Anda di halaman 1dari 32

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM

EDITOR :
Adi Muradi Muhar
Bambang Prayugo
Deny Rifsal Siregar
Devira Zahara
Dwi Rita Anggraini
Ferryan Sofyan
Fithria Aldy
H.R. Yusa Herwanto
M. Pahala Harahap
Oke Rina Rahmayani
Pimpin Utama Pohan
Rodiah Rahmawaty Lubis
T Siti Harilza Zubaidah
Sri Amelia
Yudha Sudewo
,

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
1

MODUL KETRAMPILAN KLINIK BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM


I.

PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan
Clinical Sklills Lab untuk mahasiswa semester 5 dilaksanakan pada blok Sistem
Genitourinary, Sistem Gastro Intestinal dan Sistem Special Sense.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai dengan
Standar Kompotensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah keterampilan klinik yang akan
diajarkan pada blok Sistem Special Sense ini. Kepada mahasiswa semester 5 akan diajarkan
tiga (3) jenis keterampilan klinis pada blok Sistem Special Sense. Keterampilan klinik yang
akan diajarkan pada mahasiswa adalah keterampilan untuk melakukan :
1. History taking penyakit mata yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
dan pemeriksaan visus.
2. History taking penyakit yang berhubungan dengan THT dan pemeriksaan fisik
telinga, hidung, rongga mulut, faring dan laring
3. Pemeriksaan fisik leher.
II. TUJUAN
II.1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense ini, mahasiswa
dapat terampil melakukan history taking penyakit yang berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan dan pemeriksaan visus, history taking penyakit THT dan pemeriksaan
fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring dan laring serta pemeriksaan fisik leher.
II.2. TUJUAN KHUSUS
2.1. Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan dan melakukan pemeriksaan visus.
2.2
Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan
penyakit THT dan melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut,
faring dan laring.
2.3
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher.

SL.V. SSS.1- SL 1
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT MATA
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN
DISERTAI KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN VISUS
Rodiah Rahmawaty Lubis, T Siti Harilza Zubaidah, Fithria Aldy
I. PENDAHULUAN
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT MATA
BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN

YANG

Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan komunikasi dokterpasien untuk penyakit mata yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Seorang dokter harus mampu mengkolaborasi keterangan penderita yang paling
signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang harus
diingat pada komunikasi dokter-pasien dalam mengkolaborasi keluhan penderita agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset.
- Location (lokasi).
- Duration (durasi).
- Character (karakter).
- Aggravating/Alleviating Factors ( Faktor-faktor yang memperberat atau
mengurangi gejala).
- Radiation (penyebaran).
- Timing (waktu).
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu: OLD CARTS atau:
- Onset.
- Palliating/Provocating Factors ( faktor-faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala).
- Quality (kualitas).
- Radiation (penyebaran).
- Site (lokasi).
- Timing (waktu).
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1. Lokasi. Dimana lokasinya? Apakah menyebar?
2. Kwalitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3. Kwantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4. Waktu. Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5. Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas,emosi,atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
6. Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal yang
membuat gejala membaik atau semakin parah.
7. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita merasakan halhal lain yang menyertai serangan?
3

KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN VISUS


Dasar :
- Tajam penglihatan diperiksa langsung, dengan memperhatikan huruf atau angka
dengan ukuran berbeda pada jarak tertentu terhadap pasien,dan menentukan ukuran
huruf terkecil yang dapat dikenali pasien.
- Pada pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan huruf terkecil yang masih dapat
dilihat pada kartu baca Snellen dengan jarak 6 meter atau 20 kaki.
- Tajam penglihatan diberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada.
- Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena
pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa
akomodasi (dalam hal ini kita ambil dengan jarak 6 meter).
- Besar huruf pada kartu Snellen berbeda sehingga setiap huruf tertentu hanya dapat
dibaca pada jarak tertentu (Kartu untuk jarak 6 meter ataupun 5 meter membentuk
sudut 5 menit dengan nodal point).
- Tajam penglihatan menentukan berapa jelas pasien dapat melihat.
- Pemeriksaan dilakukan tanpa dan dengan kacamata yang sedang dipergunakan.
Alat :
- Kartu Snellen (Snellen Chart).
- Gagang lensa coba (Trial Frame).
- Penutup mata (Occluder).
Teknik Pemeriksaan :
- Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
- Memasang gagang lensa coba.
- Mata yang tidak akan diperiksa ditutup. Biasanya yang diperiksa lebih dahulu adalah
mata kanan sehingga dilakukan penutupan pada mata kiri.
- Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai
dengan membaca baris atas(huruf yang terbesar) dan bila telah terbaca huruf yang
terbesar maka pasien diminta untuk membaca baris dibawahnya (huruf yang lebih
kecil) sampai baris terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.
- Ditentukan tajam penglihatan berdasarkan letak baris terakhir yang masih dapat
dibaca oleh pasien.
Nilai / Hasil Pemeriksaan:
- Tajam penglihatan dinyatakan dengan suatu angka pembilang/penyebut dimana
pembilang ialah jarak antara orang yang diperiksa dengan kartu Snellen,sedangkan
penyebutnya ialah jarak dimana suatu huruf seharusnya dapat dibaca.
- Bila huruf yang dapat dibaca tersebut:
Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam penglihatan 6/30, ini berarti
bahwa pada jarak 6 meter si penderita hanya dapat membaca huruf-huruf yang
seharusnya dapat dibaca jelas pada jarak 30 meter.
Terdapat pada baris dengan tanda 6,dikatakan tajam penglihatan 6/6, ini berarti
bahwa pada jarak 6 meter si penderita dapat membaca huruf yang normalnya jelas
dibaca pada jarak 6 meter.
Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen pada jarak 6
meter maka dilakukan uji hitung jari,dimana pasien disuruh untuk menghitung jari
si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 60 meter. Misalnya
4

pada jarak 3 meter pasien masih dapat menghitung jari si pemeriksa berarti tajam
penglihatannya 3/60, ini berarti pada jarak 3 meter si penderita hanya dapat
menghitung jari pemeriksa yang seharusnya pada orang normal dapat terlihat pada
jarak 60 meter.
Bila pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 meter, maka pasien disuruh
melihat gerakan tangan si pemeriksa pada jarak maksimal 1 meter. Bila pasien
dapat melihat gerakan tangan tersebut maka tajam penglihatannya 1/300.
Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka dapat dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan senter. Jika pasien dapat melihat cahaya senter maka tajam
penglihatannya 1/. Jika pasien tidak dapat melihat cahaya senter maka tajam
penglihatannya adalah NLP (No Light Perception).
II.

TUJUAN KEGIATAN
II.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
history taking dengan menggunakan tekhnik komunikasi yang benar pada pasien dan dapat
melakukan pemeriksaan visus dengan benar.
II.2. TUJUAN KHUSUS
2.1.
Mahasiswa mampu menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
2.2.
Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.
2.3.
Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
penyakit dalam
keluarga.
2.4.
Mahasiswa mengetahui tentang adanya riwayat trauma, riwayat penyakit
sistemik,
riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat nutrisi.
2.5.
Mahasiswa mampu menerapkan dasar tekhnik komunikasi dan berperilaku
yang
sesuai dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter pasien.
2.6.
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tajam penglihatan yang
merupakan
pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam ilmu
kesehatan mata.
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu
20 menit

Aktifitas Belajar mengajar

Keterangan

Introduksi
Narasumber
Pada kelas besar (terdiri dari 45 mahasiswa) dilakukan :
- Penjelasan narasumber tentang anamnese keluhan utama
dan keluhan tambahan pada penderita dengan penurunan
tajam penglihatan dan pemeriksaan visus.
- Pemutaran film tentang cara anamnese penderita dengan
penurunan tajam penglihatan dan pemeriksaan visus.
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan
dan film yang diputar.
5

20 menit

Demonstrasi pada kelas besar


Narasumber
Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi dokter
pasien pada penderita dengan penurunan tajam penglihatan
dan dilanjutkan dengan pemeriksaan visus.
TAHAP I :
Perkenalan, Anamnesa Pribadi & Observasi
- Ketika pasien masuk ke ruang periksa, dokter menyambut
dengan ramah dan senyum, kemudian memperkenalkan
diri.
- Menanyakan identitas pasien, nama, umur, alamat, sambil
mencocokkan dengan data rekam medis.
- Perhatikan penampilan wajah, pandangan mata,
komunikasi, cara berbicara dan interaksi dengan
lingkungan. Perhatikan pendamping
yang menyertai
pasien, interaksi pasien dengan pendamping.
Anamnesa penyakit
Menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
penyakit sekarang, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat
memakai kaca mata, riwayat pemakaian obat sebelumya,
riwayat trauma (terjatuh atau terbentur).
Menanyakan riwayat kebiasaan (menonton tv jarak dekat,
pencahayaan yang kurang terang dan mengkonsumsi sayur
dan buah buahan).

110 menit

TAHAP II
Mempersiapkan alat dan pemeriksaan visus
Coaching oleh instruktur:
- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1 kelompok
terdiri dari 9 mahasiswa).
- Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur.
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian dengan
dibimbing oleh instruktur.
- Kepada mahasiswa diberikan 1 kasus simulasi.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa.

Instruktur
Mahasiswa
Mahasiswa
Instruktur

Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesa dan


pemeriksaan visus sendiri secara bergantian masing-masing
selama 12 menit. Mahasiswa diberikan 1 kasus dan mencatat
hal-hal yang penting dari anamnesis dan menyimpulkannya.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Diskusi Akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus simulasi.
.

IV. WAKTU PELAKSANAAN


- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal skills lab blok special senses system.
- Tempat pelaksanaan : ruang skills lab FK-USU.
- Sarana yang diperlukan :
Kartu Snelllen
Trial lens set.
Alat audiovisual.
Materi audiovisual.
Pensil/pulpen.
Formulir anamnese.
V. RUJUKAN
1. Vaughan D, 2000,Oftalmologi Umum,Edisi 14,hal. 30-34.
2. Lee A david,1999,Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology,hal. 1-4;27-28.
3. American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Fundamentals,Section 2.
4. Ilyas Sidarta,2001,Dasar Tekhnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
5. American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Optic, Refraction, Contact
Lenses,Section 3.
VI. KASUS SIMULASI
A, laki-laki, 16 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan kabur bila melihat
jauh sejak 6 bulan ini. Sebelumnya A sudah pernah berobat ke puskesmas dan diberi
vitamin A.
Tugas: lakukan komunikasi dokter-pasien sesuai dengan formulir anamnese dan
faktor penyebab yang mungkin berhubungan dengan penglihatan kabur serta
pemeriksaan visus.
VII. LEMBAR PENGAMATAN
KOMUNIKASI DOKTER DENGAN PASIEN PADA PENYAKIT MATA YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN DAN
PEMERIKSAAN VISUS.
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

Ya

Tidak

A. Anamnesis
1.
-

Menyapa pasien dan keluarga pasien dengan ramah :


Memberi salam.
Mempersilahkan duduk.
Mengkondisikan suasana yang menyenangkan sehingga pasien
tidak segan untuk bercerita.
Melakukan observasi, seperti: melihat penampilan wajah,
pandangan mata, cara berbicara, dan sebagainya.

2. Memperkenalkan diri dan berkenalan :


- Menanyakan identitas pasien.
3. Mendengarkan keluhan utama pasien :
- Memberikan waktu yang cukup bagi pasien untuk menyampaikan
keluhan dan menunjukkkan rasa empati.
4.

Menggali perjalanan penyakit yang ada :


- Keluhan sudah berapa lama, satu mata atau keduanya, tiba-tiba /
perlahan, apakah ada yang memperberat penyakitnya seperti
aktifitas yang banyak, apakah ada disertai sakit kepala, frekuensi
sakit kepala terus menerus atau sesaat.

5. Menanyakan riwayat pernyakit terdahulu yang berhubungan


dengan keluhan sekarang, seperti : berkacamata, sudah berapa
lama, riwayat pemeriksaan mata (dokter mata atau langsung ke
optik).
6.

Menanyakan riwayat penyakit, riwayat obat-obatan.

7.

Menanyakan riwayat penyakit di lingkungan keluarga, seperti;


- Penyakit DM, bila ada, siapa.
- Penyakit Hipertensi, bila ada, siapa.
- Riwayat berkacamata.

8. Menanyakan riwayat :
- Nutrisi (sayur-sayuran, buah-buahan).
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur).
- Membaca sambil tiduran, pencahayaan yang kurang.
9. Menuliskan / merangkum data.
B. Pemeriksaan Visus dengan kartu Snellen.
10. Pasien duduk menghadapi kartu Snelen dengan jarak 6 meter.
11. Memasang gagang lensa coba.
12 Mata kanan diperiksa terlebih dahulu dan dilakukan penutupan
dengan occluder pada mata kiri.
13. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu
Snellen yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang paling
besar) sampai huruf terkecil yang dapat dibaca oleh pasien dengan
benar.
Ulangi kembali untuk melakukan hal yang sama pada mata kiri
pasien.
14. Menentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca dan
mendokumentasikan hasil pemeriksaan.
15. Menjelaskan kemungkinan penyebab permasalahan sesuai informasi
dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
Note : Ya
: Mahasiswa melakukan
Tidak : Mahasiswa tidak melakukan
8

SL.V. SSS.1- SL 2
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT
TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
H.R Yusa Herwanto, Devira Zahara, Ferryan Sofyan, M.Pahala Harahap
ANAMNESIS THT
I.

PENDAHULUAN
Keterampilan komunikasi dokter-pasien untuk penyakit-penyakit telinga, hidung dan
tenggorok.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling
signifikan untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang harus
diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset
- Location (lokasi)
- Duration (durasi)
- Character (karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors (Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala)
- Radiation (penyebaran)
- Timing (waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah diingat yaitu : OLD CARTS atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor- faktor yang mengurangi atau
memprovokasi gejala)
- Quality (kualitas)
- Radiation (Penyebaran)
- Site (Lokasi)
- Timing (Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST.
Tujuh pertanyaan yang berkaitan dengan gejala penderita:
1. Lokasi. Dimana lokasinya? Apakah menyebar?
2. Kwalitas. Seperti apa keluhan tersebut?
3. Kwantitas atau Keparahan. Seberapa parah keluhan tersebut?
4. Waktu.Kapan keluhan mulai dirasakan? Berapa lama keluhan tersebut
berlangsung? Seberapa sering keluhan tersebut muncul?
5. Keadaan/situasi saat serangan berlangsung. Termasuk faktor lingkungan,
aktifitas, emosi, atau keadaan lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit
6. Faktor-faktor yang menyebabkan remisi atau eksaserbasi. Apakah ada hal-hal yang
membuat gejala membaik atau semakin parah
7. Manifestasi lain yang berhubungan dengan gejala. Apakah penderita merasakan
hal-hal lain yang menyertai serangan?

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense ini, mahasiswa
dapat terampil melakukan anamnesis penyakit THT-KL dengan teknik komunikasi yang
benar
II.2. TUJUAN KHUSUS
II.1.
Mahasiswa mampu melakukan kerangka anamnesis pada pasien
II.2.
Mahasiswa menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan.
II.3.
Mahasiswa mampu menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.
II.4.
Mahasiswa mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan,
iklim, makanan dan obat-obatan.
II.5.
Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit keluarga yang mungkin penyakit
keturunan
atau keluarga sebagai sumber penularan.
II.6.
Mahasiswa mengetahui riwayat penyakit THT-KL terdahulu yang mungkin
berulang
atau penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit THT-KL sekarang.
II.7.
Mahasiswa mampu menerapkan dasar teknik komunikasi dan berperilaku
yang sesuai
dengan sosio-budaya pasien dalam hubungan dokter-pasien.
Kebutuhan Alat dan Bahan : - Kertas
- Pulpen
- Meja dan kursi
- Pasien simulasi (mahasiswa)
III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu
20 menit

