Anda di halaman 1dari 16

Acara I

BUTTER & BUTTERMILK

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU

Disusun oleh:
Dea Widyaningtyas
13.70.0160
Kelompok A1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2016

1.

TOPIK DAN TUJUAN

Topik dalam praktikum teknologi pengolahan susu adalah Butter dan Buttermilk.
Dimana topik praktikum kali ini bertujuan untuk supaya mahasiswa dapat membuat
unsalted butter yang tidak difermentasikan dan memahami prinsip pembuatannya. Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah wadah stainless steel, pengaduk/solet, gelas
ukur, timer, mixer, sendok dan aluminium foil. Sedangkan bahan yang digunakan
berupa susu krim cair Roselle dank susu krim bubuk Wippy cream. Metode yang
dilakukan untuk membuat butter yaitu pertama-tama 300 ml krim disiapkan diukur
dengan gelas ukur yang telah diketahui beratnya, lalu berat krim ditimbang. Kemudian
krim dituang didalam blender. Setelah itu krim dikocok dengan menggunakan mixer
kecepatan tinggi hingga terpisah antara lemak dan buttermilk. Setelah itu mixer
dimatikan dan didiamkan hingga semua lemak naik keatas. Kemudian pisahkan lemak
dari buttermilk dengan cara disaring dan letakkan pada wadah yang berbeda. Butter
ditekan-tekan agar buttermilk yang masih ada dapat dipisahkan. Semua buttermilk
dipastikan terpisah dari lemak dan ditimbang berapa buttermilk yang dihasilkan. Butter
yang dihasilkan ditimbang dan diamati karakter produk yang dihasilkan baik dari aspek
fisik maupun sensorinya. Setelah itu butter disimpan di dalam kulkas dengan ditutup
dengan plastic cling selama 1 jam, lalu diamati kembali karakteristiknya.

2.

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan butter dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Butter


Kel

Produk

Butter

Butter
setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk
Butter

Butter
setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk
Butter
Butter
setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk
Butter
Butter
setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk
Butter
Butter
setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk

Sensori
Warna Rasa Aroma Tekstur
++
++
++
+++

++

++

+++

+
+

+++
++

+++
++

++++

+++

++++

Fisik
Penampakan
Tidak punya
body
Mudah dioles
creamy
Punya body
Tidak mudah
dioles
creamy
Creamy
Tidak punya
body
Mudah dioles
Creamy
Punya body
Creamy
Tidak mudah
dioles
Creamy
-

Rendemen
26,43

66,67
27,49

++

++

+++

+
-

+++
-

+++
-

60
-

Keterangan :
Warna
+
: putih
++
: agak kuning
+++
: kuning
++++ : sangat kuning
+++++ : coklat
Aroma
+
: tidak kuat
++
: agak kuat
+++
: kuat
++++ : sangat kuat

Rasa
+
++
+++
++++

: tidak enak
: agak enak
: enak
: sangat enak

Tekstur
+
++
+++
++++

: kasar/keras
: agak kasar
: lembut
: sangat lembut

Penampakan

Punya body atau tidak

Mudah dioles atau tidak

Creamy atau tidak

Gambar 1. Proses Pembuatan Butter menggunakan whipping cream cair vs whipping


cream bubuk

Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas menunjukan butter dan buttermilk yang
berhasil terbentuk yaitu dari kelompok A1 dan A2. Dalam sensori warna butter dan
buttermilk dari kelompok A1 dan A2 menunjukan hasil yang sama yaitu berwarna putih
untuk butter sebelum disimpan di kulkas dan buttermilk. Sedangkan untuk butter yang
telah disimpan di kulkas menunjukan warna agak kuning. Berikutnya adalah sensosi
rasa dimana rasa dari butter adalah agak enak dan rasa dari buttermilk enak, dan rasa
butter setelah disimpan di kulkas juga menunjukan rasa yang agak enak. Kemudian jika
dilihat dari sensori aroma maka menurut hasil yang didapat aroma dari butter &
buttermilk adalah agak kuat dan kuat. Sedangkan rasa butter setelah disimpan di kulkas
berubah menjadi kuat. Kemudian dalam sensori tekstur dapat dilihat bahwa butter

sebelum disimpan dikulkas lembut dan setelah disimpan di kulkas teksturnya menjadi
sangat lembut. Lalu dilihat dari penampakan butter & buttermilk yang didapatkan dari
kelompok A1 dan A2 juga sama yaitu pada produk butter sebelum disimpan di kulkas
memiliki kenampakan yang tidak mempunyai body, mudah dioles dan creamy. Dan
untuk kenampakan butter setelah disimpan pada kulkas berubah menjadi punya body,
creamy dan tidak mudah dioles. Untuk buttermilk yang terbentuk kenampakannya
adalah creamy. Pada rendemen butter yang dihasilkan kelompok A1 adalah 26,433%.
Sedangkan rendemen butter pada kelompok A2 yaitu sebesar 27,49%. Pada hasil
buttermilk yang didapat kelompok A1 mendapatkan rendemen sebesar 66,667%,
sedangkan pada kelompok A2 mendapatkan rendemen sebesar 60%.

3.

PEMBAHASAN

Susu merupakan minuman sumber karbohidrat, protein, lemak, citamin dan mineral
yang sangat baik untuk kesehatan. Butter, cream dan keju merupakan contoh produk
olahan susu (Novidia, 2003). Susu dan krim tidak terhomogenisasi mengandung
butterfat dalam bentuk globula yang sangat kecil. Globula ini dikelilingi oleh membrane
yang terbuat dari fosfolipid (emulsifier asam lemak) dan protein yang menyebabkan
terbentuknya lapisan pada susu. Butter diproduksi dengan pengadukan krim yang
menyebabkan rusaknya membrane sehingga lemak susu dapat bergabung dan terpisah
dari bagian lain dari krim. Dan hasil akhir dari produk dapat dipengaruhi oleh komposisi
butterfat. Butter mengandung lemak dalam bentuk lemak bebas, kristal butterfat, dan
globula lemak yang tidak terusak. Butter dengan jumlah kristal yang lebih banyak maka
teksturnya akan lebih keras dibanding dengan butter yang didominasi oleh lemak bebas
(Anonim, 2007).

Menurut Anonim (2007) butter adalah salah satu produk susu yang dapat dibuat dengan
memadatkan krim atau susu segar yang sudah difermentasikan. Butter ini biasanya
digunakan sebagai olesan atau bahan dalam memasak seperti membuat kue, saus dan
menggoreng. Butter merupakan emulsi air dalam minyak yang mengandung lemak (8082%) dan fase air (18%-20%), selain itu butter tidak mengandung laktosa dan mineral
(Gunstone, 2002). Butter merupakan salah satu lemak yang edible yang memiliki lebih
dari 500 asam lemak yang berbeda yang terdiri dari asam lemak jenuh,
monounsaturated fatty acid dan sedikit PUFA (Nurulhidayah et al, 2015).

Pada praktikum kali ini bahan untuk membuat butter adalah susu krim komersial.
Dimana hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2008) & Anonim (2011) yang
menyatakan bahwa krim yang digunakan untuk pembuatan butter berasal dari krim cair
komersial atau pemisahan susu sapi segar (whole milk) dan pembuatan juga melalui
proses churning cream. Menurut Winarno & Fernandez (2007), prinsip pada pembuatan
butter yaitu dengan tahap churning dimana proses tersebut bertujuan untuk memecah
lapisan disekitar globula lemak (mengingat cream merupakan emulsi air dalam lemak)
secara fisik. Proses ini dilanjutkan terus menerus dan nantinya akan mengakibatkan

emulsi dalam cream tersebut akan rusak sehingga lemak dengan komponen lainnya
akan terpisah. Komponen selain lemak tersebut mengandung kasein yang tinggi apabila
dikocok maka strukturnya akan memerangkap udara yang akan membentuk busa yang
nantinya akan menjadi buttermilk, sedangkan gumpalan lemak tersebut yang nantinya
akan menjadi butter.

Tahap yang dilakukan dalam pembuatan butter ini yaitu pertama-tama 300 ml krim
disiapkan dengan diukur dengan menggunakan gelas ukur yang telah diketahui
beratnya, kemudian berat krim ditimbang. Setelah itu krim dituang ke dalam blender
dan krim dikocok dengan menggunakan mixer kecepatan tinggi hingga terpisah antara
lemak dan buttermilk. Setelah itu mixer dimatikan dan didiamkan hingga semua lemak
naik keatas. Kemudian pisahkan lemak dari buttermilk dengan cara disaring dan
letakkan pada wadah yang berbeda. Butter ditekan-tekan agar buttermilk yang masih
ada dapat dipisahkan. Semua buttermilk dipastikan terpisah dari lemak dan ditimbang
berapa buttermilk

yang dihasilkan. Butter yang dihasilkan ditimbang dan diamati

karakter produk yang dihasilkan baik dari aspek fisik maupun sensorinya. Setelah itu
butter disimpan di dalam kulkas dengan ditutup dengan plastic cling selama 1 jam, lalu
diamati kembali karakteristiknya.

Pembuatan butter yang dilakukan sudah sesuai dengan pernyataan Anonim (2008)
yaitu melalui tahap penerimaan susu segar, pemisahan skim dan krim, pasteurisasi krim,
inokulasi kultur dan pematangan krim, aging dan kristalisasi, churning, working
(kneading) dan salting kemudian pengemasan. Namun beberapa tahap yang tidak sesuai
ada inokulasi, salting dll itu dikarenakan bahan yang digunakan oleh kami adalah susu
krim komersial bukan susu segar. Menurut Susilorini & Sawitri (2006), tahap pertama
yang dilakukan adalah proses churning dimana mengaduk krim dengan keras supaya
globula lemak dapat dipecah sehingga lemak cair tertekan keluar dari globula lemak,
busa menjadi tidak stabil kemudian pecah dan globula lemak akan terkoagulasikan
menjadi butter grain. Pada tahap pendinginan dalam pembuatan butter ini, menurut
Anonim (2008) bertujuan untuk memperbanyak dan memperkecil kristal lemak serta
memadatkan lemak.

Hanya dua kelompok yang berhasil mendapatkan butter yaitu kelompok A1 dan A2.
Karakteristik dari kelompok A1 dan A2 mendapatkan hasil yang sama, hanya berbeda
pada hasil rendemen saja. Pada parameter warna dari butter sebelum di simpan dikulkas
dengan setelah disimpan dikulkas menunjukan peningkatan warna yaitu dari putih
menjadi agak kuning. Warna dari butter yang didapatkan cenderung kuning karena
kandungan butter tersusun oleh lemak, jika lemak semakin tinggi maka warna butter
pun akan semakin kuning. Hal ini sesuai karena proses pendinginan dapat
memperbanyak lemak, maka warna dari butter akan semakin kuning. Sedangkan untuk
warna buttermilk yaitu berwarna putih, hal ini dikarenakan buttermilk merupakan byproduct dari proses pembuatan butter sehingga lemak susu hamper seluruhnya terikat
pada produk butter dan warna putih ini karena didominasi oleh protein (Winarno, 1993 ;
Smith, 2003).

Kemudian dilihat dari parameter rasa, dimana rasa butter sebelum dan sesudah disimpan
pada kulkas menunjukan rasa yang tidak berubah yaitu tetap agak enak. Sedangkan rasa
dari buttermilk berasa enak. Menurut Herschdoefer (1986), bila persentase lemak atau
asam volatil dan produk volatil lainnya terlalu rendah, maka butter dan buttermilk akan
kehilangan rasa (flat). Sedangkan untuk parameter aroma yang dihasilkan sebelum
penyimpana pada kulkas dan setelah penyimpanan menunjukan aroma yang berubah
yaitu dari agak kuat menjadi kuat. Menurut Herschdoefer (1986), perubahan aroma
disebabkan oleh komponen yang ada dalam susu krim tersebut. Aroma dapat muncul
oleh adanya kandungan komponen diasetil dan komponen lain seperti asam format,
asetat, propionat dan asetaldehid. Aroma ini dikarenakan komponen lemak yang
bertambah sehingga meningkatkan arom dari butter.

Dilihat dari tekstur butter yang dihasilkan sebelum dan sesudah penyimpanan pada
kulkas mengalami perubahan yaitu dari lembut menjadi sangat lembut. Menurut
Bradley & Smukowski (2009), tekstur butter dapat ditentukan dari komposisi lemak
susu, struktur globula lemak, laju kristalisasi lemak dari krim, jumlah lemak cair, serta
ukuran kristal lemak pada butter. Maka sesuai dengan pernyataan tersebut karena proses
pendinginan akan menambahkan lemak dan memperkecil ukuran kristal lemak sehingga
butter terlihat lebih lembut dibanding sebelum disimpan pada kulkas. Menurut Ronholt

et al (2012), semakin lama pendinginan maka kristal lemak akan semakin banyak dan
kecil dan proses pendinginan ini bertujuan untuk memperbanya dan memperkecil kristal
lemak.

Kemudian jika dilihat dari parameter fisik (kenampakan), butter sebelum dan setelah
disimpan di kulkas menunjukan penampakan yang berbeda, yaitu dari tidak punya body,
mudah dioles dan creamy lalu berubah menjadi punya body, tidak mudah dioles dan
creamy. Perubahan ini terjadi karena menurut Herschdoefer (1986), spreadability dari
butter (mudah dioles), adalah sifat kompleks butter yang berhubungan dengan
viskositas dan perubahannya seiring dengan adanya tekanan dan perubahan suhu.
Perubahan suhu dari sebelum dan setelah disimpan dikulkas yang menyebabkan
perbedaan dari kenampakan butter. Sedangkan penampakan pada buttermilk
menunjukan keadaan creamy. Rendemen butter yang dihasilkan dari kelompok A1 da
A2 berbeda, yaitu 26,433% dan 27,49%. Sedangkan pada buttermilk kelompok A1 yaitu
sebesar 66,667% dan kelompok A2 sebesar 60%.

Tidak semua kelompok mendapatkan hasil butter yang diinginkan, kelompok A3, A4
dan A5 tidak mendapatkan hasil butter. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan
berasal dari produk krim yang berbeda. Pada kelompok A1 dan A2 menggunakan krim
susu cair dari whipping cream cair dari Roselle dimana krim tersebut sebelum diolah
disimpan dulu didalam kulkas sehingga keadaannya dingin sehingga bisa langsung
dikocok. Pengocokan ini menurut aturan pakai harus dalam keadaan dingin. Sedangkan
pada kelompok A3, A4 dan A5 menggunakan wippy cream yang bubuk dan dalam
pengocokannya hanya dengan menggunakan air yang biasa dan tidak dingin, sehingga
saat pengocokan tidak terbentuk 2 lapisan yaitu padat yang berupa butter dan cair yang
berupa buttermilk. Aturan pakai dari susu krim komersial yang benar sangat
menentukan hasil butter yang diinginkan. Dilihat dari komposisi kedua merk susu krim
tersebut juga menunjukan lemak yang terkandung pada susu krim cair Roselle lebih
banyak dan tinggi dibanding susu krim yang bubuk, hal ini menunjukan bahwa
pembentukan butter juga berdasarkan kandungan lemak pada krim, sehingga dari bahan
dasar yang menggunakan susu krim bubuk tidak dapat menghasilkan butter.

Menurut pernyataan Bahrami Masoud et al (2015) bahwa buttermilk adalah by-product


dari butter. .Buttermilk adalah cairan yang tertinggal bila krim atau susu dikocok
(churned) dan telah diambil lemaknya, rasanya dapat manis atau asam. Buttermilk
sangat mirip dengan susu krim tetapi masih mengandung fosfolipida dan protein yang
berasal dari membrane globula lemak (Winarno, 1993; Smith, 2003). Menurut Lonkar et
al (2011), buttermilk mengandung komponen krim yang larut air seperti protein susu,
laktosa dan mineral serta mengandung lesitin.

Menurut Schmutz et al, (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas butter
adalah penyimpanan. Penyimpanan yang baik dapat menjaga kualitas mentega. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan seperti tengik, melindungi mentega dari panas, cahaya
maupun udara sebaiknya mentega disimpan di refrigerator. Mentega dapat disimpan di
refrigerator sekitar 2 minggu pada suhu di bawah 4.4 C (40F). Penyimpanan pada
suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan perubahan bau. Mentega sebaiknya tidak
disimpan pada suhu ruangan lebih dari 2 hari. Apabila satu faktor yang mempengaruhi
kualitas mentega adalah mentega akan dipergunakan untuk jangka waktu lebih dari 2
minggu, sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu beku -17.5oC. Whey protein
mudah dan cepat dicerna serta merupakan salah satu protein susu dan didapatkan
dengan memisahkan kasein dalam pembuatan keju (Shankar J. R. & Ghanendra Kumar
Bansal, 2013).

4.

KESIMPULAN

Susu merupakan minuman sumber karbohidrat, protein, lemak, citamin dan mineral

yang sangat baik untuk kesehatan.


Butter, cream dan keju merupakan contoh produk olahan susu.
Butter diproduksi dengan pengadukan krim yang menyebabkan rusaknya membrane

sehingga lemak susu dapat bergabung dan terpisah dari bagian lain dari krim.
Butter dengan jumlah kristal yang lebih banyak maka teksturnya akan lebih keras

dibanding dengan butter yang didominasi oleh lemak bebas.


Butter merupakan emulsi air dalam minyak yang mengandung lemak (80-82%) dan

fase air (18%-20%), selain itu butter tidak mengandung laktosa dan mineral.
Krim yang digunakan untuk pembuatan butter berasal dari krim cair komersial atau

pemisahan susu sapi segar.


Tahap pendinginan dalam pembuatan butter bertujuan untuk memperbanyak dan
memperkecil kristal lemak serta memadatkan lemak.
Proses pendinginan dapat memperbanyak lemak, maka warna dari butter akan

semakin kuning
Perubahan aroma disebabkan oleh komponen yang ada dalam susu krim.
Pendinginan akan menambahkan lemak dan memperkecil ukuran kristal lemak

sehingga butter terlihat lebih lembut dibanding sebelum disimpan pada kulkas.
Perubahan suhu dari sebelum dan setelah disimpan dikulkas yang menyebabkan

perbedaan dari kenampakan butter.


lemak yang terkandung pada susu krim cair Roselle lebih banyak dan tinggi

dibanding susu krim yang bubuk.


Buttermilk merupakan by-product dari proses pembuatan butter sehingga kualitas

buttermilk ditentukan dari krim yang digunakan dalam pembuatan butter.

Semarang, 24 Mei 2016


Praktikan,

Dea Widyaningtyas
13.70.0160
10

Asisten Dosen
Graytta Intania

5.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(2005).Butter.http://www.milkingredients.ca/DCP/article_e.asp?catid=14
5&page=216.
Anonim.(2008).ButterManufacture.http://www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu/butter.

Anonim_2. (2011). Butter. http://en.wikipedia.org/wiki/Butter.

Bahrami Masoud et al.(2015). Mixing Sweet Cream Buttermilk with Whole Milk
to Produce Cream Cheese. Irish Journal of Agricultural and Food Research 73-78.
Department of Food Science and Technology.
Bradley, Robert L., and Smukowski, Marianne. (2009). The Sensory Evaluation
of Dairy Products. Springer Science. New York.
F. Nurrulhidayah A. et al. (2015). Detection of Butter Adulteration with Lard
Using Differential Scanning Calorimetry. International Food Research Journal 22(2):
832-839. Malaysia.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry,
Nutrition & Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D.
B. Min. Marcel Dekker, Inc. New York.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2.
Academic Press. London.
Lonkar S.P. et al. (2011). Development of Instan Mattha Mix. World Journal of
Dairy & Food Sciences 6(2): 125-129. Department of Food Science, Shivaji University.
India.
Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran
Rakyat Minggu. Jakarta.
Ronholt S. et al. (2012). Effect of Cream Cooling Rate and Water Content on
Butter Microstructure During Four Weeks of Storage. Jurnal of Food Hydrocolloids.
Department of Food Science, University of Copenhagen. Denmark.
Schmutz S., Melcher A., Frangez C., Haidvogl G., Beier U., Bohmer J., Breine J.,
Simoens I., Caiola N., de Sostoa A., Ferreira M.T., Oliveira J., Grenouillet G., Goaux
D., de Leuuw J.J., Noble R.A.A., Roset N. & Verbickas T. (2007). Spatially Based

11

12

Methods to Assess The Ecological Status Of Riverine Fish Assemblages In European


Ecoregions. Fisheries Management and Ecology 14, 441452.
Shankar J. R. & Ghanendra Kumar Bansal. (2013). A Study on Health Benefits of
Whey Protein. International Journal of Advanced Biotechnology and Research. India.
Smit, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.

Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya.


Jakarta.
Winarno, F. G.(1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

6.

LAMPIRAN

6.1. Perhitungan
Rendemen butter :
Rendemen buttermilk :

Kelompok A1
Rendemen butter

= 26,43%

Rendemen buttermilk :

= 66,67%

Kelompok A2
Rendemen butter

Rendemen buttermilk :

= 27,49%
= 60%

6.2. Foto

13

14

6.3. Abstrak

15

6.4. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai