Anda di halaman 1dari 13

SEORANG PEREMPUAN USIA 18 TAHUN DENGAN REAKSI

ANAFILAKSIS

Disusun oleh:  
Syahrinaldi Timur Erlangga
22010119210013
 
Pembimbing:
dr. Nani Maharani, M.Si.Med., Ph.D
 
KEDOKTERAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS

Kasus : Reaksi Anafilaksis

Keluhan utama : Lemas


Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang perempuan usia 18 tahun, datang dengan keluhan utama lemas. Lemas dirasakan
sekitar 2 jam yang lalu setelah penderita mengonsumsi obat sodium diklofenak untuk sakit
giginya. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah berdebar, sesak nafas, serta tangan dan
kaki terasa dingin. Keluhan lain seperti mual, muntah dan pusing disangkal
ANAMNESIS
1. Menanyakan identitas pasien.
2. Apakah terdapat gejala prodormal berupa gejala kulit ( gatal, kulit kemerahan, ruam), gejala mata
(edema periorbita, epifora, hiperemi konjungtiva), gejala GastroIntestinal (perut kram, mual, muntah,
diare) setelah mengonsumsi obat tersebut sebelum muncul gejala yang dikeluhkan pasien muncul?
3. Apakah sesak napas yang dirasakan timbul tiba – tiba (hitungan menit-jam) setelah mengonsumsi obat
tersebut?
3. Apakah pasien mememiliki riwayat alergi terhadap obat, riwayat atopi keluarga pada pasien?
4. Apakah keluhan sesak napas membaik dengan perubahan posisi? Atau disertai nyeri dada yang menjalar
ke bahu?
 Untuk menyingkirkan diagnosis banding Acute Miokard Infark dan Asma Bronchiale
5. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit DM?
 untuk menyingkirkan diagnosis banding keluhan lemas akibat reaksi hipoglikemia
PEMERIKSAAN FISIK
REAKSI ANAFILAKTIK

• Keadaan Umum
 ( tampak sesak, gelisah)

• Kesadaran
 GCS (mengetahui status kesadaran pasien)

• Tanda Vital :
Tekanan Darah : (mengetahui terjadinya hipotensi  (Dewasa :
tekanan
darah sistolik < 90mmHg / penurunan tekanan darah sistolik > 30%)
Frekuensi Nafas : (mengetahui peningkatan RR)
Frekuensi Nadi : (mengetahui peningkatan HR)
Saturasi Oksigen: ( Sa02  92%)

5
PEMERIKSAAN FISIK
REAKSI ANAFILAKTIK
Hidung
Discharge (+)
Mata
Edema periorbita, epifora, Paru
konjunctiva hiperemis Dapat ditemukan: stridor,
wheezing bronkospasme,
penurunan arus puncak ekspirasi
(APE)
Bibir, Lidah, Uvula
Bengkak, hiperemis, sensasi
terbakar Ekstremitas
Sianosis, Akral dingin,
Kulit Capillary Refill Time > 2 detik
Urtikaria, Eritema, Pruritus,
angioedema
6
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang Umum

 Pemeriksaan darah perifer lengkap dengan hitung jenis  menghitung eosinofil dalam
darah tepi
 Laju endap darah dan C reactive protein  mengetahui adanya peradangan/ inflamasi akut
 Apabila curiga adanya keterlibatan ginjal  cek proteinuria, eosinofil pada urin
 Adanya eosinofil pada urin dan peningkatan kadar total IgE dapat mengarah pada
nefritis interstitial

Pemeriksaan Penunjang Khusus


Pemeriksaan penunjang khusus yang penting dalam diagnosis reaksi anafilaktik akibat obat
adalah tes kulit (untuk reaksi hipersensitivas tipe cepat (IgE)), tes tempel,
radioallergsorbent (RAST) dan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

7
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang Khusus

1. Test Kulit
Test kulit dapat berupa tes tusuk, tes intradermal atau tes tempel. Test kulit yang menunjukkan
nilai prediksi yang kuat adalah tes intradermal untuk IgE
a. Test tusuk
 Indikasi : reaksi anafilaksis, bronkospasme, konjungtivitis, rhinitis, dan urtikaria / angioedema
b. Tes tempel
 Indikasi : eksantema pustulosis akut sistemik, erupsi eksantema, fixed drug eruption, SJS dan
TEN
c. Tes Intradermal
 Dipertimbangkan : apabila setelah 20 menit hasil test tusuk terhadap alergen yang diduga kuat
hasilnya negatif (-)

Pembacaan test kulit dilakukan setelah 15 – 20 menit dalam reaksi cepat, dan setelah 24 – 72 jam
dalam reaksi lambat
8
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

2. Radioallergicsorbent (RAST) dan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)

• Ketika terjadi reaksi anafilasis akibat alergi obat perlu dilakukan penelusuran secara retrospektif
• Pemeriksaan RAST dan ELISA  mengukur IgE terhadap beberapa obat dalam sirkulasi 
identifikasi penyebab
• Hasil (+)  dapat digunakan untuk identifikasi resiko pada pasien

9
Tatalaksana
Komprehensif

1. Segera hentikan
Epinefrin
Paparan Alergen
Segera injeksikan IM pada mid-anterolateral
paha
Dosis
0.01 mg/kg

2. Evaluasi segera
3. (sediaan ampul 1mg/ml larutan 1 : 1000)
MAX 0.5 mg (Dewasa), 0.3 mg (anak)

(Circulation, Airway, Breathing, Mental


Status, Skin, Body Weight) Lakukan simultan
Elevasi

Posisi Tredelenburg (berbaring dengan kedua


tungkai lebih tinggi)
Jangan biarkan pasien duduk atau berdiri
10
Tatalaksana
Komprehensif

Oksigen
6-8 LPM via face mask / oropharyngeal airway 5.
(BILA ADA INDIKASI)
PANTAU
4. Observasi Pasang IV line
Nilai dan catat : TTV, status
Ulangi epinefrin 5 – 15 menit SYOK mental dan SaO2 tiap 5 – 15
kemudian bila tidak ada NaCl 0.9 % 1-2 L cepat menit
perbaikan pada 5 – 10 menit pertama)
Observasi 1-3x24 jam/ rujuk
ke RS terdekat, untuk kasus
ringan : observasi ± 6 jam
RJP
Apabila pasien mengalami cardiac arrest
Dewasa : 100 – 120 x/menit, kedalaman : 5 – 6 cm
Anak : 100 x/menit, kedalaman : 4-5 cm 11
Terapi Tambahan

Kortikosteroid Tatalaksana Bronkospasme

Diberikan untuk semua kasus • Nebulalisasi SABA  kasus bronkospasme


berat, berulang dan pasien asma berat, ditandai dg wheezing persisten
• Dapat diberi aminofilin  bronkospasme
Nama Dosis belum hilang dg adrenalin, berikan secara hati-
Metil Prednisolon 125 – 250 mg IV hati
Deksametason 20 mg IV
Nama Dosis
Hidrokortison 100 – 500 mg IV pelan
Aminofilin 250 mg (IV pelan selama 10 menit)

Antihistamin
Sebaiknya diberikan bila klinis sudah membaik Tatalaksana Hipotensi

Nama Dosis Cairan plasma expander (Dextran) merupakan


Difenhidramin HCl 5 - 20 mg IV pilihan utama, apabila tidak ada, dapat diganti
dengan NaCl / RL
NB : Bila keadaan telah stabil dapat dinerikan
Tambahkan vasopressor IV apabila hipotensi
Kortikosteroid dan Antihistamin PO 3 x 24 jam
tidak membaik
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai