Anda di halaman 1dari 18

BUTTER & BUTTERMILK

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun Oleh :
Maria Wirani 13.70.0190
Kelompok C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2016
1.

TOPIK DAN TUJUAN

1.1.

Topik

Praktikum Teknologi Pengolahan Susu dengan judul BUTTER & BUTTERMILK


dilaksanakan di Laboraturium Rekayasa Pangan Universitas Soegijapranata Semarang.
Dalam praktikum ini, kegiatan yang dilakukan praktikan dengan didampingi dua asisten
dosen, yaitu Graytta Intannia. Asisten dosen yang mendampingi menjelaskan terlebih
dahulu metode yang nantinya akan dilakukan dalam proses pembuatan butter dan
buttermilk. Setelah itu, barulah praktikan dapat mulai melakukan kegiatan praktikum
pembuatan butter dan buttermilk. Bahan baku yang diperlukan yaitu susu krim cair
komersial dan alat yang diperlukan yaitu mixer, kain saring, gelas ukur, wadah stainlees
steel, plastik cling. Susu krim cair komersial diukur dengan gelas ukur kemudian dituang
kedalam wadah dan dimixer dengan kecepatan tinggi selama 2-10 menit sampai terpisah
antara lemak dengan buttermilk. Lapisan tersebut dipisahkan antara buttermilk dengan
lemaknya menggunakan kain saring. Setelah itu masing-masing bagian yang sudah
dipisahkan tadi ditempatkan dalam wadah yang berbeda dan ditutup dengan plastik cling
dan disimpan di refrigerator. Praktikan yang sudah selesai dapat mulai mencuci peralatan
yang digunakan tadi sambil menunggu pengamatan. Setelah 30 menit-1 jam, butter dapat
diamati dari segi warna, rasa, aroma, tekstur, penampakan dan menghitung rendemen yang
dihasilkan dari butter dan buttermilk. Setelah itu barulah dilanjutkan dengan kuis tertulis.
1.1.

Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu membuat unsalted
butter yang tidak difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.
2.

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan warna, rasa, aroma, tekstur, penampakan dan rendemen dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Butter & ButterMilk


Ke
l

C1

C2

Fisik
Produk

++

++

++

Butter setelah
disimpan di
kulkas

++

++

++

Buttermilk

+++
+

+++

Butter

++

++

++

++

Butter setelah
disimpan di
kulkas

++

++

++

Buttermilk

+++
+

+++

Butter setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk

Butter setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk
Butter

C5

Aroma Tekstur

++

Butter
C4

Rasa

Butter

Butter
C3

Warna

Butter setelah
disimpan di
kulkas
Buttermilk

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

++

++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

++

++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

+++

++

++

+++

+++

+++

Penampakan
Punya body,
tidak mudah
dioles, creamy
Punya body,
tidak mudah
dioles, creamy
Tidak creamy
Punya body,
tidak mudah
dioles, creamy
Punya body,
tidak mudah
dioles, creamy
Tidak creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Punya body,
mudah dioles,
creamy
Creamy

Rendemen
(%)
30,61

56,67
25,65

70,00
40,94

56,67
36,71

53,33
41,69

53,33

Keterangan :
Warna
+
: putih
++
: agak kuning
+++
: kuning
++++ : sangat kuning
+++++ : coklat
Aroma
+
: tidak kuat
++
: agak kuat
+++
: kuat
++++ : sangat kuat

Rasa
+
++
+++
++++

: tidak enak
: agak enak
: enak
: sangat enak

Tekstur
+
++
+++
++++

: kasar
: agak kasar
: lembut
: sangat lembut

Penampakan
*punya body atau tidak
*mudah dioles atau tidak
*creamy atau tidak

Berdasarkan tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa kelompok C1 untuk butter yang
dihasilkan berwarna agak kuning, rasanya agak enak, beraroma agak kuat, bertekstur agak
kasar, penampakannya yakni tidak memiliki body, tidak mudah dioles, dan creamy, serta
menghasilkan rendemen sebesar 30,61%. Pada butter yang disimpan di kulkas berwarna
agak kuning, rasanya agak enak, beraroma agak kuat, bertekstur agak kasar,
penampakannya yakni memiliki body, tidak mudah dioles, dan creamy. Sedangkan, untuk
buttermilk yang dihasilkan adalah berwarna putih, rasanya sangat enak, beraroma tidak
kuat, bertekstur lembut, penampakannya tidak creamy, serta menghasilkan rendemen
sebesar 56.67%. Kelompok C2 untuk untuk butter yang dihasilkan berwarna agak kuning,
rasanya agak enak, beraroma agak kuat, bertekstur agak kasar, penampakannya yakni tidak
memiliki body, tidak mudah dioles, dan creamy, serta menghasilkan rendemen sebesar
25,65%. Pada butter yang disimpan di kulkas berwarna agak kuning, rasanya agak enak,
beraroma agak kuat, bertekstur agak kasar, penampakannya yakni memiliki body, tidak
mudah dioles, dan creamy. Sedangkan, untuk buttermilk yang dihasilkan adalah berwarna
putih, rasanya sangat enak, beraroma tidak kuat, bertekstur lembut, penampakannya tidak
creamy, serta menghasilkan rendemen sebesar 70,00%. Kelompok C3 untuk butter yang
dihasilkan

berwarna kuning,

rasanya

enak,

beraroma

kuat, bertekstur lembut,

penampakannya yakni tidak memiliki body, mudah dioles, dan creamy, serta menghasilkan
rendemen sebesar 40,94%. Pada butter yang disimpan di kulkas berwarna kuning, rasanya
enak, beraroma kuat, bertekstur agak kasar, penampakannya yakni tidak memiliki body,
mudah dioles, dan creamy. Sedangkan, untuk buttermilk yang dihasilkan adalah berwarna
agak kuning, rasanya enak, beraroma kuat, bertekstur lembut, penampakannya creamy,

serta menghasilkan rendemen sebesar 56,67%. Kelompok C4 untuk butter yang dihasilkan
berwarna kuning, rasanya enak, beraroma kuat, bertekstur lembut, penampakannya yakni
tidak memiliki body, mudah dioles, dan creamy, serta menghasilkan rendemen sebesar
36,71%. Pada butter yang disimpan di kulkas berwarna kuning, rasanya enak, beraroma
kuat, bertekstur agak kasar, penampakannya yakni tidak memiliki body, mudah dioles, dan
creamy. Sedangkan, untuk buttermilk yang dihasilkan adalah berwarna agak kuning,
rasanya enak, beraroma kuat, bertekstur lembut, penampakannya creamy, serta
menghasilkan rendemen sebesar 53,33%. Kelompok C5 untuk butter yang dihasilkan
berwarna kuning, rasanya enak, beraroma kuat, bertekstur lembut, penampakannya yakni
tidak memiliki body, mudah dioles, dan creamy, serta menghasilkan rendemen sebesar
41,69%. Pada butter yang disimpan di kulkas berwarna kuning, rasanya enak, beraroma
agak kuat, bertekstur agak kasar, penampakannya yakni tidak memiliki body, mudah dioles,
dan creamy. Sedangkan, untuk buttermilk yang dihasilkan adalah berwarna agak kuning,
rasanya enak, beraroma kuat, bertekstur lembut, penampakannya creamy, serta
menghasilkan rendemen sebesar 53,33%.
3.

PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini dilakukan pembuatan butter dan buttermilk dengan bahan baku
utamanya adalah cream cair komersial. Cream yang digunakan ini merupakan salah satu
hasil dari proses pengolahan susu. Hal ini didukung oleh pernyataan Susilorini & Sawitri
(2006) bahwa cream merupakan bagian susu yang dipisahkan menggunakan alat pemisah
sentrifugal (separator susu). Gaman & Sherrington (1994) juga menyatakan bahwa cream
merupakan emulsi lemak dalam air sehingga mengandung semua jenis lemak susu,
sebagian laktosa, protein susu serta vitamin A dan D. Cream yang bertekstur lembut,
berbusa, dan putih diperoleh melalui proses pemusingan, yaitu dengan memutar susu dalam
alat pemusing (centrifuge) sehingga partikel yang lebih berat akan terlempar keluar dan
partikel yang lebih ringan, yang menyusun cream, akan tetap tinggal di dekat pusat. Khusus
dalam pembuatan butter dan buttermilk, cream yang dipakai harus memiliki rasa manis,
tidak tengik, dan tidak teroksidasi sehingga dapat dihasilkan butter dan buttermilk yang
baik.

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan butter dan buttermilk ini
adalah cream. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunstone (2002) bahwa butter dapat
terbuat dari susu, krim atau keduanya, dengan atau tanpa penambahan garam maupun
bahan pewarna. Butter diproduksi dengan agitasi cream, yang akan merusak membran dan
membuat lemak susu bersatu, terpisah dari bagian lain cream. Pengolahan cream menjadi
butter ini disebut dengan churning dan kneading. Selama proses churning, terjadi inversi
fase dari emulsi minyak dalam air menjadi emulsi air dalam minyak. Sedangkan dalam
proses kneading, globula lemak berkumpul dan mengkristal membentuk butter. Dengan
demikian butter yang merupakan emulsi air dalam minyak dengan kandungan lemak
sebanyak 8082% dan fase air sebanyak 1820% ini berenergi tinggi, tidak mengandung
laktosa dan mineral, serta rendah protein. Menurut Winarno (1993), kadar air dalam butter
tidak boleh terlalu tinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah butter menjadi tengik. Butter
yang baik memiliki warna yang seragam, dengan rasa yang gurih dan bersih. Menurut
Rnholt, S. et al. (2014), menyatakan bahwa butter mempunyai fase emulsi air dalam
minyak yang terdiri dari globbula lemak, kristal lemak, droplet air yang terdispersi dalam
fase lemak.
Buttermilk menurut Winarno (1993) merupakan cairan yang tertinggal bila krim atau susu
dikocok (churned) dan telah diambil lemaknya. Rasa dari buttermilk bisa manis atau asam.
Buttermilk sangat mirip dengan susu krim tetapi masih mengandung fosfolipida dan protein
yang berasal dari membran globula lemak. Buttermilk tidak memiliki kandungan lemak
yang tinggi dan biasanya digunakan sebagai minuman atau untuk pembuatan kue serta
dessert. Sodini et al. (2006) menyatakan bahwa buttermilk mengandung semua komponen
larut air dari cream, seperti protein, laktosa, dan mineral; membran globula lemak susu
yang dirusak saat proses churning serta fosfolipid. Selain itu, komposisi pada sweet
buttermilk hampir sama dengan susu skim. Buttermilk juga dapat meningkatkan kestabilan
terhadap panas dari susu karena interaksi fosfolipid-protein yang mencegah koagulasi
protein saat sterilisasi. Ada 2 jenis buttermilk, yaitu buttermilk tradisional atau buttermilk
natural atau biasa yang merupakan cairan yang tertinggal dari proses churning butter dari
cream; serta cultured buttermilk atau buttermilk artifisial yang berasal dari penambahan

bakteri asam laktat ke susu. Dari teori ini maka proses pembuatan buttermilk pada
praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa buttermilk yang dibuat adalah buttermilk
natural/buttermilk tradisional.
Ada beberapa tahapan dalam proses pembuatan butter. Pertama-tama diambil 300 ml
cream, lalu cream cair tadi dituang dalam wadah dan dikocok menggunakan mixer dengan
kecepatan tinggi sampai terpisah antara lemak dan buttermilk. Setelah terpisah, diamkan
hingga lemak terkumpul/ naik ke atas, lalu dilakukan penyaring untuk memisahkan lemak
dengan buttermilknya. Kemudian buttermilk yang dihasilkan ditimbang dan butter dapat
ditambahkan air es pada wadah lalu dimixer selama kurang lebih 30 detik untuk
menghasilkan butter yang tidak mudah tengik dan dapat bertahan selama beberapa hari.
Setelah itu, butter dan air es dipisahkan dan berat butter yang dihasilkan ditimbang pula,
serta dilakukan pengamatan terhadap karakteristik produk yang dihasilkan, baik dari aspek
fisik (penampakan dan rendemen) maupun sensorisnya (warna, rasa, aroma, dan tekstur).
Lalu butter disimpan dalam kulkas dengan ditutup plastik cling selama 1 jam dan diamati
kembali.
Menurut Anonim (2008), dalam pembuatan butter terdiri dari beberapa tahap yaitu
penerimaan susu segar, pemisahan krim dan skim, pasteurisasi krim, inokulasi kultur dan
pematangan krim, aging, dan kristalisasi, churning, working (kneading) and salting dan
pengemasan. Berdasarkan bahan yang digunakan saat praktikum adalah susu krim
komersial maka tahapan proses pasteurisasi tidak dilakukan. Menurut Susilorini & Sawitri
(2006), tahapan churning yaitu mengaduk krim dengan keras supaya globula lemak dapat
dipecah sehingga sebagian lemak cair ditekan keluar dari globula lemak, busa menjadi
tidak stabil kemudian pecah dan globula lemak akan terkoagulaasi menjadi butter grain.
Dari proses churning tadi selain didapatkan cairan juga didapatkan padatan. Padatan yang
dihasilkan dari proses pemanasan cream sampai mengeluarkan minyak tersebut diambil dan
dimasukkan dalam wadah. Sebenarnya ini bukanlah padatan yang keras. Namun merupakan
buttermilk, dimana menurut Smit (2003), buttermilk adalah by-product dari proses
pembuatan butter. Yaitu cairan yang tertinggal dari proses churning butter dari cream.

Proses mixer tersebut merupakan tahap working atau kneading. Berdasarkan Douma
(2008), tujuan dari working yaitu untuk meratakan distribusi garam yang ditambahkan,
membuat tekstur butter lebih halus dan mengeluarkan whey yang berlebihan sedangkan
menurut Gunstone (2002) proses kneading akan menyebabkan globula lemak berkumpul
dan mengkristal membentuk butter. Pembuatan butter dalam praktikum tergolong mentega
tanpa proses penggaraman (unsalted butter). Menurut Anonim___(2008), proses
pendinginan ini bertujuan untuk memperbanyak dan memperkecil kristal lemak serta
memadatkan lemak. Dimana dikatakan bahwa semakin cepat proses pendinginan, kristal
lemak yang dihasilkan akan semakin banyak dan kecil. Dan semakin keras proses
pendinginan, lemak akan semakin padat, sehingga lemak cair yang diperoleh saat churning
akan semakin sedikit. Kecepatan pendinginan juga dapat mempengaruhi rheologi dari
butter yang disimpan. Bila disimpan dengan pedinginan yang cepat (fast cooling), maka
akan terbentuk kristal yang kecil dan lebih kokoh dibandingkan dengan pendinginan
lambat, yang mana dengan pendinginan lambat (slow cooling) akan menyebabkan
terbentuknya kristal yang besar dan membentuk jaringan yang lembut (soft network). Hal
yang sama juga dikatakan oleh S. Rnholt et al. (2012) jurnalnya yang mengatakan bahwa
butter yang dihasilkan dari pendinginan yang lambat akan menghasilkan kristal yang besar
dan tersebar tidak merata, sedangkan dengan pendinginan yang cepat akan menghasilkan
ukuran kristal yang seragam Keesokan harinya, dilakukan proses kneading dimana cairan
minyak yang beku ini dimixer untuk mengembangkan butternya. Perlakuan yang dilakukan
dalam praktikum sesuai dengan pernyataan Gunstone (2002) bahwa proses kneading
menyebabkan globula lemak berkumpul dan mengkristal membentuk butter.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh analisa sensori dari segi warna yaitu pada
kelompok C1 dan C2 dengan menggunakana bahan baku cream merk roselle supreme
butter sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan dalam kulkas menghasilkan warna
agak kuning. Untuk warna buttermilk memiliki warna putih. Kelompok C3-C5 dengan
bahan baku cream merk elle & vire butter memperoleh hasil sebelum penyimpanan dan
setelah penyimpanan dalam kulkas menghasilkan warna agak kuning. Untuk buttermilk
memliki warna agak kuning. Menurut Kosikowski (1977), warna yang dimiliki butter dan

buttermilk tergantung pada keberadaan pigmen yang larut lemak. Anonim (2005)
menambahkan bahwa tipe ternak, musim, metode pembuatan dan jumlah garam yang
ditambahkan juga mempengaruhi warna butter dan buttermilk yang dihasilkan.
Pada analisa sensori kedua yaitu rasa kelompok C1 dan C2 butter sebelum penyimpanan
dan setelah penyimpanan dalam kulkas menghasilkan rasa yang sama yaitu agak enak dan
buttermilk memiliki rasa sangat enak. Kelompok C3-C5 butter sebelum penyimpanan dan
setelah penyimpanan dalam kulkas menghasilkan rasa yang sama yaitu enak dan buttermilk
memiliki rasa enak.
Pada analisa sensori ketiga yaitu aroma, untuk kelompok C1-C4 butter sebelum
penyimpanan dan setelah penyimpanan dalam kulkas menghasilkan aroma tetap atau tidak
berubah. Pada kelompok C5 aroma butter yang dihasilkan memiliki perubahan sebelum
penyimpanan beraroma kuat, tetapi setelah penyimpanan beraroma agak kuat. Berdasarkan
teori Herschdoefer (1986) perubahan aroma disebabkan dari komponen yang ada didalam
susu krim tersebut. Sementara itu, aroma dapat muncul oleh adanya kandungan komponen
diasetil dan komponen lain, seperti asam format, asetat, propionat dan asetaldehid.
Sedangkan, untuk aroma pada butter sebelum penyimpanan dengan buttermilk tidak
terdapat perbedaan aroma ditunjukan pada kelompok C1 dan C2 yaitu beraroma tidak kuat
dan kelompok C3, C4, dan C5 yaitu beraroma kuat.
Pada analisa sensori keempat yaitu tekstur. Kelompok C1 dan C2 dimana butter sebelum
dan setelah penyimpanan mengalami perubahan dari agak keras/agak kasar menjadi
keras/kasar. Kelompok C3-C5 dimana butter sebelum dan setelah penyimpanan mengalami
perubahan dari lembut menjadi agak keras/agak kasar. Sedangkan, pada buttermilk untuk
semua kelompok memiliki tekstur yang sama yaitu lembut. Perubahan yang terjadi pada
tekstur butter dapat terjadi, berdasarkan Kosikowski (1977), tekstur butter dapat ditentukan
dari jenis dan jumlah lemak yang ada, metode proses produksi, bentuk kristal lemak, dan
suhu penyimpanan butter. Bradley & Smukowski (2009) juga menambahkan bahwa tekstur

butter dapat ditentukan dari komposisi lemak susu, struktur globula lemak, laju kristalisasi
lemak dari krim, jumlah lemak cair, serta ukuran kristal lemak pada butter.
Pada analisa fisik dari segi penampakan. Kelompok C1 dan C2 dimana butter sebelum dan
setelah penyimpanan hasilnya sama yaitu punya body, tidak mudah dioles dan creamy.
Sementara itu, penampakan yang dihasilkan oleh buttermilk adalah buttermilk tidak
creamy. spreadability dari butter adalah sifat kompleks butter yang berhubungan dengan
viskositas dan perubahannya seiring dengan adanya tekanan dan perubahan suhu. Jenis
lemak, metode pendinginan krim, dan working dari butter akan mempengaruhi
spreadability (Herschdoefer, 1986). Pada analisa fisik dari segi penampakan. Kelompok
C3-C5 dimana butter sebelum dan setelah penyimpanan hasilnya sama yaitu punya body,
mudah dioles dan creamy. Sementara itu, penampakan yang dihasilkan oleh buttermilk
adalah creamy. Sedangkan untuk analisa fisik kedua yaitu rendemen. Menurut Hasibuan,
H. A. (2011). Kandungan lemak padat atau solid fat content (SFC) merupakan
banyaknya lemak padat di dalam

minyak dan lemak pada suhu tertentu.

Rendemen yang dihasilkan oleh kelompok C5 lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
lain yaitu sebesar 41,69% untuk butter, sedangkan buttermilk nilai tertinggi dimiliki oleh
kelompok C2 sebesar 70,00%. Anonim___2 (2008), Kosikowski (1977) dan Herschdoefer
(1986) menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab perbedaan tekstur dan penampakan
butter dan buttermilk adalah:
1. Metode proses produksi, perbedaan suhu pemanasan dan penyimpanan
2. Jenis, jumlah dan bentuk kristal lemak
3. Kandungan air.
Menurut Herschdoefer (1986) ada beberapa kegagalan yang dapat terjadi pada butter yang
dibuat, seperti:
a. Kerusakan pada tekstur. Tekstur bisa menjadi tidak bagus karena adanya kesalahan suhu
pada proses churning dan pembuatan krim. Kadar air yang berlebihan juga akan
merusak tekstur. Beberapa akibatnya adalah:
1. Coarse yaitu kehilangan rasa yang lembut dan bagus karena menggunakan suhu
tinggi pada pasteurisasi krim dengan perkembangan asam yang sedikit

10

2. Crumbly (kehilangan kohesi) karena pendinginan krim pada suhu terlalu rendah dan
jangka waktu yang panjang menyebabkan kristal terlalu besar, tidak ada lemak cair
dan butter menjadi mudah hancur
3. Gummy karena persentase lemak dengan melting point tinggi terlalu banyak
4. Leaky (kehilangan kelembaban pada butter) karena working yang belum selesai dan
menghasilkan penggabungan air yang tidak sempurna
5. Mealy atau grainy karena minyak yang hilang pada lemak susu pada beberapa tahap
pembuatan butter, salah ketika melelehkan krim dingin, atau salah ketika
menetralisasi sour cream
6. Ragged boring karena melting point fase kontinyu lemak (non-globular) butter
biasanya tidak tinggi
7. Short karena lemak yang melting pointnya tinggi dan kandungan curd yang rendah
pada butter. Pendinginan yang cepat dan suhu rendah merupakan faktor
penyebabnya
8. Sticky karena makanan yang kering, periode laktasi yang lambat, dan lemak yang
melting point tinggi mendominasi
9. Weak karena krim yang telah dichurning tidak didinginkan pada suhu rendah yang
cukup atau mungkin juga churning dilakukan pada suhu tinggi, penggabungan terlalu
banyak udara pada butter selama churning dan working atau working yang
berlebihan
b. Kerusakan pada warna seperti:
1.

Karena kontaminasi oleh jamur

2.

Specks karena partikel pewarna atau koagulasi kasein

3.

Streaks karena working yang tidak cukup atau kesalahan kondisi mekanik

c. Kerusakan pada aroma dan flavour karena oksidasi fosfolipid, oksidasi komponen
karbonil, adanya Cu, kontaminasi pada susu, krim atau butter. Flavour bisa menjadi:
1. Asam karena perkembangan asam pada susu atau krim atau kelebihan pematangan
dari krim
2. Aged (karakteristik karena kehilangan kelembaban) karena pengaruh suhu dan
kualitas bahan baku sehingga mempengaruhi umur simpan butter

11

3. Bitter karena aktivitas mikroorganisme tertentu atau enzim dalam krim sebelum
churning, jenis makanan tertentu dan laktasi yang terlambat
4. Memiliki rasa yang matang (cooked) karena menggunakan suhu tinggi pada
pasteurisasi sweet cream
5. Feed atau weed yang berhubungan dengan makanan yang dimakan sapi, flavor
tersebut diserap susu, dan dibawa ke butter. Hampir semua makanan kering akan
menghasilkan flavor makanan sapi pada butter
6. Flat yaitu kehilangan rasa yang alami karena pencucian butter yang berlebih atau
persentase lemak atau asam volatil dan produk volatil lainnya rendah
7. Malty yaitu berhubungan dengan tumbuhnya organisme Streptococcus lactis var.
maltigenes dalam susu atau krim. Hal ini terjadi jika pencucian dan sanitasi yang
tidak tepat
8. Musty seperti aroma sayur basah yang disimpan dalam gudang
9. Neutralizer. Berhubungan dengan penggunaan produk alkalin yang berlebih atau
tidak tepat untuk mengurangi keasaman krim sebelum pasteurisasi
10. Old cream. Berhubungan dengan umur krim yang lama atau pendinginan tidak cukup
atau tidak tepat pada krim
11. Scorched. Berhubungan dengan penggunaan suhu tinggi yang berlebih pada
pasteurisasi krim dengan perkembangan keasaman
12. Smothered karena penanganan yang tidak tepat serta penundaan pendinginan krim
13. Whey. Berhubungan dengan penggunaan krim whey atau pemcampuran krim dan
krim whey dalam pembuatan butter.
Sedangkan menurut Kosikowski (1977), kerusakan yang dapat terjadi pada buttermilk
adalah:
1. Flavor kurang karena tidak adanya organisme penghasil flavor tertentu dalam starter
dan lingkungan tidak mendukung untuk pertumbuhan bakteri pemberi flavor yang
diinginkan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kultur
komersial aktif yang baik, yang mengandung bakteri penghasil flavor, membuat titrasi
asam pada level 0,8-0,85% dalam produk akhir, dan menjaga suhu inkubasi seragam

12

pada suhu 22oC. Selain itu, penambahan cream, garam, atau natrium sitrat dapat
meningkatkan flavor buttermilk.
2. Flavor yang tidak bersih, putrid, dan pahit. Flavor yang tidak bersih disebabkan karena
bakteri Escherichia-Aerobacter yang memproduksi karbon dioksida dan menghasilkan
gelembung atau kantung gas pada cairan yang kental atau gel. Kontrol dilakukan dengan
praktek sanitasi yang baik dan pasteurisasi yang benar. Putrid flavor dihasilkan dari
dekomposisi protein susu dan produksi komponen volatil dan offensive seperti skatol dan
indole. Defect ini mudah diketahui karena adanya bau lap kotor atau sepatu tua dan
biasanya struktur buttermilk lemah dan berair. Rasa pahit mengikuti putrefaction. Flavor
pahit dan putrid dihasilkan dari pencernaan protein dan bakteri penghasil gas, dari
bacillus pembentuk spora aerob dan clostridia pembentuk spora anaerob yang tidak
rusak karena suhu pasteurisasi yang minimum. Untuk mencegah flavor pahit dan putrid,
starter induk yang diduga tersebut diganti dengan yang baru. Pemanasan susu skim
sebaiknya dilakukan pada suhu 85oC selama 30 menit. Setelah terbentuk curd dan cukup
asam, harus didinginkan pada suhu di bawah 10oC, dibotolkan, dan disimpan dalam suhu
dingin.
3. Flavor asam yang terlalu banyak. Pada cultured buttermilk, laktosa difermentasi menjadi
asam laktat oleh bakteri streptococcus. Produksi asam berlanjut ketika susu sudah
membentuk curd dan jika berlebih maka muncul rasa asam yang berlebihan. Untuk
menghindarinya, starter ditambahkan ke susu dalam jumlah yang lebih kecil dan
keasaman pada saat pembentukan curd ditentukan. Pendinginan cepat produk pada 10oC
akan menurunkan produksi asam dengan cepat. Jika asam meningkat di atas 0,85%
penambahan garam akan menurunkan ketajaman. Konsentrasi garam yang optimum
adalah 0,1% dan maksimum 0,2%.
4. Flavor logam sehingga memberi rasa puckery pada ujung lidah setelah merasakan. Ini
dihasilkan dari reaksi kimia protein dan oksidasi lemak yang dikatalisa oleh kontaminasi
tembaga dan biasanya terjadi pada lebih dari 0,85% asam dalam buttermilk. Defect ini
dapat dicegah dengan menggunakan kaca atau stainless yang tampak seperti stainless
steel. Sterilisasi klorin akan mempercepat kerusakan dan harus dihentikan dengan air
panas atau steam jika muncul flavor logam.

13

5. Pemisahan whey dapat disebabkan karena metode pengolahan yang tidak tepat sehingga
whey berada di bagian atas buttermilk. Selain itu, dapat disebabkan karena pengontrolan
keasaman yang kurang baik, suhu pasteurisasi yang rendah, agitasi yang terlalu keras,
penyimpanan yang lama pada suhu tinggi, atau kombinasinya.
6. Terlalu kental, karena keasaman yang terlalu tinggi, kurangnya agitasi saat pendinginan,
dan suhu penyimpanan yang terlalu rendah. Bakteri kontaminan juga dapat
menghasilkan susu yang berlendir dan kental. Segala peningkatan total padatan dari
buttermilk akan meningkatkan viskositasnya.
7. Terlalu encer karena keasaman yang terlalu rendah ketika curd pecah, padatan non fat
yang rendah dalam susu, pengadukan yang berlebihan, suhu penyimpanan yang tinggi,
dan adanya bakteri pencerna protein. Kadang-kadang gelatin dan lemak ditambahkan
untuk meningkatkan viskositas.
8. Udara dalam buttermilk (buttermilk berbusa) bila wadah buttermilk tidak terisi penuh
sehingga ada resiko udara yang berlebih saat proses masuk ke dalam produk. Inkorporasi
udara ini disebabkan karena kebocoran pada ujung pompa penyedot, desain dan fungsi
pompa dan pengisi yang tidak benar, dan jalur pipa yang tidak terisi. Kondisi ini
biasanya terjadi ketika buttermilk dijatuhkan dari ketinggian dari satu lantai ke yang
lainnya. Pengocokan yang berlebih juga dapat menyebabkan masuknya udara dalam
buttermilk.
Terdapat hubungan antara butter dengan buttermilk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Smit (2003), buttermilk adalah by-product dari proses pembuatan butter. Hal
tersebut dipertegas oleh pernyataan Bahrami, M. et al. (2015), produk dari by product dari
sweet cream buttermilk secara efektif dapat digunakan untuk memproduksi cream cheese.
Penggunaan sweet cream buttermilk hingga 25%, dapat meningkatkan penerimaan secara
sensori terhadap tektur dan flavor. Bila proses pembuatan butter benar maka buttermilk
yang dihasilkan pun akan benar karena buttermilk merupakan cairan yang tertinggal dari
proses churning butter dari cream. Maksudnya adalah apabila cairan minyak yang nantinya
akan diolah menjadi butter memiliki warna, rasa, aroma, tekstur dan penampakan yang
baik, itu artinya pigmen warna dan komposisi-komposisi lemak dan air pada butter tersebut

14

tepat. Dengan demikian tidak akan terjadi masalah pada warna, rasa, aroma, tekstur dan
penampakan pada buttermilk.

4.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(2005).Butter.http://www.milkingredients.ca/DCP/article_e.asp?
catid=145&page=216.
Anonim.(2008).ButterManufacture. http://www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu/butter.
Anonim___2. (2008).Butter Manufacture. http://www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu/butter
Bahrami, M., Ahmadi D., Beigmohammadi F., dan Hosseini F. 2015. Mixing sweet cream
buttermilk with whole milk to produce cream cheese. Irish Journal of Agricultural
and Food Research 54(2): 73-78.
Bradley, Robert L., and Smukowski, Marianne. (2009). The Sensory Evaluation of Dairy
Products. Springer Science. New York.
Douma, Michael. (2008). "Working: smooting out the bubble," Butter through the Ages.
http://www.webexhibits.org/butter/working.html.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi,
dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition &
Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D. B. Min.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Hasibuan, H. A. (2011). Optimasi Kondisi Hidrogenasi Minyak Sawit Trerafinasi Dalam
Pembuatan Cocoa Butter Substitute Bebas Lemak Trans. Widyariset, Vol. 14 No.2.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2. Academic
Press. London.

15

Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA.
Palthur, S., C.M. Anuradha, N. Devanna. 2014. Development and Evaluation of Cinnamon
Flavored Buttermilk. Frontiers in Food & Nutrition Research 1(1).
Rnholt S., J.J.K. Kirkensgaard, T.B. Pedersena, K. Mortensen , J.C. Knudsen. 2012.
Polymorphism, microstructure and rheology of butter. Effects of cream heat
treatment. Food Chemistry 135: 1730-1739.
Shankar, J.R. dan Bansal, G.K. (2013). A Study on Health Benefits of Whey Proteins.
International Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 4, Issue 1, pp 1519. India.
Smit, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.
Sodini, I., P. Morin, A. Olabi, dan R.J Flores. (2006). Compositional and Functional
Properties of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winarno, F. G.(1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
5.

LAMPIRAN

5.1.

Perhitungan

Rumus :
Rendemen butter=

berat butter
100
berat awal

Rendemen buttermilk=

Kelompok C1

volume buttermilk
100
volume awal

16

Rendemen butter=

90
100 =30,61
294

Rendemen buttermilk=

170
100 =56,67
300

Kelompok C2
Rendemen butter=

75,5
100 =25,65
294,4

Rendemen buttermilk=

210
100 =70,00
300

Kelompok C3
Rendemen butter=

122
100 =20,94
298

Rendemen buttermilk=

170
100 =56,67
300

Kelompok C4
Rendemen butter=

108,3
100 =36,71
295

Rendemen buttermilk=

160
100 =53,33
300

Kelompok C5
Rendemen butter=

128
100 =41,69
296,5

Rendemen buttermilk=

160
100 =53,33
300

17

Foto

Gambar 1. Komposisi Bahan Baku

Gambar 2. Foto Produk C1-C5


5.2.

Laporan Sementara

5.3.

Abstrak Jurnal

Anda mungkin juga menyukai