Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS MENGENAI DAMPAK

LINGKUNGAN PEMBANGUNAN
KARAMBA JARING APUNG (KJA)
DI WADUK CIRATA

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016

Tim Penyusun :
Pipit Widia Ningsih
Lina Aprilia
Rizki Nugraha Saputra
Ayunani Agustina
Intan Nadifah
Darajat Praseya Witantra
Ristiana Dewi
Indriani Okfri Auralia
Imas Siti Zaenab
Isma Yuniar N.A
Lena Lutfina
Eka Agustina
Anandita Rahmania
Achmad Raffi Ukasyah
Egi Rhamadhan
Gilang Ramadhan
Indra Adiwiguna
Deliani D Freskya
Hyunanda
Adi Prasetyo
Gusman Maulana
Agung Setiawan
Kelas B Perikanan 2014
Universitas Pasjasjaran

230110140083
230110140087
230110140094
230110140095
230110140096
230110140098
230110140099
230110140100
230110140102
230110140103
230110140104
230110140110
230110140111
230110140116
230110140125
230110140126
230110140129
230110140133
230110140134
230110140135
230110140193
230110140146

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nya buku ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Buku ini disusun
untuk memenuhi tugas Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dengan judul
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Karamba Jaring Apung (KJA) di
Cirata. Selain untuk memenuhi tugas, tujuan kami dalam peyusunan buku ini
adalah untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan mahasiswa atau masyarakat.
Dalam penyelesaian buku ini, kami banyak memenuhi kesulitan terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan dan sumber untuk observasi.
Namun berkat kerja keras kami dan dukungan orang-orang terdekat serta
bimbingan dari berbagai pihak akhirnya buku ini dapat diselesaikan. Karena itu,
sepantasnya jika kami mengucapakan terima kasih kepada :
1

Dosen mata kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang telah

2
3

membina kami dalam pembuatan tulisan ini;


Seluruh anggota kelompok 1 yang telah mengerjakan buku ini;
Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
mendukung kami dalam membuat buku ini.
Demikianlah harapan kami, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kami

dan juga pembaca tentunya. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk perbaikan selanjutnya sangat kami harapkan.

Jatinangor, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Bab

Halama

KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
I

II

III

PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1

Latar Belakang...................................................................................1

1.2

Tujuan................................................................................................2

RONA AWAL LINGKUNGAN.................................................................3


2.1

Gambaran Umum...............................................................................3

2.2

Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal............................................5

2.3

Pengaruh KJA terhadap Kualitas Lingkungan Waduk.......................5

RENCANA KEGIATAN............................................................................8
3.1

IV

PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK..........................................11


4.1

Rencana Kegiatan..............................................................................8
Prakiraan Dampak............................................................................11

RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN


....................................................................................................................12
5.1

VI

Rencana Pengelolaan dan Pamantauan Lingkungan........................12

KESIMPULAN.........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................15

DAFTAR GAMBAR
No

Judul

Halaman

Waduk Cirata................................................................................................3

Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata...........................................4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Budidaya perairan merupakan salah satu sumber penghasil ikan selain

penangkapan ikan. Dewasa ini salah satu perairan umum yang sering digunakan
untuk usaha perikanan khusunya perikanan budidaya adalah waduk, danau
maupun bendungan. Umumnya kegiatan budidaya di perairan umum seperti
waduk banyak menerapkan sistem pemeliharaan jaring apung atau yang lebih
dikenal dengan Karamba Jaring Apung (KJA). Sayangnya para pembudidaya ikan
tersebut jarang yang memperhatikan aspek lingkungan dan daya dukung waduk
terhadap kegiatan budidaya yang berakibat banyak waduk di Indonesia yang
mengalami over eksploitasi yang berakibat pada kerusakan ekosistem waduk
tersebut.
Kerusakan waduk tersebut akibat pengunaan pakan (pelet) yang berlimpah
dari budidaya KJA. Budidaya ikan berbasis pelet merupakan kegiatan usaha yang
efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari
segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah Karamba yang terus
meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan
menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang
tidak efektif dan efisien. Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat
mengakibatkan proses sedimentasi yang tinggi berupa penumpukan sisa pakan di
dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan
(pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau atau waduk) yang pada
akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara.
Bertitik tolak pada uraian diatas, maka perlu dilakukannya studi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dampak
lingkungan yang timbul akibat adanya kegiatan budidaya KJA dan untuk
mengamankan kepentingan lingkungan agar pembangunan KJA yang dilakukan
dapat memberi manfaat lingkungan yang berkelanjutan.

1.2

Tujuan
Tujuan disusunnya buku ini adalah untuk menyusun studi Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Karamba Jaring Apung


(KJA) di Waduk Cirata.
1.3

Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai berupa buku tentang Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Karamba Jaring Apung (KJA) di


Waduk Cirata.

BAB II
RONA AWAL LINGKUNGAN

2.1

Gambaran Umum
Waduk Cirata rnerupakan waduk yang dibangun dengan membendung

Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat. Waduk mulai dioperasikan pada
tahun 1987 dengan tujuan utamanya untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1988 perairan waduk rnulai
dikernbangkan untuk lahan budidaya perikanan dengan sistem KJA (Karamba
Jaring Apung) khususnya diperuntukkan bagi masyarakat sekitar waduk yang
lahannya terkena darnpak pembangunan waduk.

Gambar 1. Waduk Cirata

Budidaya ikan sistem KJA di waduk, termasuk salah satu sistem produksi
perikanan budidaya perairan tawar yang terus berkembang karena terdapat
sejumlah kemudahan dibandingkan dengan sistern budidaya lainnya. Menurut
Beveridge (2004) keuntungan budidaya ikan dalam KJA yaitu karamba jaring

apung konstruksinya sederhana dan mudah dibuat, rnudah dikelola, ikan yang
ditebar rnudah dipantau, proses pemanenan tidak sulit dan dapat dengan rnudah
menambah jumlah unit karamba pada saat ingin mengernbangkannya.
Waduk Cirata masih menjadi tujuan pengembangan budidaya ikan dengan
sistem KJA karena sampai dewasa ini masih terjadi peningkatan luasan area KJA.
Hasil perhitungan luasan area KJA menggunakan data satelit ALOS AVNIR-2
menunjukkan adanya peningkatan luasan area KJA sekitar dalam waktu 4 bulan
yaitu dari luasan area KJA 892 Ha pada bulan Juni 2008 menjadi 949 Ha pada
bulan September 2008 (Radiarta dan Ardi, 2009). Dilain pihak, telah muncul
beberapa permasalahan seperti terjadinya kematian masal ikan, berjangkitnya
penyakit ikan, dan turunnya produksi ikan budidaya. Hasil penelitian
menunjukkan produksi ikan di Waduk Cirata pada tahun 1995 sekitar 2300 kg per
KJA, namun pada tahun 2002 produksi turun sekitar 400 kg per KJA (Abery et al,
2005). Menurut Komarawidjaja (2005) ikan budidaya (Cyprinus carpio) yang
dipelihara dalam KJA pertumbuhannya tidak norrnal karena berkurangnya pakan
alami di perairan waduk dan meningkatnya akumulasi senyawa toksik.

Gambar 2. Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata

Potensi perairan waduk sebagian besar daya gunanya sangat tergantung


pada kualitas badan air waduk, jika kualitas air menurun atau terpolusi maka
4

potensi-potensi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Berkenaan dengan hal


tersebut maka mempertahankan kualitas air waduk pada kisaran kondisi yang
mampu mendukung kegiatan budidaya ikan sangat diperlukan. Ini berarti bahwa
segala bentuk proses perubahan kearah menurunnya kualitas badan air Waduk
Cirata harus dihindarkan.
Proses pemburukan atau penurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal
sebagai pencemaran air. Dalam upaya menjaga eksistensi budidaya ikan sistem
KJA di perairan waduk, dengan ini dibutuhkan inforrnasi tentang data kualitas air
yang mendukung keberlanjutan usaha budidaya tersebut.

2.2

Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal


Sebelum adanya KJA, sudah pasti bahwa kondisi perairan di Waduk Cirata

sangat bersih dan bebas dari timbal atau pencemaran yang saat ini terjadi pada
perairan tersebut. Selain itu, kadar oksigen terlarut pada perairan tersebut juga
pasti lebih baik dibandingkan sekarang.
Dari segi pendapatan dan lapangan pekerjaan, masyarakat harus
kehilangan mata pencahariannya setelah adanya bendungan cirata karena lahan
perkebunan karet yang dijadikan sebagai mata pencaharian sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya telah hilang akibat dialiri oleh aliran
Waduk Cirata. Masyarakat mulai merasa dirugikan oleh pemerintah yang
merencanakan dibangunnya bendungan cirata.

2.3

Pengaruh KJA terhadap Kualitas Lingkungan Waduk


Di beberapa danau atau waduk, para pembudidaya ikan memanfaatkannya

sebagai lahan budidaya ikan yang menggunakan sistem Karamba atau Karamba
Jaring Apung (KJA). Sifat perairan danau atau waduk yang masih dianggap
sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka)
menyebabkan pertumbuhan KJA di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan
cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan
5

budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya


menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.
Budidaya ikan berbasis pelet (budidaya intensif) merupakan kegiatan
usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila
ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah Karamba
yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang
dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat
pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien.
Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan
proses sedimentasi yang tinggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan.
Limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan
pasokan oksigen dan pencemaran air danau atau waduk) yang pada akhirnya
mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktivitas
pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan
pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama
menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran
danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton
dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lainlain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan
budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air
danau.
Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau atau waduk secara
intensif terus meningkat yang berarti bahwa jumlah ikan yang dipelihara terus
meningkat dan akan menghasilkan limbah organik (kotoran ikan dan sisa pakan
yang tidak termakan) yang akan merangsang produktivitas perairan dan
mempengaruhi karakteristik biotik dan abiotik perairan (Krismono, 1992).
Budidaya ikan dalam KJA secara intensif merupakan usaha perikanan yang dapat
dikembangkan dengan pemberian pakan komersil (pelet). Semakin banyak KJA
yang beroperasi akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah
tersebut berasal dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan
dampak lanjut ke perairan berupa kotoran dan sisa pakan.
6

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif


membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun
efisiensinya rasio pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan
termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan. Pakan
ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di danau/waduk (80%)
dalam menghasilkan dampak lingkungan (Garno, 2000). Jumlah pakan yang tidak
dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan oleh ikan sekitar 2050%. Berbagai
pendapat mengenai jumlah pakan yang terurai di danau /waduk:
1.

Lukman & Hidayat (2002) bahwa sisa pakan dalam bentuk kotoran ikan
yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari pakan yang diberikan.

2.

Krismono (1993) dalam Krismono dan Wahyudi (2002), pemberian pakan


dengan sistem pompa memberi sumbangan berupa pakan yang terbuang
sekitar 20 ? 30% untuk setiap unit KJA dengan ukuran 7 x 7 x 3 m3.

3.

Philips et al., (1993), Boyd (1999), Mc Donad et al., (1996), 30% dari
jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak
dikonsumsi dan 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan.

4.

Sutardjo (2000), limbah pakan yang terbuang ke perairan yang


diperkirakan sekitar 3040%.

5.

Azwar dkk (2004), jumlah pakan pada sistem KJA yang diberikan per hari
mencapai 3,3% bobot ikan dan dari jumlah pakan yang diberikan tersebut
ada bagian yang tidak dikonsumsi mencapai 2025% dari pakan yang
dikonsumsi tersebut akan diekskresikan ke lingkungan.

6.

Rachmansyah (2004), pakan yang diberikan pada ikan hanya 70% yang
dimakan oleh ikan dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan
perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah.

BAB III
RENCANA KEGIATAN

3.1

Rencana Kegiatan
Karamba Jaring Apung atau yang biasa disebut KJA merupakan salah satu

teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi perairan danau dan
waduk. Agar dapat melakukan budidaya ikan dijaring terapung yang
menguntungkan maka konstruksi wadah tersebut harus sesuai dengan persyaratan
teknis. Mengingat manfaat KJA yang banyak menguntungan, maka pembuatan
sistem KJA akan diterapkan di Waduk Cirata.
Pemilihan lokasi Waduk Cirata dikarenakan tidak terlalu kuatnya arus
yang berpengaruh terhadap keamanan jaring dari kerusakan sehingga masa pakai
jaring lebih lama. Perencanaan pembuatan KJA di Waduk Cirata terhitung dari
jadwal pengumuman yang telah disepakati bersama instansi yang bertanggung
jawab. Pengumuman tersebut tentunya mengikuti ketentuan spesifikasi media dan
ketentuan pengumuman.
Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara
lain :
a.

Kerangka Karamba jaring apung


Kerangka jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi

yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka,
sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai
ekonomis dari bahan tersebut.
Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan
dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan
kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,52 tahun. Sesudah 1,52
tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak
layak pakai dan harus direnofasi kembali. Jika akan memakai besi anti karat

sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu


pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 45 tahun.
Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan kayu sebagai
bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga
ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak. kayu yang digunakan untuk
kerangka jaring terapung ukurannya berkisar antara 5 X 5 meter sampai 10 X 10
meter. Petani ikan jaring terapung di perairan Danau Toba pada umumnya
menggunakan kerangka dari kayu dengan ukuran 5 x 5 meter. Kerangka dari
jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak tetapi satu unit. Satu unit
jaring terapung terdiri dari 10 buah petak.
b.

Pelampung Karamba jaring apung


Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung.

Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang
berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung
yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian.
Lokasi KJA ini dibangun tepat di Perairan Cirata Kecamatan Mande,
Kabupaten Cianjur Jawa Barat, dengan ukuran KJA 7x7x3 m, akan dibuat 74
petak KJA. Dari pembangunan KJA ini dapat diindikasikan bahwa KJA ini
memberikan keuntungan ekonomis karena kegiatan budidaya KJA nantinya akan
mendominasi dan berkembang pesat disbanding kegiatan lain yang memanfaatkan
potensi sumberdaya alam setempat. Namun dari keberadaan KJA ini nantinya
akan menimbulkan beberapa masalah seperti limbah perikanan yang mencemari
perairan Waduk, jumlah KJA yang melebihi ambang batas, dsb.
Penurunan kualitas perairan pasti akan terjadi di Waduk Cirata, selain
merugikan bagi kegiatan perikanan itu sendiri, juga akan dapat menggangu fungsi
utama dari PLTA, diantaranya mempercepat korosifitas peralatan metal atau turbin
akibat terakumulasinya keamanan air atau menurunnya angka pH air waduk.
Adanya degradasi kualitas air yang terjadi di waduk sangat beralasan,
karena selain sungai Citarum sendiri secara kimiawi telah banyak menanggung
9

beban limbah dari seluruh catchment area, kegiatan budidaya perikanan KJA juga
banyak memberikan kontribusi limbah, terutma dari sisa pakan yang terbuang
sehingga menyebabkan perairan mengalami penyuburan (eutrofikasi). Menurut
Krismono (2000) dan Husen (2000), dari KJA dengan ukutran 7x7x3 m, pakan
yang terbuang mencapai 20-3-% per hari.
Oleh karena itu dalam menjaga kelestarian sumberdaya air khususnya
badan air Waduk Cirata yang akan dijadikan usaha budidaya model KJA sudah
disiapkan rencana penanganan apabila prakiraan kerugian itu benar-benar terjadi,
serta penerapan sudut pandang dalam pengembangan atau pengelolaan budidaya
perikanan KJA ini menjadi Budidaya Perairan yang tidak saja mengeksploitasi
sumberdaya perairan untuk kegiatan perikanan, tetapi diikuti dengan usaha-usaha
perbaikan pada badan perairan tersebut. Atau dengan kata lain akan diperkenalkan
teknologi budidaya yang ramah lingkungan serta teknologi restorasi yang juga
ramah lingkungan.

10

BAB IV
PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK
4.1

Prakiraan Dampak
Waduk Cirata menampung berbagai jenis senyawa yang bersumber dari

limbah, baik oleh aliran sungai Citarum dan anak-anak sungainya, maupun
limbah yang bersumber dari kegiatan di dalam waduk sendiri (autochtonous)
misalnya dari kegiatan jaring terapung yang dari tahun ke tahun cenderung.
Selain masalah limbah, Waduk Cirata juga diganggu kelestariannya dengan
berkembangnya pertumbuhan massal gulma air, terutama dari jenis eceng
gondok (Eichhornian crassipers). Dampak dari pertumbuhan gulma ini
diantaranya adalah meningkatkan evapotranspirasi, sedangkan masa dari gulma
yang mati dapat menyebabkan terjadinya pulau-pulau terapung.
Masalah lain yang diprakirakan dapat mempengaruhi efektivitas waduk
adalah sedimentasinya, yang juga dari tahun ke tahun terus meningkat. Dengan
meningkatnya pencemaran air, pertumbuhan gulma air serta meningkatnya
sedimentasi, diprakirakan akan mempunyai dampak terhadap fungsi waduk
sebagai pembangkit listrik.
Krismono et al. (1992) menyatakan bahwa aktifitas budidaya ikan dalam
KJA mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air yaitu suhu air, derajat
keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), dan amonia (NH3N). penurunan kualitas air di Waduk Cirata dapat dilihat dari keadaan kualitas air
sebelum dan sesudah ada KJA.

4.2

Evaluasi Dampak
Semakin berkembangnya bidang budidaya perikanan khususnya budidaya

ikan pada kolam Karamba Jaring Apung (KLA) sehingga jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) dan KJA terus bertambah. Solusi yang dapat mengurangi
dampak negatif dari KJA-KJA tersebut dapat berupa pembongkaran atau
pemusnahan KJA-KJA yang tidak produktif dan tidak layak pakai.

11

12

BAB V
RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

5.1

Rencana Pengelolaan dan Pamantauan Lingkungan


Pengelolaan dan pemantauan lingkungan KJA di Waduk Cirata yang tidak

efektif berdampak pada buruknya kualitas dan kondisi waduk tersebut. Tidak
berjalannya pengelolaan ini dapat terjadi karena serangkaian kesalahan yang
terjadi dalam penentuan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi yang dibuat dalam
pengelolaan lingkungan Waduk Cirata. Indikasi lemahnya kebijakan dalam
pengelolaan Waduk Cirata tergambar dari rendahnya kualitas lingkungan waduk,
pencemaran limbah yang merajalela, erosi dan sedimentasi yang tidak terkendali.
Selain itu ketidak sesuaian target dan realisasi program kerja dalam pengelolaan
KJA di Waduk Cirata juga menjadi indikasi, salah satunya adalah berkurangnya
masa pakai waduk sampai dengan 20 tahun dari perkiraan semula selama 100
tahun. Lebih dari itu, pengelolaan yang amburadul juga tergambar dari persepsi
dan respon masyarakat terhadap pengelolaan waduk tersebut.
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan KJA Waduk Cirata harus dibekali
perangkat peraturan yang lengkap mulai dari peraturan perundang-undangan,
peraturan pemerintah, sampai dengan peraturan-peraturan pelaksana dibawahnya.
Berbagai peraturan ini menjadi payung hukum ini bagi pelaksanaan pengelolaan
Sungai Waduk Cirata dalam berbagai segi dan bidang. Untuk itu langkah yang
dapat ditempuh adalah :
1.

Penegakan hukum. Pelaksanaan penegakan hukum yang tidak berpihak


dilakukan terlebih dahulu terhadap berbagai permasalahan paling krusial,
seperti penanganan sumber-sumber pencemar baik kalangan industri
maupun domestik dan mengembalikan pengelolaan Karamba jaring apung
sesuai dengan ketentuan.

2.

Penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan


memberikan kesempatan kepada semua pemangku kepentingan berperan

13

secara ramah lingkungan melalui kelompok, sehingga timbul rasa


memiliki yang lebih tinggi. Peningkatan koordinasi antar lembaga juga
dapat

14

dilakukan dengan membentuk suatu lembaga

superbody dengan

kewenangan yang besar, dan menjadi naungan bagi lembaga di bawahnya.


3.

Implementasi kebijakan menyeluruh dalam sebuah masterplan dengan


analisa dan kerangka yang matang dengan memperhatikan zonasi.

4.

Pengelolaan kualitas dan kuatintas air demi menjamin suplai energi yang
kontinu dan tanpa gangguan.

5.

Pengelolaan

dan

pemantauan

lingkungan

waduk

cirata

berupa

pembersihan sampah dan gulma air dan penelitian kualitas air waduk yang
dilakukan secara berkala 3 (tiga) bulan sekali dengan berpedoman kepada
peraturan dan baku mutu yang berlaku (Peraturan Pemerintah nomor 82
tahun 2001).
6.

Kegiatan lain adalah penghijauan dan pembibitan di kawasan sekitar


waduk untuk mengurangi laju erosi dan sedimentasi yang masuk ke waduk
cirata.

7.

Pengelolaan kegiatan yang dilaksanakan harus mendukung upaya


konservasi Waduk Cirata secara keseluruhan, salah satu indikator utama
adalah pengendalian tingkat erosi lahan sekitar waduk yang akan berperan
dalam menyumbang sedimentasi waduk.

8.

Pengelolaan diperlukan optimasi pengendalian dampak dan tindak nyata


yang terprogram, termasuk pendidikan dan kampanye sadar lingkungan
Waduk Cirata serta pemberdayaan masyarakat sekitar.

15

BAB VI
KESIMPULAN

Waduk Cirata rnerupakan waduk yang dibangun dengan membendung


Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat. Waduk mulai dioperasikan pada
tahun 1987 dengan tujuan utamanya untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1988 perairan waduk rnulai
dikernbangkan untuk lahan budidaya perikanan dengan sistem KJA (Karamba
Jaring Apung) khususnya diperuntukkan bagi masyarakat sekitar waduk yang
lahannya terkena darnpak pembangunan waduk.
Budidaya ikan sistem KJA di waduk, termasuk salah satu sistem produksi
perikanan budidaya perairan tawar yang terus berkembang karena terdapat
sejumlah kemudahan dibandingkan dengan sistern budidaya lainnya.
Sebelum adanya KJA, sudah pasti bahwa kondisi perairan di Waduk Cirata
sangat bersih dan bebas dari timbal atau pencemaran yang saat ini terjadi pada
perairan tersebut. Selain itu, kadar oksigen terlarut pada perairan tersebut juga
pasti lebih baik dibandingkan sekarang. Semakin banyak KJA yang beroperasi
akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah tersebut berasal
dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan dampak lanjut ke
perairan berupa kotoran dan sisa pakan.
Selain masalah limbah, Waduk Cirata juga diganggu kelestariannya
dengan berkembangnya pertumbuhan massal gulma air, terutama dari jenis eceng
gondok (Eichhornian crassipers). Dampak dari pertumbuhan gulma ini
diantaranya adalah meningkatkan evapotranspirasi, sedangkan masa dari gulma
yang mati dapat menyebabkan terjadinya pulau-pulau terapung.
Solusi yang dapat mengurangi dampak negatif dari KJA-KJA tersebut
dapat berupa pembongkaran atau pemusnahan KJA-KJA yang tidak produktif
dan tidak layak pakai.

16

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, ZI., Ningrum, S dan Ongko, S. 2004. Manajemen Pakan Usaha Budidaya
Ikan di Karamba Jaring Apung. Dalam Pengembangan Budidaya
Perikanan di Perairan Waduk. Pusat Riset Budidaya Perikanan. Jakarta.
Boyd, C. E. 1999. Management of Shrimp Ponds to Reduce the
Eutrophication Potential of Effluents. The Advocate. December 1999 :
12-13.
Garno, Y. S. 2000. Daya Tahan Beberapa Organisme Air Pada Pencemar Limbah
Deterjen. Jurnal Teknologi Lingkungan. 1(3) : 212 218.
Juaningsih, N. 1997. Eutrofikasi di Waduk Saguling Jawa Barat. Laporan
Penelitian Balai Penelitian Air Tawar Purwakarta Jawa Barat. Hal 40
44.

Pemetaan
distribusi
tawar
dimulti
dengan
temAkuakultur,
4:
439-446

Komarawidjadja, W. 2003. Peluang Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Agen


Biofiltrasi pada Ekosistem Perairan Payau yang Tercemar. Jurnal
Teknologi Lingkungan , Vol. 4, No. 3, Hal : 155-159. September 2003.
ISSN 1411-318X. Penerbit Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan_BPPT.
Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya Perairan Waduk Wadaslintang,
Mrica, Karangates dan Waduk Selorejo untuk Budidaya Ikan dalam
Karamba Jaring Apung. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. II No. 2
Juni. 20 hal.
Lukman dan Hidayat. 2002. Pembebanan dan Distribusi Organik di Waduk
Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol. 3 (2): 129 135.
Mc. Donald, M.E, Tikkanen, C. A, Axler, R. P , Larsen, C. P dan Host, G. 1996.
Fish Simulation Culture Modekl (FIS-C) : A Bioenergetics Based Model
for Aquacultural Wasteload Application. Aquacultural Engineering. 15
(4): 243 259.
Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak Budidaya Ikan
dalam KJA terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk
Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 7
(2): 22-30.

4:
439-446
Pemetaan
tawar
dimulti
dengan
Akuakultur,
Radiarta,
I. N. dan
Ardi, distribusi
I. 2009.temPemetaan Distribusi Keramba Jaring Apung
Ikan Air Tawar di Waduk Cirata, Jawa Barat dengan Multi Temporal
Data ALOS AVNIR-2. J.Ris. Akuakultur, 4: 439-446.

Sujagat, Husna.(2015). Analisis Optimalisasi Produksi Budidaya Ikan Mas


(Cprynus Carpio) Dalam Karamba Jarring Apung (Studi Kasus di
Perairan Cirata, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur). Jatinangor
:Universitas Padjadjaran.

17

Zahidah. Suherman, Henhen. Nurruhwati, Isni.(2007). Upaya Menurunkan


Kematian Massal Ikan Dalam Karamba Jarring Apung Di Waduk Cirata
Melalui Aerasi Lapisan Epilimnion Dan Hipolimniaon. Jatinangor:
Universitas Padjadjaran.

18

Anda mungkin juga menyukai