Aktifitas Belajar mengajar

Keterangan

Introduksi pada kelas besar


Narasumber
- Penjelasan narasumber tentang anamnesis keluhan utama
dan keluhan tambahan
- Penjelasan narasumber tentang cara pemeriksaan fisik
THT-KL penderita
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari
penjelasan yang diberikan

10

10 menit

Demonstrasi pada kelas besar


Narasumber
Narasumber memperlihatkan tata cara komunikasi dokter
pasien dan pemeriksaan fisik THT-KL
Tahap I : Observasi
Ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara berjalan,
penampilan wajah, kelainan-kelainan yang mungkin terlihat
pada daerah kepala dan leher termasuk daun telinga dan
hidung, komunikasi, cara bicara, interaksi dengan
lingkungan, perilaku dan lain-lain.
Tahap II : Menanyakan keluhan utama yang menyebabkan
penderita datang berobat dan lokalisasinya. Menanyakan
keluhan tambahan.
Tahap III : Menanyakan riwayat perjalanan penyakit;
mulai dari awal/mula-mula timbul sampai sekarang (secara
kronologis). Riwayat perjalanan penyakit ini berisi uraian
tentang lama penyakit, timbul tiba tiba atau bertahap,
terus menerus atau hilang timbul, lokalisasinya,
perjalanan penyakit (cepat atau lambat), apakah ada
hubungannya dengan keadaan keadaan tertentu seperti
perubahan posisi tubuh atau kontak dengan sesuatu zat,
sudah diobati atau belum, bila sudah bagaimana
hasilnya.
Hubungannya dengan pekerjaan / kegemaran (bila ada).
Hubungannya dengan iklim (bila ada). Hubungannya
dengan makanan (bila ada). Hubungannya dengan obatobatan yang digunakan.
Tahap IV : Menanyakan riwayat penyakit keluarga :
mungkin penyakit keturunan, atau keluarga / teman Instruktur
sebagai sumber penularan.
Mahasiswa
Tahap V : Menanyakan riwayat penyakit terdahulu seperti
riwayat trauma, pemakaian obat obat ototoksik, atau
penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit THT
yang sekarang.
Melakukan pemeriksaan Fisik THT-KL

30 menit

Coaching oleh instruktur:


- Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok kecil (1
kelompok terdiri dari 9 mahasiswa).
- Tiap kelompok kecil memiliki 1 instruktur
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3
orang mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.
- Kepada mahasiswa diberikan beberapa kasus simulasi.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa

11

90 menit

Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesis dan Mahasiswa


pemeriksaan fisik THT-KL sendiri secara bergantian dengan Instruktur
total waktu 90 menit untuk seluruh mahasiswa. Mahasiswa
diberikan 1 kasus dan mencatat hal-hal yang penting dari
anamnesis, melakukan pemeriksaan fisik THT-KL dan
menyimpulkan diagnosis.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Diskusi akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus simulasi.

IV. KASUS SIMULASI PENYAKIT THT.


1. OTITIS MEDIA AKUT
Anak laki-laki, umur 4 tahun dibawa oleh ibu ke Puskesmas dengan keluhan sakit
pada telinga kanan sejak kemarin. Sejak 1 minggu yang lalu anak menderita batuk,
pilek.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama
pasien sesuai formulir anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL.
2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Seorang perempuan, umur 20 tahun datang berobat ke Poliklinik THT dengan keluhan
telinga kiri berair. Keluhan ini dialami sejak kecil dan hilang timbul.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama
pasien sesuai formulir anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL.
3. RINITIS ALERGI
Seorang laki - laki, umur 25 tahun datang dengan keluhan sering pilek pilek.
Keluhan ini dialami sejak 1 tahun lalu terutama di pagi hari dan bila terpapar debu.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama
pasien sesuai formulir anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL.
4. RINOSINUSITIS AKUT
Seorang laki-laki, 18 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 1 minggu yang lalu disertai nyeri pada kedua pipi dan kelopak mata
bawah.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama
pasien sesuai formulir anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL.
12

5. TONSILITIS AKUT
Seorang perempuan, umur 17 tahun datang berobat ke poliklinik THT dengan keluhan
sakit menelan yang dialami sejak 3 hari lalu. Keluhan ini disertai demam.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama
pasien sesuai formulir anamnesis dan pemeriksaan fisik THT-KL.
V.

LEMBAR PENGAMATAN ANAMNESIS PENYAKIT TELINGA, HIDUNG


DAN TENGGOROK
LANGKAH / TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

I. PERKENALAN
1. Memberikan salam dan mempersilahkan pasien duduk
2. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien
3. Menanyakan keluhan utama pasien :
II. MENANYAKAN KELUHAN
TELINGA
1. Gangguan pendengaran / pekak (tuli) :
- Sejak kapan pertama kali pasien mengalami keluhan
- Apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga.
- Timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan sudah
berapa lama diderita
- Adakah riwayat kepala terbentur, telinga tertampar, terpajan bising,
pemakaian obat sebelumnya (bila ada ditanyakan obat apa), menderita
penyakit infeks virus seperti influensa berat
- Apakah gangguan pendengaran diderita sejak bayi
2. Suara berdenging/ berdengung (tinitus)
- Apakah keluhan pada satu sisi atau kedua telinga
- Sejak kapan keluhan dialami pasien
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
- Sejak kapan keluhan pusing berputar
- Apakah keluhan pusing terus menerus atau hilang timbul
- Apakah disertai rasa mual, muntah, rasa penuh ditelinga
- Apakah keluhan berhubungan dengan perubahan posisi
- Apakah ada penyakit sistemik lainnya seperti : DM, hipertensi,
arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker dan sifilis
4. Nyeri didalam telinga (otalgia)
- Sejak kapan keluhan pertama kali dirasakan
- Lokasi : telinga kiri / kanan atau keduanya
- Apakah disertai nyeri ditempat lain seperti di geraham atas, sendi
mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang leher
- Apakah disertai demam

13

5. Keluar cairan dari liang telinga (otore)


- Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga
- Apakah disertai rasa nyeri atau tidak
- Sudah berapa lama
- Jumlah sekret : banyak / sedikit
- Berbau / bercampur darah
HIDUNG
1. Sumbatan hidung :
Sejak kapan
Apakah terjadi terus menerus atau hilang timbul
Pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian
Riwayat kontak dengan debu, tepung sari/serbuk bunga, bulu binatang
Riwayat trauma hidung
Riwayat pemakaian obat tetes hidung jangka panjang
Riwayat merokok atau peminum alkohol berat
2. Hidung berair :
Sejak kapan
Pada satu atau kedua rongga hidung
Cairan yang keluar encer / kental
Apakah hidung berair terjadi terus menerus atau waktu-waktu tertentu
Warna : jernih, hijau kekuningan, bercampur darah
Berbau / tidak
Apakah dijumpai cairan/ingus dari hidung yang turun ke tenggorok
3. Bersin
Apakah bersin terjadi pada waktu tertentu misalnya terpapar debu atau
dingin, serbuk bunga atau bulu binatang
Apakah sekali serangan bersin >5 kali per kali serangan atau tidak
4. Nyeri di daerah muka dan kepala
- Sejak kapan
5. Perdarahan dari hidung
Sejak kapan
Berasal dari satu atau kedua lubang hidung
Apakah mudah dihentikan
Sudah berapa kali
Riwayat trauma
Riwayat penyakit sistemik : kelainan darah, hipertensi
Pemakaian obat anti koagulansia
6. Gangguan penghidu :
Sudah berapa lama
Hilang penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia)
Riwayat infeksi hidung dan sinus, trauma kepala
FARING
1. Nyeri tenggorok :
Sejak kapan
Hilang timbul atau menetap
Apakah disertai demam, batuk, suara serak, dan tenggorok kering
Riwayat merokok
2. Nyeri menelan (odinofagia) :
Sejak kapan
14

- Apakah rasa nyeri dirasakan sampai ketelinga


3. Dahak ditenggorok :
- Apakah dahak bercampur dengan pus atau darah
4. Sulit menelan (disfagia)
- Sudah berapa lama
- Apakah timbul bila menelan makanan cair atau padat
- Apakah disertai muntah dan penurunan berat badan yang cepat
5. Rasa sumbatan dileher
- Sudah berapa lama dan lokasinya
HIPOFARING DAN LARING
1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) :
- Sudah berapa lama
- Riwayat infeksi di hidung atau tenggorok
- Apakah disertai batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan
2. Batuk :
- Sudah berapa lama
- Riwayat merokok
- Apakah disertai dahak : bercampur darah dan jumlahnya
3. Rasa ada sesuatu ditenggorok
DOKUMENTASI
Mendokumentasikan hasil history taking dan tindakan selanjutnya.
Note : Ya
= Mahasiswa melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan
VI. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
PEMERIKSAAN THT-KL
I.

TUJUAN KEGIATAN
I.1. TUJUAN UMUM
Melatih mahasiswa untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga
mulut, faring dan laring secara mandiri.
I.2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mahasiswa mengikuti skills lab ini diharapkan dapat melakukan :
1.1.
Pemeriksaan fisik telinga dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta
patologis telinga.
1.2.
Pemeriksaan fisik hidung dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta
patologis hidung.
1.3.
Pemeriksaan fisik rongga mulut dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis
serta
patologis rongga mulut.
15

1.4.

Pemeriksaan fisik faring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta


patologis
faring.
1.5.
Pemeriksaan fisik laring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta
patologis
laring.
1.6.
Mampu melakukan pemeriksaan tes pendengaran garpu tala dengan benar.
Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Otoskop
- Corong telinga
- Spekulum hidung
- Kaca nasofaring dan tangkainya
- Kaca laring dan tangkainya
- Spatula lidah
- Lampu spiritus
- Garpu Tala 512 Hz
- Kain Kassa
- Korek api
- Baskom berisi air bersih
- Dettol
- Kain lap (Handuk good morning)
CARA PEMERIKSAAN FISIK THT-KL :
- Pasien duduk di depan pemeriksa dengan posisi badan condong sedikit ke depan
dan kepala pasien lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa.
- Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pasien

Gambar 1. Posisi duduk pemeriksaan THT antara pemeriksa dengan pasien


- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan liang telinga.
16

Gambar 2. Cara memasang lampu kepala


a. Posisi lampu kepala lebih rendah dari pada pengikatnya
b. Mencari fokus dengan memicingkan mata kiri/kanan, sinar dijatuhkan pada
telapak kiri/kanan pada jarak kurang lebih 30 cm sedangkan tangan yang lain
mengatur lebar sinar lampu.
c. Diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm.
d. Melakukan pemeriksaan telinga.

Gambar 3. Cara memegang telinga kanan

Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang daun telinga
(retroaurikuler).
Memasang spekulum telinga, speculum di masukkan ke liang telinga, dengan
memutar secara gentle sehingga tidak menimbulkan rasa sakit.
Telinga kanan ; bagian superior aurikel kanan dipegang dengan jari 1 dan 2
tangan kiri, jari lainnya pada planum mastoid. Selanjutnya aurikel ditarik
kearah postero superior (di tarik ke arah belakang atas)

17

Gambar 4. Cara memegang telinga kiri

Telinga kiri ; bagian superior aurikel kiri dipegang dengan jari 1 dan 2 tangan
kiri, jari lainnya menempel di depan telinga (lihat gambar 4).

- Otoskop digunakan untuk memeriksa membran timpani.


- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa membran timpani kanan
dan tangan kiri untuk memeriksa membran timpani kiri, dengan posisi jari
kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien yang
diperiksa.

Gambar 5 . Cara memegang otoskop


Melakukan tes pendengaran sederhana (penala)
Penala yang digunakan dalam klinik adalah 250 dan 500 Hz
Dilakukan pada pasien usia >7tahun
Pemeriksa terlebih dahulu menginstruksikan apa yang harus dilakukan pasien
saat dilakukan pemeriksaan, misalnya mengangkat tangan atau langsung
mengatakan bila getaran penala tidak terdengar lagi
Cara menggetarkan garpu penala:
o Arah getaran kedua kaki garpu tala
18

o Ketukkan kedua ujung penala ke siku, tumit sepatu yang lembut, benda
keras yang dilapisi bantalan lunak (tidak boleh ke meja kayu / besi
tanpa bantalan)

Gambar 6. Cara menggetarkan garpu tala

Cara melakukan tes Rinne:


o Penala 512 Hz yang bergetar, tangkainya diletakkan tegak lurus pada
tulang mastoid pasien
o Minta pasien memberitahu bila getaran penala tidak terdengar lagi
o Setelah tidak terdengar dengan cepat penala diletakkan 1-2 cm di
depan liang telinga
o Kemudian ditanyakan apakah penala masih terdengar
o Bila masih terdengar di depan liang telinga disebut rinne (+), bila tidak
rinne (-)
o Prinsip tes Rinne: membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang
Normalnya: hantaran udara lebih baik daripada hantaran tulang
Interpretasi tes:
Rinne (+)
: Normal atau ggn pendengaran sensorineural.
Rinne (-)
: Gangguan pendengaran konduktif

Gambar 7. Pemeriksaan Rinne

Cara melakukan Tes Weber


o Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya diletakkan tegak
lurus pada garis horizontal di linea mediana, dahi atau di gigi
insisivus atas ( kecuali yang memakai gigi palsu).
o Dibandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri, suruh pasien
menilai telinga sebelah kanan atau kiri yang suara terdengar lebih
19

keras. Bila pasien mendengar lebih kuat ke satu sisi disebut lateralisasi
ke arah telinga tersebut. Jika sama keras atau tidak dengarnya sama
berarti tidak ada lateralisasi.
o Prinsip tes Weber: membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan
kiri
o Interpretasi tes:
Normal
: Tidak ada lateralisasi
Konduktif : Lateralisasi ke arah telinga yang sakit
Sensorineural: Lateralisasi ke arah telinga yang sehat

Gambar 8. Tes Weber

Cara melakukan Tes Schwabach


o Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya diletakkan tegak
lurus di tulang mastoid pasien, minta pasien memberitahu bila sudah
tidak terdengar, dengan cepat dipindahkan ke tulang mastoid
pemeriksa yang pendengarannya normal atau orang lain yang
pendengarannya normal, kemudian dilakukan sebaliknya dari
pemeriksa kemudian dipindahkan ke pasien. Jika pasien merasa tidak
mendengar sementara pembanding yang normal masih mendengar
disebut dengan schwabach memendek, bila pembanding tidak
mendengar namun pasien masih mendengar disebut schwabach
memanjang. Bila sama berarti schwabach normal.
o Prinsip Tes Weber : membandingkan hantaran tulang pemeriksa atau
orang dengan pendengaran normal dengan pasien
o Interpretasi Tes: Normal
: sama dengan pemeriksa
Konduktif : Schwabach memanjang
Sensorineural: Schwabach memendek

20

Gambar 9. Gambar Membran timpani dengan otoskop A. kiri B. kanan


PEMERIKSAAN HIDUNG
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung (sesuai gambar 2)
4. Lakukan rinoskopi anterior dengan teknik yang benar sesuai gambar
Rinoskopi anterior
a. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (gambar 10)
b. Spekulum hidung dimasukkan dalam posisi tertutup penuh, dan dikeluarkan dengan
posisi sedikit terbuka
c. Jari telunjuk melakukan fiksasi pada ujung hidung
d. Aspek yang dilihat (Gambar 11)

Vestibulum nasi

Kavum nasi bagian bawah (dasar kavum nasi , konka inferior, meatus inferior)

Kavum nasi bagian atas (meatus media, konka media)

Septum hidung

Gambar 10. Cara memegang spekulum hidung

21

MI

Gambar 11. Gambar rinoskopi anterior: vestibulum (v), dasar kavum nasi (F),
konka inferior (IT), konka media (MT), septum (S), meatus inferior (MI)

Rinoskopi Posterior :
- Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
- Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
- Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.
- Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka mulut.
Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas seperti biasa dan jangan
menahan nafas.
Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut, melewati bagian bawah
uvula hingga ke orofaring.
Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka inferior, media, superior,
serta meatus nasi inferior dan media.
Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan fossa Rosenmuller.
Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari rongga mulut.
PEMERIKSAAN FARING DAN RONGGA MULUT
Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga mulut
Nilai keadaan bibir, mukosa ronga mulut, lidah dan gerakan lidah
Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah
Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, gusi
dan gigi
Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai apakah ada massa tumor, kista, dan lain-lain.

22

Gambar 12. Rongga mulut


-

PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN LARING


Pasang lampu kepala dan arahkan ke rongga mulut
Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi
Pegang kaca laring dengan tangan kanan lalu hangatkan dengan api lampu spiritus
Sebelum kaca dimasukkan, suhu kaca ditest dulu dengan menempelkan pada kulit belakang
tangan kiri pemeriksa
Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin
Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan
hati-hati
Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan dengan arah kaca ke
bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
Pasien disuruh menyuarakan i...
Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh pasien untuk
inspirasi dalam

Gambar 13. Laring

III. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi
Keenam, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
23

IV. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN FISIK THT


LANGKAH TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

PERSIAPAN PEMERIKSAAN FISIK THT


1. Mempersilahkan pasien duduk dengan posisi badan
condong sedikit ke depan dan kepala pasien lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa.
2. Posisi kaki pemeriksa dan pasien sesuai dengan gambar

3. Memasang lampu kepala sesuai dengan gambar

a. Posisi lampu kepala lebih rendah dari pada pengikatnya


b. Mencari fokus dengan memincingkan mata kiri/kanan,
sinar dijatuhkan pada telapak kiri/kanan pada jarak kurang
lebih 30 cm sedangkan tangan yang lain mengatur lebar
sinar lampu.
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA DAN HIDUNG
PEMERIKSAAN TELINGA :
1. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan liang
telinga.
2. Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang
daun telinga (retroaurikuler).
3. Melakukan pemeriksaan telinga kanan dengan teknik sesuai
gambar

24

a. Memasang spekulum telinga, spekulum di masukkan ke


liang telinga, dengan memutar secara gentle sehingga tidak
menimbulkan rasa sakit
b. Telinga kanan: bagian superior aurikel kanan dipegang
dengan jari 1 dan 2 tangan kiri, jari lainnya pada planum
mastoid. Selanjutnya aurikel ditarik kearah postero superior
(di tarik ke arah belakang atas)
4. Melakukan pemeriksaan telinga kiri dengan teknik sesuai gambar

Telinga kiri ; bagian superior aurikel kiri dipegang dengan


jari 1 dan 2 tangan kiri, jari lainnya menempel di depan
telinga.
5. Memeriksa gendang telinga dengan otoskop
- Otoskop digunakan untuk memeriksa membran timpani.
- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa
membran timpani kanan dan tangan kiri untuk memeriksa
membran timpani kiri, dengan posisi jari kelingking tangan
yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien yang
diperiksa.

25

Melakukan Pemeriksaan Garpu Tala (Penala)


1. Pemeriksa terlebih dahulu menginstruksikan apa yang harus
dilakukan pasien saat dilakukan pemeriksaan, misalnya
mengangkat tangan atau langsung mengatakan bila getaran
penala tidak terdengar lagi
2. Cara menggetarkan garpu tala:
o Arah getaran kedua kaki garpu tala
o Ketukkan kedua ujung penala ke siku, tumit sepatu yang
lembut, benda keras yang dilapisi bantalan lunak (idak
boleh ke meja kayu / besi tanpa bantalan)
3. Cara melakukan tes Rinne:
o Penala 512 Hz yang bergetar, tangkainya diletakkan tegak
lurus pada tulang mastoid pasien
o Minta pasien memberitahu bila getaran penala tidak
terdengar lagi
o Setelah tidak terdengar dengan cepat penala diletakkan 1-2
cm di depan liang telinga
Kemudian ditanyakan apakah penala masih terdengar
o Bila masih terdengar di depan liang telinga disebut rinne
(+), bila tidak rinne (-)
4. Cara melakukan Tes Weber
o Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya diletakkan
tegak lurus pada garis horizontal di linea mediana, dahi atau
di gigi insisivus atas (kecuali yang memakai gigi palsu).
o Dibandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri, suruh
pasien menilai telinga sebelah kanan atau kiri yang suara
terdengar lebih keras. Bila pasien mendengar lebih kuat ke
satu sisi disebut lateralisasi ke arah telinga tersebut. Jika
sama keras atau tidak dengarnya sama berarti tidak ada
lateralisasi.
5. Cara melakukan Tes Schwabach
o Penala 512 Hz yang sudah digetarkan, tangkainya
diletakkan tegak lurus di tulang mastoid pasien, minta
pasien memberitahu bila sudah tidak terdengar, dengan
cepat dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa yang
pendengarannya normal atau orang lain yang
pendengarannya normal,
o Kemudian dilakukan sebaliknya dari pemeriksa kemudian
dipindahkan ke pasien. Jika pasien merasa tidak mendengar
sementara pembanding yang normal masih mendengar
disebut dengan schwabach memendek, bila pembanding
tidak mendengar namun pasien masih mendengar disebut
schwabach memanjang. Bila sama berarti schwabach
normal.
26

PEMERIKSAAN RONGGA MULUT, FARING & LARING


1. Pemeriksaan faring dan rongga mulut
2. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga mulut
3. Nilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan
Lidah
4. Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
5. Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah
6. Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring,
tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
7. Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
Note : Ya
= Mahasiswa melakukan.
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

27

SL.V. SSS.2- SL 3
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Emir Taris Pasaribu
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik leher merupakan pemeriksaan fisik standar yang harus dapat
dilakukan dengan benar oleh seorang dokter. Kelainan di leher dapat berupa kelainan bawaan,
infeksi, neoplasma dan metabolisme.
Benjolan di leher dapat disebabkan oleh :
di bagian tengah :
- goiter
- thyroglossal cyst
- submental limph nodes
- parathyroid gland
di bagian Lateral : - lymph nodes
salivary glands
skin, sebaceous cyst or lipoma
lymphatics, cystic hygroma
carotid artery, aneurysma, tumours
pharynx, branchiogenic cleft cyst.

Gambar 1. Head & Neck Cancer. Lymph node regions.

28

Gambar 2. Head & Neck Cancer. Sites


II. TUJUAN KEGIATAN
II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher dan
mengetahui beberapa kelainan berupa benjolan di leher bagian depan.
II.2. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu:
2.1.
Menemukan pembesaran kelenjar tiroid.
2.2.
Mengenal pembesaran kelenjar getah bening.
2.3.
Mengenal kelainan di kulit dan bawah kulit
2.4.
Mengetahui kelainan bawaan.
2.5. Dapat membuat dokumentasi / deskripsi hasil pemeriksaan.

29

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu
(menit)
20 menit

Aktivitas Belajar Mengajar

Keterangan

Introduksi
pada kelas besar (terdiri dari 45 Narasumber
mahasiswa). Narasumber menjelaskan
beberapa
kelainan yang sering ditemukan dileher, insiden,
lokasi dan karakteristik.

10 menit

Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber. Narasumber


Dengan simulasi pasien.
Narasumber memperlihatkan tata cara pemeriksaan
fisik leher yang benar.
Tahap I.
Perkenalan dengan pasien.
Menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan.
Tahap II.
Posisi pasien
Posisi pemeriksa
Cara pemeriksaan
Hal hal yang diamati
Dokumentasi

10 menit

Setelah mahasiswa dibagi kelas kecil yang terdiri dari Instruktur


9 orang
Instruktur memperlihatkan tata cara pemeriksaan fisik
leher yang benar.

20 menit

Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara Instruktur


bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh /Mahasiswa
instruktur / mahasiswa pada kelas kecil menggunakan
lembar pengamatan.

90 menit

Self Practice : Mahasiswa melakukan sendiri secara Mahasiswa


bergantian.
Sehingga total waktu yang dibutuhkan 90 menit
(tergantung jumlah mahasiswa)

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR

IV.1.PELAKSANAAN
4.1.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9 orang.
Kelompok besar dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin instruktur.
4.2.
Cara pelaksanaan kegiatan:
- Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa
melakukan pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat
melakukan pengamatan.
- Menggunakan pasien simulasi , mahasiswa.
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa lainnya
bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
30

4.3.

Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester V.
4.4.
Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
IV.2. SARANA YANG DIBUTUHKAN:
- meja 1 buah
- kursi 3 buah
- alat tulis
- pasien simulasi (mahasiswa)
- segelas air
- jangka sorong
V. RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Talley NJ, OConnor S, Clinical Examination, A Systematic Guide to physical
diagnosis, 2 Ed, APAC Asian Edition, Singapore ; 1992

VI. LEMBAR PENGAMATAN


LANGKAH/TUGAS

PENGAMATAN
Ya
Tidak

I. PERKENALAN
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri.
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat.
4. Menanyakan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan
pemeriksaan.
5. Meminta persetujuan
II. PERSIAPAN
1. penderita dalam posisi duduk.
2. pemeriksa sudah melakukan cuci tangan
3. tersedia segelas air.
III. INSPEKSI
1. penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. pemeriksa berada didepan penderita.
3. Memperhatikan apakah ada perubahan warna kulit
4. Memperhatikan apakah ada ulkus, fistel, sekret dan
tentukan lokasi.
5. Memperhatikan apakah ada benjolan, bila ada tentukan
lokasi, jumlah dan bentuk.
6. Bila lokasi benjolan di bagian tengah, penderita disuruh
meneguk air dan perhatikan apakah benjolan bergerak
keatas.
IV. PALPASI
31

1. Penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi


2. Pemeriksa berada dibelakang penderita
3. Palpasi mengunakan kedua tangan, bagian volar distal
digiti 2,3 dan 4.
Tiroid :
1. Lokasi dibagian tengah leher, dibawah kartilago tiroidea
2. Bila ada benjolan, perhatikan : lokasi, jumlah , konsistensi,
permukaan, batas, pergerakan, nyeri dan ukuran (mm)
3. Penderita disuruh meneguk air dan teraba benjolan bergerak
keatas.
Kelenjar getah bening :
1. Dimulai dari, daerah sub mental, sub mandibular, rantai
jugular bagian atas, tengah, bawah, supra klavikula dan
trigonum posterior leher.
2. Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri,
permukaan, konsistensi, konglumerasi, batas, pergerakan
dan ukuran (mm)
V. DOKUMENTASI
1. Mencatat data data yang didapat/ditemukan
2. Mencatat tanggal pemeriksaan
3. Membuat tanda tangan pemeriksa
4. Menginformasikan dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
Note : Ya = Mahasiswa melakukan.
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

32

Anda mungkin juga menyukai