Oleh :
Kezia Christianty Charismata
12.302.0158
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
Oleh :
Kezia Chrisianty Charismata
12.302.0158
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Usulan Penelitian dengan
judul Pengaruh Waktu Pengolahan Nugget dengan Penambahan Beberapa
Jenis Tepung Telur terhadap Karakteristik Produk Nugget".
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Usulan Penelitian ini masih
terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi.
Karena itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan masukan, koreksi dan
saran untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut.
Usulan Penelitian ini diselesaikan dari Maret 2016 sampai dengan Mei
2016. Tanpa bantuan dari semua pihak sulit rasanya penulis untuk dapat
menyelesaikan Usulan Penelitian. Penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
penyusunan Laporan Usulan Penelitian baik secara moril maupun materil.
Kurang lebih 3,5 tahun sudah perjalanan penulis dalam menyelesaikan
pendidikan akademis dikampus yang tidak akan pernah selesai tanpa bantuan,
dorongan, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada :
1. Dra. Hj. Ela Turmala., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing utama yang telah
memberikan waktu luangnya dengan penuh kesabaran untuk memberikan
perhatian, dorongan dan semangat, di tengah kesibukan beliau untuk
membimbing
serta
mengarahkan
penulis
dalam
menyelesaikan
5
DAFTAR ISI............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... viii
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang............................................................................... 1
1.2.
Identifikasi Masalah........................................................................2
1.3.
1.4.
Manfaat Penelitian..........................................................................2
1.5.
Kerangka Pemikiran........................................................................3
1.6.
Hipotesis Penilitian.........................................................................4
1.7.
II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
1.1.
Nugget......................................................................................... 6
1.2.
Tepung Telur................................................................................. 8
1.3.
Daging Ayam............................................................................... 11
1.4.
Air Es........................................................................................ 12
1.5.
Bumbu-bumbu............................................................................. 12
1.6.
1.7.
1.8.
3.1.1.
3.1.2.
3.2.
Metode Penelitian.........................................................................20
6
3.2.1.
Penilitian Pendahuluan.............................................................21
3.2.2.
Penelitian Utama....................................................................21
3.3.
Deskripsi Percobaan......................................................................25
3.3.1.
3.3.2.
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31
LAMPIRAN............................................................................................ 36
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1 Kandungan Gizi per 100 g Telur Ayam dan Telur Bebek.............................10
7
Tabel 2. Kompisisi Gizi per 100 gram Telur Itik.................................................11
Tabel 3 Komposisi Kimia Daging Ayam per 100 gram.........................................11
Tabel 4. Model Eksperimen Interaksi Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak
Kelompok 3 Kali Ulangan........................................................................... 22
Tabel 5. Denah (Layout) Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak Kelompok 3 Kali
Ulangan.................................................................................................. 22
Tabel 6. Tabel Variasi (ANAVA)....................................................................24
Tabel 7. Kriteria Skala Hedonik dan Skala Numerik............................................25
Tabel 8. Perhitungan Formulasi Nugget...........................................................36
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
8
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Proses Pembuatan Tepung Telur......29
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Utama Proses Pembuatan Nugget......................30
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel
Halaman
I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)
Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
(5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu
Penelitian.
1.1. Latar Belakang
Telur merupakan bahan makanan dengan nilai gizi tinggi terutama dari
segi kelengkapan proteinnya. Disamping protein, telur juga mengandung
komponen-komponen lainnya seperti lemak, vitamin dan mineral. Selain itu telur
merupakan bahan makanan yang cepat mengalami kerusakan.
Biasanya bahan makanan yang berasal dari hewani mempunyai sifat yang
mudah rusak. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia
maupun kerusakan yang disebabkan oleh serangan mikroba melalui pori-pori
kulit. Dengan demikian perlu diketahui cara-cara penanganan yang tepat seperti
pengawetan dan pengolahan agar telur dapat sampai pada konsumen dengan mutu
yang masih baik (Sarwono, B., 1985).
10
Menurut data statistik produksi telur di Indonesia pada tahun 2015 untuk
telur kampung sebanyak 191.765 ton per tahun, telur ayam negeri sebanyak
1.289.718 ton per tahun dan telur itik sebanyak 314.228 ton per tahun (Badan
Pusat Statistik, 2016).
Pada penelitian ini digunakan telur bebek/telur itik untuk pembuatan
tepung telur dikarenakan pengunaan telur bebek yang masih sedikit, pada
umumnya olahan telur bebek yang banyak diketahui adalah pembuatan telur asin
oleh karena itu peneliti menggunakan telur bebek untuk memanfaatkan telur
bebek menjadi olahan yang lebih bervariatif. Dalam penelitian ini tepung telur
yang dihasilkan dari pengunaan telur bebek akan diolah menjadi produk nugget
dengan alasan untuk memvariasi produk nugget dan juga karena produk nugget
banyak digemari oleh masyarakat dari kalangan muda hingga dewasa.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, maka dapat dilakukan
identifikasi masalah, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh waktu pengukusan terhadap karakteristik produk
nugget?
2. Bagaimana pengaruh penambahan tepung telur terhadap karakteristik produk
nugget?
2. Bagaimana pengaruh interaksi antara jenis tepung telur dengan waktu
pengukusan terhadap karakteristik produk nugget?
11
yang
12
banyak digunakan dalam produk olahan daging sebagai pengikat (Lu dan Chen,
1999). Tepung putih telur telah berhasil digunakan sebagai pengganti lemak babi
dalam pengembangan produk bola-bola daging Kung-wans rendah lemak (Hsu
dan Sun, 2005).
Menurut Kato (1999), penggunaan tepung putih telur telah diaplikasikan
dalam berbagai produk olahan makanan berhubungan dengan kandungan
nutrisinya. Di samping itu kegunaan tepung putih telur yang paling baik adalah
sebagai pembentuk gel dan pengemulsi.
Menurut Herly Evanuarini (2010), penambahan putih telur 10%
memberikan rasa yang cukup gurih terhadap produk nugget.
Menurut Syarifah Rohaya (2013), penggunaan bahan pengisi tepung pati
sagu menghasilkan tekstur yang lebih kenyal dan aroma yang lebih diterima
panelis, bahan pengisi tepung terigu memberikan warna, aroma dan rasa yang
lebih diterima panelis pada produk nugget.
Menurut Nurzainah Ginting (2006), penambahan bahan pengikat pada
nugget itik serati sebanyak 10 g paling disukai dibandingkan kontrol (tanpa
penambahan tepung susu) maupun perlakuan lainnya yaitu penambahan 20 g dan
30 g. penambahan tepung susu pada nugget itik menambah rasa dan juiceness dari
makanan olahan tersebut.
Menurut Hanita (2013), kadar protein chicken nugget meningkat pada
penambahan MOCAF 20% dan seiring meningkatnya tepung tulang rawan yang
ditambahkan. Kadar kalsium chicken nugget meningkat seiring penambahan
tepung tulang rawan.
13
Menurut Dwi Ita Sari (2012), pembuatan nugget daging ayam dengan
substitusi tepung ampas tahu 15% memiliki kadar protein yang paling tinggi
dibandingkan 0%, 5% dan 10% yaitu 2,39% dalam 200 g daging.
Menurut Dhevina Widhia Afrisanti (2010), pemberian tepung tempe
sampai level 25% menurunkan kualitas lemak kasar nugget kelinci, pemberian
sampai level 15% menaikkan kualitas air, abu, karbohidrat dan meningkatkan
kualitas kimia dan organoleptik nugget kelinci.
14
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Nugget, (2) Tepung Telur, (3) Daging
Ayam, (4) Air Es, (5) Bumbu-bumbu, (6) Batter dan Breader, (7) Deep Fat
Drying, (8) Individual Quick Freezing.
1.1.Nugget
Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI. 01-6638-2002
mendefinisikan nugget sebagai produk olahan yang dicetak dalam bentuk
potongan empat persegi, dimasak, dibuat dari campuran daging giling yang diberi
bahan pelapis tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan.
Daging yang digunakan biasanya merupakan keseluruhan otot pada bagian
tertentu dari ayam (Owens, 2001). Dalam Standar Nasional Indonesia 01-6683
kandungan gizi chicken nugget adalah kadar air maksimum 60%, kadar protein
minimum 12%, kadar lemak maksimum 20% dan kadar karbohidrat maksimum
25% (BSN, 2002).
Tahap pertama pembuatan chicken nugget adalah memperkecil ukuran
daging dengan cara digiling dengan grinder. Tujuan penggilingan ini adalah
meningkatkan luas permukaan daging untuk membantu ekstraksi protein. Daging
ditutupi oleh lapisan jaringan penghubung epimysium. Ketika lapisan ini masih
utuh maka hanya sedikit protein yang terekstrak, bahkan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu perlu dilakukan proses pengecilan ukuran dengan grinder atau
15
16
17
lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan
membentuk gel) dan warna (Anonim, 2010).
Tepung telur umumnya mempunyai daya busa yang lebih rendah
dibandingkan dengan telur segarnya. Penambahan gula seperti sukrosa (gula
pasir), laktosa, maltose dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat
mempertahankan daya busanya. Tetapi, penambahannya harus hati- hati dan diatur
sehingga menghasilkan daya busa yang baik dengan sedikit mungkin
menimbulkan rasa manis pada tepung telur yang dihasilkan (Anonim, 2010).
Daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur umumnya tidak
banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya. Tetapi jika kandungan
gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1
persen warna tepung telur dapat berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan
dan penyimpanan (Anonim, 2010).
Jenis tepung telur yang dapat diproduksi adalah tepung putih telur, tepung
kuning telur dan tepung telur utuh (campuran putih dan kuning telur). Tepung
putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur yang bebas kuning telur.
Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis tipis atau pengeringan busa,
karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan panas (Anonim, 2010).
Menurut U.S. Standar of Identity, tepung kuning telur harus mengandung
padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya merupakan campuran dari
80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung kuning telur umumnya tidak 100%
terbuat dari kuning telur, karena sulit memisahkan kuning telur dan putih telur.
18
Dalam proses pembuatan tepung kuning telur ini biasanya digunakan pengeringan
semprot (spray dryer) (Anonim,2010).
Tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning dan putih telur dengan
proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang hampir sama dengan
tepung kunig telur, tetapi mengandung putih telur lebih banyak (Anonim, 2010).
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur. Menurut
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, parameter-parameter
mutu tepung telur yang digunakan ialah kadar air, kadar lemak, kadar protein,
warna, aroma, dan tidak adanya Salmonella. Kadar gula yang dikehendaki
maksimal 0,1 persen. Hal ini karena gula dapat menyebabkan reaksi pencoklatan
selama penyimpanan (Anonim, 2010).
Tabel 1 Kandungan Gizi per 100 g Telur Ayam dan Telur Bebek
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Total Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium/Ca (mg)
Besi/Fe (mg)
Magnesium/Mg (mg)
Pospor/P (mg)
Kalium/K (mg)
Natrium/Na (mg)
Seng/Zn (mg)
Tembaga/Cu (mg)
Mangan/Mn (mg)
Selenium/Se (mkg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Vitamin B6 (mg)
Kolin (mg)
Vitamin B12 (mkg)
Vitamin A (IU)
Telur Ayam
143
12,58
9,94
0,77
53
1,83
12
191
134
140
1,11
0,102
0,038
31,7
0,069
0,478
0,143
251,1
1,29
487
Telur Bebek
185
12,81
13,77
1,45
64
3,85
17
220
222
146
1,41
0,062
0,038
36,4
0,156
0,404
0,250
263,4
5,40
674
19
Vitamin E (mg)
Vitamin K (mkg)
Kolesterol (mg)
Sumber: USDA (2007)
0,97
0,3
423
1,34
0,4
884
20
Kuning Telur
47,0
17,0
35,0
0,8
398,0
1.3.Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang
lengkap (Astawan, 1998). Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap,
sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging
tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif kandungan gizi
daging dari berbagai bangsa ternak berbeda, tapi setiap gram daging dapat
memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap 10% kalori, 50% protein, 35%
zat besi (Forest, et al., 1975). Komposisi kimia daging ayam dapat dilihat pada
Tabel 3 Komposisi Kimia Daging Ayam per 100 gram
Komposisi
Jumlah
Kalori (kkal)
302
Protein (g)
18,2
Lemak (g)
25,0
Karbohidrat (g)
0
Kalsium (mg)
14
Fosfor (mg)
400
Besi (mg)
1,5
Nilai Vitamin A (SI)
820
Vitamin B1(mg)
0,08
Vitamin C (mg)
0
Air (g)
55,9
b.d.d (%)
58
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1996)
21
1.4.
Air Es
Air es penting dalam pembuatan nugget untuk mempertahankan suhu
adonan agar tetap dingin. Adonan nugget yang panas cenderung merusak protein,
sehingga tekstur rusak. Es juga berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi
dan kelembaban adonan nugget sehingga adonan tidak kering selama pencetakan
maupun selama perebusan (Wibowo, 1995).
1.5.
Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu memberi rasa, bau dan aroma pada masakan, serta
berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang tepat pada suatu
masakan menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggugah selera makan.
(Tarwotjo, 1998).
Bumbu dalam pembuatan nugget terdiri dari beberapa rempah-rempah
seperti bawang merah, bawang putih, merica dan daun bawang. Bumbu ini
berfungsi untuk menambah rasa nugget sehingga nugget yang dihasilkan akan
disukai penelis (Alamsyah, 2008)
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan
nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica
(Aswar, 1995).
Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan
digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam
tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan
22
(salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan
biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
NaCl dalah senyawa garam yang berwana putih, berbentuk kristal padat
yang berfungsi sebagai penyedap rasa yang tertua. Garam khususnya garam dapur
(NaCI) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Makanan yang
mengandung kurang dari 0,35 natrium akan terasa hambar sehingga tidak
disenangi (Winarno, 1980).
Garam memiliki dua fungsi pada produksi nugget yaitu untuk
memperbaiki rasa dan untuk membantu mengekstrak protein (Owens, 2001).
Kramlich (1971) menambahkan, selain sebagai pemberi rasa dan untuk
mengekstrak protein, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat
mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan. Garam juga
dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity / WHC) protein otot
(Wilson et al., 1981).
Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk
yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging
serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987).
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuat aneka ragam produk-produk
makanan.
Walaupun
gula
sendiri
mampu
untuk
memberi
stabilitas
23
penambahan
merica
adalah
sebagai
penyedap
masakan
dan
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh
adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan
dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993)
1.6. Batter dan Breader
Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan
memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna
yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu
produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut.
Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga kelembaban produk
pangan (Suderman dan Cunningham, 1983).
24
Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung
pati dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum
dimasak. Komposisi bahan penyusun batter terbagi menjadi dua, (1) tepung, telur
dan susu sebagai komponen utama, dan (2) bumbu, gum, dan bahan lain yang
ditambahkan dalam jumlah sedikit. Komponen utama memberikan karakter dasar
bagi fungsi utama batter. Sedangkan komponen minor memberikan karakter
spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur, flavor, dan warna. Weiss (1983)
menambahkan bahwa sebisa mungkin formulasi batter tidak menggunakan kuning
telur karena mengandung fosfolipid yang dapat terpisah dari batter dan
menyebabkan kerusakan minyak goreng.
Aplikasi batter dapat dilakukan dengan cara mentransfer nugget atau
produk olahan lainnya kedalam mesin batter aplikator, kemudian produk akan
berjalan diatas konveyor melewati genangan batter. Produk akan terendam dalam
batter tersebut sehingga proses battering dapat berjalan sempurna (Owens, 2001).
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk kasar, dan
diaplikasikan sebelum digoreng. Breader memiliki banyak jenis yang dibedakan
berdasarkan ukuran, warna, flavor, absorbsi, tekstur, dan densitas (Dyson, 1983).
Menurut Owens (2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread
crumbs, japanese bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded
crumbs. Hal yang membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur,
warna dan flavor.
Aplikasi breader untuk skala industri menggunakan sistem resirkulasi.
Pada breader aplikator, nugget berjalan sepanjang hamparan breader sehingga
25
bagian bawah nugget tertutup oleh breader. Sementara nugget berjalan, dari atas
nugget ada bagian mesin yang merfungsi untuk menaburi nugget dengan breader,
sehingga seluruh bagian nugget bisa tertutup breader (Owens, 2001).
Pickup adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah batter
dan breader yang menempel pada permukaan nugget. Kekentalan batter dan
ukuran breader mempengaruhi jumlah pickup. Jumlah pickup breader pada
nugget yang menggunakan batter kental lebih besar dari pada jumlah pickup
breader jika menggunakan batter yang encer. Breader yang kasar akan
menghasilkan pickup yang lebih baik jika dibandingkan breader yang halus.
Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur nugget. Breader yang halus
menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan
menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001).
1.7.
26
Laju perpindahan panas dikendalikan oleh perbedaan suhu antara minyak dan
bahan pangan serta oleh koefisien pindah panas permukaan bahan pangan.
Sementara itu, laju penetrasi panas kedalam bahan pangan dikendalikan oleh
konduktifitas termal bahan pangan. Selama proses penggorengan, air dan uap air
dikeluarkan dari bahan pangan dan digantikan oleh minyak (Fellows, 2000).
Fungsi lain dari penggorengan adalah sebagai proses pengawetan bahan
pangan karena adanya proses penghancuran mikroorganisme dan enzim oleh
panas serta karena adanya reduksi kandungan aw pada permukaan bahan pangan.
Umur simpan dari produk hasil penggorengan ditentukan oleh kadar air produk
setelah digoreng, dimana produk yang mempertahankan kondisi lembab dibagian
dalam bahan memiliki umur simpan relatif pendek karena adanya proses migrasi
air dan minyak selama penyimpanan (Fellows, 2000).
Proses penggorengan yang biasa diterapkan dalam suatu industri pangan
adalah proses continous deep fat frying. Continous deep fat frying merupakan
metode penggorengan kontinyu yang dilakukan dengan cara menjalankan produk
diatas conveyor yang secara langsung terendam di dalam medium minyak panas.
Pada sistem penggorengan deep fat frying, transfer panas terjadi melalui
kombinasi antara konveksi pada minyak dan konduksi pada bahan pangan. Semua
permukaan produk akan menerima perlakuan panas yang sama, untuk
menghasilkan penampakan dan warna produk yang seragam. Sistem ini cocok
untuk berbagai bentuk bahan pangan, tetapi pada bahan pangan dengan bentuk
yang tidak beraturan cenderung untuk menyerap minyak dalam jumlah yang lebih
banyak (Fellows, 2000).
27
Menurut Hui (1996), beberapa keuntungan sistem deep fat frying antara
lain (1) diperoleh produk dengan rasa, flavor, tekstur, dan mouthfeel yang baik,
(2) terbentuk lapisan (coating) yang akan membentuk kerenyahan, (3) diperoleh
produk dengan warna kecoklatan yang mengundang selera, (4) terjadi penyerapan
minyak kedalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap mouthfeel yang
diinginkan, (5) produk yang telah digoreng mudah 21 direkonstruksi dalam
penggorengan, oven konvensional, dan oven microwave, (6) suhu penggorengan
akan memberikan efek blanch pada produk, dan (7) suhu penggorengan akan
menghancurkan beberapa mikroorganisme. Pada proses penggorengan skala
industri, pemakaian suhu proses disesuaikan dengan waktu perjalanan produk
selama melewati minyak goreng. Biasanya dengan suhu sekitar 177C diperlukan
waktu 1-2 menit untuk menghasilkan produk yang matang (Fellows, 2000).
Menurut Hui (1996), beberapa proses yang terjadi selama penggorengan
metode deep fat frying adalah (1) air akan terevaporasi dari produk
mengakibatkan suhu permukaan produk meningkat, (2) produk akan mengalami
pemanasan hingga mencapai temperatur yang diinginkan untuk memperoleh
karakteristik yang diinginkan, (3) suhu permukaan produk meningkat sehingga
diperoleh warna yang coklat dan produk yang renyah (4) produk akan mengalami
perubahan dimensi (mengecil, membesar atau tetap), (5) produk mengalami
perubahan densitas yang menyebabkan produk mengambang dan (6) perubahan
sifat fisiko-kimia minyak dan kemampuan transfer panas, menyebabkan
perubahan kualitas produk.
28
1.8.
menurunkan suhu bahan pangan sampai dibawah titik beku sehingga proporsi air
dalam bahan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi
kristal es menyebabkan turunya aktivitas air (aw). Quick freezing atau pembekuan
cepat adalah proses penurunan suhu produk sampai sekitar -20o C dalam waktu
30 menit. Proses ini dapat dilakukan dengan melakukan kontak bahan dengan
refrigerant secara langsung atau tidak langsung (Jay, 2000).
Menurut Jay (2000), hal yang terjadi pada mikroorganisme selama
freezing adalah 1) terjadi kematian mikroba secara tiba-tiba dengan cepat, tetapi
bervariasi untuk setiap spesies mikroorganisme 2) bagian sel yang berfungsi untuk
bertahan hidup secara bertahap rusak 3) penurunan ini terjadi secara cepat pada
suhu freezing point, yaitu sekitar -2C, dan lebih lambat pada suhu yang lebih
rendah lagi.
29
Bahan baku yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
telur bebek, daging ayam, bawang merah, bawang putih, merica, gula, garam,
daun bawang, air, tepung tapioca, dan tepung roti.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah K2SO4, HgO, H2SO4
pekat, air suling, NaOH 5%, Na2S2O3, H3BO3, indicator metil merah, indicator
metil biru, HCl 0,02N, dan N-Heksan.
3.1.2.
30
3.2.1.
Penilitian Pendahuluan
yang
digunakan
pada
penelitian
pendahuluan
adalah
menggunakan analisis kadar air dengan metode gravimetri, analisis kadar lemak
dengan metode Kjeldahl dan analisis kadar protein dengan metode soxhlet.
3.2.2.
Penelitian Utama
Rancangan Perlakuan
Rancangan perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua
faktor. Faktor pertama adalah jenis tepung telur (A) yang terdiri dari jenis yaitu
a1 : putih telur, a2 : kuning telur, dan a3 : campur. Faktor kedua adalah waktu
pengukusan (B) yaitu b1 : 15 menit, b2 : 20 menit, dan b3 : 25 menit.
31
3.2.2.2.
Rancangan Percobaan
a2 (kuning telur)
a3 (campur)
Waktu Pengukusan
(B)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)
1
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3
Ulangan
2
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3
3
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3
a1b2
a3b2
a3b1
a2b1
a1b3
a3b2
a2b2
a1b1
a3b3
Kelompok Ulangan Ketiga
a2b1
a3b1
a1b2
a1b3
a2b3
a3b1
a1b1
a3b3
a2b1
a2b3
a3b2
a2b2
a1b3
a1b2
32
3.2.2.3.
Rancangan Analisis
Jenis tepung telur (A) dan taraf ke j dari faktor waktu pengukusan (B)
Kk
Ai
Bj
33
Kelompok
Perlakuan
A
B
Jumlah
Deret bebas
kuadrat
(DB)
(JK)
r-1
JKK
ab-1
JKP
a-1
JK(A)
b-1
JK(B)
Kuadrat
tengah
(KT)
KT(A)
KT(B)
Interaksi AB
(a-1)(b-1)
KT(AB)
Sumber
Variansi
JK(AB)
Galat
(ab-1)(r-1)
JK(G)
Total
rab-1
JKT
Sumber : Gaspersz, (1995)
Fhitung
Ftabel
(5%)
KT(A)/KTG
KT(B)/KTG
KT(AB)/KT
G
KT(G)
Keterangan :
r
= Replikasi (ulangan)
t
= Perlakuan
A
= Jenis Tepung Telur
B
= Waktu Pengukusan
Selanjutnya ditentukan daerah penolakan hipotesis, yaitu :
H1 diterima (Ho ditolak), jika F hitung > F tabel 5%, terdapat pengaruh jenis
tepung telur dan waktu pengukusan terhadap karakteristik Nugget , H1 ditolak
(Ho diterima), jika F hitung F tabel 5%, tidak terdapat pengaruh jenis tepung
telur dan waktu pengukusan terhadap karakteristik Nugget (Gaspersz, 1995).
3.2.2.4.
Rancangan Respon
34
Respon kimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kadar
protein dengan metode kjeldahl dan analisis kadar lemak dengan metode soxhlet.
2. Respon Organoleptik
Respon organoleptik dapat menentukan suatu produk diterima atau tidak
oleh konsumen yang diwakili oleh panelis. Metode yang digunakan pada uji
organoleptik adalah metode uji hedonik dimana kriteria penilaian berdasarkan
kesan yang didapat oleh panelis terhadap sampel yang disajikan. Penilaian produk
nugget dilakukan terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna yang dilakukan oleh
15 orang panelis.
Tabel 7. Kriteria Skala Hedonik dan Skala Numerik
Skala Hedonik
Skala Numerik
Sangat tidak suka 1
Agak tidak suka
2
Tidak suka
3
suka
4
Agak suka
5
Sangat suka
6
(Sumber : Soekarto, 1985).
3.3.
Deskripsi Percobaan
Deskripsi proses pengolahan nugget pada penelitian terdiri dari deskripsi
percobaan penelitian pendahuluan dan deskripsi percobaan penelitian utama.
3.3.1.
1. Pemecahan
35
2. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah cairan telur yang
didapakan setelah proses pemisahan antara cairan telur dengan cangkang telur dan
untuk mengetahui jumlah/ berat cairan telur sebelum dimixer atau dikeringkan.
3. Penghacuran (Mixer)
Penghancuran dilakukan untuk menyeragamkan partikel-partikel dan juga
untuk membentuk buih yang dapat memperkecil luas permukaan sehingga
mempermudah dalam proses pengeringan.
4. Penuangan
Penuangan dilakukan dengan menuangkan cairan telur yang telah
terbentuk buih ke atas loyang dengan bantuan spatula plastik untuk meratakan
sehingga bahan yang akan dikeringkan dapat kering secara merata.
5. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam cairan telur
sehingga didapatkan tepung telur yang akan dilakukan untuk proses selanjutnya.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan tunnel dryer dengan suhu 40C.
6. Penggilingan
36
8. Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk menjaga kondisi telur dari kontaminasi atau
kontak dengan udara luar dan juga untuk mempermudah dalam proses
pengolahan.
3.3.2.
1. Penimbangan Bahan
Pertama-tama dilakukan penimbangan bahan-bahan seperti daging ayam,
tepung telur, air, bawang merah, bawang putih, gula, garam, merica dan daun
bawang.
2. Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan mencampurkan semua bahan dengan
daging dan tepung telur.
3. Pengadukan
Setelah semua bahan dicampur dilakukan pengadukan hingga semua bahan
tercampur rata.
4. Pencetakan
37
6. Penirisan
Penirisan dilakukan untuk menghilangkan air dari proses pengukusan dan
juga untuk menurunkan suhu panas dari bahan akibat proses pengukusan hingga
mencampai suhu ruang yaitu 25C.
7. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah / berat bahan setelah
dilakukan proses pengukusan.
8. Pemotongan
Pemotongan dilakukan untuk memperkecil ukuran bahan sehingga
mempermudah dalam proses pelapisan dan untuk memperindah bentuk.
9. Pelapisan
Pelapisan dilakukan dengan mencelupkan bahan ke dalam bahan pelapis
yaitu tepung tepioka dan tepung roti dengan air sebagai bahan perekat.
10. Penimbangan
38
13. Penggorengan
Penggorengan dilakukan dengan suhu 180C selama 30-60 detik hingga
bagian luar nugget berwarna kuning keemasan, kemudian nugget siap untuk
dikonsumsi.
39
Telur
Telur
Pemecahan
Cangkang
Cairan Telur
Penimbangan
Penghancuran (Mixer) t= 20 menit
Pemecahan
Putih Telur
Penimbangan
Cangkang
Kuning Telur
Penimbangan
Penuangan ke tray
Penuangan ke tray
Penuangan ke tray
Pengeringan T= 40C
Pengeringan T= 40C
Pengeringan T= 40C
Penggilingan
Penggilingan
Penggilingan
Penimbangan
Penimbangan
Penimbangan
Tepung Telur
40
Daging Ayam
Pencampuran
g Putih 8%, Merica 0,5%, Gula 0,5%, Garam 3%, Tepung Telur 20%, Air 10%, Daun Bawang 10%
Pengadukan
Pencetakan
Uap Panas
Pengukusan T=100C
Uap Air
Penimbangan
Penirisan t=5-10
Uap Panas
Pelapisan
Penimbangan
Pendinginan
Thawing
Minyak Panas
Penggorengan
Nugget
Uap Dingin
Uap Panas
41
42
43
44
45
Weiss, T. J. 1983. Food Oils and Their Uses. The Avi Publ. Co., Inc. Connecticut
46
LAMPIRAN
Formulasi
%
36%
20%
12%
10%
10%
8%
3%
0,5%
0,5%
100%
Gram
72
40
24
20
20
16
6
1
1
200
47
: Nugget
Nama Panelis :
Tanggal
Pekerjaan
Paraf
:
Berikan penilaian saudara terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur pada
setiap sampel Nugget dengan salah satu angka yang sesuai dengan persyaratan di
bawah ini :
(1) Sangat tidak suka
(2) Agak tidak suka
(3) Tidak Suka
(4) Suka
(5) Agak suka
(6) Sangat suka
Kode
Sampel
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
48
Keterangan : Setiap selesai mencoba satu sampel diwajibkan untuk meminum air
yang telah disediakan supaya netral kembali.
Lampiran 3. Prosedur Analisis Kimia Produk Nugget
1. Analisa Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC, 1995)
Tujuan
bahan.
Prinsip
49
W 1W 0
W sampel
x 100
50
51
52