Anda di halaman 1dari 52

1

PENGARUH WAKTU PENGOLAHAN PRODUK NUGGET DENGAN


PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS TEPUNG TELUR TERHADAP
KARAKTERISTIK PRODUK NUGGET

PROPOSAL USULAN PENELITIAN


Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian
Jurusan teknologi Pangan

Oleh :
Kezia Christianty Charismata
12.302.0158

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016

PENGARUH WAKTU PENGOLAHAN PRODUK NUGGET DENGAN


PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS TEPUNG TELUR TERHADAP
KARAKTERISTIK PRODUK NUGGET

PROPOSAL USULAN PENELITIAN


Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian
Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :
Kezia Chrisianty Charismata
12.302.0158

Menyetujui :

Pembimbing I

Pembimbing II

(Dra. Hj. Ela Turmala., M.Si)

(Dr. Ir. Yusep Ikrawan., M.Sc)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Usulan Penelitian dengan
judul Pengaruh Waktu Pengolahan Nugget dengan Penambahan Beberapa
Jenis Tepung Telur terhadap Karakteristik Produk Nugget".
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Usulan Penelitian ini masih
terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi.
Karena itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan masukan, koreksi dan
saran untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut.
Usulan Penelitian ini diselesaikan dari Maret 2016 sampai dengan Mei
2016. Tanpa bantuan dari semua pihak sulit rasanya penulis untuk dapat
menyelesaikan Usulan Penelitian. Penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
penyusunan Laporan Usulan Penelitian baik secara moril maupun materil.
Kurang lebih 3,5 tahun sudah perjalanan penulis dalam menyelesaikan
pendidikan akademis dikampus yang tidak akan pernah selesai tanpa bantuan,
dorongan, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada :

1. Dra. Hj. Ela Turmala., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing utama yang telah
memberikan waktu luangnya dengan penuh kesabaran untuk memberikan
perhatian, dorongan dan semangat, di tengah kesibukan beliau untuk
membimbing

serta

mengarahkan

penulis

dalam

menyelesaikan

penyusunan tugas akhir dan juga sebagai koordinator Usulan Penelitian


Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pasundan, Bandung.
2. Dr. Ir. Yusep Ikrawan., M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan banyak msaukan dan saran dalam penyusunan
Laporan Tugas Akir.
3. Selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat
membangun dalam kesempurnaan laporan ini.
4. Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan dukungan agar
penyusunan untuk Tugas Akhir dapat cepat selesai.
5. Teman-teman BananaBee TP12 yang telah membantu dalam doa dan
dukungan yang diberikan.
6. Fotokopi seputaran kampus, para penjual makanan & minuman kantin
kampus dan Seluruh staf dosen beserta karyawan Jurusan Teknologi
Pangan UNPAS.
Semoga laporan Usulan Penelitian penulis dapat bermanfaat khususnya bagi
diri penulis sendiri dan umumnya bagi semua pihak yang membutuhkan.
Sekian dan terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii

5
DAFTAR ISI............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... viii
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1.

Latar Belakang............................................................................... 1

1.2.

Identifikasi Masalah........................................................................2

1.3.

Maksud dan tujuan..........................................................................2

1.4.

Manfaat Penelitian..........................................................................2

1.5.

Kerangka Pemikiran........................................................................3

1.6.

Hipotesis Penilitian.........................................................................4

1.7.

Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................5

II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
1.1.

Nugget......................................................................................... 6

1.2.

Tepung Telur................................................................................. 8

1.3.

Daging Ayam............................................................................... 11

1.4.

Air Es........................................................................................ 12

1.5.

Bumbu-bumbu............................................................................. 12

1.6.

Batter dan Breader........................................................................14

1.7.

Continous Deep Fat Frying..............................................................16

1.8.

Individual Quick Freezing Individual Quick Freezing.............................18

III BAHAN, ALAT DAN METODE...............................................................20


3.1.

Bahan dan Alat yang Digunakan.......................................................20

3.1.1.

Bahan-Bahan yang Digunakan...................................................20

3.1.2.

Alat-Alat yang digunakan.........................................................20

3.2.

Metode Penelitian.........................................................................20

6
3.2.1.

Penilitian Pendahuluan.............................................................21

3.2.2.

Penelitian Utama....................................................................21

3.3.

Deskripsi Percobaan......................................................................25

3.3.1.

Deskripsi Percobaan Penelitian Pendahuluan..................................25

3.3.2.

Deskripsi Percobaan Penelitian Utama.........................................26

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31
LAMPIRAN............................................................................................ 36

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

Tabel 1 Kandungan Gizi per 100 g Telur Ayam dan Telur Bebek.............................10

7
Tabel 2. Kompisisi Gizi per 100 gram Telur Itik.................................................11
Tabel 3 Komposisi Kimia Daging Ayam per 100 gram.........................................11
Tabel 4. Model Eksperimen Interaksi Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak
Kelompok 3 Kali Ulangan........................................................................... 22
Tabel 5. Denah (Layout) Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak Kelompok 3 Kali
Ulangan.................................................................................................. 22
Tabel 6. Tabel Variasi (ANAVA)....................................................................24
Tabel 7. Kriteria Skala Hedonik dan Skala Numerik............................................25
Tabel 8. Perhitungan Formulasi Nugget...........................................................36

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

8
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Proses Pembuatan Tepung Telur......29
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Utama Proses Pembuatan Nugget......................30

DAFTAR LAMPIRAN
Tabel

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Formulasi Nugget.....................................................36


Lampiran 2. Formulir Uji Organoleptik Produk Nugget........................................37
Lampiran 3. Prosedur Analisis Kimia Produk Nugget..........................................38

I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)
Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
(5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu
Penelitian.
1.1. Latar Belakang
Telur merupakan bahan makanan dengan nilai gizi tinggi terutama dari
segi kelengkapan proteinnya. Disamping protein, telur juga mengandung
komponen-komponen lainnya seperti lemak, vitamin dan mineral. Selain itu telur
merupakan bahan makanan yang cepat mengalami kerusakan.
Biasanya bahan makanan yang berasal dari hewani mempunyai sifat yang
mudah rusak. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia
maupun kerusakan yang disebabkan oleh serangan mikroba melalui pori-pori
kulit. Dengan demikian perlu diketahui cara-cara penanganan yang tepat seperti
pengawetan dan pengolahan agar telur dapat sampai pada konsumen dengan mutu
yang masih baik (Sarwono, B., 1985).

10

Menurut data statistik produksi telur di Indonesia pada tahun 2015 untuk
telur kampung sebanyak 191.765 ton per tahun, telur ayam negeri sebanyak
1.289.718 ton per tahun dan telur itik sebanyak 314.228 ton per tahun (Badan
Pusat Statistik, 2016).
Pada penelitian ini digunakan telur bebek/telur itik untuk pembuatan
tepung telur dikarenakan pengunaan telur bebek yang masih sedikit, pada
umumnya olahan telur bebek yang banyak diketahui adalah pembuatan telur asin
oleh karena itu peneliti menggunakan telur bebek untuk memanfaatkan telur
bebek menjadi olahan yang lebih bervariatif. Dalam penelitian ini tepung telur
yang dihasilkan dari pengunaan telur bebek akan diolah menjadi produk nugget
dengan alasan untuk memvariasi produk nugget dan juga karena produk nugget
banyak digemari oleh masyarakat dari kalangan muda hingga dewasa.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, maka dapat dilakukan
identifikasi masalah, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh waktu pengukusan terhadap karakteristik produk
nugget?
2. Bagaimana pengaruh penambahan tepung telur terhadap karakteristik produk
nugget?
2. Bagaimana pengaruh interaksi antara jenis tepung telur dengan waktu
pengukusan terhadap karakteristik produk nugget?

11

1.3. Maksud dan tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam
pengembangan teknologi diversifikasi dalam pembuatan tepung telur dan cara
pengolahan/pembuatan nugget.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
jenis tepung telur terhadap karakteristik nugget.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui prinsip dasar dalam
pembuatan nugget, menciptakan produk makanan bernilai gizi tinggi

yang

bermanfaat bagi masyarakat, meningkatkan nilai ekonomis telur bebek,


diversifikasi produk olahan nugget dan telur bebek, dan menambah pengetahuan
dan wawasan bagi peneliti.
1.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Muthia D,dkk (2012), secara keseluruhan penambahan tepung
putih telur meningkatkan kandungan lemak dan protein dalam sosis bebek.
Tepung putih telur, kuning telur atau secara keseluruhan telah banyak digunakan
dalam produk makanan seperti produk roti, produk olahan daging, manisan yang
digunakan untuk berbagai tujuan seperti sebagai elmusifier, memperbaiki tekstur,
meningkatkan nilai gizi pada kandungan protein dan lemak.
Tepung putih telur dapat bertindak sebagai emulsifier dalam formulasi
sosis yang dapat menyeragamkan partikel dari bahan yang digunakan. Tepung
putih telur ini mempengaruhi dalam pengembangan tekstur dari sosis dan
memberikan hasil yang lebih baik pada saat uji elastisitas. Tepung putih telur telah

12

banyak digunakan dalam produk olahan daging sebagai pengikat (Lu dan Chen,
1999). Tepung putih telur telah berhasil digunakan sebagai pengganti lemak babi
dalam pengembangan produk bola-bola daging Kung-wans rendah lemak (Hsu
dan Sun, 2005).
Menurut Kato (1999), penggunaan tepung putih telur telah diaplikasikan
dalam berbagai produk olahan makanan berhubungan dengan kandungan
nutrisinya. Di samping itu kegunaan tepung putih telur yang paling baik adalah
sebagai pembentuk gel dan pengemulsi.
Menurut Herly Evanuarini (2010), penambahan putih telur 10%
memberikan rasa yang cukup gurih terhadap produk nugget.
Menurut Syarifah Rohaya (2013), penggunaan bahan pengisi tepung pati
sagu menghasilkan tekstur yang lebih kenyal dan aroma yang lebih diterima
panelis, bahan pengisi tepung terigu memberikan warna, aroma dan rasa yang
lebih diterima panelis pada produk nugget.
Menurut Nurzainah Ginting (2006), penambahan bahan pengikat pada
nugget itik serati sebanyak 10 g paling disukai dibandingkan kontrol (tanpa
penambahan tepung susu) maupun perlakuan lainnya yaitu penambahan 20 g dan
30 g. penambahan tepung susu pada nugget itik menambah rasa dan juiceness dari
makanan olahan tersebut.
Menurut Hanita (2013), kadar protein chicken nugget meningkat pada
penambahan MOCAF 20% dan seiring meningkatnya tepung tulang rawan yang
ditambahkan. Kadar kalsium chicken nugget meningkat seiring penambahan
tepung tulang rawan.

13

Menurut Dwi Ita Sari (2012), pembuatan nugget daging ayam dengan
substitusi tepung ampas tahu 15% memiliki kadar protein yang paling tinggi
dibandingkan 0%, 5% dan 10% yaitu 2,39% dalam 200 g daging.
Menurut Dhevina Widhia Afrisanti (2010), pemberian tepung tempe
sampai level 25% menurunkan kualitas lemak kasar nugget kelinci, pemberian
sampai level 15% menaikkan kualitas air, abu, karbohidrat dan meningkatkan
kualitas kimia dan organoleptik nugget kelinci.

1.6. Hipotesis Penilitian


Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diambil hipotesis, diduga bahwa :
1. Diduga jenis tepung telur yang digunakan berpengaruh terhadap
karakteristik nugget.
2. Diduga waktu pengukusan berpengaruh terhadap karakteristik nugget.
3. Diduga interaksi antara penambahan jenis tepung tepung telur dan waktu
pengukusan berpengaruh terhadap karakteristik nugget.
1.7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2016,
bertempat di Laboratorium Penelitian, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.

14

II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Nugget, (2) Tepung Telur, (3) Daging
Ayam, (4) Air Es, (5) Bumbu-bumbu, (6) Batter dan Breader, (7) Deep Fat
Drying, (8) Individual Quick Freezing.
1.1.Nugget
Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI. 01-6638-2002
mendefinisikan nugget sebagai produk olahan yang dicetak dalam bentuk
potongan empat persegi, dimasak, dibuat dari campuran daging giling yang diberi
bahan pelapis tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan.
Daging yang digunakan biasanya merupakan keseluruhan otot pada bagian
tertentu dari ayam (Owens, 2001). Dalam Standar Nasional Indonesia 01-6683
kandungan gizi chicken nugget adalah kadar air maksimum 60%, kadar protein
minimum 12%, kadar lemak maksimum 20% dan kadar karbohidrat maksimum
25% (BSN, 2002).
Tahap pertama pembuatan chicken nugget adalah memperkecil ukuran
daging dengan cara digiling dengan grinder. Tujuan penggilingan ini adalah
meningkatkan luas permukaan daging untuk membantu ekstraksi protein. Daging
ditutupi oleh lapisan jaringan penghubung epimysium. Ketika lapisan ini masih
utuh maka hanya sedikit protein yang terekstrak, bahkan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu perlu dilakukan proses pengecilan ukuran dengan grinder atau

15

choper. Dengan demikian lapisan epimysium rusak dan memudahkan ekstraksi


protein. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada protein yang terekstrak,
maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan selama proses pemasakan dan
menghasilkan produk dengan tekstur yang tidak kuat (Owens, 2001).
Selama proses penggilingan dan sebelum pencetakan, suhu formulasi
daging harus diturunkan untuk membantu dalam keberhasilan pencetakan chicken
nugget. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi denaturasi protein. Selain itu adonan
chicken nugget menjadi terlalu lembek dan akan sulit dicetak. Adonan chicken
nugget diatas -2,2C mengakibatkan adonan menjadi lengket dengan mesin
pencetak. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, chicken nugget akan sulit dicetak
dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).
Setelah daging digiling, diaduk, dan didinginkan, tahap selanjutnya adalah
pencetakan. Adonan chicken nugget ditempatkan didalam hopper kemudian
didorong oleh auger kedalam papan pencetak (molding plate). Adonan chicken
nugget ditekan kedalam papan pencetak tersebut. Setelah adonan masuk kedalam
papan pencetak, papan pencetak bergerak kedepan sehingga berada dibawah alat
pemukul yang akan mendorong chicken nugget keluar dari cetakan ke atas sabuk
konveyor (Owens, 2001).
Sistem coating diaplikasikan pada bahan nugget yang telah dicetak.
Menurut Fellows (2000), pelapis atau coating dapat digunakan untuk melindungi
produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Sistem ini terdiri dari
dua tahap yaitu tahap aplikasi batter dan tahap aplikasi breader.

16

Setelah proses coating selesai, chicken nugget di goreng. Menurut Ketaren


(1986), penggorengan adalah unit operasi yang secara umum digunakan untuk
meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan.
Setelah digoreng produk nugget langsung didinginkan secara cepat dengan
IQF (Individual Quick Freezing). Freezing mempunyai efek menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Jay, 2000).
Pembekuan yang cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai
-40C. pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa
hari atau minggu tergantung dari bahan pangannya contohnya bahan pangan yang
kandungan airnya tinggi akan lebih cepat rusak. Penyimpanan produk beku bisa
selama sebulan atau kadang-kadang beberapa tahun (Winarno, et al., 1980).
1.2.Tepung Telur
Tepung telur atau disebut juga telur kering / puder merupakan salah satu
bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih
awet, keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih
kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung
telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan
pengguaannya lebih beragam dibandingkan dengan telur segar (Anonim, 2010).
Tepung telur yang dihasilkan harus memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat
fisikokimia seperti telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk
dipertahankan karena akan menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan
dalam pembuatan makanan olahan. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara

17

lain daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan
membentuk gel) dan warna (Anonim, 2010).
Tepung telur umumnya mempunyai daya busa yang lebih rendah
dibandingkan dengan telur segarnya. Penambahan gula seperti sukrosa (gula
pasir), laktosa, maltose dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat
mempertahankan daya busanya. Tetapi, penambahannya harus hati- hati dan diatur
sehingga menghasilkan daya busa yang baik dengan sedikit mungkin
menimbulkan rasa manis pada tepung telur yang dihasilkan (Anonim, 2010).
Daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur umumnya tidak
banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya. Tetapi jika kandungan
gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1
persen warna tepung telur dapat berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan
dan penyimpanan (Anonim, 2010).
Jenis tepung telur yang dapat diproduksi adalah tepung putih telur, tepung
kuning telur dan tepung telur utuh (campuran putih dan kuning telur). Tepung
putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur yang bebas kuning telur.
Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis tipis atau pengeringan busa,
karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan panas (Anonim, 2010).
Menurut U.S. Standar of Identity, tepung kuning telur harus mengandung
padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya merupakan campuran dari
80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung kuning telur umumnya tidak 100%
terbuat dari kuning telur, karena sulit memisahkan kuning telur dan putih telur.

18

Dalam proses pembuatan tepung kuning telur ini biasanya digunakan pengeringan
semprot (spray dryer) (Anonim,2010).
Tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning dan putih telur dengan
proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang hampir sama dengan
tepung kunig telur, tetapi mengandung putih telur lebih banyak (Anonim, 2010).
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur. Menurut
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, parameter-parameter
mutu tepung telur yang digunakan ialah kadar air, kadar lemak, kadar protein,
warna, aroma, dan tidak adanya Salmonella. Kadar gula yang dikehendaki
maksimal 0,1 persen. Hal ini karena gula dapat menyebabkan reaksi pencoklatan
selama penyimpanan (Anonim, 2010).
Tabel 1 Kandungan Gizi per 100 g Telur Ayam dan Telur Bebek
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Total Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium/Ca (mg)
Besi/Fe (mg)
Magnesium/Mg (mg)
Pospor/P (mg)
Kalium/K (mg)
Natrium/Na (mg)
Seng/Zn (mg)
Tembaga/Cu (mg)
Mangan/Mn (mg)
Selenium/Se (mkg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Vitamin B6 (mg)
Kolin (mg)
Vitamin B12 (mkg)
Vitamin A (IU)

Telur Ayam
143
12,58
9,94
0,77
53
1,83
12
191
134
140
1,11
0,102
0,038
31,7
0,069
0,478
0,143
251,1
1,29
487

Telur Bebek
185
12,81
13,77
1,45
64
3,85
17
220
222
146
1,41
0,062
0,038
36,4
0,156
0,404
0,250
263,4
5,40
674

19

Vitamin E (mg)
Vitamin K (mkg)
Kolesterol (mg)
Sumber: USDA (2007)

0,97
0,3
423

1,34
0,4
884

20

Tabel 2. Kompisisi Gizi per 100 gram Telur Itik


Kompisisi
Telur Utuh
Putih Telur
Air (%)
70,8
88,0
Protein (g)
13,1
11,0
Lemak (g)
14,3
0,0
Karbohidrat (g)
0,8
0,8
Energi (kkal)
189,0
54,0
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. (2004)

Kuning Telur
47,0
17,0
35,0
0,8
398,0

1.3.Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang
lengkap (Astawan, 1998). Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap,
sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging
tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif kandungan gizi
daging dari berbagai bangsa ternak berbeda, tapi setiap gram daging dapat
memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap 10% kalori, 50% protein, 35%
zat besi (Forest, et al., 1975). Komposisi kimia daging ayam dapat dilihat pada
Tabel 3 Komposisi Kimia Daging Ayam per 100 gram
Komposisi
Jumlah
Kalori (kkal)
302
Protein (g)
18,2
Lemak (g)
25,0
Karbohidrat (g)
0
Kalsium (mg)
14
Fosfor (mg)
400
Besi (mg)
1,5
Nilai Vitamin A (SI)
820
Vitamin B1(mg)
0,08
Vitamin C (mg)
0
Air (g)
55,9
b.d.d (%)
58
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1996)

21

1.4.

Air Es
Air es penting dalam pembuatan nugget untuk mempertahankan suhu

adonan agar tetap dingin. Adonan nugget yang panas cenderung merusak protein,
sehingga tekstur rusak. Es juga berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi
dan kelembaban adonan nugget sehingga adonan tidak kering selama pencetakan
maupun selama perebusan (Wibowo, 1995).
1.5.

Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu memberi rasa, bau dan aroma pada masakan, serta

berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang tepat pada suatu
masakan menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggugah selera makan.
(Tarwotjo, 1998).
Bumbu dalam pembuatan nugget terdiri dari beberapa rempah-rempah
seperti bawang merah, bawang putih, merica dan daun bawang. Bumbu ini
berfungsi untuk menambah rasa nugget sehingga nugget yang dihasilkan akan
disukai penelis (Alamsyah, 2008)
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan
nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica
(Aswar, 1995).
Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan
digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam
tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan

22

(salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan
biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
NaCl dalah senyawa garam yang berwana putih, berbentuk kristal padat
yang berfungsi sebagai penyedap rasa yang tertua. Garam khususnya garam dapur
(NaCI) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Makanan yang
mengandung kurang dari 0,35 natrium akan terasa hambar sehingga tidak
disenangi (Winarno, 1980).
Garam memiliki dua fungsi pada produksi nugget yaitu untuk
memperbaiki rasa dan untuk membantu mengekstrak protein (Owens, 2001).
Kramlich (1971) menambahkan, selain sebagai pemberi rasa dan untuk
mengekstrak protein, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat
mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan. Garam juga
dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity / WHC) protein otot
(Wilson et al., 1981).
Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk
yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging
serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987).
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuat aneka ragam produk-produk
makanan.

Walaupun

gula

sendiri

mampu

untuk

memberi

stabilitas

mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi


yang cukup (di atas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum
bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan
bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi

23

(pH rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada


suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia merupakan teknik-teknik
pengawetan pangan yang penting (Buckle et al., 1987).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami
yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan
serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat 10 fungistotik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.
Tujuan

penambahan

merica

adalah

sebagai

penyedap

masakan

dan

memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh
adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan
dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993)
1.6. Batter dan Breader
Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan
memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna
yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu
produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut.
Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga kelembaban produk
pangan (Suderman dan Cunningham, 1983).

24

Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung
pati dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum
dimasak. Komposisi bahan penyusun batter terbagi menjadi dua, (1) tepung, telur
dan susu sebagai komponen utama, dan (2) bumbu, gum, dan bahan lain yang
ditambahkan dalam jumlah sedikit. Komponen utama memberikan karakter dasar
bagi fungsi utama batter. Sedangkan komponen minor memberikan karakter
spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur, flavor, dan warna. Weiss (1983)
menambahkan bahwa sebisa mungkin formulasi batter tidak menggunakan kuning
telur karena mengandung fosfolipid yang dapat terpisah dari batter dan
menyebabkan kerusakan minyak goreng.
Aplikasi batter dapat dilakukan dengan cara mentransfer nugget atau
produk olahan lainnya kedalam mesin batter aplikator, kemudian produk akan
berjalan diatas konveyor melewati genangan batter. Produk akan terendam dalam
batter tersebut sehingga proses battering dapat berjalan sempurna (Owens, 2001).
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk kasar, dan
diaplikasikan sebelum digoreng. Breader memiliki banyak jenis yang dibedakan
berdasarkan ukuran, warna, flavor, absorbsi, tekstur, dan densitas (Dyson, 1983).
Menurut Owens (2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread
crumbs, japanese bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded
crumbs. Hal yang membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur,
warna dan flavor.
Aplikasi breader untuk skala industri menggunakan sistem resirkulasi.
Pada breader aplikator, nugget berjalan sepanjang hamparan breader sehingga

25

bagian bawah nugget tertutup oleh breader. Sementara nugget berjalan, dari atas
nugget ada bagian mesin yang merfungsi untuk menaburi nugget dengan breader,
sehingga seluruh bagian nugget bisa tertutup breader (Owens, 2001).
Pickup adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah batter
dan breader yang menempel pada permukaan nugget. Kekentalan batter dan
ukuran breader mempengaruhi jumlah pickup. Jumlah pickup breader pada
nugget yang menggunakan batter kental lebih besar dari pada jumlah pickup
breader jika menggunakan batter yang encer. Breader yang kasar akan
menghasilkan pickup yang lebih baik jika dibandingkan breader yang halus.
Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur nugget. Breader yang halus
menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan
menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001).
1.7.

Continous Deep Fat Frying


Menurut Ketaren (1986), menggoreng adalah suatu teknik pemasakan dan

pengeringan melalui kontak minyak/lemak panas yang melibatkan pindah panas


dan pindah masa secara simultan. Penggorengan adalah unit operasi yang secara
umum digunakan untuk meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan.
Saat bahan pangan ditempatkan kedalam minyak bersuhu tinggi, temperatur
permukaan bahan bahan pangan akan meningkat secara cepat sehingga terjadi
evaporasi air yang terkandung didalam bahan menjadi uap panas. Permukaan
bahan pangan kemudian mulai mengering dan 20 evaporasi semakin bergerak
menuju bagian dalam bahan pangan sehingga terbentuklah kerak (crsut). Suhu
permukaan bahan pangan kemudian semakin meningkat mendekati suhu 100C.

26

Laju perpindahan panas dikendalikan oleh perbedaan suhu antara minyak dan
bahan pangan serta oleh koefisien pindah panas permukaan bahan pangan.
Sementara itu, laju penetrasi panas kedalam bahan pangan dikendalikan oleh
konduktifitas termal bahan pangan. Selama proses penggorengan, air dan uap air
dikeluarkan dari bahan pangan dan digantikan oleh minyak (Fellows, 2000).
Fungsi lain dari penggorengan adalah sebagai proses pengawetan bahan
pangan karena adanya proses penghancuran mikroorganisme dan enzim oleh
panas serta karena adanya reduksi kandungan aw pada permukaan bahan pangan.
Umur simpan dari produk hasil penggorengan ditentukan oleh kadar air produk
setelah digoreng, dimana produk yang mempertahankan kondisi lembab dibagian
dalam bahan memiliki umur simpan relatif pendek karena adanya proses migrasi
air dan minyak selama penyimpanan (Fellows, 2000).
Proses penggorengan yang biasa diterapkan dalam suatu industri pangan
adalah proses continous deep fat frying. Continous deep fat frying merupakan
metode penggorengan kontinyu yang dilakukan dengan cara menjalankan produk
diatas conveyor yang secara langsung terendam di dalam medium minyak panas.
Pada sistem penggorengan deep fat frying, transfer panas terjadi melalui
kombinasi antara konveksi pada minyak dan konduksi pada bahan pangan. Semua
permukaan produk akan menerima perlakuan panas yang sama, untuk
menghasilkan penampakan dan warna produk yang seragam. Sistem ini cocok
untuk berbagai bentuk bahan pangan, tetapi pada bahan pangan dengan bentuk
yang tidak beraturan cenderung untuk menyerap minyak dalam jumlah yang lebih
banyak (Fellows, 2000).

27

Menurut Hui (1996), beberapa keuntungan sistem deep fat frying antara
lain (1) diperoleh produk dengan rasa, flavor, tekstur, dan mouthfeel yang baik,
(2) terbentuk lapisan (coating) yang akan membentuk kerenyahan, (3) diperoleh
produk dengan warna kecoklatan yang mengundang selera, (4) terjadi penyerapan
minyak kedalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap mouthfeel yang
diinginkan, (5) produk yang telah digoreng mudah 21 direkonstruksi dalam
penggorengan, oven konvensional, dan oven microwave, (6) suhu penggorengan
akan memberikan efek blanch pada produk, dan (7) suhu penggorengan akan
menghancurkan beberapa mikroorganisme. Pada proses penggorengan skala
industri, pemakaian suhu proses disesuaikan dengan waktu perjalanan produk
selama melewati minyak goreng. Biasanya dengan suhu sekitar 177C diperlukan
waktu 1-2 menit untuk menghasilkan produk yang matang (Fellows, 2000).
Menurut Hui (1996), beberapa proses yang terjadi selama penggorengan
metode deep fat frying adalah (1) air akan terevaporasi dari produk
mengakibatkan suhu permukaan produk meningkat, (2) produk akan mengalami
pemanasan hingga mencapai temperatur yang diinginkan untuk memperoleh
karakteristik yang diinginkan, (3) suhu permukaan produk meningkat sehingga
diperoleh warna yang coklat dan produk yang renyah (4) produk akan mengalami
perubahan dimensi (mengecil, membesar atau tetap), (5) produk mengalami
perubahan densitas yang menyebabkan produk mengambang dan (6) perubahan
sifat fisiko-kimia minyak dan kemampuan transfer panas, menyebabkan
perubahan kualitas produk.

28

1.8.

Individual Quick Freezing Individual Quick Freezing


Menurut Fellows (2000), pembekuan adalah unit operasi yang

menurunkan suhu bahan pangan sampai dibawah titik beku sehingga proporsi air
dalam bahan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi
kristal es menyebabkan turunya aktivitas air (aw). Quick freezing atau pembekuan
cepat adalah proses penurunan suhu produk sampai sekitar -20o C dalam waktu
30 menit. Proses ini dapat dilakukan dengan melakukan kontak bahan dengan
refrigerant secara langsung atau tidak langsung (Jay, 2000).
Menurut Jay (2000), hal yang terjadi pada mikroorganisme selama
freezing adalah 1) terjadi kematian mikroba secara tiba-tiba dengan cepat, tetapi
bervariasi untuk setiap spesies mikroorganisme 2) bagian sel yang berfungsi untuk
bertahan hidup secara bertahap rusak 3) penurunan ini terjadi secara cepat pada
suhu freezing point, yaitu sekitar -2C, dan lebih lambat pada suhu yang lebih
rendah lagi.

29

III BAHAN, ALAT DAN METODE


Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan dan Alat Penelitian,
(2) Metode Penelitian, dan (3) Deskripsi Percobaan.
3.1. Bahan dan Alat yang Digunakan
3.1.1.

Bahan-Bahan yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
telur bebek, daging ayam, bawang merah, bawang putih, merica, gula, garam,
daun bawang, air, tepung tapioca, dan tepung roti.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah K2SO4, HgO, H2SO4
pekat, air suling, NaOH 5%, Na2S2O3, H3BO3, indicator metil merah, indicator
metil biru, HCl 0,02N, dan N-Heksan.
3.1.2.

Alat-Alat yang digunakan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan,


tunnel dryer, tray, mixer, wadah pengaduk, spatula plastik, plastik tahan panas,
blender, wajan, kompor, loyang, piring, mangkok, sendok, pisau dan spatula
stainless.
Alat yang digunakan untuk analisis oven pengeringan, deksikator, labu
destilasi, kertas saring, labu kjeldahl, timbangan, pipet tetes, gelas kimia, corong,
buret, labu Erlenmeyer, cawan porselen, alat ekstraksi soxhlet, penangas uap,
kompor dan labu lemak.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian dilakukan dalam dua
tahap, yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

30

3.2.1.

Penilitian Pendahuluan

Tujuan penelitian pendahuluan untuk menentukan metode proses terbaik


yang akan dijadikan acuan dalam penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang
dilakukan adalah pembuatan tepung telur yang terdiri dari tepung putih telur,
tepung kuning telur dan tepung campur, yang akan digunakan dalam proses
pengolahan dalam penelitian utama.
Parameter

yang

digunakan

pada

penelitian

pendahuluan

adalah

menggunakan analisis kadar air dengan metode gravimetri, analisis kadar lemak
dengan metode Kjeldahl dan analisis kadar protein dengan metode soxhlet.
3.2.2.

Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan hasil tepung telur yang


telah dilakukan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama dilakukan
untuk menentukan karakteristik nugget dengan penggunaan jenis-jenis tepung
telur berserta waktu pengukusan nugget.
Penelitian utama terdiri dari rancangan perlakuan, rancangan percobaan,
rancangan analisis, dan rancangan respon.
3.2.2.1.

Rancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua
faktor. Faktor pertama adalah jenis tepung telur (A) yang terdiri dari jenis yaitu
a1 : putih telur, a2 : kuning telur, dan a3 : campur. Faktor kedua adalah waktu
pengukusan (B) yaitu b1 : 15 menit, b2 : 20 menit, dan b3 : 25 menit.

31

3.2.2.2.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah


Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktorial 3x3 yang terdiri dari dua
faktor, masing-masing faktor terdiri dari 3 (tiga) taraf dan dengan 3 (tiga) kali
ulangan, sehingga didapatkan 27 perlakuan.
Tabel 4. Model Eksperimen Interaksi Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan
Acak Kelompok 3 Kali Ulangan
Sumber : Gasperz, (1995)
Jenis Tepung Telur
(A)
a1 (putih telur)

a2 (kuning telur)

a3 (campur)

Waktu Pengukusan
(B)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)
b1 (15)
b2 (20)
b3 (25)

1
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

Ulangan
2
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

3
a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

Tabel 5. Denah (Layout) Pola Faktorial (3x3) dalam Rancangan Acak


Kelompok 3 Kali Ulangan
Kelompok Ulangan Pertama
a2b2
a3b3
a2b3
a1b1
Kelompok Ulangan Kedua

a1b2

a3b2

a3b1

a2b1

a1b3

a3b2
a2b2
a1b1
a3b3
Kelompok Ulangan Ketiga

a2b1

a3b1

a1b2

a1b3

a2b3

a3b1

a1b1

a3b3

a2b1

a2b3

a3b2

a2b2

a1b3

a1b2

32

3.2.2.3.

Rancangan Analisis

Berdasarkan rancangan di atas maka dapat dibuat analisis variasi


(ANAVA) untuk mendapatkan kesimpulan mengenai pengaruh perlakuan. Analisis
data dilakukan dengan model matematika sebagai berikut :
Yij = + Kk + Ai + Bj + (AB)ij + ijk
Dimana :
Yij

= nilai pengamatan ke-k yang memperoleh taraf ke i dari faktor

Jenis tepung telur (A) dan taraf ke j dari faktor waktu pengukusan (B)

= nilai tengah populasi

Kk

= pengaruh perlakuan dari kelompok ke-k

Ai

= pengaruh perlakuan ke i dari faktor jenis tepung telur

Bj

= pengaruh perlakuan ke j dari faktor waktu pengukusan

(AB)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan jenis tepung telur ke i serta


perlakuan waktu pengukusan ke j
ijk

= Pengaruh galat pengamatan ke-k dari perlakuan jenis tepung telur ke i

serta perlakuan waktu pengukusan ke j


i

= 1, 2, 3 (banyaknya variasi jenis tepung telur a1, a2, a3)

= 1,2,3 (banyaknya variasi waktu pengukusan b1, b2, b3)

= 1, 2,3 (banyaknya ulangan)

33

Tabel 6. Tabel Variasi (ANAVA)

Kelompok
Perlakuan
A
B

Jumlah
Deret bebas
kuadrat
(DB)
(JK)
r-1
JKK
ab-1
JKP
a-1
JK(A)
b-1
JK(B)

Kuadrat
tengah
(KT)
KT(A)
KT(B)

Interaksi AB

(a-1)(b-1)

KT(AB)

Sumber
Variansi

JK(AB)

Galat
(ab-1)(r-1)
JK(G)
Total
rab-1
JKT
Sumber : Gaspersz, (1995)

Fhitung

Ftabel
(5%)

KT(A)/KTG
KT(B)/KTG
KT(AB)/KT
G

KT(G)

Keterangan :
r
= Replikasi (ulangan)
t
= Perlakuan
A
= Jenis Tepung Telur
B
= Waktu Pengukusan
Selanjutnya ditentukan daerah penolakan hipotesis, yaitu :
H1 diterima (Ho ditolak), jika F hitung > F tabel 5%, terdapat pengaruh jenis
tepung telur dan waktu pengukusan terhadap karakteristik Nugget , H1 ditolak
(Ho diterima), jika F hitung F tabel 5%, tidak terdapat pengaruh jenis tepung
telur dan waktu pengukusan terhadap karakteristik Nugget (Gaspersz, 1995).
3.2.2.4.

Rancangan Respon

Rancangan respon yang akan dilakukan dalam penelitian utama meliputi


respon kimia, dan organoleptik.
1. Respon Kimia

34

Respon kimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kadar
protein dengan metode kjeldahl dan analisis kadar lemak dengan metode soxhlet.

2. Respon Organoleptik
Respon organoleptik dapat menentukan suatu produk diterima atau tidak
oleh konsumen yang diwakili oleh panelis. Metode yang digunakan pada uji
organoleptik adalah metode uji hedonik dimana kriteria penilaian berdasarkan
kesan yang didapat oleh panelis terhadap sampel yang disajikan. Penilaian produk
nugget dilakukan terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna yang dilakukan oleh
15 orang panelis.
Tabel 7. Kriteria Skala Hedonik dan Skala Numerik
Skala Hedonik
Skala Numerik
Sangat tidak suka 1
Agak tidak suka
2
Tidak suka
3
suka
4
Agak suka
5
Sangat suka
6
(Sumber : Soekarto, 1985).
3.3.

Deskripsi Percobaan
Deskripsi proses pengolahan nugget pada penelitian terdiri dari deskripsi
percobaan penelitian pendahuluan dan deskripsi percobaan penelitian utama.
3.3.1.

Deskripsi Percobaan Penelitian Pendahuluan

1. Pemecahan

35

Pertama dilakukan proses pemecahan yang dilakukan untuk memisahkan


cairan telur dari cangkang sehingga didapatkan cairan telur utuh, kuning telur
ataupun putih telur.

2. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah cairan telur yang
didapakan setelah proses pemisahan antara cairan telur dengan cangkang telur dan
untuk mengetahui jumlah/ berat cairan telur sebelum dimixer atau dikeringkan.
3. Penghacuran (Mixer)
Penghancuran dilakukan untuk menyeragamkan partikel-partikel dan juga
untuk membentuk buih yang dapat memperkecil luas permukaan sehingga
mempermudah dalam proses pengeringan.
4. Penuangan
Penuangan dilakukan dengan menuangkan cairan telur yang telah
terbentuk buih ke atas loyang dengan bantuan spatula plastik untuk meratakan
sehingga bahan yang akan dikeringkan dapat kering secara merata.
5. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam cairan telur
sehingga didapatkan tepung telur yang akan dilakukan untuk proses selanjutnya.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan tunnel dryer dengan suhu 40C.
6. Penggilingan

36

Penggilingan dilakukan untuk menyeragamkan ukuran dari tepung telur


sehingga mempermudah dalam proses pengolahan atau proses pengayakan.
7. Penimbangan
Penimbangan dilakukan setelah proses penggilingan untuk mengetahui
jumlah / berat tepung yang dihasilkan setelah proses pengeringan.

8. Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk menjaga kondisi telur dari kontaminasi atau
kontak dengan udara luar dan juga untuk mempermudah dalam proses
pengolahan.
3.3.2.

Deskripsi Percobaan Penelitian Utama

1. Penimbangan Bahan
Pertama-tama dilakukan penimbangan bahan-bahan seperti daging ayam,
tepung telur, air, bawang merah, bawang putih, gula, garam, merica dan daun
bawang.
2. Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan mencampurkan semua bahan dengan
daging dan tepung telur.
3. Pengadukan
Setelah semua bahan dicampur dilakukan pengadukan hingga semua bahan
tercampur rata.
4. Pencetakan

37

Setelah bahan tercampur rata kemudian adonan dituang ke dalam cetakan


yang terlebih dahulu sudah dilapisi margarin untuk mencegah menempelnya
adonan pada saat dilakukan pengukusan.
5. Pengukusan
Pengukusan dilakukan setelah proses pencetakan yang dilakukan dengan
suhu 100C dan dengan waktu 15 menit, 20 menit dan 25 menit.

6. Penirisan
Penirisan dilakukan untuk menghilangkan air dari proses pengukusan dan
juga untuk menurunkan suhu panas dari bahan akibat proses pengukusan hingga
mencampai suhu ruang yaitu 25C.
7. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah / berat bahan setelah
dilakukan proses pengukusan.
8. Pemotongan
Pemotongan dilakukan untuk memperkecil ukuran bahan sehingga
mempermudah dalam proses pelapisan dan untuk memperindah bentuk.
9. Pelapisan
Pelapisan dilakukan dengan mencelupkan bahan ke dalam bahan pelapis
yaitu tepung tepioka dan tepung roti dengan air sebagai bahan perekat.
10. Penimbangan

38

Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah/ berat bahan setelah


dilakukan proses pelapisan.
11. Pembekuan
Pembekuan dilakukan untuk merekatkan bahan pelapis dengan nugget
sehingga tidak hancur saat dilakukan penggorengan.
12. Thawing
Thawing dilakukan untuk menyesuaikan suhu bahan dengan suhu ruang
setelah dikeluarkan dari kondisi yang dingin/beku sehingga mempermudah pada
saat dilakukan penggorengan.

13. Penggorengan
Penggorengan dilakukan dengan suhu 180C selama 30-60 detik hingga
bagian luar nugget berwarna kuning keemasan, kemudian nugget siap untuk
dikonsumsi.

39

Telur

Telur
Pemecahan

Cangkang

Cairan Telur
Penimbangan
Penghancuran (Mixer) t= 20 menit

Pemecahan

Putih Telur
Penimbangan

Cangkang

Kuning Telur
Penimbangan

Penghancuran (Mixer) t= 40 menit


Penghancuran (Mixer) t= 15 menit

Penuangan ke tray

Penuangan ke tray

Penuangan ke tray

Pengeringan T= 40C

Pengeringan T= 40C

Pengeringan T= 40C

Penggilingan

Penggilingan

Penggilingan

Penimbangan

Penimbangan

Penimbangan

Tepung Putih Telur

Tepung Kuning Telur

Tepung Telur

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Proses Pembuatan Tepung Telur

40

Daging Ayam

Pencampuran

g Putih 8%, Merica 0,5%, Gula 0,5%, Garam 3%, Tepung Telur 20%, Air 10%, Daun Bawang 10%
Pengadukan

Pencetakan

Uap Panas

Pengukusan T=100C

Uap Air

Penimbangan

Penirisan t=5-10

Tepung Roti, Tepung Maizena

Uap Panas

Pelapisan

Penimbangan

Pendinginan

Thawing

Minyak Panas

Penggorengan

Nugget

Uap Dingin

Uap Panas

41

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Utama Proses Pembuatan Nugget


DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Y. 2008. Aneka Nugget Sehat Nan Lezat. Agro Media, Jakarta.
Anonim, 2010. Tekno Pangan dan Agroindustri, Volume 1 No 6. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical
Chemists, Washington D.C.
Astawan, M. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Akademi Presindo. Jakarta.
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis
Sp.). Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Telur Ayam Buras Menurut Provinsi,
2009-2015. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Telur Ayam Petelur Menurut Provinsi,
2009-2015. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Telur Itik/Itik Manila Menurut Provinsi,
2009-2015. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton., Terjemahan : Hari
Purnomo, dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

42

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan


Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Davis, Art. 1983. Batter and Breading Ingredients. Didalam Suderman, D. R.
dan F. E. Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology. AVI Publishing
Company. Westport Connecticut.
Dhevina Widhia. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging
Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Dwi Ita Sari. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Ampas Tahu dalam
Pembuatan Nugget terhadap Kadar Protein dan Daya Terima Konsumen.
Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Dyson, D. V. 1983. Breadings. Didalam Suderman, D. R. Dan F. E. Cunninghan.
1983. Batter and Breading Technology. AVI Publishing Company. Westport
Connecticut.
Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan
Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan
Sapu Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fellow, J.P. 2000. Food Processing Technology, Principles and Practise. 2nd
ed.Woodhead Pub. Lim., Cambridge. England.
Forrest, J. C. 1975. Principle of Meat Science. W. H. Freeman. San Francisco.
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito.
Bandung.

43

Hanifa. 2013. Kadar Protein, Kadar Kalsium dan Kesukaan terhadap


Citarasa Chicken Nugget Hasil Substitusi Terigu dengan MOCAF dan
Penambahan Tepung Tulang Rawan. Jurnal. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Herly Evanuarini. 2010. Kualitas Chicken Nuggets dengan Penambahan Putih
Telur. Jurnal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Hsu, S. Y. and Sun, L. 2006. Comparison on 10 non-meat protein fat substitutes
for low-fat Kung-wans. Journal of Food Engineering.
Hui, Y. H. 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Products. 5th Ed. Vol 3. A
Willey-Interscience Publication. John Willey & Sons., Inc. New York.
Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Ed. Aspen Publishers, Inc.
Gaithersburg.
Kato, A., Ibrahim, H. R., Watanabe, H., Honma, K. and Kobayashi, K. 1999.
Structural and gelling properties of dry-heating egg protein. Journal
Agricultural and Food Chemistry.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. In: The Science of Meat and Meat
Product 2nd Ed. WH Freeman and Co, San Fransisco.
Lu, G. H. and Chen, T.C. 1999. Application of egg white and plasma powders as
muscle food binding agents. Journal of Food Engineering.
Nursainah Ginting. 2006. Penambahan Bahan Pengikat Pada Nugget Itik
Serati. Jurnal. Universitas Sumatera Utara. Medan.

44

Owens,C.M. 2001.Poultry Meat Processing. CRC Press LCC. Department of


Poultry Science, Texas. (Edited by A.R.Sams).
Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya, dan Tataniaganya. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sarwono, B. 1985. Telur, Pengawetan dan Manfaatnya. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Soekarto, T.S. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Suderman, D. R. Dan F. E. Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology.
AVI Publishing Company. Connecticut.
Syarifah Rohaya. 2013. Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Nugget
Vegetarian Berbahan Dasar Tahu dan Tempe. Jurnal. Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Tarwotjo, C. S., 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta.
United State Development of Agriculture (USDA). 2007. The USDA Food
Search for Windows. Human Nutritition. Research Center of Agricultural
Research and Service.
Wibowo, S., 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wilson, N. R. P., E. J. Dyeff, R. B. Hughes and C. R. V. Jones. 1981. Meat and
Meat Product. Applied Science. London.
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

45

Weiss, T. J. 1983. Food Oils and Their Uses. The Avi Publ. Co., Inc. Connecticut

46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Formulasi Nugget


Tabel 8. Perhitungan Formulasi Nugget
Bahan
Daging Ayam
Tepung Telur
Bawang Merah
Daun Bawang
Air
Bawang Putih
Garam
Gula
Merica
Total

Formulasi
%
36%
20%
12%
10%
10%
8%
3%
0,5%
0,5%
100%

Gram
72
40
24
20
20
16
6
1
1
200

47

Lampiran 2. Formulir Uji Organoleptik Produk Nugget


Sampel

: Nugget

Nama Panelis :
Tanggal

Pekerjaan

Paraf

:
Berikan penilaian saudara terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur pada

setiap sampel Nugget dengan salah satu angka yang sesuai dengan persyaratan di
bawah ini :
(1) Sangat tidak suka
(2) Agak tidak suka
(3) Tidak Suka
(4) Suka
(5) Agak suka
(6) Sangat suka
Kode
Sampel

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

48

Keterangan : Setiap selesai mencoba satu sampel diwajibkan untuk meminum air
yang telah disediakan supaya netral kembali.
Lampiran 3. Prosedur Analisis Kimia Produk Nugget
1. Analisa Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC, 1995)
Tujuan

: Untuk mengetahui kadar lemak yang terkandung dalam suatu

bahan.
Prinsip

: Berdasarkan lemak yang diekstrak dengan pelarut dietil eter.

Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung


presentasenya.
Prosedur :
Penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet dilakukan
dengan cara keringkan labu dasar bundar dalam oven pada suhu 100105C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15
menit lalu ditimbang sampai didapat berat labu yang konstan. Masukkan
sebanyak 5 gram sampel halus dimasukkan kedalam kantung sampel ,
kantung sampel tersebut kemudian diikat dengan benang kasur. Kantung
sampel dimasukan kedalam alat soxhlet.
Alat diisi penuh dengan N-Heksan sampai N-Heksan mengalir
kedalam labu dasar bundar. N-Heksan ditambahkan lagi sampai volumnya
separuh labu soxhlet atau sampai kantung sampel terendam. Pemanasan
dilakukan sampai 16 kali sirkulasi atau sekitar 3-4 jam, keluarkan NHeksan dari dalam soxhlet lalu panaskan lagi sampai N-Heksan tidak lagi

49

menetes kedalam labu dasar bundar. Labu dasar bundar tersebut


dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105C kurang lebih selama 1
jam sampai bebas bau N-Heksan, lalu dimasukkan kedalam eksikator
selama 15 menit dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan.
Kadar Lemak (%) =

W 1W 0
W sampel

x 100

2. Analisa Kadar Air, metode oven (AOAC, 1995)


Tujuan: untuk mengetahui kadar air dalam bahan
Prinsip: bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila
bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105C selama waktu tertentu
Prosedur:
Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan kedalam
cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan yang dimasukkan
kedalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan.
Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar air (%) = [{c- (a-b)}/c ] x 100%
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

3. Analisa Kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1995)


Tujuan: Untuk mengetahui kadar nitrogen dalam suatu bahan

50

Prinsip: Berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi N


menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam
membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa dan amonia
diuapkan untuk kemudian diserap oleh larutan asam borat. N yang
terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi
menggunakan HCl.
Prosedur:
Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01
N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam
labu kjeldhal 30 ml. Kemudian ditambahkan 1,9 g K 2SO4, 40 mg HgO,
dan 2 ml H2SO4. Sampel didihkan selama 1- 1,5 jam sampai cairan
menjadi jernih.
Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara
perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke
alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian
dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H 3BO3 dan 2
tetes indicator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1
bagian metilen blue 0,2% alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung
tabung kondensor harus terendam dibawah larutan H 3BO3. Ditambah
larutan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi dalam
erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya
ditampung dalam Erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan

51

sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai


terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan
metode yang sama seperti sampel, tapi tanpa penambahan sampel.
Total Nitrogen (%) = {(ml HCl-ml blanko) x N x 14,007 x 100}/ mg
sampel
Kadar Protein (%) = Total Nitrogen x 6,25

52

Anda mungkin juga menyukai