan dan alih
kapal
4. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dengan
melakukan pemantapan otonomi daerah, melakukan pembenahan masalah kelembagaan dan
administrasi
5. Meningkatkan pelayanan public yang kondusif seperti perumahan, fasilitas Pendidikan yang bersifat
formal, informal maupun non-formal; serta penciptaan lapangan kerja oleh pemerintah dan swasta
6. Pemerataan Pendidikan, lapangan kerja dan kegiatan pembangunan khususnya di daerah hinterland
7. Pembinaan penduduk yang berstatus pengangguran, criminal dan melakukan prostitusi
Pengembangan Kota Yogyakarta Sebagai Kota
Metropolitan
1. Pertumbuhan aktivitas Kota Yogyakarta menyebabkan perkembangan kota ke arah sub urban
2. Perkembangan sektor perdagangan (yang dipicu oleh bidang Pendidikan) dan pariwisata
mengakibatkan perkembangan penduduk dan ruang mengarah pada jalur pariwisata dan
Pendidikan, yaitu ke arah Utara (Kabupaten Sleman: jalan Kaliurang) dan Selatan (Kabupaten
Bantul: jalan Parangtritis, Pantai Selatan) yang mengakibatkan Kota Yogyakarta berkembang
melewati batas kotanya serta terjadinya aglomerasi pada daerah tersebut yang merupakan
daerah penyangga.
3. Dibentuknya kawasan Aglomerasi Perkotan Yogyakarta (APY) yang terdiri dari Kota Yogyakarta
dan beberapa kecamatan dari Kabupaten Sleman dan Bantul dimana dibatasi oleh jalur lingkar/
ring road pada batas luarnya. Kawasan APY diperuntukkan dalam mengatasi keterbatasan luas
lahan serta mengatasi pertumbuhan penduduk yang menjauhi pusat kota. Sehingga Kota
Yogyakarta mengalami pemekaran fisik namun secara administrative tergolong tetap, dimana
masing-masing kecamatan masuk dalam wilayah administrative kabupatennya.
Pengembangan Kota Yogyakarta Sebagai Kota
Metropolitan
1. Adanya program APY diharapkan dapat memberikan hasil yang positif, seperti:
a. Meningkatkan status Kota Yogyakarta sebagai kota metropolitan
b. Mempermudah penanganan tta ruang di kawasan-kawasan strategis wilayah APY
c. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat pendatang maupun masyarakat
setempat di kawasan APY
d. Meningkatkan aktivitas ekonomi di kawasan APY untuk kesejahteraan masyarakat
e. Meningkatkan kerja sama antar daerah, sehingga terdorong kemitraan dalam
pembangunan kota
f. Meningkatkan PAD sebagai hasil optimalisasi sumber-sumber yang bias
dikembangkan
g. Pembangunan fisik ring road memberikan kesan solid Kota Yogyakarta sebagai kota
metropolitan dalam kawasan APY
Komparasi Strategi Perencanaan Pembangunan Kota Singapura dan Kota Yogyakarta

