Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Materi Praktikum Tempat Pembimbing

: Immunologi : Pemeriksaan Widal, DHF , dan ASTO : Laboratorium Poltekkes Denpasar :

I.

Judul : Pemeriksaan Widal, DHF, dan ASTO Tujuan: Tujuan dari pemeriksaan widal adalah untuk Mengetahui ada tidaknya kuman salmonella typhi penyebab tifus pada serum Tujuan dari pemeriksaan DHF adalah Tujuan dari pemeriksaan ASTO adalah untuk adanya antibody Streptolisin O yang di sebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes atau -hemolitik.

II.

III.

Metode : Metode yang digunakan pada praktikum pemeriksaan widal kali ini adalah slide aglutinasi Metode yang digunakan pada praktikum pemeriksaan DHF kali ini adalah metode immunoassay atau rapid test Metode yang digunakan pada praktikum pemeriksaan ASTO kali ini adalah metode slide aglutinasi

IV.

Prinsip : Prinsip pemeriksaan widal adalah reaksi antara antigen dengan antibodi. Serum ditambahkan dengan reagen antigen salmonella. Akan terjadi reaksi antara antibodi plasma dengan antigen pada reagen salmonella. Jika terbentuk aglutinasi berarti posistif (+) dan jika tidak ada reaksi aglutinasi berarti negatif ( - ). Prinsip pemeriksaan DHF adalah ketika sampel serum ditambahkan pada alat rapid test, IgG dan IgM antibodi didalam sampel akan bereaksi dengan protei rekombinan virus dengue di dalam rapid test lalu sampel akan mengalir sepanjang strip test membentuk garis jika sampel pernah terinfeksi virus dengue

Prinsip pemeriksaan ASTO adalah lateks polisteren yang di liputi oleh Streptolisin O bila di reaksikan dengan serum yang mengandung Anti Streptolisin O maka akan terbentuk aglutinasi.

V.

Dasar teori : WIDAL TEST Uji widal adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji widal positif menunjukkan adanya zat anti (antibodi) terhadap kuman Salmonella. Uji widal positif menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu. Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid, tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus; uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Sebaliknya, seorang tanpa gejala, dengan uji widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. Beberapa hal yang sering disalahartikan dari pemeriksaan widal adalah: Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh: Seperti disebutkan di atas bahwa uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif dianggap masih menderita tifus: Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan. Uji Widal didasarkan pada : - Antigen O ( somatic / badan ) - Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak ) Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi. (Anonim,2009) Dengue Haemoragic Fever Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16). Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36). Anti streptolisin O Anti streptolisin O adalahsuatu antibodi yang di bentuk oleh tubuh terhadap suatu enzim proteolitik. Streptolisin O yang diproduksi oleh -hemolitik Streptococcus A group A dan mempunyai aktivitas biologic merusak dinding sel darah merah serta mengakibakan terjadinya hemolisis. Anti streptolisin O adalah toksin yang merupakan dasar sifat -hemolitik organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi mempegaruhi banyak tipe sel termasuk netrofil, platelets dan organel sel, menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya.

Anti-Streptolisin O bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksiyang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik). (http://www.wikipedia.org) Penentuan tes ASTO di gunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit demam rheumatic dan glomerulonefritis serta meramalkan kemungkinan terjadinya kambuh pada kasus demam rhuematik. (Handojo,1982) Suatu infeksi oleh -hemolitik Streptococcus group A akan marangsang sel-sel imunokompeten untuk memproduksi antibody-antibodi, baik terhadap produk-produk ekstraselular dari kuman (streptolisin, hialuronidase, streptokinase, DNASE) maupun terhadap komponen permukaan dari dinding sel kuman (cell-surface/membrane antigenCSMA). Antibodi terhadap CSMA inilah yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan pada jantung dari penderita dengan glomerulonefritis. Kelainan pada organ tersebut di sebabkan oleh karena reaksi silang antar antibodi terhadap CSMA dengan endocardium atau glomerulus 46basement membrane (CMB) atau menimbulkan pembentukan complement. Imun Ab-CSMA yang di emdapkan pada glomerulus atau endocardium dan menyebabkan kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Sebagian basar dari strain-strain serologik dari Streptococcus Group A menghasilkan dua enzim hemolitik yaitu Streptolisin O dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan merangsang pembentukan antibodi yang spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO) sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik.(Handojo,1982) Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapat menyebabkan aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu di salutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai yaitu pattikel lateks. (Handojo,1982) Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di tabahkan pad aserum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O anti Strepolisin O (SO ASO). Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel partikel latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel partikel latex. (Handojo,1982)

Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik , sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml.(Handojo ,1982)

VI.

Alat-alat dan bahan:

A. Widal Test : Alat : Bahan : Reagen : Salmonella H antigen A Salmonella H antigen B Salmonella H antigen C Salmonella H antigen D Salmonella O antigen Grup A Salmonella O antigen Grup B Salmonella O antigen Grup C Salmonella O antigen Grup D Serum NaCl 0,9 % Tabung reaksi beserta rak tabung Kaca Objek (Objek glass) Tabung vakum Jarum Vacutainer Holder Torniket Pipet ukur dan ball pipet Pipet mikron Sentrifuge

B. Pemeriksaan DHF : Alat : SD rapid test Pipet Mikro Yellow tip Gelas beker

Bahan : Sampel Serum Dengue (W/B) Assay Diluent

C. Pemeriksaan ASTO Alat : Mikropipet Yellow tip Ring Slide Tusuk gigi Sentrifuge

Bahan : Sampel Serum Reagen ASTO Latex

VII.

Prosedur Kerja : Pembuatan Serum: 1. Diambil/Disiapkan sampel darah 2. Dimasukkan ke dalam tabung 3. Disentrifugasi/diputar dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit 4. Diambil bagian beningnya

Pemeriksaan Widal : 1. Disiapkan tujuh tabung reaksi untuk mengencerkan serum 2. Serum diencerkan seperti pada gambar berikut

3. Digunakan slide : dipipet 10L sampel (Dari tabung 1) kemudian diteteskan pada slide, ditambahkan satu tetes dari masing masing reagen (untuk satu reagen digunakan slide yang berbeda) 4. Diperhatikan apakah terdapat reaksi aglutinasi atau tidak setelah 1 menit (Digoyang - goyangkan) 5. Jika menggumpal, dilanjutkan ke tabung II, tabung III dan selanjutnya, tetapi jika tabung I tidak menghasilkan reaksi aglutinasi (Reaksi aglutinasi negatif), tidak perlu dilanjutkan ke tabung selanjutnya.

Pemeriksaan DHF : 1. Alat dan bahan disiapkan 2. 10 uL sampel serum dipipet dengan pipet mikro dan diletakkan pada tempat sampel serum pada alat SD rapid test yang bertanda s 3. Tiga sampai empat tetes reagen dengue (W/B) assay diluent (garam fisiologis) ditambahkan pada tempatnya pada alat SD rapid test 4. Hasil akhir ditunggu selama 10 sampai 20 menit 5. Diperhatikan hasilnya

Pemeriksaan ASTO : 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Serum dipipet sebanyak 50 uL menggunakan mikropipet dan diletakkan pada ring slide 3. Serum ditambahkan dengan reagen lateks 4. Serum dan reagen lateks dihomogenkan dengan pengaduk, kemudian ring slide digoyang goyangkan selama beberapa menit

5. Hasil diamati apakah terdapat aglutinasi atau tidak

VIII.

Hasil pengamatan : Sampel serum berasal dari mahasiswa, yaitu Serum I : Nama : marta a. Umur : 19 tahun Jenis kelamin : perempuan

Serum II : Nama : santika Umur : 19 Tahun Jenis Kelamin : laki laki

A. Widal Test : Hasil (+) = menggumpal atau terjadi reaksi aglutinasi Hasil (-) = Tidak menggumpal atau tidak terjadi reaksi aglutinasi Data hasil pengamatan menggunakan sampel serum merta ( serum I) Salmonella H antigen A Salmonella H antigen B Salmonella H antigen C Salmonella H antigen D Salmonella O antigen Grup A Salmonella O antigen Grup B Salmonella O antigen Grup C Salmonella O antigen Grup D : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - ) : negatif ( - )

Data hasil pengamatan menggunakan sampel serum santika (Serum II) Salmonella H antigen A Salmonella H antigen B Salmonella H antigen C Salmonella H antigen D : negatif ( - ) : Positif ( + ) : Positif ( + ) : Positif ( + )

Salmonella O antigen Grup A Salmonella O antigen Grup B Salmonella O antigen Grup C Salmonella O antigen Grup D

: Positif ( + ) : Positif ( + ) : negatif ( - ) : negatif ( - )

B. Pemeriksaan DHF: Serum marta (Serum I) : negatif (hanya terbentuk satu garis pada daerah C) Serum santika (Serum II) : negatif (hanya terbentuk satu garis pada daerah C)

C. Pemeriksaan ASTO Serum Marta (Serum I) : Positif 400 L / 200 mL Serum santika (serum II) : Positif 200 L / 200 mL

IX.

Pembahasan :

A. Widal Test Dari praktikum diatas dengan sampel serum marta (serum I), didapat hasil negatif dengan semua reagen salmonella. Ini menunjukkan bahwa di dalam sampel serum tidak adanya antibodi terhadap kuman salmonella sp. Karena tidak adanya antibodi terhadap kuman salmonella, dapat disimpulkan bahwaa mahasiswa belum pernah mengalami kontak atau terinfeksi salmonella. Dari sampel serum santika (serum II), didapat hasil positif dari reagen salmonella H antigen B, C, dan D dan dari reagen salmonella O antigen grup A dan B sementara dengan reagen lainnya menghasilkan hasil negatif. Karena didapat hasil positif dari sampel serum dengan menggunakan reagen salmonella H antigen B, C, dan D dan reagen salmonella O antigen grup A dan B kemungkinan pasien sedang atau pernah terinfeksi kuman salmonella. Uji Widal didasarkan pada Antigen O ( somatic / badan ) dan Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak ). Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi. Uji widal positif menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu.

B. Pemeriksaan DHF Jika didalam serum terdapat IgG dan IgM yang positif berikatan dengan anti dengue, pada strip akan terbentuk garis berwarna pink. Intensitas garis yang terbentuk bervariasi tergantung dari jumlah atau kadar antibodi yang terdapat di dalam sampel serum. Pada praktikum kali ini dengan menggunakan sampel serum mahasiswa yaitu sampel serum merta (serum I) dan sampel serum santika (serum II) dari keduanya didapatkan hasil negatif ditandai dengan tidak munculnya garis berwarna pink pada daerah G dan M dan hanya muncul satu garis berwarna pink pada daerah C. Ini menunjukan bahwa pasien tidak menderita penyakit demam berdarah dengue.

C. Pemeriksaan ASTO Pembacaan hasil pada tes aglutinasi lebih dari 5 menit menggunakan serum yang lipemik, serta penyimpanan reagensia lateks yang salah, dapat menjadi faktor kesalahan dalam pemeriksaan. Paparan Streptococcus hamper terjadi pada setiap orang, kemungkinan seseorang mempunyai antibody Streptolisin O dalam serumnya sangat besar. Karena itu, 200 IU/ml merupakan batas dari normal. Bila di dalam serum penderita terdapat ASO yang lebih dari 200 IU/mL, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel partikel lateks. Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel partikel latex. Pada praktikum kali ini menggunakan sampel serum mahasiswa yaitu sampel serum marta(serum I) dan sampel serum santika (serum II), sampel serum marta (serum I) menghasilkan hasil positif dengan titer 400 L / mL yang ditandai dengan terbentuknya aglutinasi putih dengan intensitas yang tinggi dan dengan sampel santika (serum II) juga didapat hasil positif dengan titer 200L / mL yang ditandai dengan terbentuknya aglutinasi berwarna putih. Ini menunjukkan bahwa pemilik serum sedang atau pernah terpapar streptococcus.

X.

Kesimpulan : Dari hasil praktikum widal test dengan menggunakan sampel serum marta (serum I) didapatkan hasil negatif dan dengan menggunakan sampel santika (serum II) didapatkan hasil positif dari reagen salmonella H antigen B, C, dan D dan dari reagen salmonella O antigen grup A dan B. Dari hasil praktikum pemeriksaan DHF dengan menggunakan serum marta (serum I) dan serum santika (serum II) dari kedua sampel tersebut didapatkan hasil negatif. Dari hasil praktikum pemeriksaan ASTO dengan menggunakan sampel serum marta (serum I) didapatkan hasil positif dengan titer 400 L / mL dan dengan menggunakan sampel santika (serum II) didapatkan hasil positif 200L / mL

XI.

Daftar pustaka : Infokesehatan.blogspot.com/02/07/2009/widal-test.html Koranindonesiasehat.worrdpress.com Id.wikipedia.org/wiki/demam-berdarah Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta. Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya. Handojo, indro. 1982. Diktat Kuliah FK Unair Serologi Klinik. Surabaya : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNAIR. Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya : Fakultas Kedokteran. UNAIR.

Anda mungkin juga menyukai