Anda di halaman 1dari 62

Asuhan Keperawatan

Pada Neonatus Dengan


Kelainan Kongenital

Oleh :
Novi Novianti, MKep., Ners
Pendahuluan

Kelainan Kongenital)/ bawaan mrp suatu kelainan pada


struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan
pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru lahir
memiliki kelainan bawaan yang berat.

Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai


tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia
5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat ringan

Penyebabnya berkisar dari kelainan genetik yang diturunkan


hingga gangguan teratogenik terhadap fetus yang sedang
berkembang.
Penyebab Kelainan Kongenital

60% kasus kelainan bawaan


penyebabnya tidak diketahui;
Kelainan bawaan menyebabkan
gangguan fisik/ mental & bisa
Sisanya disebabkan oleh faktor
berakibat fatal.T
lingkungan/ genetik atau
kombinasi keduanya.
Terdapat lebih dari jenis kelainan
bawaan, mulai dari yang ringan
Kelainan struktur/ kelainan
sampai yang serius
metabolisme terjadi akibat:

- Hilangnya bagian tubuh Meskipun banyak diantaranya yg


dapat diobati/ disembuhkan, tapi
tertentu
- Kelainan pembentukan kelainan bawaan tetap mrp
penyebab utama kematian pd
bagian tubuh tertentu
- Kelainan bawaan pada tahun pertama kehidupan bayi.
kimia tubuh.
Lanjutan Faktor Predisposisi
• MongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yg dilahirkan
5.Umur oleh ibu yang mendekati masa menopause.
ibu

• Ibu hipotiroidisme/ DM kemungkinan mempunyai bayi dg ggn


6.Horm pertumbuhan lebih besar dibandingkan dg ibu yg normal
onal

• Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina


7.Gizi bifida atau kelainan tabung saraf lainnya

• Faktor janinnya sendiri & faktor lingkungan hidup janin diduga dpt
8.Faktor mjd faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia/
lain hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Kasus Kelainan Kongenital

1. Malformasi Anorectal
2. Hirschprung Disease
3. Omphalocele
4. Meningocele
5. Hidrosefalus
6. Hipospadia
7. Labiopalatoschizis
1. Malformasi Anorektal
(Atresia Ani)
Definisi
Mrp kelainan kongenital dimana
terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal.
Atresia ani (anus imperporata)/
anorectal anomali adalah malformasi
congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang ke luar.

Atresia anorektal terjadi karena


ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan, pd pemeriksaan colok
dubur, jari tidak dpt masuk lebih dari
1-2 cm
ETIOLOGI MAR / ATRESIA ANI

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan


daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam


kandunganberusia 12 minggu / 3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan


embriologikdi daerah usus, rektum bagian distal
serta traktus urogenitalis,yang terjadi antara
minggu ke-4 sampai ke-6 usia kehamilan
PATOFISIOLOGI
 Usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran urinari,
genital dan rektum.
 Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi kloaka menjadi sinus
urogenital anterior dan intestinal posterior.
 Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal dan urinari
secara sempurna.
 Usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai lubang
eksterna dan bagian anus tertutup oleh membrane.
 Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan pada proses tersebut. Selama
pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan kemudian
menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk
buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut
membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air.
 Pada bayi dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa
kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di
depan tempat semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan anal,
rectum tidak terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran
kemih atau sistem reproduksi melalui fistula, dan tidak terdapat
pembukaan anus.
TANDA & GEJALA

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama


setelah kelahiran
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal
pada bayi
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus
yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda–tanda
obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24– 48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal terdapat adanya
membran anal
7. Perut kembung/ Distensi Abdomen
Klasifikasi

1. Atresia Ani letak rendah (Low Anomaly/ Kelainan Translevator)


Cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani
eksternal dan internal berkembang sempurna dengan fungsi yang normal,
rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum
paling jauh 2 cm.

2. Atresia Ani Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly)


Cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi
tidak menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm
atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal.

3. Atresia Ani letak tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator). Kelainan


tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal
agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan
dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum berakhir diatas
muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal.
Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu
fistula antara rectum dan vagina posterior.
Penatalaksanaan Pembedahan

1. Kolostomi
Bayi laki-laki/ perempuan yg didiagnosa mengalami malformasi anorektal
(atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi
untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan
biasa dilakukan.

Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly),


rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum,
dan jika hasil jarak udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam
di perineum pada radiologi invertogram > 1 cm.

Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum


dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu
setelah anoplasty atau bedah laparoskopi.

Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif


anoplasty
2. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14
hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator
anal dioleskan minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan.
Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar.
Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun
dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.

3. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur & tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak
mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan utk kelainan rektoperineal fistula,
rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.

4. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional.


Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus.
Masalah keperawatan

Pada kondisi preoperasi klien atresia ani, masalah


keperawatan yang muncul adalah :

1. Gangguan pola eliminasi konstipasi


2. Gangguan rasa nyaman
3. Gangguan proses keluarga.

Masalah keperawatan postoperasi yang mungkin muncul


adalah :
4. Gangguan rasa nyaman nyeri
5. Resiko tinggi infeksi
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
7. Resiko kerusakan integritas kulit
8. Resiko tinggi cedera.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yg sama
dgn anak normal, misal pemilihan tempat duduk berlubang utk eliminasi/
penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yg tidak
ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan
kaki ke lantai juga memfasilitasi defekasi

2. Bowel Management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.

3. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat/ pd suhu ruangan, jangan terlalu panas/dingin.
Sayuran dimasak dgn benar. Hindari buah-buahan & sayuran mentah.
Menghindari makanan yg memproduksi gas/ menyebabkan kram, (minuman
karbonat, permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan).

4. Diet Laksatif/Tinggi Serat


Diet laksatif/tinggi serat antara lain mengkonsumsi makanan seperti ASI,
buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering, makanan tinggi
lemak, coklat, dan kafein.
5. Evaluasi diagnostik
Evaluasi diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium
dan radiologi.

6. Wash Out
Wash out dilakukan utk pengurangan tekanan intraabdomen

7. Pemantauan intake dan output


Dilakukan untuk keseimbangan cairan, penkes orang tua klien untuk
memenuhi kebutuhan minum klien sesuai BB klien, & kolaborasi
pemberian cairan intravena.

8. Intervensi post operatif anorektoplasti difokuskan pd penyembuhan


luka operasi tanpa infeksi & komplikasi lain, seperti: menjaga area
anus tetap sebersih mungkin, drain, perineal cleansing utk
mengurangi gesekan, zinc oxide & hydrocolloids utk mengurangi
iritasi kulit, posisi side-lying prone dengan pinggang diangkat, posisi
supine, kaki diangkat dgn sudut 90° terhadap tubuh
9. Pemenuhan Nutrisi
Pemberian makanan secara teratur setelah ada gerakan peristaltik.
NGT dipasang 48-96 jam post operasi sampai muncul peristaltik
usus, dan pemberian cairan intra vena utk menjaga keseimbangan
cairan.

10.Perawatan kolostomi
Dilakukan utk merawat kulit di sekitar stoma, menjaga integritas kulit
dengan hydrocolloid dressing, zinc oxide, atau campuran antara zinc
oxide dan stoma, sementara untuk menjaga kepatenan kolostomi
dari tarikan bayi/anak, maka dapat dilakukan dengan mengalihkan
perhatian anak ketika mengganti kantung stoma dengan cara
memberi mainan.

11.Pendidikan Kesehatan
Edukasi yang diberikan anatara lain: perawatan kolostomi, bowel
management dan toilet training, modifikasi diet, dilatasi anal, dan
dukungan kepada bayi.
2. Hirschsprung

Hirschsprung's Disease sering disebut 


congenital aganglionic megacolon

 karena adanya kegagalan sel-sel “neural


crest” embrional yg bermigrasi ke dalam
dinding usus/ kegagalan pleksus
mesenterikus dan submukosa untuk
berkembang ke arah kraniocaudal di dalam
dinding usus sehingga terjadi permasalahan
pada persarafan usus besar paling bawah

Hirschsprung (Megakolon Kongenital) mrp


suatu penyumbatan pada usus besar yang
terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar
tidak memiliki saraf yang mengendalikan
kontraksi ototnya
Etiologi Hirschprung

Kegagalan pembentukan saluran pencernaan selama masa perkembangan fetus


Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan
sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh
karena itu, jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar
tidak dapat mendorong feses keluar. Akibatnya, feses akan menumpuk di usus
besar.

