Anda di halaman 1dari 9

JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN

FISIPOL UGM

NAMA : SRI BINTANG PAMUNGKAS

NIM : 14/364610/SP/26138

Metodologi penelitian dalam Ilmu Politik

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai landasan filosofis dan


paradigm

penelitian, metodologi penelitian dalam ilmu politik sebenarnya tidak jauh


berbeda dengan

metodologi penelitian sosial pada umumnya. Varian yang berkembang dalam


metode penelitian

ilmu politik pun sama yaitu penelitian kualitatif, kuantitatif dan campuran.
Perbedaan hanya

dapat ditemukan pada pembahasan mengenai posisi ontologism dalam ilmu


politik dan

epistemology dalam ilmu politik yang menentukan desain riset dalam penelitian
ilmu politik.

Meskipun begitu perlu dijelaskan mengenai varian metode tersebut dan konteks
penerapannya

dalam ilmu politik.

1. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan


meneliti

hubungan antar vatiabel. Variable-variabel ini diukur sehingga data yang


didapatkan terdiri dari

angka-angka dan dianalisis berdasarkan prosedur statistic. Metode ini cenderung


digunakan oleh
peneliti berparadigma positivis untuk menemukan dan hubungan kausal antar
variable penelitian

dan memprediksi fenomena tersebut.

Metode kuantitatif dalam ilmu politik tidak berbeda dengan metode kuantitatif
dalam

ilmu sosial lainnya. Namun dalam perkembangannya, metode kuantitatif


mendapatkan tantangan

keras dari para peneliti kualitatif dalam ilmu politik. Para peneliti kualitatif
menganggap bahwa

penelitan kuantitatif merupakan versi kasar positivism yang melakukan


generalisasi secara kasar

sedangkan kualitatif mampu menjelaskan realitas yang lebih kompleks.


Keberatan utama dari

para peneliti kualitatif adalah bahwa penelitian kuantitatif menetapkan gagasan


tentang aturan-

aturan universal perilaku manusia.

Kerja kuantitatif dalam ilmu politik bergantung pada pengamatan dan


pengukuran

fenomena politik yang terjadi berulang ulang, seperti pemungutan suara, alokasi
sumber daya

yang dilakukan oleh pemerintah atau sikap warga terhadap pajak dan belanja
public. Penelitian

kuantitatif menggunakan asumsi-asumsi statistic dalam penelitiannya seperti


semakin banyak

responden maka penelitian semakin objektif, pemilihan responden secara


random dan

sebagainya. Pola ini sangat bermanfaat pada kasus kasus besar yang berulang
seperti pemilu dan

memiliki kemampuan generalisasi terhadap kasus kasus besar.

2. Metode Kualitatif

Metode kualitatif adalah istilah umum untuk menyebut berbagai teknik seperti
observasi,

observasi partisipan, wawancara intensif, wawancara kelompok focus, yang


mencoba untuk
memahami pengalaman informan kunci untuk menempatkan mereka secara
tepat dalam konteks.

Metode ini mengharuskan peneliti masuk kedalam setting sosial. Peneliti


membangun asumsi

dari pengamatan langsung tersebut. Proses penelitian kualitatif melibatkan


upaya-upaya penting,

seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur, mngumpulkan data


yang spesifik dari

partisipan, menganalisis secara induktif, menafsirkan dan menganalisis data.

Metode kualitatif diidentikkan dengan epistemology interpretif yang menekankan


sifat

dinamis, terkonstruksi dan mengikuti perkembangan realitas sosial. Dalam


pandangan tersebut

tidak ada ilmu yang dapat disebut objektif memiliki kebenaran universal atau
bisa eksis secara

independen dari keyakinan, nilai, dan konsep yang diciptakan untuk memahami
dunia. Oleh

karena itu penekanannya bukan pada prediksi perilaku akan tetapi usaha
memahami pengalaman

dan praktik manusia.

Dalam ilmu politik, metode kualitatif dapat menyediakan jawaban atas


fenomena-

fenomena politik yang tidak dapat digenaralisir. Fenomena politik tersebut dapat
berupa pola,

makna bahkan struktur yang tersembunyi. Kemampuan ini berakar dari


penelitian yang focus

dan mendalam terhadap pola interaksi dan kekuatan pemaknaan. Seringkali


kemampuan utama

metode ini dianggap tidak objektif Karen banyak melibatkan asumsi penalaran
peneliti namun

hal tersebut sangat bermanfaat untuk mengantisipasi fenomena yang belum


terjadi.

3. Persoalan perbedaan dikotomi metode kuantitatif dan kualitatif

Selama ini, pandangan mengenai metode penelitian terbagi kedalam dua


metode yaitu
kuantitatif dan kualitatif. Masing-masing metode memilik kelemahan dan
keunggulannya

tersendiri. Para peneliti yang menggunakan salah satu metode biasanya menolak
metode lainnya.

Pandangan dikotomis ini bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama hingga
akhirnya metode

penelitian campuran muncul dan mulai diperdebatkan. Menurut Marsh dan


Stocker, perbedaan

antara kedua metode ini sangat dilebih-lebihkan dan berpotensi merusak


perkembangan

keilmuan.

Pandangan dikotomis pada metodologi penelitan yajng membedakan kuantitatif


dan

kualitatif bersumber dari kaitan antara epistemology dan metodologi. Kaitan


antara epistemology

dan metodologi dijelaskan oleh Marsh dan Stocker pada kutipan berikut:

a. Metode kuantitatif lebih sering digunakan oleh para peneliti yang dalam
segi ontologism

bersifat fondasionalis dan dalam segi epistemologis positivis. Sedangkan


metodologi

kualitatif biasanya digunakan oleh peneliti yang secara ontologism anti


fondasionalis dan

mengikuti epistemology non positivis.

b. Metode kuantitatif memandang bahwa ilmu social merupakan analog ilmu


alam dan

bertujuan untuk menghasilkan penjelasan sebab akibat, dan lebih bagus lagi
menciptakan

hokum ilmiah tentang hubungan antara fenomena. Sebaliknya penelitan


kualitatif

memandang ilmu social sebagai sebuah disiplin yang tersendiri dan berbeda,
karena

melibatkan objek subjektif

c. Metode kuantitatif menjelaskan dan mendeskripsikan perilaku sedangkan


metode
kualitataif lebih memperhatikan makna perilaku.

d. Peneliti kuantitatif cenderung mengadopsi pendekatan deduktif


menggunakan teori untuk

menghasilkan hipotesis yang kemudian diuji secara empiris. Analisis kualitatif

menggunakan analisis induktif empiris untuk menghasilkan interpretasi atau


pemahaman

tentang dunia social

e. Analisis kuantitatif sering berhadapan dengan data berjumlah banyak dan


diteliti dengan

teknik statistic. Riset kualitatif berbeda karena menggunakan kasus yang lebih
sedikit.

(Stocker & Marsh,2002;281-282)

Meskipun perbedaan ini tidak dapat diremehkan, pembahasan akademik


tentang dua

tradisi cenderung menciptakan gambaran yang berlebihan tentang perbedaan


teoritis antara

meraka dan sekan tidak dapat terdamaikan. Padahal sebenarnya antara kedua
penelitain ini dapat

saling mendukung sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penelitian tidak dimulai


dari pemilihan

metode namun perumusan masalah sehingga dikotomi antara penelitian


kuantitatif dan kualitatif

tidak benar-benar mutlak. Pemilihan metode penelitian harus berkesesuaian


dengan kebutuhan

pengumpulan data dan analisis data pada perumusan masalah.

Metode Kuantitatif

Kelebihan Kekurangan
Penelitian lebih berjalan sistematis Pengambilan data cenderung berasal
dari nilai tertinggi
Mampu memanfaatkan teori yang ada Penelitian tidak subyektif
Penelitian lebih berjalan objektif Orientasi hanya terbatas pada nilai dan
jumlah.
Spesifik, jelas dan rinci Dibatasi oleh peluang untuk menggali
responden dan kualitas perangkat
pengumpul data orisinal
Ukuran penelitian besar, sehingga menjadi Keterlibatan periset umumnya terbatas
nilai tambah tersendiri

Metode Kualitatif

Kelebihan Kekurangan
Deskripsi dan interpretasi dari informan Peneliti bertanggung jawab besar
dapat diteliti secara mendalam. terhadap informasi yang disampaikan
oleh informan
Mempunyai landasan teori yang sesuai Bersifat sirkuler
fakta
Penelitian lebih berjalan subyektif Perbedaan antara fakta dan kebijakan
kurang jelas
Sangat efektif digunakan dalam mencari Ukuran penelitian kecil.
tanggapan dan pandangan karna bertemu
langsung.
Adanya pemahaman khusus dalam Tidak efektif jika ingin meneliti secara
menganalisa keseluruhan atau besar-besaran

4. Contoh metode kualitatif dan metode kuantitatif

Contoh Penelitian Kuantitatif

Analisis Isi

ABSTRAK LUKMAN NUSA, D0206066, HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO


(Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama
Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010), Skripsi, Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011.

Halaman muka sebuah majalah adalah bagian yang paling menonjol. Sebuah halaman
muka menentukan pandangan pertama yang nantinya juga akan mempengaruhi minat
baca dari khalayak. Bagi media cetak sebagai pelaku komunikasi, halaman muka didesain
sedemikian rupa hingga menjadi sebuah desain sederhana namun kompetitif dan menarik
sekaligus mencerminkan filosofi dari media tersebut. Selanjutnya, sebuah teori
pendekatan lingkungan menyatakan bahwa sampai pada tingkat tertentu, sistem politik
berpengaruh pada komunikasi begitupun sebaliknya.
Teori semacam ini menjelaskan bahwa dengan kebijakan- kebijakan yang dilahirkan pada
sebuah sistem politik, hingga tingkat tertentu berpengaruh pada pemberitaan sebuah
media. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah
bagaimana kecenderungan pemberitaan majalah berita nasional Tempo yang dapat dilihat
dari bagian halaman mukanya pada dua periode yang memiliki karakteristik sistem
politik yang berseberangan di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan tersebut,
peneliti menggunakan metode analisis isi karena fokus penelitian terletak pada
kecenderungan pemberitaan majalah Tempo yang dicerminkan pada bagian halaman
muka dengan skala frekuensi. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode
observasi dan dokumentasi. Teknik random dan sampling digunakan untuk memilih 48
dari 96 halaman muka majalah tempo edisi tahun 1993/1994 dan 2009/2010, sementara
validitas data diuji melalui teknik dua pengkoding dan analisa data menggunakan data
frekuensi dan prosentasi intensitas.

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan
pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I tahun 1993/1994 dan periode II tahun
2009/2010. Pemberitaan tentang isu-isu yang bersangkutan dengan oknum-oknum
pemerintahan pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Penelitian
ini juga menemukan bahwa pada periode II ditemukan beberapa edisi yang mengangkat
presiden sebagai model dalam halaman muka sedangkan pada periode I tidak ditemukan
sama sekali halaman muka semacam ini.

Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan teknik ilustrasi pada
pengemasan halaman muka pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode
I. Kenyataan semacam ini memperlihatkan adanya peningkatan kebebasan pers dan
kebebasan menyatakan pendapat pada periode II. Hal ini berangkat dari sebuah
pernyataan bahwa pemuatan ilustrasi atau karikatur mensyaratkan adanya kebebasan
menyatakan pendapat dan kebebasan pers pada sebuah sistem politik.

Sumber: uns.ac.id

Contoh Penelitian Kualitatif


Studi kasus

ABSTRAK ELI HERLINA, HUKUM PIDANA (Studi Kasus Terhadap Putusan


Tindak Pidana Korupsi Nomor : 1476/PID.B/2010/PN.BDG Dihubungkan Dengan
UU No.31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Skripsi, Program Studi Ilmu
Hukum UNLA, 2011, Bandung.

Tindak Pidana Korupsi merupakan tindak pidana khusus yang diatur didalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana
korupsi telah menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia, karena telah merambah
disemua lini kehidupan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, sehingga
memunculkan penilaian negatif bagi Negara dan bangsa Indonesia didalam pergaulan
masyarakat internasional. Berbagai cara telah ditempuh untuk pemberantasan tindak
pidana korupsi bersamaan dengan semakin canggihnya modus operandi tindak pidana
korupsi.

Studi kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan seorang pejabat Daerah yang akhir-
akhir ini banyak diungkap membuktikan adanya penyalahgunaan kewenangan yang
dilakukan pejabat daerah, sebagai contoh studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Bandung Nomor :1476 / PID.B / 2010 / PN. BDG atas nama terdakwa Drs.Priana
Wirasaputra, MM bin Drs Wasdi Wirasaputra sebagai pejabat Kepala Dinas Pariwisata
Kota Bandung , dimana putusan Hakim tidak sesuai dengan tindakan dan perbuatan yang
dilakukan terdakwa sesuai undang- undang tindak pidana korupsi dengan putusan hakim
mengadili terdakwa dengan putusan terdakwa tidak terbukti bersalah dengan vonis
bebas.

Untuk menjawab permasalahan yang telah diuraikan diatas, penulis menggunakan


metode penelitian yuridis normatif yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku yang dianalisis secara kualitatif dan menggunakan
metode penafsiran hukum.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Bandung tersebut
berpedoman kepada Keputusan Pemerintah Daerah dan Kebijakan Pejabat Publik, haLini
mengesampingkan Uu yang mengatur tentang tindak pidana Korupsi yaitu UU No.31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Adanya Putusan ini dikhatirkan banyak terdakwa tindak pidana
korupsi tidak terjerat hukum yang mungkin saja tidak memberikan efek jera bagi seorang
pelaku tindak pidana korupsi.

Sumber: fhunla.ac.id
Daftar Pustaka

Budiardjo. Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2000.

Carlton Clymer Rodee, et al., Pengantar Ilmu Politik, cet.5, (Jakarta: Rajawali
Press, 2002).

Creswell. John W, research design; pendekatan kualitatif, kunatitatif dan mixed.


Yogyakarta.

Pustaka Pelajar, 2010.

Marsh. David & Gerry Stocker. Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung;
Nusamedia,

2010.

Roskin. Michael G., et al., Political Science: An Introduction, Fifth Edition, New
Jersey:

Prentice-Hall Inc., 1994.

Suriasumantri. Jujun S, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar


Harapan, 1995.

Anda mungkin juga menyukai