Anda di halaman 1dari 12

OTORITAS HADIS DAIF DAN PROBLEM

EPISTEMOLOGIS HADIS DI MUHAMMADIYAH

Mukhlis Rahmanto
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pendahuluan
Dinamika hadis hingga tingkat aplikasinya di lingkungan Muhammadiyah
tidak dapat dilepaskan dari semboyan ar-ruj il al-Qurn was-Sunnah al-Maqblah.
Hal-hal yang terkait dengan masalah agama dan keagamaan adalah proyeksi
dari kedua sumber tersebut. Suatu kewajaran jika muncul dinamika umum yang
berkembang dan dapat diwakili dalam satu ungkapan misalnya, Kita melakukan
amalan ini dalilnya apa? Hadisnya sahih atau tidak? Semangat di atas menandakan
bahwa budaya berislam di lingkungan Muhammadiyah dapat dikatakan ilmiah.
Namun pengetahuan mengenai konsekuensi epistemologi dari semboyan di atas
belum membudaya. Terdapat kecenderungan epistemologi apologis, bahwa apa
yang diputuskan oleh Majelis Tarjih adalah finalisasi dari semangat tersebut.
Epistemologi hadis secara khusus berbeda dengan Al-Quran yang qaiy
al-wurd (mutlak). Hadis bersifat anni al-wurd (relatif), sehingga memerlukan
proses validasi untuk didapatkan mana yang otentik dari Nabi dan yang tidak.
Proses ini mengalami siklus sejalan dengan perkembangan Islam. Dalam keilmuan
hadis muncul istilah mutaqadimn dan mutaakhirn, klasifikasi hadis sebelum
dan pasca at-Tirm, dan istilah-istilah lain yang dimuncul-kembangkan oleh
para ulama. Dampak yang timbul adalah adanya ikhtilf al-manhij (perbedaan

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
52 Mukhlis Rahmanto

metode), terutama dalam proses ta terklasifikasi ke dalam sahih, hasan,


wa taf dan pengklasifikasian hadis, dan daif. At-Tirm adalah ulama yang
baik maqbl maupun mardd. Hal ini pertama mengenalkannya.2 Menurut
mengindikasikan bahwa keilmuan hadis mutaqaddimn, hadis terbagi kepada
termasuk wilayah ijtihadiyah. dua macam, yaitu sahih dan daif.
Proses yang terjadi di wilayah Yang menjadi problem adalah tidak
keilmuan hadis juga ber jalan di ditemukannya penjabaran mengenai
lingkungan Muhammadiyah, khususnya kedua istilah ini. Pada kasus Al-Bukhr
dalam bingkai tarjih. Beberapa kali dan Muslim yang menulis judul kitabnya
terdapat perubahan manhaj, seperti dengan label sahih, misalnya, rumusan
peralihan dari frasa as-sunnah as- mengenainya tidak ditemui dalam
aah menjadi as-sunnah al-maqblah. kitabnya tersebut.
Artinya, perubahan adalah sesuatu Konstr uksi dan penjelasan
yang dimungkinkan atau kewajaran di detail terhadap istilah-istilah yang
lingkungan Muhammadiyah selama dikemukakan mutaqaddimn dilakukan
bukti-bukti keabsahannya muncul. terutama oleh Ibn al, termasuk
Seperti dalam rekonstruksi Himpunan kriteria kesahihan versi al-Bukhar
Putusan Tarjih (HPT) yang dilakukan dan Muslim. Menurut Syuhudi Ismail,
beberapa kali. mutaqaddimn hanya menjelaskan tentang
penerimaan berita yang dapat dipegangi
Epistemologi Hadis Daif dan mengarah kepada kepribadian
Kata uaf dan atau af (Arab) periwayat yang hadisnya boleh diterima
secara bahasa bermakna lemah fisik dan dan diamalkan (maqbl-maml bih) atau
pikiran. Ketika masuk dalam wilayah kebalikannya (mardd-ghayr mamul bih).3
keilmuan hadis, kata ini memiliki Oleh karena itu, hadis daif terbagi
diskursusnya sendiri di antara para menjadi dua macam, pertama daif yang
ahli hadis periode mutaqaddimn dan bisa diamalkan yang dalam istilah at-
mutaakhirn. 1 Dari sisi historisnya, Tirm adalah hasan; kedua, daif yang
hadis Nabi sebelum at-Tirm tidak
2.Ibn Taimiyah, Ilm al-ad (Beirut:
1.Istilah mutaqaddimn mengacu pada Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1989), hlm. 20. Istilah
periode diskursus hadis hingga akhir abad ke-5 hasan menurut Tirm adalah hadis yang banyak
H yang ditandai dengan adanya proses peri- jalurnya dan tidak (terdeteksi) di dalamnya rawi
wayatan-transmisi (maralat ar-riwayah). Sedang yang dituduh berdusta juga tidak terindikasi
periode mutaakhirn dimulai dari abad ke-6 H sy. Sedang daif adalah hadis yang dalam jal-
ditandai dengan adanya diskurus yang mengacu urnya terdapat rawi yang tertuduh berdusta lagi
pada kodifikasi periwayatan yang ada sehingga buruk hafalan-ingatannya.
dikenal dengan era ma bada ar-riwyah (post- 3.Muhammad Syuhudi Ismail, Kaedah
transmisi); lihat Hamzah Abdulah al-Malibari, Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan
Naart Jaddah fi Ulm al-ad (Beirut: Dar dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan
Ibnu Hazm, 2003), hlm. 13-14. Bintang, cet. II, 1995), hlm. 120.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
Diskursus Hadis di Muhammadiyah 53

