Pertemuan 3
DIDI NURHADI ILLIAN, M.Si., Apt.
Outline
• Definisi, maanfaat, kerugian sistem penghantaran
obat parenteral
• Syarat-syarat sediaan parenteral
• Jenis-jenis sistem penghantaran obat parenteral
• Formulasi sediaan obat parenteral dan hubungannya
dengan penghantaran obat
• Gambaran distribusi obat melalui parenteral drug
delivery system
• Protein binding dan penghantaran obat
Sistem Penghantaran Parenteral
Para Enteron
Active
Agent
Vehichles
Additives
Sediaan Parenteral
Parenteral Formulation
Additives
Solubilizing
agent
Antimicrobial
Bulking Agent
Agent
Tonicity-
Buffers adjusting agents
Antioxydant
Penghantaran Intravena
Intravenous (IV):
– Into the vein
– 1 to 1000 mL
– 1 inch, 19 to 20 gauge needle with injection rate 1 mL/10 sec. for
volume up to 5 mL and 1 mL/20 sec. for volume more than 5 mL.
Given:
– Aqueous solutions
– Hydro alcoholic solutions
– Emulsions
– Liposome
• IV infusion of large volume fluids (100–1000 mL) has become
increasingly popular. This technique is called as venoclysis.
• This is used to supply electrolytes and nutrients to restore
blood volume and to prevent tissue dehydration.
• Combination of parenteral dosage forms for administration as
a unit product is known as an IV admixture.
▫ Lactated Ringer Injection USP
▫ NaCl Injection USP (0.9 %)–(replenish fluid and electrolyte)
▫ Dextrose Injection USP (fluid and electrolyte)
Complication
• Embolisme udara → Masuknya udara ke pembuluh darah. Untuk mencegah hal
ini infusion pumps didesain untuk berhenti memompa dan mengeluarkan
suara jika ada udara.
• Thrombosis → Terbentuknya gumpalan pada pembuluh darah, sangat
berbahaya jika gumpalan beredar di aliran darah. Bisa tejadi karena
penyuntikan yang terlalu cepat.
• Haemolysis → Pecahnya sel darah merah dan hemoglobin lepas, dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Berkaitan dengan tonisitas, beberapa obat
yang membrane-active seperti amfoterisin-B dapat mengakibatkan hal ini.
• Phlebitis → Inflamasi pada vena. Dapat diakibatkan karena formula atau teknik
penyuntikan yang tidak tepat.
• Extravasation → Kebocoran injeksi dari vena ke jaringan sekitar, dapat
mengakibatkan kerusakan. Biasanya terjadi pada injeksi obat sitotoksik
(contoh: methotrexate atau mitomycin), dapat mengakibatkan ulserasi dan
nekrosis yang sulit sembuh.
IV–Formulation Considerations
• Sterile: Terminal sterilization using an autoclave or filtered through a
0.22 µm filter which removes all bacteria and spores, or in some cases
it may be possible to sterilize using gamma radiation.
• pH and tonicity: Ideally all injections would be formulated at pH 7.4
and be isotonic with blood. Small volume parenterals, defined as
those below 100 mL in volume, can be formulated at a pH ranging
from 4 to 10 and be considerably hypotonic or hypertonic. Large
volume parenterals must be more closely matched to the properties of
the blood and the pH is rarely outside the limits 6–8.
Intramuscular Delivery–Physiology
• Pemberian secara intramuskular menghantarkan
obat ke dalam otot akan terabsorpsi melalui perfusi
dari otot oleh darah.
• Sediaan akan membentuk depot lokal yang sebagian
tercampur dengan cairan intertisial.
• Akibatnya, bahwa suntikan dibuat menjadi jaringan
abnormal; ini mungkin sangat penting jika formulasi
dimaksudkan untuk berada di dalam tubuh dalam
jangka waktu yang signifikan (jangka waktu tertentu).
Intramuscular Delivery–Physiology
• The preferred sites for injection
are the gluteal, deltoid, triceps,
pectoral and vastus lateralis.
• The deltoid muscle is preferred
due to its greater perfusion
rate compared to the other
muscles, although the vastus
lateralis has the advantage of
having fewer major blood
vessels into which the injection
might accidentally be placed.
Intramuscular Delivery–Pharmacokinetics
The most significant advantage of intramuscular delivery is:
The ease with which a wide range of drugs can be
administered in a variety of dosage forms
Provide rapid absorption
Can also be used for sustained therapy
0.5 to 2 mL sometimes up to 4 mL
1 to 1.5 inch and 19 to 22 gauge needle is used
Preferably isotonic
Intramuscular Delivery–Pharmacokinetics
Intramuscular delivery involves
a number of steps:
Release of the drug from
the dose form into the
intercellular fluid (ICF).
Absorption from the ICF
into the blood and
lymphatics.
Transport from the local
blood volume into the
general circulation.
Metabolism.
Intramuscular Delivery–Pharmacokinetics
Konsentrasi obat dan profil kinetik ditentukan oleh tingkat relatif proses ini,
dan kita harus mencatat bahwa membran kapiler sangat permeabel dan
secara umum tidak akan rate-limiting, tetapi perfusi otot oleh darah
mungkin jauh lebih lambat.
Hal menarik yang dapat diperhatikan: Injeksi bolus dari obat yang larut
obat akan langsung tersedia dalam kapiler. Tahapannya menjadi perfusi ke
dalam otot oleh darah. Adanya hal-hal yang mempengaruhi perfusi otot
(contoh: gerakan atau latihan) akan merubah kecepatan absorpsi. Pada
kasus gagal jantung, absorpsi akan sangat lambat karena perfusi melambat.
Karena itu pemberian IM dikontraindikasikan jika fungsi jantung lemah.
Injeksi obat dalam bentuk in sustained-release (e.g a solid depot or crystal
suspension). Pada kasus ini pelepasan obat dari formula lebih lambat
ketimbang absorpsi atau perfusi konsentrasi obat dalam plasma konstan
hingga penghantaran obat selesai, periode sudah didesain untuk beberapa
jam atau bulan.
I.M–Formulation Consideration
• Kelarutan dalam air bukan merupakan persyaratan utama → banyak senyawa yang
dapat dibuat dalam formulasi ini ketimbang IV.
• Bentuk sediaan: larutan, suspensi, larutan minyak, emulsi m/a, emulsi a/m,
suspensi berminyak dan dispersi polimer serta implan padat → larutan dapat
diabsorpsi dalam hitungan menit sementara implan dapat mengantarkan obat
dalam beberapa bulan.
• Jika obat sangat hidrofobik maka tidak akan larut dalam intra cranial fluid,
sementara jika sangat kuat terionisasi atau sangat larut air maka tidak akan mampu
melewati membran kapiler.
• Obat yang sangat kuat terikat dengan protein akan terabsorpsi dengan lambat
karena aktivitasnya dalam larutan akan berkurang.
• Pada beberapa obat akan terabsorpsi dengan lambat jika terjadi perubahan
formula setelah diinjeksikan. Contoh pada fenitoin, diformulasikan pada pH 12
karena kelarutan yang rendah. Setelah diinjeksikan cairan tubuh akan menurunkan
pH mendekati normal dan obat akan mengendap. Dibutuhkan waktu berhari-hari
untuk terabsorpsi sempurna.
SUBCUTANEOUS DELIVERY–Physiology
• Injeksi subkutan
(SC) dilakukan pada
jaringan ikat di
bawah dermis →
berbeda dengan
intradermal (dimana
diinjeksikan pada
lapisan dermal di
antara dermis dan
epidermis).
SUBCUTANEOUS DELIVERY–Physiology
Subcutaneous:
▫ The injection is given under the skin
▫ Need to be isotonic
▫ Up to 2 mL is given
▫ Using ½ to 1 inch 23 gauge needle or smaller needle
Given:
▫ Vaccines
▫ Insulin
▫ Scopolamine
▫ Epinephrine
Hal yang harus diperhatikan → jaringan subkutan memiliki jumlah cairan
intertisial tertentu di mana obat akan terlarut, sementara jaringan
epidermal memiliki sedikit cairan, dengan perfusi yang kurang baik.
SUBCUTANEOUS DELIVERY–Physiology
Obat yang diberikan secara SC akan larut dalam cairan
interstisial dan masuk ke dalam aliran darah dengan dua rute,
yaitu:
Terabsorpsi langsung dalam pembuluh darah sc tissues
adipose and poorly perfused
Cairan interstitial akan dikumpulkan oleh kapiler limfatik dan
mengalir ke cairan kelenjar getah bening, lalu kemudian ke
pembuluh darah
Kedua jalur ini berjalan lambat dan tergantung pada
vaskularitas lokal, jadi absorpsi dari bagian SC lambat serta
sulit diprediksi.
Subcutaneous Colloidal Delivery Systems
• Partikel koloid yang diinjeksikan secara SC akan dibawa
oleh aliran darah limfatik kemudian ke kelenjar getah
bening dan ke dalam darah, walaupun berukuran besar
(puluhan hingga ratusan nanometer) akan mengalami
penurunan kecepatan difusi.
• Untuk dapat melewati kelenjar getah bening, koloid
akan diambil sebagai makrofag baru kemudian masuk ke
aliran darah.
Other Routes
Intraarteri
Intratechal
al
Intraderm Intrapleur
al al
Intraarterial
Direct into the artery
2 to 20 mL
20 to 22 gauge
Solutions and emulsions can be administered
Given:
Antineoplastic
Antibiotics
Intratechal
Intradermal
Also called as diagnostic testing
0.05 mL
½ inch, 25 to 26 gauge needle
Should be isotonic
Given:
Diagnostic agents
Intraarticular
Given directly into the joints
2 to 20 mL
5 inch 22 gauge
Must be isotonic
Given:
Morphine
Steroids
NSAID’s
Antibiotics
Intrapleural
Given directly into the
pleural cavity or lung
Untuk penarikan cairan
2 to 30 mL
2 to 5 inch, 16 to 22
gauge needle
Given:
Narcotics
Chemotherapeutic
agents
Tissue Damage and Biocompatability
• Kerusakan pada pembuluh darah dan jaringan sangat
mungkin terjadi pada pemberian parenteral.
• Ditentukan oleh ukuran dan komposisi sediaan.
• Ukuran partikel > 10 mikrometer berisiko
menimbulkan peradangan (inflamasi).
• Adanya inflamasi akan mempengaruhi absorpsi obat.
Drug Distribution Following Parenteral Administration