1. Perencanaan tata ruang Singapura menggunakan pendekatan perencanaan komprehensif melalui


Masterplan (makro) serta perencanaan strategis dengan adanya Concept Plan (mikro). Sedangkan Kota
Yogyakarta baru menerapkan perencanaan komprehensif, yaitu berupa konsep APY beserta jalan
lingkar (ring road) untuk mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi. Akan tetapi konsep ini tidak
dilengkapi alat control semacam Concept Plan sehingga Kota Yogyakarta tumbuh tidak terkendali dan
tumpang tindih dengan tata guna lahannya.
2. Perkembangan pesat pemilikan dan pemanfaatan lahan untuk permukiman yang tidak terkendali pada
area perbatasan Kota Yogyakarta akibat perencanaan tata ruang yang tidak berfungsi. Selain itu tidak
adanya prediksi kebutuhan pengembangan rumah di masa yang akan datang serta terjadi
perkembangan perumahan yang mengikuti jalur yang ramai akibat ketidakjelasan RUTRK. Sementara
Singapura telah mampu membangun perumahan sesuai dengan perencanaan yang ditentukan dan
dibutuhkan masyarakat.
3. Tingginya penggunaan kendaraan pribadi di Kota Yogyakarta yang sulit diatasi dengan menambah
angkutan umum karena masalah kemananan, kenyamanan serta adanya kesenjangan ekonomi
dimana masyarakat kelas menengah ke atas lebih mengutamakan privasi. Masalah lainnya adalah
rendahnya disiplin lalu lintas, sempitnya ruas jalan sedangkan ragam moda transportasi terlalu banyak
serta pemanfaatan ruas jalan sebagai area parkir dan pejalan kaki. Sementara di Singapura masalah
kemacetan dan kepadatan lalu lintas dapat diatasi dengan penyelenggaraan transportasi darat karena
kesenjangan social ekonomi yang rendah.
4. Masalah di bidang pariwisata yang dimiliki Kota Yogyakarta berkaitan dengan kualitas objek daerah
tujuan wisata, kawasan potensial objek daerah tujuan wisata, keterpaduan pengelolaan wisata antar
daerah serta inovasi atraksi. Singapura memiliki permasalahan yang sama namun telah diatasi dengan
optimalisasi objek tujuan wisata, inovasi atraksi, dukungan akses ke kawasan wisata, kerja sama
regional serta promosi yang gencar.
Perbedaan Perencanaan Pembangunan Kota Singapura dan Kota Yogyakarta
1. Perencanaan dan manajemen kota Singapura telah dilakukan secara jelas dan tegas dengan
adanya concept plan, masterplan dan micro-zoning plan yang mengatur perencanaan serta
pengendalian kawasan untuk jangka Panjang maupun pendek baik bersifat makro maupun
mikro. Sementara Kota Yogyakarta memiliki RUTRK yang kurang berfungsi sehingga masih
membutuhkan perencanaan dan manajemen kota yang bersifat eksplisit.
2. Dalam merencanakan dan mengimplementasikan pembangunan kota, Singapura lebih
melibatkan masyarakat melalui badan otorita URA yang secara khusus menerima masukan
masyarakat. Sedangkan di Kota Yogyakarta pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan
pembangunan kota masih belum maksimal.
3. Adanya kesenjangan antara masyarakat kelas menengah ke atas dan masyarakat kelas
menengah ke bawah di Kota Yogyakarta menyebabkan perlunya kebijakan ganda yang lebih
kompleks. Misalnya di bidang transportasi membutuhkan moda transportasi yang murah dan
sederhana namun di sisi lain membutuhkan moda transportasi yang agak mahal tetapi nyaman
dan privat.
4. Dalam memenuhi kebutuhan sarana transportasi dan pariwisata Singapura telah menggunakan
teknologi canggih. Sementara Kota Yogyakarta belum menggunakan teknologi maju seperti
Singapura.
5. Singapura telah menggunakan flat untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal penduduknya,
dimana Kota Yogyakarta masih sedang merintis rumah susun untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat kelas bawah.
REVIEW BUKU
LATAR
BELAKANG
PEMILIHAN
BUKU
LATAR BELAKANG PEMILIHAN BUKU
Merupakan salah satu buku yang memuat mengenai teori perencanaan, dan didalam pembahasannya tidak
hanya terdapat 1 (satu) materi teteapi juga terdapat beberapa materi yang diantaranya meliputi
pembangunan kota, perkotaan, dan permukiman baru.

Buku ini juga menyajikan perubahan-perubahan paradigma yang terjadi pada perencanan dan
pembangunan yang terjadi di indonesia, sehingga tidak hanya menyajikan sejarah yang terjadi tetapi juga
menyajikan perubahan-perubahan yang terjadi pada perencanaan pembangunan yang terjadi di indonesia
hingga sampai pada perencanaan dan pembangunan yang sekarang.

Selain itu, buku ini juga memuat mengenai sejarah pembangunan kota serta studi perencanaan
pembangunan pada beberapa kota dan negara, sehingga buku ini tidak hanya menampilkan teori, tetapi
juga menampilkan permasalahan serta strategi yang dilakukan pada suatu kota dan negara.
SINOPSIS BUKU
JUDUL BUKU : PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DAN PERUBAHAN
PARADIGMA

PENULIS : Drs. Paulus Hariyono, M.T

PENERBIT :
PUSTAKA PELAJAR
Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
SISTEMATIKA BUKU
Terdiri dari 9 (sembilan) bab, dengan 3 (tiga) bagian pembahasan yang diantaranya meliputi :
BAGIAN I PENGERTIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA
1) Pengertian Perencanaan Pembangunan Kota
2) Studi Tentang Kota dan Perencanaannya di Beberapa Negara
3) Perencanaan Pembangunan Kota
BAGIAN II PERUBAHAN PARADIGMA PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA
4) Perubahan Paradigma Perencanaan Pembangunan Kota di Indonesia
5) Teori Kota Baru
BAGIAN III STRATEGI PEMBANGUNAN KOTA
6) Mewujudkan Semarang Kota Pariwisata
7) Potensi Permasalahan Kota Batam
8) Strategi Pengembangan Yogyakarta Mewujudkan Kota Metropolitan
9) Strategi Perencanaan Pembangunan Kota Singapura dan Komparasi Kota Yogyakarta
Biografi Penulis
Drs. Paulus Hariyono, M.T. lahir di Yogyakarta tahun 1962. Meraih gelar sarjana
sosiologi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1988. Tahun 1989 megajar di
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, bertugas di Fakultas Arsitektur dan
Desain. Tahun 2002 menyelesaikan studi Magister Teknik Pembangunan Kota di
Universitas Diponegoro, Semarang.
Penulis telah melakukan berbagai macam penelitian, diantaranya 2 (dua)
penelitian yang terbaru yaitu penelitian tentang Pandangan Masyarakat Srondol Bumi
Indah Terhadap Fungsi Estetis dan Sosial Ekonomi pada Enam Taman Kota di
Semarang, 2005; penelitian Konsep Taman Kota Masa Kini pada Masyarakat Jawa
Masa Kini sebagai Upaya mengatasi Persoalan Perebutan Taman Kota, Suatu Kajian
Nilai Sosial Budaya dan Strata Masyarakat (Studi Kasus pada Masyarakat Kota
Semarang dan Yogyakarta), 2006-2007 (Dirjen Dikti).
Mata kuliah yang diampu yaitu Perkotaan, Permukiman, Pengantar Perbaikan
Lingkungan Permukiman, Permukiman Baru, Perancangan Kota, Pendidikan Pancasila,
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Buku yang pernah ditulis yaitu Kultur Cina dan Jawa, pemahaman menuju
asimilasi kultural, 1993, Jakarta, Sinar Harapan; 2) Pemahaman Kontekstual tentang
Ilmu Budaya Dasar, 1996, Yogyakarta, Kanisius; Streotip dan Persoalan Etnis Cina di
Jawa, 2007, Semarang, Mutiara Wacana; Sosiologi Kota Untuk Arsitek, Jakarta, Bumi
Aksara, 2007’ Mendongkrak Kualitas Pendidikan (editor), 2008, Semarang, Mutiara
BAB/ SUB BAB
YANG MENARIK
DALAM BUKU
INI
BAB / SUB BAB yang MENARIK dalam BUKU ini
Menurut pembaca, adapun bab yang menarik dalam buku ini, meliputi :

• Pembaca mengetahui • Pembaca mengetahui • Pembaca mengetahui


alur sejarah perubahan definisi, ciri-ciri kota asal mula terbentuknya
sistem politik yg terjadi baru. Selain itu juga nama Kota Semarang,
di Indonesia dari orde kategori kota baru alur sejarah social
lama-era reformasi berdasarkan masyarakat yg
• Pembaca mengetahui fungsionalnya itu apa berkembang di Kota
perubahan paradigma aja jenisnya, serta Semarang, hingga
perencanaan perkembangan kota upaya-upaya dalam
pembangunan kota, baru dari masa pra- mewujudkan Semarang
dari perencanaan yg revolusi industry sebagai Kota
bersifat komperhensif, sampai dengan kota Pariwisata akan
berubah menjadi baru masa kini akan dibahas pada bab ini.
perencanaan strategic, dibahas pada bab 5 di
hingga perencanaan buku ini.
kota berkelanjutan

Bab 4 Bab 5 Bab 6


KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN
BUKU
KELEBIHAN BUKU
Menurut pembaca, adapun Kelebihan buku ini, meliputi :

• Bahasa yg digunakan tidak terlalu berat sehingga


pembaca awam dapat dengan mudah memahami
isi buku.
• Setiap akhir Bab dilengkapi dengan Ringkasan

Kelebihan
keseluruhan isi Bab tersebut.
• Alur penyajian pembahasannya sudah runtut.
• Terdapat Bab yg membahas terkait strategi
pembangunan kota-kota yang ada di Indonesia
sebagai gambaran pembaca terkait sejarah
perkembangan dan strategi pembangunan kota di
Indonesia.
KEKURANGAN BUKU
Menurut pembaca, adapun Kekurangan buku ini, meliputi :