harus ditinggalkan (al-wahi).4 Sebelum pada rawi meliputi tiga sisi, yaitu: (a)
at-Tirm, hadis yang dapat diamalkan cacat pada kualitas moral atau tidak
meliputi hadis sahih dan hadis daif yang adil, (b) cacat kapasitas intelektual
masih dalam batas toleransi, yang juga atau tidak dabit, dan (c) cacat karena
sering disebut hadis sahih menurut versi ketidakjelasan identitas, sehingga
fukaha.5 tidak diketahui kapasitas moral dan
Dari beragam definisi yang intelektualnya. Faktor ini memunculkan
dikemukakan oleh para ahli hadis kategori-kategori hadis sebagai munkar,
dapat dipilih bahwa hadis daif adalah mall, sy, muarib, maqlb, mukhtali,
hilangnya satu syarat dari syarat- muaaf, mubham, dan muhmal.7
syarat suatu hadis yang dapat disebut Kesimpulan penilaian para
maqbl,6 baik pada sisi sanad maupun kritikus hadis terhadap para perawi
matannya. Dari sisi sanad, kedaifan diungkapkan dalam lafal al-jar wa tadl
hadis dapat dipilah menjadi dua yang dapat dipetakan menjadi dua;
macam, yaitu (a) karena keterputusan pertama, lafal umum (sekitar 14 lafal)
sanad dan (b) karena cacat pada rawi yang dipakai oleh sebagian besar kritikus
yang menyebabkan hadisnya tertolak, dan kedua, lafal khusus, yang dimuncul-
meski sanad hadisnya bersambung. gunakan oleh masing-masing kritikus
Terputusnya sanad memunculkan sehingga berbeda satu sama lainnya.8
kategori-kategori hadis sebagai muallaq, Misalnya az-ahab yang membagi
munqai, mual, mudallas, mursal, mauqf, pemeringkatan al-jar wa al-tadl beserta
maq, matruk, dan mau. Cacat lafal-lafal di setiap tingkatannya ke
4.Ibn Taimiyah, Ilm al-ad, hlm. 22. dalam 10 tingkat; 4 tingkat tadl dan
5.Kasman, Hadis dalam Pandangan Mu- sisanya 6 (satu tambahan dari al-Iraqi)
hammadiyah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, untuk tingkat tajr.
2012), hlm. 123. Buku ini hemat penulis adalah Lafal-lafal tadl yang 4 mewakili
kajian terbaik dan studi terkini yang berisikan
penjelasan mengenai pemikiran Muhammadi- tingkatan tertinggi dari para rawi yang
yah tentang kehujjahan hadis ditambah kritik hadis-hadisnya diterima (maqbl).
catatan, masukan dan penjelasan penting Tingkat 1 dan 2 mewakili kategori
terkait kaidah-kaidah hadis dalam Manhaj Tarjih hadis sahih, tingkat 3 hadis hasan, dan
yang selama ini masih menyisakan pertanyaan. tingkat 4 harus dianalisa lebih jauh (al-
6.Nurudin Itr, Manhaj Naqd fi Ulm al-
ad (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), hlm. 286. itibar) karena bisa jadi sahih atau hasan.
Ibn ajr al-Asqaln juga memilih definisi ini. 7.Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi
Suatu hadis dikategorikan sahih jika memenuhi Hadis dan Astronomi (Yogyakarta: Suara Muham-
lima kriteria: (a) bersambung sanadnya, (b) madiyah, 2011), hlm. 29-31.
rawinya adil, (c) rawinya dabit, (d) bebas dari 8.Lafal-lafal ini dibuat pemeringkatan
syu (anomali/penyimpangan), (e) bebas dan yang pertama kali melakukannya adalah
dari ilat (kecacatan yang tersembunyi. Lihat Ibn Abu tim ar-Rzi. Penambahan dan modifi-
a-al, Muqaddimah Ibn a-ala wa Masin kasi dilanjutkan oleh kritikus selanjutnya seperti
al-Isil, edisi Aisyah Abdurrahman (Kairo: Ibn al, a-ahab, al-Iraqi, Ibn Hajar al-
Dr al-Maarif, 1989), hlm. 151. Asqalani, dan as-Sakhw.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
54 Mukhlis Rahmanto

Lafal tajrih yang 10 tingkat dimulai Islam mengenai hadis dapat dilihat pada
dari kategori ringan hingga berat. Para keputusan-keputusan organisasinya, di
perawi yang masuk dalam tingkat 1 antaranya Matan Keyakinan dan Cita-Cita
hadis-hadisnya masih dapat dijadikan Hidup Muhammadiyah (selanjutnya ditulis
argumen, sebab kelemahannya tidak MKCH)11 dan Himpunan Putusan Tarjih
berat dan kemungkinan besar derajatnya (selanjutnya ditulis HPT).12
naik ke tingkat 4 dari tingkat tadl (sli Dalam MKCH tertulis bahwa
lil-itibr). Untuk tingkat 2 hingga Muhammadiyah dalam mengamalkan
terakhir, hadis-hadisnya tertolak dan Islam berdasarkan Al-Quran (yaitu)
tidak dapat dijadikan pertimbangan.9 Kitab Allah yang diwahyukan kepada
Di sisi kedaifan matan, suatu Nabi Muhammad Saw; Sunnah Rasul
hadis dapat dipilah menjadi dua macam, (yaitu) penjelasan dan pelaksanaan
yaitu (a) bebas dari syuu dan (b) ajaran-ajaran Al-Quran yang diberikan
illat. Bebas dari syuu memiliki tiga oleh Nabi Muhammad Saw dengan
unsur, yaitu: bebas dari pertentangan, menggunakan akal pikiran sesuai
pencemaran, dan kekeliruan. Jika dengan jiwa ajaran Islam.13 Dalam HPT,
terdapat pertentangan dikategorikan pernyataan dalam MKCH dijelaskan
sebagai hadis maqlb, sy, mazd, dan lebih detail dalam Kitab Masalah
muarib. Jika terdapat pencemaran Lima, bahwa agama yakni agama Islam
dikategorikan sebagai hadis mudraj. yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Jika terdapat kekeliruan dikategorikan Saw ialah apa yang diturunkan di dalam
sebagai hadis musaaf dan mukharraf. Al-Quran dan yang tersebut dalam
Bebas dari illat sebagai kriteria formal Sunnah yang sahihah.14 Yang dimaksud
kritik matan mencakup unsur-unsur: (a) dengan Sunnah Sahihah dalam definisi
bebas dari kontradiksi internal dan (b) agama Islam di atas bukan hadis sahih
bebas dari adanya interpenetrasi matan dalam istilah ilmu hadis, melainkan
(percampuran satu matan dengan hadis maqbl (yang dapat diterima),
matan yang lain).10 walaupun tidak sahih dalam pengertian
11.MKCH pada dasarnya merupakan
Konsep Muhammadiyah Seputar rumusan ideologi Muhammadiyah yang meng-
Hadis gambarkan hakikat, faham agama, dan misi
Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa
Pandangan Muhammadiyah dan bernegara.
sebagai sebuah oganisasi keagamaan 12.HPT adalah kodifikasi keputusan-
9.Mukhlis Rahmanto, Dari Khazanah keputusan Majelis Tarjih Pusat.
al-Jarh wa al-Tadil: Menelisik Studi Kritik Hadis 13.Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi
Perspektif al-Hafizh Syamsudin al-Dzahabi Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muham-
al-Turkamani al-Syafii al-Dimasqi, Jurnal al- madiyah, cet. VII, 2011), hlm. 47.
Umran, vol. 2-2010, hlm. 41-46. 14.Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
10. Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Himpunan Putusan Tarjih (Yogyakarta: Suara Mu-
Hadis dan Astronomi, hlm. 33. hammadiyah, cet. 1433 H-Mei 2012), hlm. 278.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
Diskursus Hadis di Muhammadiyah 55

ilmu hadis.15 Selain itu dalam HPT juga


Oleh karena itu, Al-Quran dan diketemukan istilah selain sunnah dan
Sunnah adalah dasar mutlak untuk hadis, yaitu khabar dalam Kitab Iman
berhukum dalam agama Islam menurut sebagaimana kutipan berikut:
Muhammadiyah. Meski tidak ada Kita wajib percaya akan hal yang dibawa
penegasan secara eksplisit, tetapi oleh Nabi Saw (khabar) yang mutawatir
tampak Sunnah dalam HPT diidentikan dan memenuhi syarat-syaratnya.19
dengan hadis. 16 Keidentikan antara Perubahan diktum mengenai
sunnah dengan hadis ini dipertegas sumber hukum agama Islam, dalam
dalam pembahasan lain dalam Kitab hal ini utamanya dari frasa as-Sunnah as-
Masalah Lima, yaitu dalam poin qiyas Saah menjadi as-Sunnah al-Maqblah
yang termaktub Bahwa dasar mutlak diputuskan dalam Musyawarah Nasional
untuk berhukum dalam agama Islam Tarjih ke-25 tahun 2000 di Jakarta. Frasa
adalah Al-Quran dan Al-Hadis.17 Pun as-sunnah al-Maqblah dalam putusan
naskah tertua yang penulis cermati yang dikukuhkan dalam perubahan
mengenai keidentikan keduanya dapat Manhaj Tarjih tersebut didefinisikan
kita temui dalam maklumat Pimpinan sebagai perkataan, perbuatan, dan
Muhammadiyah tahun 1935: ketetapan dari Nabi Saw yang menurut
Baiklah kami memberi sedikit keterangan hasil analisis memenuhi kriteria sahih
bahwa perselisihan faham dalam masalah dan hasan.20
agama sudah timbul dari dahulu, dari
Penjabaran mengenai sunnah
sebelum lahirnya Muhammadiyah; sebab-
dapat ditemukan dalam HPT Kitab
sebabnya banyak, di antaranya karena
seseorang memegang teguh pendapat seorang Beberapa Masalah, No 21. (tentang)
ulama atau yang tersebut dalam suatu Usul Fikih,21 yang juga tertuang dalam
kitab, dengan tidak suka menghabisi manhaj tarjih, sebagai berikut:
perselisihannya itu dengan musyawarah
dan kembali kepada Al-Quran, perintah
Tuhan Allah dan kepada Hadis, Sunnah 19.HPT, hlm. 17.
Rasulullah.18 20.Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Manhaj Tarjih dan
15.Asjmuni Abdurrahman, dkk, Lapo- Pengembangan Pemikiran Islam, Buku Agenda
ran Penelitian: Majelis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Musyawarah Nasional ke-27 Tarjih Muhammadiyah,
Studi tentang Sistem dan Metode Penentuan Hukum) UMM Malang Jawa Timur April 2010, hlm. 99.
(Yogyakarta: Lembaga Research dan Survey 21.Kitab Beberapa Masalah Lima
IAIN Sunan Kalijaga, 1985), hlm. 74. merupakan himpunan dari hasil Muktamar
16.Ibid., hlm. 73. Khusus Tarjih sejak tahun 1929-1940, yang
17.Asjmuni Abdurrahman, Manhaj di dalamnya terdapat masalah usul fikih tetapi
Tarjih Muhammadiyah Metodologi dan Aplikasi, tidak membicarakan secara umum kedudukan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 2, 2003), hlm. ilmu usul fikih, tetapi lebih fokus pada penen-
98. Teks arab untuk al-Hadis dalam diktumnya tuan kaidah yang bertalian dengan penggunaan
tertulis al-ads asy-Syarf. dalil hadis; Asjmuni Abdurrahman, Manhaj
18.HPT, hlm. 382. Tarjih Muhammadiyah, hlm. 98- 99.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
56 Mukhlis Rahmanto

