Anda di halaman 1dari 16

Acara III

BUTTER & BUTTERMILK

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama

: Agatha Putri Algustie

NIM

: 13.70.0126

Kelompok

: C5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
1. TOPIK DAN TUJUAN
1.1. TOPIK

[Type text]
Tema yang diangkat dalam praktikum teknologi pengolahan susu kali ini adalah butter &
buttermilk. Pada praktikum ini, butter dibuat dengan cara mengocok whipping cream cair
merk Roselle (kelompok C1-C2) dan Elle & Vire (kelompok C3-C5) hingga lemak dan
buttermilk terpisah. Butter yang terbentuk kemudian diamati karakteristik sensorinya yang
meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, dan segi fisiknya (penampakan dan rendemen) sebelum
dan setelah disimpan dalam refrigerator. Selain itu juga buttermilk yang dihasilkan sebagai
produk samping dari pembuatan butter juga diamati baik dari segi sensori dan fisiknya.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membuat unsalted butter
yang tidak difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.

2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan butter & buttermilk dapa dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan butter & buttermilk

2
Keterangan :
Warna
+K
: putih
Produk
++
:
agak
kuning
el
+++ : kuning
++++ : sangat kuning
+++++ : coklat
Aroma
+
: tidak kuat Butter
++
: agak kuat
+++ : kuat
C Butter
++++
: sangatsetelah
kuat disimpan

C
2

C
3

C
4

C
5

Warn
a
++
di

kulkas

++

Rasa
+
: tidak enak
++
: agakTeks
enak
Ras Aro
+++ : enak
a ++++ma: sangat
turenak

Fisik
Penampakan

Tesktur
Punya body, tidak
+
:
kasar/keras
++
++
++
mudah dioles,
++
: agak kasar/agak keras
creamy
+++ : lembut
Punya
body, tidak
++++ : sangat lembut

++

++

mudah dioles,
creamy
Tidak creamy

Buttermilk

++
++

+++

Butter

++

++

++

++

Butter setelah disimpan di


kulkas

++

++

++

Buttermilk

++
++

+++

Butter

+++

++
+

+++

+++

Butter setelah disimpan di


kulkas

+++

++
+

+++

++

Buttermilk

++

++
+

+++

+++

Butter

+++

++
+

+++

+++

Butter setelah disimpan di


kulkas

+++

++
+

+++

++

Buttermilk

++

++
+

+++

+++

Butter

+++

++
+

+++

+++

Butter setelah disimpan di


kulkas

+++

++
+

+++

++

Buttermilk

++

++
+

+++

+++

Punya body, tidak


mudah dioles,
creamy
Punya body, tidak
mudah dioles,
creamy
Tidak creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy

Rende
men
(%)
30,61

56,67
25,65

70,00
40,94

56,67
36,71

53,33
41,69

53,33

Penampakan
Punya bod
Mudah di
Creamy a

3
Dari hasil pengamatan di atas dapat diamati dalam praktikum ini dilakukan pengujian
terhadap butter sebelum dan sesudah disimpan dalam kulkas dan buttermilk . Dari Tabel 1
tersebut dapat dicermati bahwa karakteristik butter yang dihasilkan kloter C adalah berwarna
agak kuning (C1 dan C2) serta kuning (C3, C4 dan C5), rasanya agak enak (C1 dan C2)
hingga enak (C3, C4 dan C5), aromanya agak kuat (C1 dan C2) dan kuat (C3, C4 dan C5),
teksturnya agak keras (C1 dan C2) dan lembut (C3, C4 dan C5). Penampakan fisik butter
sebelum dan sesudah disimpan dalam kulkas untuk C1 dan C2 adalah memiliki body, tidak
mudah dioles, dan tidak creamy dengan buttermilk yang dihasilkan tidak creamy. Sedangkan
untuk C3, C4 dan C5, butter yang dihasilkan bersifat punya body, mudah dioles, dan creamy
dengan buttermilk yang dihasilkan creamy. Karakteristik fisik yang teramati pada butter
sebelum dan sesudah disimpan dalam kulkas, pada semua kelompok tidak mengalami
perubahan dari segi warna, rasa dan aroma, hanya pada segi teksturnya saja yang mejadi lebih
kasar/keras dari sebelumnya. Rendemen butter yang dihasilkan berkisar 25,65-41,69%
dengan rendemen tertinggi terdapat pada sampel C5 dan terendah pada sampel C2.
Sedangkan buttermilk C1 dan C2 memiliki warna yang lebih putih, rasa lebih enak, aroma
kurang kuat, penampakan yang tidak creamy dibandingkan dengan buttermilk C3, C4 dan C5.
Namun dalam segi tekstur semua buttermilk yang dihasilkan dalam praktikum ini sama yaitu
lembut. Rendemen buttermilk tertinggi terdapat pada kelompok C2 yaitu 70,00% sedangkan
terendah pada kelompok C4 dan C5 dengan jumlah 53,33%.

3. PEMBAHASAN
Butter dan buttermilk dibuat dengan menggunakan krim cair dengan kandungan lemak sekitar
30-35% (Potter & Hotchkiss, 1996). Butter dan buttermilk merupakan produk olahan yang
terbuat dari susu dan krim atau keduanya yang didapatkan melalui proses mixing yang kuat.
Dari hasil pengocokan kuat tersebut dihasilkan fase solid dan cair, fase solid disebut dengan
butter, sedangkan fase cair disebut dengan buttermilk. Butter memiliki kandungan lemak
yang tinggi sebesar 80-82% dengan kandungan air 18-20% (Gunstone, 2002). Terdapat 2
jenis butter berdasarkan pemberian atau tidaknya garam, yakni unsalted butter dan salted

4
butter. Butter yang dibuat pada praktikum kali ini adalah unsalted butter. Beberapa jenis dari
unsalted butter ialah unpasteurized cream, ripened cream, sweet cream dan sour cream
(Winarno, 1993). Buttermilk merupakan hasil sampingan pada proses pembuatan butter yang
biasanya dianggap sebagai produk yang tak bernilai dan biasanya dijual ke sebagai pakan
ternak, atau juga dapat digunakan kembali dalam proses pembuatan roti sebagai agen
pengemulsi. Perbedaan butter dan buttermilk terletak pada kandungan lemaknya, butter
memiliki kandungan lemak yang tinggi, sedangkan buttermilk kandungan lemaknya lebih
rendah daripada butter (Morin et al., 2007; Potter & Hotchkiss, 1996).
Pembuatan butter pada praktikum ini dimulai dengan menyiapkan whipping cream cair yang
diperlukan sebagai bahan baku. Gaman & Sherrington (1994) menjelaskan bahwa krim
merupakan emulsi lemak dalam air (o/w) yang dipisahkan dari susu melalui proses
sentrifugasi. Sentrifugasi ini bertujuan untuk memutar susu dalam alat dengan gaya
sentrifugal sehingga partikel yang lebih berat akan terlempar keluar, sedangkan partikel yang
lebih ringan akan tetap tinggal di dekat pusat. Partikel yang lebih ringan inilah yang
menyusun cream. Krim mengandung semua jenis lemak susu dan sebagian laktosa, protein
susu (kasein), vitamin A, dan vitamin D. Krim bertekstur lembut, berbusa, dan putih. Hal ini
juga didukung oleh teori Potter & Hotchkiss (1996) bahwa cream adalah bagian susu yang
telah dipisahkan dari skimnya. Sebelum digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
butter, cream harus dipasteurisasi terlebih dahulu dengan suhu yang lebih tinggi daripada
pasteurisasi susu karena kandungan lemaknya yang tinggi cenderung dapat melindungi
bakteri. Menurut Bruhn & Bruhn (1988), cream yang telah melalui proses UHT (Ultra High
Temperature) atau pasteurisasi dan memiliki karakeristik dapat dikocok merupakan cream
yang mempunyai kestabilan tinggi, rasanya enak, umur simpannya agak panjang, serta dapat
membentuk kekakuan produk yang diinginkan apabila ditambahkan ke dalam suatu produk.
Whipping cream yang digunakan pada praktikum ini merupakan cream komersial, sehingga
pada praktikum ini tidak dibutuhkan tahap pasteurisasi cream..
Langkah kerja yang dilakukan yaitu mula-mula sebanyak 300 ml whipping cream cair diukur
dengan wadah yang sudah diketahui beratnya, lalu whipping cream tersebut ditimbang,
sehingga dapat diketahui berat whipping cream. Setelah itu whipping cream dikocok dengan
menggunakan mixer berkecepatan tinggi hingga lemak dengan cairan terpisah. Berdasarkan
pendapat Winarno (1993), pengocokan bertujuan untuk memisahkan fase lemak dan fase air.
Fase lemak yang terbentuk akan menjadi padatan yang disebut butter, sedangkan fase air

5
yang terbentuk akan menjadi cairan yang disebut buttermilk. Setelah itu mixer dimatikan dan
didiamkan sebentar hingga lemak naik ke atas. Selanjutnya dilakukan pemisahan lemak dari
buttermilk dengan menyaring menggunakan kain saring. Menurut Gunstone (2002) tahap ini
merupakan tahap kneading (penggumpalan) yang dilakukan dengan cara menyaring dan
meremas/pemerasan lapisan lemak yang terbentuk sehingga terpisah dari cairannya, lemak
yang disaring inilah yang merupakan butter. Oleh karena itu, butter yang dihasilkan dapat
ditekan-tekan supaya buttermilk yang masih ada dapat dipisahkan. Setelah itu butter
ditimbang, sedangkan buttermilk diukur volumenya dan diamati secara sensori (warna, rasa,
aroma, dan tekstur) serta karakter fisiknya (penampakan dan dihitung hasil rendemennya).
Butter kemudian disimpan di dalam kulkas dengan ditutup plastik cling wrap selama 1 jam
dan diamati kembali karakteristik sensori serta penampakannya.
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini mengacu pada prinsip dalam pembuatan butter
dan buttermilk yaitu dengan proses pengocokan secara kuat atau churning yang dapat
memisahkan krim dari susu, karena krim memiliki berat jenis molekul yang lebih tinggi.
Pengocokan yang kuat dapat memecahkan globula lemak serta dapat menghasilkan busa
protein pada permukaan krim. Ketika proses mixing dilanjutkan, maka ukuran busa akan
semakin kecil, kompak dan memberi tekanan pada globula lemak. Dengan adanya tekanan
tersebut, maka lemak cair dapat didorong keluar dari globula lemak dan membentuk suatu
padatan yang solid dan kompak, sehingga tidak dapat bercampur kembali dengan fase cair
sebelumnya. Proses pemisahan ini dibantu dengan adanya proses penyaringan menggunakan
kain saring untuk memastikan bahwa butter tidak mengandung buttermilk dan begitu pula
sebaliknya (Susilorini & Sawitri, 2006; Winarno, 1993).
Pembuatan butter yang dilakukan dalam praktikum ini dilakukan dengan metode churning
secara konvensional sesuai teori yang dikatakan Bruhn & Bruhn (1988) yang prinsipnya
adalah dilakukan pengocokan dan selama pengocokan, globula lemak akan mengikat
gelembung udara, sehingga gelembung tersebut akan pecah dan bergabung menjadi satu
membentuk suatu gerombolan (coalescence) dan apabila pengocokan terus berlanjut, maka
gelembung udara akan mengecil dan semakin banyak, sehingga buih atau busa yang
terbentuk akan meningkatkan volume dan kekakuannya. Semakin lama pengocokan
dilakukan, gerombolan lemak tadi akan membesar dan pecah, kemudian mengelilingi
gelembung udara. Oleh karena itu, gelembung-gelembung udara tadi akan kembali
bergabung, sehingga overrun akan berkurang dan diperoleh hasil akhir pengocokan tersebut.

6
Gunstone (2002) menambahkan bahwa selama churning berlangsung terjadi inversi fase dari
emulsi minyak dalam air (o/w), menjadi emulsi air dalam minyak (w/o).
Pada praktikum ini, pembuatan butter dibedakan atas merk bahan baku yang digunaan yaitu
whipping cream cair merk Roselle (kelompok C1-C2) dan Elle & Vire (kelompok C3C5). Meskipun bahan baku yang digunakan serupa, namun perbedaan merk yang digunakan
sangat mempengaruhi hasil pengamatan pada praktikum ini karena sebagian besar perbedaan
yang teramati terbagi dalam dua kelmpok besar, yaitu kelompok C1 yang hasilnya tidak jauh
berbeda dengan C2, sedangkan C3-C5 hasilnya juga tidak jauh berbeda satu sama lain namun
berbeda dengan hasil dari kelompok C1 dan C2. Dari karakteristik warna, butter yang
dihasilkan berwarna agak kuning (C1 dan C2) serta kuning (C3, C4 dan C5). Menurut
Kosikowski (1977) warna yang berbeda-beda ini terjadi karena perbedaan kandungan pigmen
larut lemak, dimana pigmen larut lemak ini merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi warna butter. Warna buttermilk yang dihasilkan C1 dan C2 adalah putih,
sedangkan kelompok C3, C4 dan C5 warnanya agak kuning. Butter dan buttermilk memiliki
karakteristik berwarna putih, kuning pucat, kuning, hingga berwarna kuning gelap tergantung
dari senyawa yang membentuk warna tersebut. Senyawa yang berkontribusi dalam memberi
warna kuning pada butter dan buttermilk ialah -karoten yang terkandung pada lemak (Saleh,
2004; Kosikowski, 1977). Berdasarkan komposisinya, whipped cream Roselle terbuat dari
lemak nabati dan susu skim. Sedangkan whipped cream Elle & Vire terbuat dari lemak
hewani. Whipped cream Roselle memiliki jumlah lemak 280 g, sedangkan whipped
cream Elle & Vire sebesar 330 g. Maka, butter dan buttermilk Elle & Vire memiliki
kandungan -karoten yang lebih tinggi dibandingkan butter dan buttermilk Roselle,
sehingga warna butter dan buttermilk Elle & Vire berwarna lebih dibandingkan kelompok
lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Saleh (2004) dan Kosikowski (1977) yang
mengatakan bahwa -karoten merupakan pigmen pemberi warna kuning pada butter dan
buttermilk yang dapat ditemukan pada lemak produk. Menurut Krause et al. (2008), warna
butter setelah disimpan di kulkas seharusnya menjadi lebih memudar dan terang, namun pada
hasil pengamatan butter semua kelompok terlihat bahwa tidak ada perbedaan warna yang
dihasilkan. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi dikarenakan pengocokan yang dilakukan kurang
lama dan merata, sehingga butter belum terbentuk sempurna atau kecepatan yang digunakan
tidak stabil.