• Gambar yg disajikan tidak berwarna, sehingga kurang


menarik dan kurang terlihat jelas.
Kekurangan • Terdapat beberapa kesalahan penulisan (typo).
• Beberapa Bab tidak dicantumkan daftar pustaka terkait
sumber pembahasan pada bab tersebut.
KESIMPULAN DAN
LESSON LEARNED
Kesimpulan
1. Perubahan paradigma perencanaan pembangunan kota di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan system
politik (orde lama dan orde baru) serta lingkungan eksternal (era globalisasi, perdagangan bebas dan otonomi
daerah) dan internal (kesenjangan dan kemiskinan).
2. Kota baru dikategorikan menjadi tiga, yaitu Kota Satelit, Kota Penunjang dan Kota Mandiri
3. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan Semarang Kota Pariwisata yaitu dengan melakukan
penataan fisik seperti revitalisasi bangunan bersejarah, pengaturan ketinggian dan fasad bangunan serta
penyediaan ruang terbuka berupa jalur hijau; Branding dengan adanya slogan “Semarang Pesona Asia” (SPA);
membangun karakter atau daya tarik wisata Kota Semarang melalui cerita-cerita sejarah/mitos, serta;
menjaga kebersihan ruang public dan menata PKL
4. Klasifikasi perencanaan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu diantaranya meliputi perencanaan berdasarkan tujuan,
lingkup, dan berdasarkan keruangan, sedangkan untuk paham-paham mengenai kota yang diantaranya
meliputi paham menurut aliran jerman dan paham menurut aliran Chicago.
5. Berdasarkan teori ekologi social terdapat 3 (tiga) teori yang diantaranya memuat teori konsentris, teori
sectoral, dan teori inti ganda.
Kesimpulan
1. Strategi pengembangan Kota Batam yaitu menciptakan dan mengoptimalkan manfaat potensi unggulan yang
dimiliki Kota Batam, seperti sector pariwisata, kebudayaan, pertanian dan pendayagunaan usaha ekonomi
menengah dan kecil; meningkatkan daya saing Batam melalui pemahaman mengenai isu global; menciptakan
peluang-peluang ekonomi di bidang industry, perdagangan, pariwisata, kelautan dan alih kapal; meningkatkan
kemitraan pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan; meningkatkan pelayanan public
yang kondusif seperti perumahan, fasilitas Pendidikan serta penciptaan lapangan kerja; pemerataan
Pendidikan, lapangan kerja dan kegiatan pembangunan khususnya di daerah hinterland; serta pembinaan
penduduk yang berstatus pengangguran, criminal dan melakukan prostitusi.
2. Pengembangan Kota Yogyakarta sebagai kota metropolitan dengan menciptakan kawasan Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta (APY) untuk mengatasi keterbatasan luas lahan serta mengatasi pertumbuhan penduduk
yang menjauhi pusat kota.
3. Komparasi Singapura dan Kota Yogyakarta di bidang perencanan kota, yaitu Singapura telah menerapkan
comprehensive dan strategic planning dimana Kota Yogyakarta masih menerapkan komprehensif planning. Di
bidang perumahan Singapura telah mampu membangun perumahan sesuai dengan perencanaan dan
kebutuhan masyarakat, sementara Kota Yogyakarta masih mengalami perkembangan dan pemanfaatan lahan
untuk permukiman yang tidak terkendali pada area perbatasan.
Kesimpulan
1. Kelebihan dari buku ini yaitu bahasa yang digunakan mudah dipahami, adanya ringkasan pada setiap akhir
bab sehingga memudahkan pembaca dalam menarik kesimpulan pembahasan, alur pembahasan yang runtut
serta terdapat pembahasan mengenai kasus perencanaan dan pengembangan pembangunan kota-kota yang
ada di Indonesia sehingga dengan adanya gambaran nyata memudahkan pembaca dalam memahami teori
yang disampaikan.
2. Kekurangan dari buku ini yaitu gambar yg disajikan tidak berwarna sehingga kurang menarik dan terlihat jelas,
terdapat kesalahan penulisa serta beberapa sumber pembahasan tidak dicantumkan dalam daftar pustaka.
Lesson Learned
1. Dalam melakukan perencanaan perlu mempertimbangkan berbagai aspek seperti kondisi fisik
lingkungan, sarana dan prasarana, ekonomi, kependudukan, lingkungan serta kondisi social budaya
masyarakat setempat.
2. Perlunya memaksimalkan potensi wilayah dalam sector unggulan yang dimiliki untuk meningkatkan
pendapatan daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Penyusunan dokumen perencanaan harus dilengkapi dengan komponen yang dapat mengontrol dan
mengendalikan tata ruang agar sesuai dengan peraturan sehingga mampu meminimalisir
ketidakteraturan pembangunan
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai