KEL 3 - Kajian Barat - Ignaz Goldziher
KEL 3 - Kajian Barat - Ignaz Goldziher
KEL 3 - Kajian Barat - Ignaz Goldziher
perbedaan qira’at muncul karena Mushaf Utsmani tidak memiliki titik dan
tanda baca,
Goldziher yakin bahwa perbedaan bacaan dalam al-Qur’an adalah akibat kekeliruan
dalam penulisan bahasa arab (paleografi) zaman dulu, tidak ada titik dan tanda
diakritikal. Oleh karena itu, bentuk kata “fi’il” saat dibuang tanda titiknya mungkin
lahirnya ragam bacaan seperti ( ِقْيَل, َقَتَل, َقْبَل,)ِفْيٌل, dan lain sebagainya.
Dengan demikian jelaslah, bahwa ia telah keliru
dalam memahami al-Qur’an. dari statement di atas,
seolah-olah al-Qur’an dalam manuskrip, dan qira’ah
harus tunduk pada manuskrip tersebut. Seolah-olah
manuskrip ada terlebih dahulu daripada qira’at.
Goldziher juga berpendapat bahwa seorang pembaca
ketika membaca huruf yang mati, akan membaca
sesuai dengan selera. Di sinilah dia memasukkan
teori hermeneutika dalam studi al-Qur’an. ia
kemudian memberikan sebuah contoh dengan
mengutip pernyataan Qatadah (w 117 H) dalam tafsir
Ibnu Katsir.
Contoh bacaan
Pada ayat 48 surat al-A’raf:
َو اَن َدى َأَحْصاُب اَأْلْع َر اِف ِرَج ااًل َيْع ِرُفوُهَنْم ِبِس َمياْمُه َقاُلوا َم ا َأْغىَن َعْنْمُك ْمَج ُع ْمُك َو َم ا ُكْنْمُت َتْس َتْك ُرِب وَن