Kondisi yang diduga dpt meningkatkan risiko ketidaksempurnaan pembentukan


saraf usus besar, antara lain:

1. Berjenis kelamin laki-laki.


2. Memiliki saudara yang menderita penyakit Hirschsprung.
3. Memiliki orang tua, terutama ibu, yang pernah menderita penyakit
Hirschsprung.
4. Menderita penyakit bawaaan lainnya yang diturunkan, seperti Down
Syndromme dan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Tanda & Gejala

1. Konstipasi / tidak bisa BAB


2. Distensi abdomen
3. Muntah
4. Dinding abdomen tipis

Trias gejala yang sering ditemukan adalah:


- Mekonium yang terhambat keluar (lebih dari 24 jam)
- Perut kembung dan muntah berwarna hijau.
- Pemeriksaan colok anus sangat penting & pada pemeriksaan ini
jari akan merasakan jepitan, pada waktu ditarik akan diikuti dgn
keluarnya udara dan mekonium / feses yg menyemprot.

5. Pemeriksaan penunjang
Pada photo polos abdomen tegak akan terlihat usus – usus
melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa Penyakit Hirschprung ini akan tegak dengan


pemeriksaan diagnostik dibawah ini :

1. Foto Rontgen
Foto Rontgen dilakukan untuk melihat kondisi usus besar lebih
jelas. Sebelumnya, zat pewarna khusus berbahan barium akan
dimasukkan ke dlm usus melalui selang yg masuk dari dubur.

2. Tes mengukur kekuatan otot usus


Prosedur ini menggunakan alat khusus berupa balon dan sensor
tekanan untuk memeriksa fungsi usus.

3. Biopsi
Prosedur dilakukan dengan mengambil sampel jaringan usus
besar, yang selanjutnya akan diperiksa di bawah mikroskop.
Komplikasi
Penatalaksanaan

1. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan pengangkatan aganglionik (usus yang dilatasi),
yaitu prosedur penarikan usus (pull-through surgery)
Pada prosedur ini, bagian dalam dari usus besar yang tidak bersaraf akan
dibuang, kemudian menarik dan menyambungkan usus yang sehat langsung
ke dubur atau anus.

2. Colostomi
Prosedur ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah pemotongan bagian
usus pasien yg bermasalah. Setelah pemotongan usus, usus yg sehat
diarahkan ke lubang baru (stoma) yg dibuat di perut. Lubang tsb mjd
pengganti anus utk membuang feses (stoma).
Pasangkan kantong ke stoma utk menampung feses. Bila sudah penuh, isi
kantong dapat dibuang. Setelah kondisi pasien stabil, usus besar sudah mulai
pulih, tahap kedua prosedur ostomi dapat dilakukan. Tahap kedua ini
dilakukan untuk menutup lubang di perut dan menyambungkan usus yang
sehat ke dubur atau anus.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan

1. Bowel management
-    Catat BAB terakhir
-    Monitor tanda konstipasi
-    Anjurkan keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi BAB.
-    Berikan supositoria jika perlu.

2. Bowel irrigation
-    Jelaskan tujuan dari irigasi rektum.
-    Check order terapi.
-    Jelaskan prosedur pada orangtua pasien.
-    Berikan posisi yang sesuai.
-     Cek suhu cairan sesuai suhu tubuh.
-     Berikan jelly sebelum rektal dimasukkan.
-     Monitor effect dari irigasi.

3.  Persiapan preoperatif
-    Jelaskan persiapan yang harus dilakukan.
-     lakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, elektrolit, AGD.
-     transfusi darah bila perlu.
Intervensi keperawatan Nutrisi

1. Kaji nafsu makan, lakukan pemeriksaan abdomen, adanya distensi,


hipoperistaltik.
2. Ukur intake dan output, berikan per oral / cairan intravena sesuai program
(hidrasi adalah masalah yang paling penting selama masa anak-anak).
3. Sajikan makanan favorit anak, dan berikan sedikit tapi sering.
4. Atur anak pada posisi yang nyaman (fowler)
5. Timbang BB tiap hari pada skala yang sama.

Untuk menghindari Konstipasi, lakukan :


6. Mendapat asupan air putih yang cukup
Berguna utk membuat tinja lebih lunak & memenuhi kebutuhan cairan tubuh
2. Mengonsumsi makanan yang tinggi serat
Berikan buah & sayuran bagi anak yg sudah bisa mencernanya.
3. Ajak bermain
Gerakan tubuh dapat membantu melancarkan sistem pencernaan dan
meningkatkan pergerakan usus.
4. Kolaborasi utk penggunaan obat pencahar 
Omfalochele

Definisi
Omfalochele adalah penonjolan dari
usus atau isi perut lainnya melalui akar
pusar yang hanya dilapisi oleh
peritoneum

Insiden
Bervariasi Bervariasi 1 dalam 3000 – 3
dalam 10.000 kelahiran kelahiran.