7
Dari karakteristik rasa, butter yang dihasilkan pada praktikum ini rasanya agak enak (C1 dan
C2) hingga enak (C3, C4 dan C5). Rasa enak atau tidaknya butter dan buttermilk ditentukan
oleh kandungan lemak karena lemak berkontribusi pada rasa gurih suatu bahan pangan
(Bennion & Hughes, 1975). Selain itu, komposisi bahan whipped cream yang digunakan juga
menjadi salah satu faktor enak atau tidaknya butter dan buttermilk. Dapat dilihat pada
komposisi whipped cream Roselle dan Elle & Vire terdapat perbedaan antar kedua
produk tersebut (komposisi dan jumlah lemak). Pada whipped cream Elle & Vire dituliskan
bahwa produk tersebut hanya terbuat dari lemak hewani dan pengental karegeenan.
Sedangkan pada whipped cream Roselle terbuat dari sirup glukosa, gula dan garam. Hal
tersebut dapat meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan dan mepengaruhi produk
butter dan buttermilk yang dihasilkan pada praktikum kali ini. Selain itu, rasa yang kurang
enak pada susu juga dapat disebabkan karena hilangnya gas CO2 dan gas O2 selama
pemanasan dan terdapatnya perubahan lain seperti yang terdapat pada protein susu sehingga
dapat mempengaruhi rasa pada saat susu dimasak (Bennion & Hughes, 1975). Meski
demikian, seluruh hasil analisa organoleptik pada praktikum ini belum tentu sepenuhnya
benar, karena pengujiannya dengan bantuan seorang panelis secara organoleptik.menurut
Soekarto (1981) kemahiran panelis diperlukan dalam menilai sebuah produk karena kualitas
sensori tersebut harus seobjektif mungkin. Rasa yang tidak berubah pada butter sebelum dan
setelah disimpan di kulkas sesuai dengan teori Krause et al. (2008) yang mengungkapkan
bahwa rasa butter akan dapat bertahan lama pada suhu rendah dikarenakan penyimpanan
terbaik dapat dilakukan selama 6 bulan hingga setahun untuk dapat mempertahankan rasanya.
Dari karakteristik aroma, butter yang dihasilkan memiliki aroma buttermilk tidak kuat (C1
dan C2) dan aroma butter dan buttermilk yang kuat (C3, C4 dan C5). Aroma butter dan
buttermilk berasal dari senyawa-senyawa seperti diasetil, asam format, asetat, propionat, dan
asetaldehid. Butter dan buttermilk yang disimpan pada suhu rendah akan mengalami
peningkatan aroma yang lebih kuat dan terasa tebal (Friberg & Larsson, 1977; Herschdoerfer,
1986). Perbedaan aroma antar kelompok C1-C3 dan kelompok C4-C5 dapat terjadi karena
perbedaan komposisi pada bahan whipped cream yang digunakan. Pada butter dan buttermilk
kelompok C1-C3 yang dibuat dari whipped cream Roselle, diketahui bahwa Roselle
dibuat dari lemak nabati, sedangkan pada kelompok yang menggunakan whipped cream Elle
& Vire, whipped cream tersebut dibuat dari lemak hewani. Lemak hewani memiliki aroma
yang lebih kuat, tajam dan lebih creamy dibandingkan lemak nabati (Potter & Hotchkiss,
1996; Bennion & Hughes, 1975). Berdasarkan teori tersebut, maka data yang dihasilkan pada

8
praktikum kali ini sudah sesuai karena aroma pada butter dan buttermilk yang dibuat dengan
Elle & Vire lebih kuat dibandingkan kelompok yang menggunakan whipped cream
Roselle. Aroma butter yang tidak berubah setelah disimpan di kulkas sesuai dengan teori
Lozano et al. (2007) bahwa aroma butter akan bertahan pada suhu rendah dibandingkan suhu
ruang. Sodini et al. (2006) mengungkapkan bahwa buttermilk memiliki aroma yang kuat
dengan aroma menyenangkan, dimana aroma ini dihasilkan dari peningkatan flavor ketika
proses ripening.
Dari karakteristik tekstur, butter yang dihasilkan memiliki tekstur agak keras (C1 dan C2)
dan lembut (C3, C4 dan C5), sedangkan tekstur buttermilk di semua sampel termasuk sangat
lembut. Kelembutan pada butter disebabkan karena kandungan air yang tidak terlalu tinggi,
sehingga butter masih memiliki bentuk solid (Gunstone, 2002). Butter yang disimpan dalam
refrigerator teksturnya cenderung menjadi lebih kasar atau keras. Menurut Herschdoefer
(1986) tekstur butter yang jelek, dapat disebabkan karena suhu yang salah pada proses
churning dan pembuatan krim. Selain itu tekstur butter yang keras ini mungkin karena
penyimpanan di dalam refrigerator yang terlalu lama. Selain itu, Anonim (2007) juga
menyebutkan bahwa butter dengan jumlah kristal yang banyak teksturnya akan lebih keras
daripada butter yang didominasi oleh lemak bebas. Jadi kemungkinan ketika mengalami
proses pendinginan butter mengalami perubahan struktur lemak sehingga teksturnya menjadi
lebih kaku dan keras sehingga dapat dimungkinan butter yang awalnya tidak memiliki body
menjadi memiliki body. Perbedaan tekstur butter yang menjadi lebih kasar / keras setelah
disimpan di kulkas juga sesuai dengan teori Herschdoefer (1986) bahwa tekstur butter
ditentukan pula oleh suhu penyimpanan dan lama penyimpanan, dimana semakin rendah suhu
penyimpanan dan semakin lama waktu penyimpanan yang diberikan pada butter, maka butter
yang dihasilkan akan semakin padat dan keras.
Penampakan fisik butter sebelum dan sesudah disimpan dalam kulkas untuk C1 dan C2
adalah memiliki body, tidak mudah dioles, dan tidak creamy dengan buttermilk yang
dihasilkan tidak creamy. Sedangkan untuk C3, C4 dan C5, butter yang dihasilkan bersifat
punya body, mudah dioles, dan creamy dengan buttermilk yang dihasilkan creamy. Butter
yang baik ialah butter yang memiliki karakteristik mudah dioles dan creamy, sedangkan
punya bodi atau tidak bergantung pada proses pengolahan dan jenis bahan yang digunakan
(Herschdoerfer, 1986). Butter yang mudah dioles dan creamy disebabkan karena kandungan
lemaknya yang tinggi serta kandungan airnya yang tidak terlalu tinggi. Penyimpanan pada