1) Hadis mauqf murni tidak dapat dan tadls-nya tidak sampai merusak
dijadikan hujah. keadilannya.
2 Hadis mauqf yang termasuk ke 10)Penafsiran sahabat terhadap lafal
dalam kategori marf dapat dijadikan (pernyataan) musytarak dengan salah
hujah. satu maknanya wajib diterima.
3) Hadis mauqf termasuk kategori 11)Penafsiran sahabat terhadap lafal
marf apabila terdapat qarnah yang (pernyataan) lahiriyah dengan makna
dengannya dapat dipahami ke- lain, maka yang diamalkan adalah
marf-annya kepada Rasulullah makna lahiriyah tersebut.22
saw, seperti pernyataan Ummu
Aiyyah: Kita diperintahkan supaya Jika dipetakan dari kesebelas
mengajak keluar wanita-wanita yang rumusan di atas, lima di antaranya (1, 2,
sedang haid pada Hari Raya.dst, 3, 10, 11) terkait dengan hadis mauqf;23
dan sebagainya. tiga poin (4, 5, 6) terkait bahasan hadis
4) Hadis mursal tabii murni tidak dapat mursal; poin 7 terkait kriteria hadis daif
dijadikan hujah. yang dapt diterima (maqbl); poin 8
5) Hadis mursal tabii dapat dijadikan tentang kaidah al-jar wa al-tadl jika
hujah apabila besertanya terdapat terjadi perbedaan penilaian dari para
qarnah yang menunjukkan kritikus hadis terhadap rawi; dan poin
kebersambungannya. 9 membahas mengenai hadis mudallas.
6) Hadis mursal aabi dapat dijadikan Konsep hadis Muhammadiyah lain yang
hujah apabila padanya terdapat menjadi sorotan dan kritik dari para
qarnah yang menunjukkan pengamat adalah penggunaan riwayat
kebersambungannya. mutawatir dalam masalah akidah. 24
7) Hadis-hadis daif yang satu sama Kritik muncul dikarenakan adanya
lain saling menguatkan tidak dapat inkosistensi dari manhaj yang dipakai
dijadikan hujah kecuali apabila dengan putusan-putusan yang ada dan
banyak jalannya dan padanya dihasilkan, khususnya dalam akidah.
terdapat qarnah yang menunjukkan
keotentikan asalnya serta tidak Diskursus Hadis di Muhammadi
bertentangan dengan al-Quran dan yah: Relasi Struktural dan Kultural
hadis sahih. Seperti organisasi keagamaan
8) Jar (cela) didahulukan atas tadl lain, Muhammadiyah memerlukan
setelah adanya keterangan yang jelas
dan sah secara syarak. 22.Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
9) Riwayat orang yang terkenal suka Pusat Muhammadiyah, Manhaj Tarjih, hlm.
melakukan tadls dapat diterima 103-105.
23.Kasman, Hadis dalam Pandangan
apabila ia menegaskan bahwa apa Muhammadiyah, hlm. 98.
yang ia riwayatkan itu bersambung 24.Lihat catatakan kaki no. 20.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
Diskursus Hadis di Muhammadiyah 57

sabuk pengikat untuk menjaga roda timbulnya sikap skeptis di kalangan


gerak organisasi berupa keputusan- anggota Muhammadiyah terhadap
keputusan ideologis dan sosialisasinya masalah yang sebenarnya sudah ada
pada beragam level organisasi, tak hukumnya, tidak menjadi pertikaian
terkecuali dalam bidang keagamaan para ulama, namun belum dibicarakan
yang mengusung misi pembaharuan o l e h M a j e l i s Ta r j i h . S e h i n g g a
pemahaman keagamaan. Sabuk ini memunculkan sikap tawaqquf, yaitu
muncul secara struktural ditandai berhenti sambil menunggu keputusan
dengan lahirnya Majelis Tarjih pada tar jih; kedua, beredar ang g apan
1928. 25 Beberapa faktor penyebab bahwa otoritas kebenaran ada dalam
kemunculannya antara lain: pertama, Majelis Tarjih, di luar itu belum dapat
berkembang dan meluasnya dakwah dipertanggungajwabkan kebenarannya.26
yang meng akibatkan pimpinan Dampak ini direspon oleh
Muhammadiyah tidak mampu Pimpinan Muhammadiyah (saat itu:
meng ontrolnya ter utama dalam Hoofdbestuur) dengan mengeluarkan
usaha penertiban agar pemahaman beberapa penjelasan seperti tertuang
keagamaan anggotanya sejalan dengan dalam Suara Muhammadiyah No. 6/1355
asas perjuangannya, yaitu berdasarkan (1936),
Al-Quran dan Sunnah Sahihah; kedua, Oleh karena kita khawatir, adanya
perselisihan paham mengenai masalah- percekcokan dan perselisihan dalam
masalah khilafiyah di tengah masyarakat kalangan Muhammadiyah tentang
saat itu. masalah agama itu, maka perlulah
Misi utama majelis ini adalah kita mendirikan Majelis Tarjih untuk
melakukan kegiatan intelektual menimbang dan memilih segala masalah
yang diperselisihkan itu yang masuk dalam
dalam menyelidiki ajaran Islam guna
kalangan Muhammadiyah manakala yang
mendapatkan kemurniannya untuk
kita anggap kuat dan berdalil benar dari
kemudian diproyeksikan ke dalam al-Quran dan hadis ........ Malah kami
penyusunan konsepsi masyarakat Islam berseru juga kepada sekalian ulama, supaya
yang sebenar-benarnya sebagai tujuan suka membahas pula akan kebenaran
utama dari Muhammadiyah. putusan Majelis Tarjih itu, di mana
Str ukturisasi pembidang an kalau terdapat kesalahan atau kurang
masalah keagamaan di Muhammadiyah tepat dalilnya diharap supaya diajukan,
menimbulkan dampak positif dan syukur kalau dapat memberikan dalilnya
negatif. Dampak positifnya antara lain yang lebih tepat dan lebih terang, yang
terwujudnya kesatuan paham mengenai nanti akan dipertimbangkan pula, diulang
penyelidikannya, kemudian kebenarannya
masalah-masalah furuiyah-khilafiyah.
akan ditetapkan dan digunakan. Sebab
Dampak negatifnya antara lain: pertama,
waktu mentarjihkan itu ialah menurut
sekedar pengertian dan kekuatan kita
25.Ajsmuni Abdurrahman, dkk., Lapo-
ran Penelitian, hlm. 103. 26.Ibid., hlm. 46-47.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
58 Mukhlis Rahmanto

pada waktu itu. 27 status penilaian terhadap hadis yang


Diskursus hadis yang dapat berimplikasi pada pilihan hukum
direkam di antaranya mengenai konsep mengenai tambahan kata wabaraktuh
hadis daif terkait konsep as-Sunnah as- dalam bacaan salam salat antara Majelis
Sahihah. Dalam hal ini, pada tahun 1973, Tarjih Pusat dengan salah seorang
Majelis Tarjih Wilayah Muhammadiyah ulama Muhammadiyah, yaitu Ustaz
Jawa Barat memutuskan bahwa takbir Syakir Jamaludin (selanjutnya ditulis
salat Id hanya satu kali saja seperti SJ) pada kurun waktu 2008-2012. SJ
salat biasa, tidak 7-5 kali karena variasi melemahkan hadis dengan tambahan
ini didasarkan pada hadis-hadis daif. wabaraktuh,30 sementara Majelis Tarjih
Sedang hadis daif tidak dapat dijadikan Pusat memutuskan bahwa hadis yang
sumber hukum, walaupun jumlahnya melandasi tambahan wabaraktuh
banyak, apalagi mengacu pada definisi tersebut dapat diterima (maqbl). Oleh
agama yang diputuskan oleh Majelis karena itu, dalam Musyawarah Nasional
Tarjih di atas.28 Tarjih ke-27 diputuskan bahwa bacaan
Majelis Tarjih Pusat dalam salam dengan dua versi (tanawwu), baik
merespon putusan MTW Jawa Barat berakhir pada waramatullh maupun
menyatakan bahwa as-Sunnah as-Sahihah wabaraktuh adalah absah dan dapat
dalam definisi agama Islam itu bukanlah diamalkan.
maksudnya hadis sahih dalam istilah
ilmu hadis, melainkan hadis maqbl Penutup
(yang dapat diterima), walaupun tidak Istilah sunnah, hadis dan
sahih dalam pengertian ilmu hadis. Oleh khabar digunakan dalam beberapa
karena itu, hadis daif yang saling kuat- putusan Muhammadiyah dalam
menguatkan dapat diterima sebagai berbagai frasa, mulai dari as-Sunnah
sumber hukum sebagaimana termaktub 30.Syakir Jamaludin, Shalat Sesuai Tuntu-
dalam kaidah hadis dalam HPT. nan Nabi Saw: Mengupas Kontroversi Hadis Sekitar
Selanjutnya pada tahun 1977 diadakan Shalat, edisi revisi (Yogyakarta: LPPI UMY, cet.
diskusi panel tentang kaidah hadis daif X, 2013), hlm. 138-139. Buku ini merupakan
yang kesimpulannya bahwa kaidah itu best seller dilihat dari cetakannya yang ke-10
hingga 2013. Hemat penulis, isi buku ini men-
sudah tepat dan tidak perlu dikoreksi jadi titik tolak polemik di kalangan anggota Mu-
lagi. Hasil panel ini dikukuhkan dalam hammadiyah (grass-root umumnya) dikarenakan
Muktamar Tarjih di Klaten tahun 1980.29 di dalamnya mengandung beberapa pendapat
Diskursus kedua yang dapat yang berbeda dengan keputusan Majelis Tar-
direkam adalah polemik terkait dengan jih Pusat sehingga dalam berbagai pengajian
Muhammadiyah sering ditanya-diskusikan.
27.Himpunan Putusan Tarjih, hlm. 382. Hal ini mengilhami Majelis Tarjih Pusat untuk
28.Lihat catatan kaki no. 11. membahas dan memutuskan beberapa masalah
29.Asjmuni Abdurrahman dkk, Lapo- yang terkait dalam Musyawarah Nasional Tarjih
ran Penelitian, hlm. 74. ke-27 tahun 2010 di Malang, Jawa Timur.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
Diskursus Hadis di Muhammadiyah 59

a-aah, al-ads-asy-Syarf, al-ads bab-bab di dalam Manhaj Tarjih, masih


a-a, al-Khabar al-Mutawtir, a- terdapat inkonsistensi. Meski telah
a al-Mutawtir, dan as-Sunnah dijelaskan dalam bab III (Manhaj Ijtihad
al-Maqblah. Ketidakserag aman Hukum), seputar pengertian umum dan
ini, apalagi dalam sebuah putusan definisi dari frasa as-Sunnah al-Maqbulah
organisasi akan menimbulkan polemik tersebut, akan tetapi dalam bagian
dalam pemahamannya. Beberapa lain (Sumber Hukum dan Kedudukan
kali penjelasan yang dilakukan oleh Ijtihad), frasa al-ads-asy-Syarf dan
Pimpinan Muhammadiyah tidak dapat as-Sunnah as-Saah masih didapati.
menutup celah polemik tersebut.31 Inkonsistensi ini kemungkinan sebagai
Harapan besar dari strukturisasi upaya mempertahankan dokumen
m a s a l a h ke a g a m a a n a k a n j a u h putusan resmi awal organisasi.
panggang dari api, sebagaimana kasus Dinamika seputar penggunaan
penilaian hadis oleh MTW Jawa Barat. dan perubahan frasa ini, hemat penulis,
Kebingungan epistemologi lain yang menunjukan bahwa Muhammadiyah
tercatat didapati dalam pertanyaan ingin meng akomodir selur uh
yang diajukan oleh seorang anggota pendapat dalam perdebatan mengenai
Muhammadiyah setelah mendapat epistemologi hadis dan sunnah di
penjelasan dari seorang pemateri dalam antara ahli hadis, fukaha serta uuliyyun.
sebuah pengajian persyarikatan daerah K alang an ahli hadis cender ung
Bekasi Jawa Barat mengenai konsep dari menyamakan antara hadis dengan
frasa sa mutawtir yang dijelaskan sunnah, sementara fukaha mengartikan
oleh Majelis Tarjih dalam fatwanya sunnah sebag ai ketetapan Nabi
tahun 2008.32 Muhammad saw namun bukan terkait
Penegasan dalam putusan terakhir hal-hal yang diwajibkan; sedangkan
dengan frasa as-sunnah al-maqblah uliyyun memaknai sunnah sebagai
dirasa oleh Pimpinan Muhammadiyah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
sebagai solusi final. Jika dicermati, saw yang memuat ketentuan hukum
penggunaan frasa tersebut dalam (syariat), sedang hadis bagi mereka
adalah sunnah qauliyah. Namun yang
31.Hal ini terlihat dengan ketidakpuas- cenderung dominan dalam alam pikiran
an Majelis Tarjih Jawa Barat mengenai penjelas-
an Majelis Tarjih Pusat mengenai as-Sunnah umumnya anggota Muhammadiyah
as-Saah, pun hingga diputuskan dengan frasa adalah kata sunnah sebagaimana
baru as-Sunnah al-Maqblah. Dalam beberapa semboyan ar-Ruj ila Al-Quran wa
pertemuan ketarjihan, beberapa utusan dari as-Sunnah al-Maqblah. Jika dikaitkan
Jawa Barat selalu menanyakan legitimasi episte- dengan posisi Majelis Tarjih sebagai
mologi dari frasa as-Sunnah al-Maqblah tersebut
dalam lingkup keilmuan Islam. lembaga ijtihad Muhammadiyah yang
32.Majelis Tarjih Pusat Muhammadi- melakukan tugasnya sesuai manhaj
yah, Tanya Jawab Agama Islam jilid 7 (Yogyakarta: ijtihad yang secara khusus untuk istinba
Suara Muhammadiyah, 2012).

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
60 Mukhlis Rahmanto

al-akm (memunculkan hukum Islam), menunjukkan keotentikan asalnya serta;


pemahaman hadis Muhammadiyah (c) tidak bertentangan dengan al-Quran
lebih ke arah ranah hukum Islam yang dan hadis sahih.
identik dengan sunnah dan hadis dalam Sekilas dapat dipahami mengenai
pandangan fukaha dan uliyyun. definisi hadis daif menurut Majelis
Selanjutnya, rumusan-rumusan Tarjih jika mengacu pada frasa as-Sunnah
mengenai kaidah-kaidah hadis yang al-Maqblah dan penjelasannya dalam
termaktub dalam HPT dan Manhaj Tarjih Manhaj Tarjih, bahwa hadis daif yaitu
juga masih membuka celah polemik di luar hadis sahih dan hasan. Namun
terkait pemahaman dan aplikasinya dalam masalah hadis daif yang saling
dikarenakan tidak ada penjelasan menguatkan sehingga dapat mencapai
(batasan dan atau penentuan kriteria) derajat hadis asan li-ghairih menurut
meski sekilas. Dampaknya misal terkait mayoritas ulama harus memenuhi
dengan pemahaman kaidah nomor 1, beberapa kriteria sebagaimana Ibn
Hadis mauquf murni tidak dapat dijadikan al yang dikatakannya berasal dari
hujah, akan menjadikan tertolaknya at-Tirm, yaitu: (a) dalam sanadnya
perkataan Abdullah bin Masud yang tidak terdapat rawi yang dituduh
menjelaskan bahwa para wanita pada berdusta, tidak pelupa, dan tidak
zamannya ada yang mengikuti salat banyak kekeliruan; (b) hadis tersebut
Jumat dan ada pula yang tidak ikut. tidak ganjil (sy); (c) diriwayatkan dari
Meski dalam hal ini, perkataan dan jalur lain. Banyaknya jalur (kriteria
tindakan sahabat (mauquf) diberikan c) menurut Muhammad Bazamul
iringan kaidah lain (sebagai kriteria dimaksudkan harus hakiki, dalam arti
minor kaidah nomor 1) yaitu dalam jalur-jalur tersebut tidak ditakwilkan
nomor 2 Hadis mauquf yang termasuk sebagai satu jalur. Misalnya ada tiga
ke dalam kategori marfu dapat dijadikan jalur hadis daif, yang pertama terdapat
hujjah dan nomor 3 Hadis mauquf periwayat yang majhul, kedua terdapat
termasuk kategori marfu apabila terdapat keterputusan sanad, ketiga terdapat
karinah yang daripadanya dapat difahami rawi yang mubham. Jika ketiga hal itu ada
ke-marfu-annya kepada Rasulullah saw.33 dalam satu tempat, dalam arti guru dan
Kurangnya pembatasan dan murid mereka sama, maka tiga jalur itu
penentuan kriteria juga terkait dengan dapat ditakwilkan satu jalur, sehingga
kaidah nomor 7 mengenai hadis daif tidak memungkinkan dinaikkan
yang saling menguatkan sehingga dapat derajatnya menjadi asan li-ghairih. Jika
dijadikan hujjah yang menurut Majelis ditinjau dari kriteria yang diajukan oleh
Tarjih harus memenuhi tiga kriteria Ibn al, maka kriteria yang diajukan
yaitu: (a) Apabila banyak jalannya; oleh Majelis Tarjih dalam manhajnya
(b) padanya terdapat karinah yang tidak mencantumkan kriteria yang
33.Kasman, Hadis, hlm. 100. sangat penting yaitu kriteria mengenai

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
Diskursus Hadis di Muhammadiyah 61

keadaan rawi-periwayat. Demikian konsekuensi fungsional (net balance of


akan menjadikan titik lemah yang functional consequences), yang menimbang
akan menimbulkan kesulitan dalam fungsi positif relatif terhadap fungsi
melakukan penguatan hadis daif.34 negatif. Fungsi positif maupun negatif
Sisi lain dari diskursus mengenai harus terus menerus dikaji kemudian
hadis di Muhammadiyah dapat dilihat menetapkan keseimbangan di antara
pada Majelis Tarjih sebagai lembaga keduanya.35
yang distrukturalkan di Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Muhammadiyah
dengan berbagai alasan organisasi yang sendiri adalah perwujuduan dari agama
melatarbelakanginya. Dalam kasus yang sudah distrukturalkan (untuk
menilai dan memahami hadis tak dapat tidak dikatakan birokrasi) yang tidak
dipungkiri akan muncul penilaian dan dapat lepas dari elemen kulturalnya,
pemahaman hadis di luar struktural, sehingga di Muhammadiyah sendiri
yaitu kultural, meski beberapa polemik muncul dua varian: Muhammadiyah
-untuk tidak penulis katakan konflik- kultural dan Muhammadiyah struktural.
masih dalam lingkup struktur vertikal Dalam kasus epistemologi hadis hingga
Majelis Tarjih seperti kasus Tarjih kerja validasi hadis (at-tah wa at-
wilayah Jawa Barat. Relasi kedua kutub tadf) yang mayoritas ulama Islam
ini hemat penulis cenderung didominsi bersepakat memasukannya sebagai
oleh otoritas struktural. kerja ijtihadi, Muhammadiyah (dalam
Dalam teori sosial, fenomena hal ini Majelis Tarjih) harus membuat
ini dapat dianalisis melalui kacamata relasi dengan kerja ijtihadi lain di
fungsionalisme struktural, salah satunya luarnya dengan tidak harus baku dan
melalui tesis Robert K. Merton, bahwa terpaku pada otoritasnya dengan alasan
kesatuan fungsional yang sempurna yang dalam bahasa Merton disebut
dari suatu masyarakat bertentangan sebagai fungsionalisasi.
dengan fakta. Kebiasaan dari suatu Prinsip terbuka dan toleran yang
masyarakat dapat menjadi fungsional menjadi landasan pemikiran ketarjihan
(menunjang integrasi dan kohesi) bagi adalah sabuk emas yang menjembatani
masyarakat atau kelompok tersebut, relasi Majelis Tarjih dengan elemen
akan tetapi disfungsional (menunjang kulturalnya. Namun terkadang dalam
disintegrasi) bagi kelompok masyarakat pelaksanaannya, hemat penulis, harus
lain. Birokrasi, misalnya, dianggap terus menerus dikawal oleh kedua
dapat menyatukan, namun tidak bagi elemen (baik struktural dan kultural)
kelompok di luar birokrasi. Merton sehingga emosi-emosi personal dalam
menganjurkan agar elemen-elemen
35.Bryan S. Turner, The Cambridge
kultural seharusnya dipertimbangkan Dictionary of Sociology (New York: Cambridge
menur ut kriteria keseimbang an University Press, 2006), hlm. 218-219; Anthony
Giddens, Sociology, 3rd edition (UK: Polity Press,
34.Ibid., hlm. 100. 2000), hlm. 562-563.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M
62 Mukhlis Rahmanto

struktur-birokrasi yang ada dengan Agama Islam, Jilid 7, Yogyakarta:


emosi personal dalam elemen kultural Suara Muhammadiyah, 2012.
yang dapat menimbulkan disintegrasi Al-Malibari, Hamzah Abdulah, Naart
organisasi dapat dieliminir. Jaddah fi Ulm al-ads, Beirut: Dr
Ibn azm, 2003.
DAFTAR PUSTAKA Muhammad Syuhudi Ismail, Kaedah
Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis
Asjmuni Abdur rahman, Manhaj dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu
Tarjih Muhammadiyah: Metodologi Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, cet.
dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka II, 1995.
Pelajar, cet. 2, 2003.
Mukhlis Rahmanto, Dari Khazanah
Asjmuni Abdurrahman, dkk, Majelis al-Jar wa al-Tadl; Menelisik Studi
Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi Kritik Hadis Perspektif Al-Hafi
tentang Sistem dan Metode Penentuan Syamsudin a-ahab al-Turkamani
Hukum), Yogyakarta: Lembaga asy-Syfii al-Dimasqi, Jurnal al-
Research dan Survey IAIN Sunan Umran, vol. 2, 2010.
Kalijaga, 1985.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Giddens, Anthony, Sociolog y, 3rd H i m p u n a n P u t u s a n Ta r j i h ,
Edition, UK: Polity Press, 2000. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi 1433 H-2012.
Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara A-al, Ibn, Muqaddimah Ibn a-al
Muhammadiyah, cet. VII, 2011. wa Masin al-Itil, edisi Aisyah
Itr, Nurudin, Manhaj Naqd fi Ulm al- Abdurrahman, Kairo: Dr al-
ads, Damaskus: Dr al-Fikr, 1998. Maarif, 1989.
K asman, Hadis dalam Pandangan Syakir Jamaludin, Shalat Sesuai Tuntunan
Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Nabi Saw: Mengupas Kontroversi
Pelajar, cet. I, 2012. Hadis Sekitar Shalat, edisi revisi,
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Yogyakarta, LPPI UMY, cet. X,
Pusat Muhammadiyah, Manhaj 2013.
Ta r j i h d a n Pe n g e m b a n g a n Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis
Pemikiran Islam, Buku Agenda dan Astronomi, Yogyakarta: Suara
Musyawarah Nasional ke-27 Tarjih Muhammadiyah, 2011.
Muhammadiyah, UMM Malang Jawa Taimiyah, Ibn, Ilm al-ads, Beirut: Dr
Timur April 2010, Yogyakarta: al-Kutub al-Ilmiyah, 1989.
2010.
Turner, Bryan S., The Cambridge Dictionary
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan of Sociology, New York: Cambridge
Pusat Muhammadiyah, Tanya Jawab University Press, 2006.

Jurnal TARJIH
Volume 12 (1) 1435 H/2014 M

Anda mungkin juga menyukai