Patofisiologi
Omphalocele terjadi terjadi bila
intestine gagal kembali kedalam
kedalam cavum abdomen pada 10
minggu kehamilan.
Komplikasi
1. Infeksi usus
2. Bereaksi dengan pengobatan atau obat anestesi
3. Masalah pernafasan atau gangguan pola nafas, karena
dapat menyebabkan menurunnya kerja organ
pernafasan.
4. Perdarahan
5. Resiko infeksi terhadap luka atau kurangnya perawatan
(strerilisasi)
6. Luka pada organ
7. Kesulitan bernafas (mungkin terjadi akibat pertambahan
tekanan pada abdomen, ketika omphalocel ditutup).
8. Peritonitis (radang pada selaput lambung)
9. Kelumpuhan sementara pada usus halus
Penatalaksanaan
1. Medik
Operasi dilakukan dengan memasukkan semua usus dan alat visera ke dalam
rongga abdomen Tindakan ini akan terjadi tekanan yg mendadak pada
paru, shg dapat menimbulkan ggn pernafasan, maka operasi biasanya
dilakukan penundaan sampai beberapa bulan

2. Keperawatan
Masalah keperawatan yg dpt terjadi adalah resiko infeksi, sebelum operasi
bila kantong belum pecah dapat dioleskan bethadine tiap hari & ditutup
kassa untuk mencegah infeksi. Operasi ditunda sampai beberapa bulan
atau menunggu terjadinya penebalan selaput yang menutupi kantongh
tersebut.

Untuk memfiksasi omphalocel, kantung dibalut dengan benda buatan


spesial , dimana kemudian dijahit ditempat tersebut. Secara perlahan, lama
– lama isi abdomen (Usus yang keluar) ditekan ke dalam abdomen. Ketika
omphalocel telah nyaman dalam rongga abdomen, maka benda buatan
tersebut dikeluarkan dan abdomen kemudian ditutup.
Meningocele (Meningokel)

Pengertian

Mrp bagian dari gangguan


pembentukan tabung saraf
pada janin (spina bifida).
Kantung/ kista meningokel
muncul melalui celah di
tulang belakang.

Tonjolan ini dipenuhi oleh sebagian selaput tulang belakang


dan cairan tulang belakang.
Selain mempengaruhi penampilan tulang belakang bayi,
meningokel juga bisa mempengaruhi saraf di sekitarnya
Omphalocele vs Meningocele

Bedanya Meningokel dengan Omphalocele


adalah

Kalau Omphalocele, tonjolan yang


munculnya di bagian abdomen bayi, yaitu
pada pusar bayi.
Sedangkan Meningokel, tonjolannya di
kepala bayi melalui tulang tengkorak/
sutura
Deteksi Dini Meningocele

 Deteksi dini meningokel bisa dilakukan sebelum


bayi lahir.
 Saat usia kehamilan Ibu memasuki minggu ke
15 – 20, dokter dapat melakukan pemeriksaan
USG untuk memantau perkembangan janin dan
mendeteksi apakah terdapat kelainan
pembentukan tabung saraf.
 Untuk hasil lebih akurat, dokter dapat
melakukan pemeriksaan genetik dengan
mengambil sampel cairan ketuban untuk
melihat adanya kelainan bawaan pada janin.
Etiologi Meningocele :

 Sebagian besar kasus meningokel


terjadi karena masalah asupan asam
folat selama masa awal kehamilan.

 Banyak ditemukan, pengidap Spina


Bifida pun memiliki metabolisme
penyerapan asam folat yang terbilang
abnormal.
Manifestasi Klinik
Meningokel, merupakan salah satu dari 3 jenis spina
bifida, namun meningokel terdiri dari kista meninges yang
berupa seperti kantong berisi cairan spina.

Beberapa gejala yang muncul, seperti:


 Pada bayi yang baru lahir, muncul benjolan seperti
kantung di punggung tengah atau bawah.
 Jika diberi sinar, kantung tersebut tidak tertembus
cahaya.
 Kelumpuhan/kelemahan pd area pinggul, tungkai, kaki.
 Penurunan sensitivitas atau sensasi.
 Buang air kecil dan besar yang tidak konsisten.
 Sistem saraf yang terkena, akan rentan terhadap infeksi
seperti meningitis.
Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan Meningokel adalah


dengan pembedahan/ operasi.

Operasi penanganan meningokel dilakukan


dengan cara membuat sayatan pada
kantung atau kista yang muncul, guna
mengalirkan cairan yang ada di dalamnya.
Masalah Keperawatan

1. Resiko infeksi baik pre maupun post


operasi

2. Nyeri akibat pembedahan


3. Ketidakberdayaan orangtua
Hidrosefalus

Hidrosefalus menggambarkan
keadaan peningkatan tekanan
intrakranial karena peningkatan
cairan cerebrospinal (CSF).

Sejarah Hidrosefalus sudah


banyak dikenal sejak ± abad
ke-5 SM, Hippocrates
menggambarkan hidrosefalus
sebagai presentasi klinis karena
akumulasi air di intrakranial
Definisi Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak


yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan
tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel

Pelebaran ventrikuler ini akibat


ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan serebrospinal.
Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subaraknoid.

Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi


ruangan CSS diatasnya
KLASIFIKASI

1) Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus


manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult
hydrocephalus).
2) Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus
kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3) Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus
akut dan hidrosefalus kronik.
4) Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus
komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Manifestasi Klinik
 Perubahan tanda-tanda vital (penurunan frekuensi pernafasan, peningkatan
TD)
 Muntah

 Peningkatan lingkar kepala


 Letargi
 Aktivitas kejang

Pada bayi
 Pembesaran kepala secara progresif
 Bagian frontal tengkorak menonjol
 Fontaneta tegang dan menonjol (khususnya yang tidak berdenyut)
 Distensi vena superfisial kulit kepala
 Transilominasi melalui tengkorak meningkat secara simetris
 Mata turun ke bawah (sun set eyes)
 Pada anak yang lebih besar
 Sakit kepala di dahi, mual, dan muntah
 Anoreksia
 Kekakuan ekstremitas bawah
Pemeriksaan diagnostik

1. Lingkar kepala
2. CT-scan : identifikasi tempat obstruksi
3. MRI (Magnetik Resonanse Imaging)
Pembesaran ventrikel
4. Lumbal pungsi
Penatalaksanaan
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan
hidrosefalus, yaitu :
1) Mengurangi produksi CSS.
2) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi
CSS dgn tempat absorbsi.
3) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ
ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dpt dibagi menjadi :


1. Penanganan Sementara
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Catatan yg harus dilakukan saat
pengkajian :
Catatan : Hidrosefalus menyerang pd neonatus/ anak berusia kurang
dari 6 tahun

Keluhan utama yang selalu ada adalah :


Kepala yang membesar

Yang perlu kita garis bawahi adalah pemeriksaan dibawah ini :


 Kepala
 Pembesaran lingkar kepala, ubun-ubun menonjol vena kulit kepala
dilatasi, berkilau, sun set eyes, terdapat tanda cracked pot, alis mata
tertarik ke atas, sklera di atas iris, sehingga melihat ke bawah.
 Thorax (Bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas,apnea, aspirasi)
 Abdomen
 Bising usus menurun
 Ekstrimitas
 Hiperekstensi, kekakuan ekstrimitas bawah.
Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
1. Kecemasan b/d ketakutan akan resiko operasi
2. Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang pengalaman
dengan tindakan operasi
3. Kurangnya volume cairan b/d intake in adekuat
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake inadekuat

Pasca operasi :
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d pembiusan pre op
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d pembiusan pre op
7. Resti kurang volume cairan b/d kehilangan cairan pre op
8. Resti perubahan orang tua b/d cemas
9. Resti infeksi b/d invasi bakteri dari tindakan pembedahan
10. Nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat operasi
Labioschizis/ Labiopalatoschizis
DEFINISI :

Mrp deformitas daerah mulut berupa


celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional
berkembang, bibir atas bagian kanan dan
bagian kiri tidak tumbuh bersatu.

Cacat bawaan akibat gangguan proses


penyatuan bibir atas dan prosesus
palatina sehingga membentuk celah
sampai lubang hidung dan langit-langit.
- Labioschizis : celah pada bibir
- Palatoschizis : celah pd langit2
(palatum)
- Labiogenatoschizis : celah pada bibir,
palatum sampai genato (gusi)
ETIOLOGI

1. Faktor genetik / keturunan


2. Kurang nutrisi
3. Radiasi
4. Trauma
5. Infeksi
6. Obat
7. Multifaktoral dan mutasi genetik
8. Diplasia ektodermal
Klasifikasi

Berdasarkan organ yang terlibat


1. Celah di bibir (labioskizis)
2. Celah di gusi (gnatoskizis)
3. Celah di langit (palatoskizis)
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit–langit (labiopalatoskizis)

Berdasarkan lengkap/ tidaknya celah terbentuk :

1. Unilateral Incomplete
Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung
2. Unilateral Complete
Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung
3. Bilateral Complete
Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung
PATOFISIOLOGI

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan,


prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada
daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembaliLabioskizis
terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris
dengan prominem nasalis medial yang diikuti difusi
kedua bibir, rahang dan palatum pada garis tengah dan
kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum
durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke 7
sampai 12 minggu
Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan


cara operasi.

Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan,


dengan berat badan yang meningkat, dan bebas
dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik

Untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan


hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu : Berat badan
bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, usianya
minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal /ui
Hipospadia

Hipospadia adalah kelainan kongetinal


berupa kelainan letak lubang uretra pada
pria dari ujung penis ke sisi ventral
(Corwin, 2009).Hipospadia adalah
kelainan kongetinal berupa kelainan letak
lubang uretra pada pria dari ujung penis
ke sisi ventral (Corwin, 2009).

Hipospadia adalah kegagalan meatus


urinarius meluas ke ujung penis, lubang
uretra terletak dibagian bawah batang
penis, skrotum atau perineum (Barbara J.
Gruendemann & Billie Fernsebner, 2005).
Manifestasi Klinik
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yg mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.Tunika dartos, fasia Buch dan korpus
spongiosum tidak ada.
5. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
6. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal. Lubang penis tidak terdapat
di ujung penis, tetapi berada di bawah penis. Penis melengkung ke bawah.
Penis tampak seperti kerudung karena kelainan pada kulit di depan penis.
7. Ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri.
8. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra
eksternal.
9. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis.Semprotan air seni yang keluar
abnormal.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa berupa pemeriksaan
fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk
mendukung diagnosis hipospadia.
Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG
mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.

Anamnesis Riwayat Kesehatan

Meliputi gangguan yg berhubungan dgn ggn yg dirasakan saat


ini, seperti ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan
posisi berdiri.
Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dgn klien & apakah ada riwayat penyakit bawaan/
keturunan.
Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi dan


kateter invasi.

Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri dengan skala (1-10)
2. Observasi aliran urine, catat ukuran dan tekanan
3. Monitor TTV
4. Hindari tekanan pada area operasi
5. Anjurkan untuk berbaring dalam posisi yang
memungkinkan otot menjadi relaks.
6. Beri kesempatan orang tua berada di dekat
anaknyaBerikan pengobatan seperti analgetik sesuai
program.
Diagnosa Keperawatan

Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan


kateter

Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tanda-tanda pada daerah operasi.
3. Jaga luka operasi tetap berusaha dan kering, hindari
kontaminasi dengan feces dan urin.
4. Jaga kebersihan kulit alat kelamin.
5. Gunakan teknik aseptik /antiaseptik dalam perawatan
luka dan kateter.
6. Berikan antibiotik sesuai program.
Deteksi Dini dan Penanganan
Kelainan Kongenital

 Kelainan bawaan dapat dideteksi sejak janin masih di dalam


kandungan. Untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan pada janin,
dapat melakukan pemeriksaan USG kandungan, tes darah janin, tes
genetik, serta amniocentesis (pengambilan sampel cairan ketuban).

 Namun, kelainan kongenital terkadang baru terdeteksi ketika bayi


lahir/ setelah anak-anak, bahkan setelah dewasa.

 Kelainan kongenital biasanya tidak terdeteksi krn ibu jarang/ sama


sekali tidak melakukan pemeriksaan kandungan selama hamil.

 Setelah terdiagnosis memiliki kelainan kongenital, bayi / anak perlu


mendapatkan penanganan, seperti pemberian obat-obatan, fisioterapi,
penggunaan alat bantu, hingga operasi utk memperbaiki bagian/
organ tubuh yg cacat. Jenis penanganannya akan dipilih sesuai jenis
kelainan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai