Anda di halaman 1dari 21

Pembagian Hadits dari segi

Kualitas Sanad
(Shahih, Hasan, dan Dha’if)
OLEH KELOMPOK 9
 ERA FASIRAH 70300119022
 ISLAH ISLAMI 70300119009
 RISTA WARDANI 70300119035
Hadits Shahih

O a) Pengertian Hadits Shahih


Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat
shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya
sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar.
Sedangkan secara istilah yaitu :
“Apa yang sanadnya bersambung dengan
periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki hafalan
yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan
tanpa syadz dan tidak pula cacat”
Syarat-syarat Hadits Shahih
O 1) Sanadnya Bersambung
O 2) Perawinya Adil
O 3) Perawinya Dhabith (mempunyai daya ingat
yang sempurna terhadap hadits yang
diriwayatkannya.)
O 4) Tidak Syadz (janggal/rancu).
O 5) Tidak Ber’illat.
Adapun contoh hadits yang shahih
adalah sebagai berikut;

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah


bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan
kepada kami malik dari ibnu syihab dari
Muhammad bin jubair bin math’ami dari
ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar
rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib
surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Klasifikasi Hadits Shahih
O 1) Hadits Shahih li-Dzatihi
Hadits Shohih li-Dzatihi adalah suatu hadits
yang sanadnya bersambung dari permulaan
sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang
adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada
syadz dan ‘Illat yang tercela.
O 2) Hadits Shahih li-Ghairihi
Adalah hadits yang belum mencapai kualitas
shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-
dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang
menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat
menjadi hadits shahih li-ghairihi. Ulama hadits
mendefinisikan hadits shahih li-ghairihi.
Kehujahan Hadits Shahih
Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits
shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil
syara’ sesuai ijma’ para uluma hadits dan
sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini
terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan
penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak
dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Tingkatan Hadits Shahih
O 1) Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih)
O 2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
O 3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
O 4) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-
Bukhari dan Muslim,
O 5) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-
Bukhari saja,
O 6) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim
saja,
O 7) Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari
dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih
secara berurutan sebagai berikut:

O 1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).


O 2) Shahih Muslim (w. 261 H).
O 3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
O 4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
O 5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).
O 6) Shahih Ibn As-Sakan.
O 7) Shahih Al-Abani.
Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai
dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan
tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits
Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:
“Apa yang sanadnya bersambung dengan
periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang
dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad
dan tidak pula cacat”
Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah


menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman,
dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi
musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar
ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah
Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga
dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi,
Bab Abwabu Fadhailil jihadi).
Klasifikasi Hadits Hasan
O Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan
yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal
sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz)
dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
O Hadits Hasan li-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak
diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang
terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits,
kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian
dengan maknanya.
Kehujahan Hadits Hasan
Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih,
meskipun derajatnya dibawah hadits shahih,
adalah hadits yang dapat diterima dan
dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam
menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.
Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha
sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.
Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat
yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu;
“Apa yang sifat dari hadits hasan tidak
tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya
satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”
Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi
tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang
siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada
duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa
yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”

Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami


tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami,
kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena
didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh
para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” :
Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.
Adapun penyebab kedhoifannya
karena beberapa hal:
1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun
terbagi atas 2 bagian yang perama adalah terputus
secara dzhohir (nyata) :
(a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan
sanad baik satu rawi atau lebih secara berurutan.
(b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya
yaitu orang sesudah tabi’in (Sahabat).
(c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2
atau lebih secara berurutan.
(d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak
tersambung.
Sedangkan yang kedua terputus secara khofi
(tersembunyi) yaitu:
(a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada
sanadnya dan memperbagus untuk dzohir haditsnya.
(b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang
ia bertemu atau sezaman dengannya apa yang ia tidak
pernah dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia
dengar dan yang lainnya seperti qaala.
O 2) Sebab penyakit pada rawi
Penyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit
dalam ‘adalah dan dhobit (hafalannya), adapun yang
pertama penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu:
(a) Pendusta
(b) Tertuduh dusta
(c) Fasiq
(d) Bid’ah
(e) Kebodohan
Adapun penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu :
(a) Jelek hafalannya
(b) Lalai
(c) Menyelisihi yang tsiqat
(d) Ucapan yang menipu
Klasifikasi Hadits Dha’if
O 1) Dha’if karena tidak bersambung sanadnya
(a) Hadits Munqathi
(b) Hadits Mu’allaq
(c) Hadits Mursal:
1. Mursal al-Jali
2. Mursal al-Khafi
(d) Hadits Mu’dhal
(e) Hadits Mudallas
2) Dha’if karena tiadanya syarat adil
(a) Hadits al-Maudhu’
(b) Hadits Matruk dan Hadits Munkar
3) Dha’if karena tiadanya Dhabit.
(c) Hadits Mudraj
(d) Hadits Maqlub
(e) Hadits Mudhtharib
(f) Hadits Mushahhaf dan Muharraf
4) Dha’if karena Kejanggalan dan kecacatan
(g) Hadits Syadz
(h) Hadits Mu’allal
5) Dha’if dari segi matan
(i) Hadits Mauquf
(j) Hadits Maqthu
Kehujahan Hadits Dhoif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits
kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-
Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh
digunakan, dengan beberapa syarat:
1) Level Kedhaifannya Tidak Parah
2) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih
3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh
Meyakini Ke-Tsabit-annya

Anda mungkin juga menyukai