9
suhu rendah dapat mempengaruhi daya oles pada butter. Suhu rendah dapat membekukan
sebagian dari kandungan air pada butter sehingga air akan mengikat komponen disekitarnya
dan menyebabkan pergerakkan butter menjadi lebih sukar untuk dioles.Daya oles pada butter
sangat berkaitan dengan viskositas dan perubahan kondisi lingkungan ketika tekanan dan
suhu berubah (Lee & Jackson, 1980).
Nilai rendemen yang dihasilkan, dapat diamati bahwa nilai rendemen pada produk butter
yang terbuat dari whipped cream Roselle (C1 dan C2) berkisar antara 25,65%-30,61%
sedangkan butter yang terbuat dari whipped cream Elle & Vire (C3-C5) memiliki jumlah
rendemen lebih tinggi antara 36,71%-41,69%. Sedangkan buttermilk dari whipped cream
Roselle lebih tinggi rendemennya daripada whipped cream Elle & Vire. Herschdoerfer
(1986) mengatakan bahwa nilai rendemen pada butter tergantung pada kristalisasi lemak pada
whipped cream. Kristalisasi lemak berperan pada pembentukan padatan solid butter serta
dapat mencegah kehilangan lemak selama proses pengocokan yang kuat yang berakibat pada
dihasilkannya buttermilk. Perbedaan rendemen dapat terjadi karena waktu pengocokan yang
berbeda-beda antar kelompok, lalu perbedaan dalam kecepatan mixer yang berbeda-beda
antar kelompok. Jumlah rendemen buttermilk yang rendah menunjukkan bahwa proses
pengocokan seharusnya masih dapat lakukan kembali lagi untuk menghasilkan buttermilk
yang maksimal. Pada proses pengocokan yang tidak dilakukan secara kontinyu hingga
memecah seluruh globula lemak, maka kandungan lemak padatnya tidak sepenuhnya terlepas
dengan sempurna (Susilorini & Sawitri, 2006; Winarno, 1993).
Pada praktikum ini, buttermilk dihasilkan dari penyaringan butter, jadi whipping cream yang
telah dikocok hingga terpisah lemaknya disaring menggunakan kain saring. Bagian padat
menjadi butter sedangkan bagian cair merupakan buttermilk. Hal ini sangat sesuai dengan
teori Smit (2003) yang menyatakan bahwa buttermilk adalah by-product dari proses
pembuatan butter. Menurut Sodini et al. (2006), buttermilk merupakan produk sampingan
dari butter berupa fase cair yang dilepaskan ketika cream dichurning pada pembuatan butter.
Kandungan buttermilk antara lain semua komponen larut air dari cream (protein, laktosa, dan
mineral). Selain itu, buttermilk juga mengandung bahan dari membran globula lemak susu
yang dirusak saat proses churning berlangsung dan bermigrasi ke fraksi buttermilk, sehingga
kandungan fosfolipid pada buttermilk lebih banyak dibandingkan dengan susu. Jinjarak et al.
(2006) menambahkan bahwa karena memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi, buttermilk
dapat digunakan sebagai bahan campuran yang fungsional untuk berbagai macam produk
makanan, seperti salad dressing, pasta sauce, coklat, cheese seasoning, campuran es krim,

10
dan yoghurt. Buttermilk dapat berperan sebagai emulsifier karena membran globula lemak
susu membantu menahan globula lemak untuk bertumbukan dan mencegah globula lemak
menggumpal.
Proporsi protein dalam buttermilk menurut Britten et al. (2008) kurang lebih terdiri atas 59%
kasein, 23% protein serum, -lactalbumin dan -lactoglobulin. Kosikowski (1977)
menambahkan bahwa buttermilk memiliki kalori yang lebih rendah jika dibandingkan susu
biasa dan memiliki ciri-ciri sedikit asam, memiliki rasa susu yang kuat, tetapi warnanya agak
sedikit pucat. Smit (2003) mengungkapkan bahwa buttermilk dapat pula dihasilkan melalui
proses fermentasi susu skim oleh bakteri lactis, cremoris, diacetylactis, dan Leuconostoc
cremoris. Fermentasi ini berlangsung selama 16-20 jam dengan suhu 20-30 oC. Starter lain
seperti mesophilic Lactococci atau mesophilic Leuconostoc juga dapat digunakan. Selain itu,
buttermilk juga dapat dihasilkan dengan penambahan Lactobacillus casei atau campuran dari
beberapa Lactobacilli, Lactococci, dan spesies lainnya. Hal ini didukung oleh teori
Kosikowski (1977) yang menyatakan bahwa cultured buttermilk merupakan susu skim yang
dipasteurisasi dan kemudian difermentasi dengan kultur asam laktat dengan aroma yang
berasal dari bakteri. Cultured buttermilk ini mengandung 8,5% padatan susu non lemak.
Pembentukan buttermilk yang didasarkan pada proses fermentasi dari bakteri starter ini
mampu memecah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga buttermilk dapat
dikonsumsi oleh penderita lactose intolerant.

4. KESIMPULAN
Unsalted butter dalam praktikum dihasilkan melalui proses pengocokan (churning)
whipping cream hingga terbentuk 2 fase (padatan lemak terpisah dari fase cair) dan proses
kneading untuk memisahkan antara butter dengan buttermilk sebagai produk samping dari

pembuatan butter.
Butter yang telah disimpan dalam refrigerator tidak mengalami perubahan dalam hal
warna, aroma, dan rasa namun mengalami perubahan dalam hal tekstur yaitu menjadi
lebih keras/kasar (struktur lebih kuat)

11

Tekstur butter pada umumnya adalah lembut dan sangat lembut yang ditentukan oleh
komposisi lemak susu, struktur globula lemak, laju kristalisasi lemak krim, jumlah lemak

cair, ukuran kristal lemak butter, suhu penyimpanan, serta lama penyimpanan.
Perubahan tekstur pada butter yang telah di simpan dalam refrigerator dapat dikarenakan

proses pendinginan yang menyebabkan terbentuknya kristal pada butter.


Kandungan lemak yang lebih tinggi pada bahan yang digunakan akan menghasilkan butter
dengan warna yang lebih kuning, aroma yang lebih kuat, tekstur yang lebih lembut dan
mudah dioles, lebih creamy, dan akan menghasilkan % rendemen butter yang lebih tinggi

(yield butter lebih tinggi/lebih baik).


Parameter rasa untuk butter yang dihasilkan dari 2 jenis bahan yang berbeda sangat

bergantung pada subjektivitas/selera panelis/konsumen.


Semakin banyak % rendemen butter maka semakin sedikit % rendemen buttermilk

(semakin sedikit produk samping yang ada).


Kandungan buttermilk antara lain semua komponen larut air dari cream (protein, laktosa,
dan mineral).

Semarang, 6 Juni 2016


Praktikan

Asisten Dosen

Agatha Putri Algustie

Graytta Intannia

13.70.0126
5. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2008). Butter Manufacture. http://www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu/butter. html.
Diakses tanggal 31 Mei 2015 pukul 13.40.
Bobe, G.; Hammond, E. G.; Freeman, A. E.; Lindberg, G. L. & Beitz D.C. (2003). Texture of
Butter from Cows with Different Milk Fatty Acid Compositions.
http://jds.fass.org/cgi/content/full/90/6/2596.pdf. Diakses tanggal 31 Mei 2015 pukul
12.52.
Britten, M.; Lamothe, S. & Robitaille, G. (2008). Effect of Cream Treatment on
Phospholipids and Protein Recovery in Butter-Making Process. Int. J. Food Sci.
Technol. Vol. 43 : 651-657.

12
Bruhn, C. M. & Bruhn, J. C. (1988).Observation on The Whipping Characteristic of Cream.
Journal of Dairy Science Vol.71 (3) : 857-862. California.
Buckle, K. A; R. A. Edwards; G. H. Fleet & M. Wooton. (1987). Food Science. UI Press.
Jakarta.
Gaman, P. B. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan
Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition &
Biotechnology 2nd Edition. Marcel Dekker, Inc. New York.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2. Academic Press.
London.
Jinjarak, S.; A. Olabi; R. Jimenez-Flores & JH Walker. (2006). Sensory, Functional, and
Analytical Comparisons of Whey Butter With Others Butter. California Polytechnic
University. San Luis Obispo.
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA.
Krause, A. J; R. E. Miracle; T. H. Sanders; L. L. Dean & M. A. Drake. (2008). The Effect of
Refrigerated and Frozen Storage on Butter Flavor and Texture. J. Dairy Sci. Vol. 91 :
455465. USA.
Lee, R. & E. B. Jackson. (1980). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard
Hill. Glasgow.
Lozano, P.; R. E. Miracle; A. J. Krause; M. A. Drake & K. R. Cadwallader. (2007). Effect of
Cold Storage and Packaging Material on the Major Aroma Components of Sweet
Cream Butter. J. Agric. Food Chem. Vol. 55 : 78407846.
Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat
Minggu. Jakarta.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince 5th Edition. CBS Publishers &
Distributors. New Delhi.
Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU Digital Library.
http://library.usu.ac.id./download/fp/ternak-eniza2.pdf. Diakses tanggal 24 Mei 2015
pukul 21.55.
Smit, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.

13
Sodini, I.; P. Morin; A. Olabi & R.J Flores. (2006). Compositional and Functional Properties
of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk. Journal of
Dairy Science Vol. 89 (2) : 525-536.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Walstra, P.; J. T. M. Wouters & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd
Edition. Taylor & Francis Group, LLC. Boca Raton.
Winarno, F. G. (1993). Ilmu Pangan dan Gizi, Teknologi dan Konsumsi. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

6. LAMPIRAN
6.1. Foto

Gambar 1. Kemasan whipping cream

Gambar 2. Butter setelah disimpan dalam refrigerator

14

Gambar 3. Butter dan buttermilk sebelum disimpan dalam refrigerator

6.2. Perhitungan
Rumus :
Rendemen butter=

b erat butter
100
berat awal

Rendemen buttermilk=
Kelompok C1
Rendemenbutter=

90
100 =30,61
294

Rendemen buttermilk=

Kelompok C2
Rendemen butter=

Rendemen butter=

210
100 =70,00
300

122
100 =20,94
298

Rendemen buttermilk=

Kelompok C4

170
100 =56,67
300

75,5
100 =25,65
294,4

Rendemenbuttermilk=

Kelompok C3

volume buttermilk
100
volume awal

170
100 =56,67
300

15
Rendemenbutter=

108,3
100 =36,71
295

Rendemen buttermilk=

Kelompok C5
Rendemen butter=

160
100 =53,33
300

128
100 =41,69
296,5

Rendemen buttermilk=

160
100 =53,33
300

6.3. Abstrak Jurnal


6.4. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai