Anda di halaman 1dari 20

PENYELESAIAN SENGKETA

MELALUI ARBITRASE SYARIAH

Dosen Pengampu : Faisal Zulfikar, M.H.


Mata Kuliah : Peradilan Agama
Semester/Jurusan : 4/HKI-A
KELOMPOK 2
Lisa Nurhalizah 221110002
Putri Arum Sari 221110036
Fajar Permana 221110001
Rizqia Nadila 221110029
Muhammad Rizaludin Hawari 221110005
Ainur Hazmiah 221110006
Dzikri Hijjul Abror 221110032
Firdan Fadilah 221110014
Sub Materi

01 02 03
Pengertian Arbitrase Pengertian dan Landasan Hukum Macam-Macam
Arbitrase Syariah Arbitrase

04 05 06
Prosedur Penyelesaian Kekurangan dan Kelebihan Peranan Arbitrase
Sengketa Melalui Arbitrase Dalam Peradilan
Arbitrase Syariah Agama

3
01
PENGERTIAN
ARBITRASE
PENGERTIAN ARBITRASE
1. Kata Arbitrase berasal dari kata Arbitrare (latin) yang berarti kekuasaaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.
2. Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Umum, Arbitrase adalah: “cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase dapat disepadankan dengan
istilah Tahkim yang berarti menjadikan seseorang sebagai penengah bagi suatu sengketa.
02
PEDOMAN & LANDASAN
HUKUM ARBITRASE
SYARI’AH
Pedoman dalam konteks hukum dapat berupa peraturan, kebijakan, atau keputusan yang memberikan
petunjuk bagaimana sesuatu harus dilakukan. Pedoman ini bertujuan untuk memastikan bahwa arbitrase syari’ah
dilaksanakan secara adil, efektif dan sesuai dengan syariat islam.
Berikut adalah pedoman & landasan hukum Arbitrase Syariah:
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase menurut
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum.
SK MUI (Majelis Ulama Indonesia) SK Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember
2003 tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga
hakam (arbitrase syariah) satu-satunya di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah
yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain lain.
1. Fatwa DSNMUI Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DS NMUI) perihal
hubungan muamalah ( perdata) senantiasa diakhiri dengan ketentuan : Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui BadanArbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”.
03
MACAM-MACAM
ARBITRASE SYARI'AH
MACAM-MACAM ARBITRASE
ADA 3
1. Arbitrase Institusional
Arbitrase Institusional atau yang disebut arbitrase tetap, diselesaikan melalui lembaga
permanen yang didirikan untuk menyelesaikan sengketa secara nasional maupun
internasional. Seperti: Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Court
of Arbitration of International Chamber of Commerce (ICC International Court Arbitration),
The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
2. Arbitrase Ad Hoc
Arbitrase Ad Hoc atau Voluntary Arbitration adalah arbitrase yang dibentuk setelah terjadi
sengketa dengan penyelesaian dalam kurun waktu tertentu.
3. Arbitrase Internasional
Dalam pelaksanaannya, arbitrase internasional mirip dengan litigasi pengadilan domestik,
namun diselesaikan di hadapan para juri pribadi yang dikenal sebagai arbiter.
04
PROSEDUR & PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI
ARBITRASE SYARI’AH
Prosedur arbitrase syariah di Indonesia umumnya diatur dalam Peraturan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Peraturan Prosedur Arbitrase Syariah.

01
PERMOHONAN
ARBITRASE
Pemohon mengajukan permohonan arbitrase secara tertulis kepada Sekretariat BASYARNAS.

02
PEMANGGILAN
TERMOHON
 Sekretariat BASYARNAS memanggil Termohon untuk menyampaikan jawaban atas permohonan
arbitrase.
 Termohon wajib menyampaikan jawaban dalam waktu 14 hari kerja setelah menerima panggilan.
 Jika Termohon tidak menyampaikan jawaban, BASYARNAS berhak meneruskan proses arbitrase
tanpa Termohon.
03
PEMBENTUKAN MAJELIS
ARBITRASE
 Para pihak dapat sepakat untuk memilih arbiter tunggal atau majelis arbiter.
 Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan, BASYARNAS akan menunjuk arbiter tunggal atau
majelis arbiter.
 Arbiter harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan
peraturan BASYARNAS.

04
SIDANG ARBITRASE, PUTUSAN, PENDAFTARAN & EKSEKUSI PUTUSAN
ARBITRASE
 Sidang arbitrase dipimpin oleh arbiter tunggal atau ketua majelis arbiter, para pihak dapat
didampingi oleh kuasa hukum. Majelis arbitrase dapat memerintahkan para pihak untuk
melakukan mediasi atau perdamaian.
 Majelis arbitrase menjatuhkan putusan arbitrase setelah mempertimbangkan semua dalil dan bukti
yang diajukan oleh para pihak.
 Putusan arbitrase harus didaftarkan ke pengadilan agama agar dapat dieksekusi.
 Eksekusi putusan arbitrase dilakukan oleh juru sita pengadilan agama.
05
KEKURANGAN & KELEBIHAN
ARBITRASE SYARI'AH
KELEBIHAN ARBITRASE
SYARIAH
 Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
 Dapat menghindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif;
 Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman
serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
 Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan
tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
 Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan melalui tata cara (prosedur)
sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
KEKURANGAN ARBITRASE
SYARIAH
 Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis,
bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang
belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BAMUI dan
P3BI;
 Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, masyarakat belum menaruh
kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-
lembaga arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan
melalui lembaga-lembaga arbitrase yang ada;
 Lembaga arbitrase tidak mempunyai kewenangan melakukan eksekusi putusannya. Meskipun
keputusannya bersifat mengikat, tetapi untuk melaksanakannya harus melalui “fiat eksekusi”
pengadilan. Jadi wibawa lembaga pengadilan kalah dengan wibawa pengadilan.
06
PERANAN ARBITRASE DALAM
PERADILAN AGAMA
Arbitrase dapat memainkan peran penting dalam penyelesaian sengketa di pengadilan agama dengan
memberikan alternatif yang lebih cepat, murah, dan terkadang lebih efektif daripada proses pengadilan
konvensional. Ini dapat membantu mengurangi beban pengadilan, mempercepat penyelesaian, dan
memberikan pilihan kepada para pihak yang terlibat dalam sengketa agama. Berikut beberapa peran
penting arbitrase dalam peradilan agama:
1. Melengkapi Kapasitas Peradilan Agama;
2. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Penyelesaian Sengketa ;
3. Mendukung Penerapan Hukum Syariah;
4. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelesaian Sengketa;
5. Memperkuat Sistem Peradilan Nasional.
“Laws are like cobwebs, which catch
flies but let hornets go through.”
—- JONATHAN
SWIFT
THANKS
Do you have any questions?

Anda mungkin juga menyukai