Anda di halaman 1dari 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Permanganometri Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Pembakuan KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam sejumlah air, dan mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian endapan MnO2 disaring. Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan zat baku utama, yaitu natrium oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh dibakukan dengan cara mentitrasinya dengan natrium oksalat yang dibuat dengan pengenceran kristalnya pada suasana asam. Pada pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4. Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .Reaksi dalam suasana netral yaitu : MnO4 + 4H++ 3e MnO4 + 2H2O Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi dalam suasana alkalis : MnO4- + 3e MnO4MnO4- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OHMnO4- + 2H2O + 3e MnO2 +4OHReaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi (Anwar, 2009).

2.2 Reaksi-Reaksi Permanganometri Kalium permanganat, selain sebagai oksidator dalam suasana asam, juga dapat berlangsung dalam suasana basa Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam, 0,1 N atau lebih besar. Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan dan penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kebanyakan titrasi ini dilakukan dalam keadaan asam, seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Reaksi-Reaksi Permanganometri Analit Antimon Arsenik(III) Bromin Hidrogen Besi(II) Molibdenum(III) Nitrit Oksalat Timah(II) Titanium(III) Tungsten(III) Uranium(IV) Vanadium(IV) (Underwood, 2001) peroksida (III) Setengah Reaksi Dari Substansi Teroksidasi HSbO2 + 2H2O H3SbO4 HAsO2+ 2H2O H2AsO4 + 2H+ + 2e 2Br- Br2 + 2eH2O2 O2(g) + 2H+ + 2eFe2+ Fe3+ +2eMo3++ H2O MoO22+ + 4H+ + 1eHNO2 + H2O NO3- + 3H+ + 2eH2C2O4 2CO2 + 2H+ + 2eSn2+ Sn4+ + 2eTi3+ + 2H2O TiO2+ + 2H+ +3eW3+ + 2H2O WO22+ + 4H+ + 2eU4+ + 2H2O UO22++ 4H++ 2eVO2+ + 3H2O V(OH)4-+ 2H++ e-

2.3 Prinsip Titrasi Permanganometri Titrasi Permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi dan reduksi. Dimana zat pentiter mengalami reaksi reduksi dan zat dititer mengalami reaksi oksidasi. Zat pentiter terdapat di dalam buret dan zat dititer terdapat di dalam erlenmeyer.

Untuk reaksi oksidasi dan reduksi dapat menggunakan rumus: V1 . N1 = V2 . N2 Dimana zat 1 adalah zat pentiter dan zat 2 adalah zat dititer. Maka zat yang dititrasi dapat dihitung dengan rumus ini. Baik volume maupun normalitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus ini (Wistari, 2012).

2.4 Sumber-Sumber Kesalahan Titrasi Permanganometri Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: 1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. 2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+ 3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 H2O2+ 2CO2 H2O2 H2O + O2 4. Dalam peralatan yang digunakan apabila telah dicuci ada sisa-sisa air yang mengandung pengotor organik yang akan mengubah MnO4- menjadi MnO2. 5. Sampel yang dipakai memiliki gugus kristal H2O sehingga persen ralat yang diperoleh menjadi sangat besar. (Anwar, 2009)

2.5 Aplikasi Permanganometri: Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Kadar Tanin dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Belajar di SMA/MA Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar tanin yang terkandung di dalam buah mahkota dewa. Selain itu juga untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan sebagai alternatif sumber belajar kimia di SMA/MA. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis kualitatif bertujuan untuk memastikan apakah dalam buah mahkota dewa benar-benar terdapat senyawa tanin sehingga bisa dilanjutkan dengan analisis berikutnya yaitu analisis kuantitatif. Adapun analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan berapa kadar yang terkandung dalam buah mahkota dewa yang telah diberi perlakuan yakni dikeringkan. Analisis kualitatif dalam penelitian ini menggunakan FeCl3, NH3 25% dan NH3 25% yang ditambah dengan K3[Fe(CN)6]. Analisis kuantitatifnya yaitu dengan permanganometri yakni dengan cara mentitrasi ekstrak sampel buah mahkota yang telah diberi perlakuan pengeringan pada suhu yang berbeda dengan menggunakan larutan standar KMnO4 0,1 N dan indikator indigo sulfonat. Adapun variasi suhu pengeringan pada perlakuan yaitu 25, 45, 65, 85, dan 105 0C dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dari analisis kuantitatif kemudian dianalisis dengan ANAVA-A yang dilanjutkan dengan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) jika diperoleh beda yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi suhu pengeringan berpengaruh terhadap kadar tanin dalam buah mahkota dewa. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin berkurang kadar taninnya. Kadar tanin yang diperoleh dari penelitian ini yakni pada variasi suhu 25, 45, 65, 85, 105 0C berturut-turut sebesar 1,928%, 1,722%, 1,448%, 1,104%, dan 0,830%. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan ANAVA-A diperoleh suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar tanin pada taraf signifikansi 5% dengan Fhitung = 42,099 (Ferawaty, 2009).

Berikut flowchart percobaan pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar tanin dalam buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa). Mulai Disiapkan buah Mahkota Dewa

Dilakukan analisis kualitatif menggunakan FeCl3, NH3 25% dan NH3 25% yang ditambah dengan K3[Fe(CN)6]

Didapat senyawa tanin dalam buah Mahkota Dewa

Dilakukan analisis kuantitatif secara permanganometri dengan mentitrasi ekstrak sampel buah Mahkota Dewa menggunakan larutan standar KMnO4 0,1 N dan indikator sulfonat pada variasi suhu 25, 45, 65, 85 dan 105 0C

Percobaan diulangi sebanyak 3 kali

Diperoleh kadar tanin pada suhu 25, 45, 65, 85 dan 105 0C adalah sebesar 1,928%, 1,722%, 1,448%, 1,104%, dan 0,830%. Diperoleh bahwa semakin tinggi suhu maka semakin berkurang kadar taninnya

Selesai Gambar 2.1 Flowchart Percobaan Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Kadar Tanin dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) (Ferawaty, 2009).

Anda mungkin juga menyukai