Varises Vena Tungkai
Varises Vena Tungkai
PENDAHULUAN
Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatanan tekanan
vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada
sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik
Bentuk ringan dari insufisiensi vena hanya menunjukkan keluhan berupa perasaan yang tidak
nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak enak, namun pada penyakit vena
berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat yang dapat menyebabkan kehilangan
Nyeri, kemerahan, rasa terbakar, gatal, kram, kelemahan otot dan tungkai lemas
merupakan keluhan yang biasanya dikeluhkan oleh sebagian penderita dengan insufisiensi
vena. Selanjutnya apabila telah terjadi insufisiensi vena yang kronis dapat memicu terjadinya
kerusakan kulit dan jaringan lunak dibawahnya lebih lanjut yang dapat menyebabkan
Keadaan insufisiensi vena kronis akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan kronis
kulit dan jaringan lunak yang dimulai dengan bengkak ringan. Perjalanan sindrom ini akhirnya
akan menghasilkan perubahan warna kulit, dermatitis stasis, selulitis kronis atau rekuren,
infark kulit, ulkus, dan degenerasi ganas. Komplikasi berat yang dapat muncul sebagai akibat
dati insufisiensi vena dapat berupa ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit menyembuh,
phlebitis berulang, dan perdarahan yang berasal varises, dan hal ini dapat diatasi dengan
Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang bersumber dari varises vena
friabel, tapi kematian yang diakibat oleh varises vena paling dekat dihubungkan dengan
adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises vena mempunyai risiko tinggi
mengalami trobosis vena profunda (deep vein thrombosis,DVT) karena menyebabkan gagguan
aliran darah menjadi aliran darah statis yang sering menyebabkan phlebitis superfisial
kemudian berlanjut menjadi perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh darah vena
profunda. Pada penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan kemungkinan
adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak diterapi akan
Varises vena baru mungkin dapat muncul setelah adanya episode DVT yang tidak diketahui
yang menyebabkan kerusakan pada katup vena. Pada pasien ini adanya faktor risiko yang
mendasari untuk terjadinya tromboemboli dan memiliki risiko tinggi untuk terjadi rekurensi.
SEJARAH
Metode untuk mengobati varises vena telah dikembangkan sejak lebih dari 2000 tahun, tetapi
sampai saat ini relatif sedikit penekanan pada hasil kosmetik. Beberapa pendekatan
pembedahan memberikan hasil yang tidak memuaskan pada pasien dengan varises vena.
Prosedur dari Linton yang diperkenalkan pada wakhir tahun 1930 juga menggunakan
pendekatan terbuka untuk menghilangkan pembuluh darah yang inkompeten dan memotong
subfasia dari vena perforata, prosedur ini juga memberikan hasil kosmetik yang tidak
memuaskan.
Prosedur Trendelenburg yang diperkenalkan oleh Friedrich Trendelenburg pada akhir 1800
merupakan suatu cara pengobatan dimana vena safena diligasi dan dikeluarkan melalui insisi
yang dibuat di pertengahan paha. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Pethes, seorang
murid dari Trendelenburg yang menambahkan insisi pada lipatan paha dan dilakukan ligasi
Beberapa pendekatan baru untuk menstripping Vena Safena Magna (VSM) telah diperkenalkan
sejak awal abad ke 20. Stripper dari Mayo adalah sebuah cincin yang dipasangkan
ekstraluminal yang memotong pembuluh darah kecil yang memberikan aliran darah ke VSM.
Alat dari Babcock adalah sebuah stripper intraluminal dengan kepala berbentuk seperti buah
yang digunakan untuk menarik pembuluh vena dan melepaskannya dari tempatnya melekat.
Alat dari Keller adalah sebuah kawat internal digunakan untuk menarik pembuluh vena,
Skleroterapi menggunakan sklerotan kimia sudah populer dilakukan sejak akhir tahun 1800-
an. Sejak tahun 1930 diperkenalkan sklerotan modern yang mempunyai efek samping yang
minimal dan digunakan bersamaan dengan terapi pembedahan sebagai terapi primer varises
vena.
Stab-avulsion menggunakan kaitan phlebectomy sudah digunakan oleh Galen selama abad
kedua. Prosedur ini kembali digunakan pada tahun 1960 dan popularitasnya meningkat
sampai sekarang.
Teknik terbaru untuk ablasi vena menggunakan energi termal yang dihantarkan ke diding
pembuluh vena menggunakan pemanasan laser atau radiofrekuensi (RF). Ini merupakan
pendekatan yang disetujuai pada akhir tahun 2000 untuk pengobatan gangguan vena.
ANATOMI
Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan bagian dari lengkung vena
dan mendapat percabangan dari vena profunda pada kaki yang kemudian berjalan keatas
sepanjang sisi anterior malleolus medialis. Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi
anteromedial betis sampai lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari betis
bagian atas sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis dimana fasia ini
berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan. Normalnya VSM
dengan sistem vena profunda pada regio femoral, tibia posterior, gastrocnemius, dan vena
soleal (gambar 1). Antara pergelangan kaki dan lutut terdapat Cockett perforator, yang
merupakan kelompok vena perforata yang menghubungkan sistem vena profunda dengan
lengkung vena posterior yang memberikan percabangan ke VSM dari bawah pergelangan kaki
Selain vena perforata pada beberapa vena superfisial juga memberikan cabang ke VSM.
Sedikit di bawah Safenofemoral Junction (SFJ), VSM menerima percabangan dari cabang
kutaneus lateral dan medial femoral, vena iliaka sirkumfleksa eksterna, vena epigastrika
superfisialis, dan vena pudenda interna. Apabila vena-vena ini mengalami refluks akan
bermanifestasi pada paha bagian bawah dan btis bagian atas. Akhir dari perjalanan VSM
berakhir di vena femoralis bercabangan ini disebut dengan Safenofemoral junction. pada
pertemuan antara vena safena magna dengan vena femoralis terdapat katup terakhir dari
VSM.
MASALAH
Penyakit vena sangat umum terjadi dan kejadiannya meningkat seiring bertambahnya umur,
lebih dari setengah dari populasi berumur 65 tahun menderita penyakit ini. Jenis yang paling
banyak adalah berupa insufisiensi vena, dan manifestasi yang paling sering terlihat berupa
varises vena dan telangiectasia dengan kelainan kulit dan jaringan lunak yang berkembang
kemudian. Sebagian besar pasien dengan insufisiensi vena menunjukkan gejala subjektif baik
ringan maupun sangat berat. Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki
kelainan yang mendasari, menghilangkan atau menutup titik tempat terjadinya refluks untuk
EPIDEMIOLOGI
Angka insiden dan prevalensi dari penyakit insufisiensi vena bergantung pada umur dan jenis
kelamin pada populasi umum. Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada
beberapa tingkat umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises ditemukan
72 % pada wanita berumur 60-69 tahun dan hanya 1 % laki-laki pada umur 20-29 tahun.
Vasises retikuler yang berukuran lebih kecil telah ada sejak awal kehidupan. Hanya sedikit
kasus baru yang berkembang setelah kelahiran. Varises trunkal dan jaring telangiektasia
relatif jarang ditemukan pada anak-anak dan kemudian muncul seiring bertambahnya umur.
Pemeriksaan serial yang dilakukan pada sekitar 500 anak berumur 10-12 tahun dan setelah 4
dan 8 tahun terlihat adanya gejala sebelum vena abnormal terlihat di permukaan kulit.
Pertama terlihat adalah vena retikuler abnormal. Vena retikuler ini diikuti perkembangannya
setelah beberapa tahun terjadi inkompeten vena perforata yang akhirnya diikuti oleh
Angka prevalensi penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada Negara barat dan Negara
ETIOLOGI
Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstrinsik yaitu faktor lingkungan
bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari
varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada
beberapa penderita pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah
terjadi kelenahan pada dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan
tekanan vena. Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.
Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer,
namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum
diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat
dimana v. Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua
kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan
kembarnya. angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan pada laki-
laki sebesar 19 %.
Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi katup
vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan
vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi perpindahan
tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara progresif
Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena tungkai, hal ini dikarenakan
pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh
karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan.
Hormon ini akan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun
katup vena. Pada saat bersaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah
sirkulasi. Pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang
membesar. Penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena
dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena pada
kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. Pengobatan pada varises yang
sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain
selama kehamilan.
Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi pada lamina
elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan
menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral, maka
dalam keadaan vena yang mengalami varises tidak dianjurkan untuk di ablasi.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik
keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis
kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke
vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superfisial
terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena
perforata mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan
gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot.
Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5
atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda
terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial
normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan
Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien dengan dialisis
shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation spontan. Pada pasien tersebut terjadi
peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena
menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan herediter berupa
kelemahan pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan
Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi
vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada
vena profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis
juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat
oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh
darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada
tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin
dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya
kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan
tinggi dalam pembuluh darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian
terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup
lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena superfisial akan
menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena
mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda
akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan
hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan
lentur, namun bila terbentuk bvarises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih
lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan
volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya penampilan dan
ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang
sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut
darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak
KLINIS
Pasien dengan varises vena mungkin menunjukkan komplikasi varises akut berupa perdarahan
varises, dermatitis, tromboplebitis, selulitis, dan ulkus. pasien mungkin juga datang ke dokter
untuk berkonsultasi karena terjadi perburukan dari gejala kronis. Beberapa pasien datang
untuk mendapatkan informasi tentang implikasi medis dari varises vena, yang lainnya murni
Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada
pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu. Beratnya gejala tidak
berkorelasi dengan ukuran pelebaran vena yang terlihat atau dengan jumlah volume refluks
yang terjadi. Gejala yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan
sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan
kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat
Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena bisanya membaik bila beraktifitas seperti
berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan
bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat. Neri dan gejala lainnya mungkin
memberat pada saat siklus menstruasi, kehamilan, dank arena respon terapi hormonal
eksogen (kontrsepsi oral). Pada sedikit wanita merasakan nyeri setelah melakukan hubungan
seksual.
1. Riwayat insufisiensi vena ( kapan onset terlihatnya pembuluh darah abnormal, onset dari
gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya riwayat menderita varises
sebelumnya)
2. Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang membutuhkan posisis
3. Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema, perubahan
6. Riwayat menderi penyakit vaskuler lainnya (penyakit arteri perifer, penyakit arteri
7. Riwayat keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena
profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena superfisial harus
mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini
Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum,
pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya
ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena
prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya.
Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa
pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran
vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu
kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial
pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus
dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini
disebabkan oleh adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan
Palpasi
Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit
dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak
terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal
dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan
vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
vena profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM kemudian
dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang merupakan
cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk
meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-
brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan,
thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang
mengalami thrombosis.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya dengan
mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena
di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde
dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang mengalami varises
menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting
karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk
menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di
bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk
menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil
menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises
menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan
tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda
ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke
ukuran semula.
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superficial
dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara
mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang
mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak
dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau
melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun
apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang
mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana.
Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi
lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena
yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler.
Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut.
Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat
penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau terapi
varises vena.
Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan seluruh
area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system vena
profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG
color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan
untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan
preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran darah
dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan yang paling sensitive dan
pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada tungkai bawah
dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan
nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan
invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG
dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15 % pasien yang dilakukan
pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosisi baru setelah
pemberian kontras.
PENATALAKSANAAN
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien dengan
varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II)
memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang
menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah terjadi ulkus
pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang relatif mahal,
kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada penelitian randomize
controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan dengan
kontrol penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks VSM dan mengurangi keluhan
dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada perbedaan terhadapa pembentukan
varises vena.
2. Skleroterapi
yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan
fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric chloride, salin hipertonik, polidocanol,
iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling
umum digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini
dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit
(penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan apabila
pupuler dilakukan pada tahun 1960an dan 1970an, terapi kombinasi ini diberikan setelah
Sebuah penelitian yang membandingkan antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ
dibandingkan kombinas ligasi SFJ dengan stripping didapatkan angka rekurensi klinis dan
rekuresnsi terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan
skleroterapi.
Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam dan benbentuk
liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
liquid yaitu dosis yang lebih sedikit, lebih efektif dan menimbulkan komplikasi yang lebih
rendah. Pada sebuah penelitian non-randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam
dengan liquid didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi (67 % dengan 17 %
dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah (8,1 % dan 25 %) pada pasien yang
menggunakan sklerotan foam. Tidak ada komplikasi ditemukan pada penelitian ini. Penelitian
randomized trial lebih lanjut yang membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol
liquid didapatkan dalam terapi VSM inkompen (diameter < 8 mm) didapatkan keberhasilan
dalam mengablasi refluks VSM lebih tinggi pada polidocanol jenis foam ( 84% lawan 14 %).
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radiofrekuensi yang diletakkan
di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh
darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ yang
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter menempel pada endotel vena,
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan dimonitor melalui
sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur suhu
Penelitian multi-center didapat 85 % VSM mengalami obliterasi pada 2 tahun. Dua penelitian
konvensional. Penelitian pertama Lurie et al melaporkan hasil dari EVOLVeS Study yang
atau ligasi SFJ, Stripping VSM dan phlebectomy. Hasil yang didapat 81 % oklusi VSM pada
kelompok RF ablasi dengan lama waktu perwatan lebih singkat dari pada kelompok
pembedahan ( 74 SD 10 mnt Vs 89 SD 12 mnt), lebih cepat pada RF ablasi (1,39 Vs 6,65 hari
kerja). Walaupun komplikasi yang sitimbulkan pada RF ablasi lebih sedikit, komplikasi pasca
terapi berupa parestesia lebih banyak pada kelompok RF ablasi ( 16% dibandingkan 6 % pada
kelompok pembedahan, tetapi tidak signifikan). Interpretasi hasil study EVOLVeS sulit
dilakukan karena berbagai variasi teknik anestesi dan prosedur yang dilakukan pada berbagai
Center. Selain itu jumlah sample yang kecil tidak cukup kuat untuk menampilkan signifikansi
Penelitian kedua , Rautio randomized pada 28 pasien yang mendapatkan RF ablasi atau
pembedahan konvensional. Kedua kelompok ini dilakukan di bawah anestesi umum. Hasil
yang didapat penurunan rata-rata VCSS (venous clinical severity score). Pada RF ablasi
didapat score VCSS 5,1 (SD=1,5) dan pada pembedahan didapat 4,4 (SD=1), nyeri pasca
pengobatan lebih besar pada kelompo RF ablasi dibandingkan dengan kelompok pembedahan
konvensional.
Pada beberapa penelitian individual didapatkan komplikasi yang lebih rendah pada RF ablasi.
Safena neuritis 3-49%, kulit terbakar 2-7 %, hematoma dan phlebitis. DVT dilaporkan sekitar
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah dengan Endovenous laset
therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat
dilakukan pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara luas digunakan
menggunakan daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dialkuakn anestesi local perivena dengan jalan
memberikan efek analgesia juga memberikan efek penekanan pada vena agar dinding vena
beraposisi dengan fibred an berperan sebagai heat sink mencegah kerusakan jaringan local.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila
dilakukan FR ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai
tidak tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti dengan kerusakan
varises superficial dan menurunkan gejala yang timbul. Dilaporkan oleh Min et al, sekitar 500
pasien yang di follow-up selam 3 tahun didapatkan abalsi VSM sebesar 98 % pada 1 bulan dan
93 % pada 2 tahun.
Komplikasi utama yang muncul seperti bruising (24 %) dan thomboplebitis (5%), tetapi tidak
abalaton absennya komplikasi DVT adalah kemungkinan karena duarsi terapi yang lebih
singkat, kontak dengan kateter trombogenik yang lebih singkat, dan suhu yang digunakan
lebih tinggi.
Terapi Pembedahan
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises
yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan
kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum yang
berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomy dimasukkan ke dalam dan vena dicapai
melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian
vena yang panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya.. bila vena tidak dapat ditarik apat
dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.
2. Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan
stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan
cedera pada struktur di sekitarnya.Gambar 5-6. Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi
Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus diidentifikasi dan
dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan
Junction, peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level
cruris selnajutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil)
sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut. Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan
paha dan dikunci pada ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke
dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di
bagian distal. Jika di perlukan dapat diberikan gaas yang berisi efinefrin atau dilakukan ligasi
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden komplikaasi
yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi kerusakan pada nervus safena,
Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena anatomi dan risiko terjadinya
cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus
diidentifikasi dengan pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi
dari Safeno popleteal jungtion secara langsung yang adekuat sangat pentingdilakukan.
Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan stripping dimasukkan ke
dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu yang dibuat dengan insisi (2 -4
mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari
Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA) adalah sebuah teknik
refluk. Vena perforata dan vena safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan
namun agka rekurensi masih cukup tingg sebesar 35 % pada 3 tahun. Namun pada sebuah
studi yang membandingkan antara ligasi SFJ, stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang
sama pada 3 tahun tapi dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada
kelompok CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang relatif lebih
rumit.
cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan menimbulkan komplikasi yang
lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden
terjadinya hematome, dan parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini
mungkin bermanfaan pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana didapatkan
jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang menurunkan efikasi bila
Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi. Bagaimanapun
ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami inkompenten di sisi medial cruris
menunjukkna hubungan dengan severitas penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli
bedah vaskurel berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin
dilakukan.
Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang inkompeten,
tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk
menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka,
penentuan vena perforata melalui pemeriksaan ultraound mungkin dapat mengatasi masalah
Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan sebuah solusi yang
fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan mempertahankan VSM. Dia medriskripsikan
pada 1500 pasien walaupun ourcome data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan
setelah folow-up selama 57 bulan , 90 % didapatakan dengan SFJ yang kompeten dengan
rara-rata penuruanan diameter VSM dari 7,6 menjasi 4,8 mm. Rekurensi secara klinis
menurun. Sayangnya pasien dengan VSM yang berdiameter 10-11 mm atau dengan varises
yang berkelok-kelok sepanjang VSF diekslusi dan teknik ini hanya dapat diaplikasikan pada 34
% pasien saja. Pasien dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih rendah
dibandingkan bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih jarang dan infeksi yang
terjasi karena pelepasa cuff hanya 0,3 % kasus. Teknik mungkin dapat dipilih pada pasien
dengan varises vena minor, namun belum ada penelitian yang membandingkan dengan teknik
Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 1960-1970-an. Tidak ada bukti
keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko terjadinya cidera termal. Studi terbaru
dikatakan teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang
walupun tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien
Cost-effectiveness
Tidak ada studi yang membandingkan cost-efektif pada berbagai metode-metode dalam terapi
varises vena kecuali studi yang dilakukan oleh Rautio yang membandingkan cost analisis
antara VNUS dengan pembedahan. Logikanya , terapi mengguanakan kaus kaki (stocking) dan
skleroterapi merupakan terapi yang memerlukan biaya yang paling rendah namun denag hasil
Untuk terapi minimal invasif peningkatan biaya berasal dari biaya tambahan dari penggunaan
kateter dan sumber tenaga dan prosedur yang dilakukan di dalam ruang operasi serta
Bagaimanapun bila EVLT dilakukan pada pasien poliklinis dengan follow-up skleroterapi ,
KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus, keadaan ini sering
bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform konsen mengenai komplikasi ini
diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi. NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera
pada saraf pada 12 pasien dengan drop foot setelah dilakukan ligasi safeno-popliteal.
Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.
Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan 10 %), dan terjadi
gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism berpotensi terjadi pada
pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang menujukkan risiko ini meningkat bila
dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli bedah vaskuler melakukan profilaksisi agar tidak
terjadi komplikasi thomboemboli ini. Tabel 2 menunjukkan angka komplikasi yang terjadi pada
Perkiraan tingkat rekurensi bervariasi tergantung pada lama follow-up, definisi dari
rekurensi itu sendiri dan metode terapi primer yang dilakukan. Dapat dilihat pada tabel 3,
terdapat perbedaan tingakt rekurensi bila dilahat dari pemeriksaan dupleks ultrasound
dengan hanya melakukan pemeriksaan klinis
PROGNOSIS
Pasien dengan refluks vena yang signifikan memiliki risiko tinggi terjadinya ulkus varises yang
akan sulit di terapi secara efektif. Pada pasien dengan komplikasi perdarahan dan
thomboemboli memberikan prognosis yang kurang baik dalam terapi varises vena. Dengan
terapi yang tepat akan memberikan hasil yang baik dan progesifitas penyakit akan berhenti
RINGKASAN
Varises vena merupakan suatu kelainan pada pembuluh darah vena yang terjadi akibat
peningkatana tekanan di dalam vena dan terjadinya kegagalan ataau inkompetensi dari katup
vena dalam mengalirkan darah. Diagnosis varises ini dapat ditegakkan melalui gejala-gejala
klinis yang muncul serta dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang untuk lebih memastikan
diagnosis. Gejala yang sering muncul yaitu kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang
vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan.
Gejala tersebut akan bertambah berat bila pasien berdiri terlalu lama. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan berupa inspeksi pada kulit untuk melihat adanya perubahan-perubahan yang terjadi
pada kulit dan juga melihat apakaha terdapat pelebaran vena superfisialis, palapsi dilakukan
pada seluruh permukaan kulit untuk menilai pelebaran vena dan apakah didapatkan adanya
nyeri tekan. Perkusi juga dilakukan untuk menilai keadaan katup vena. Pemeriksaan lain juga
diperlukan untuk menegakkan diagnosis vasrises yantiu dengan melakukan manuver Perthes
Penatalaksanan varises dapat berupa terapi non-operatif dan terapi operatif. Terapi non-
opertaif sangat mudah dilakukan dan memerlukan biaya yang relatif lebih murah dari pada
terapi operatif namun angka rekurensinya masih cukup tinggi. Terapi non-operatif yang saat
ini sering dilakukan adalah dengan menggunakan stocking kompresi, skleroterapi, terapi
minimal invasif. Terapi operatif biasanya memberikan hasil yang lebih baik dengan angka
rekurensi yang lebih rendah dari pada terapi non-operatif. Kekurangannya adalah biaya yang
relative lebih mahal , hal ini dikarenakan terapi operatif dilakukan dibawah anestesi umum
atau regional dan dilakukan di dalam ruang operasi. Baik terapi non-operatif maupun terapi
Prognosis penyakit ini baik bila tidak adanya komplikasi seperti perdarahan, thromboemboli,
dan refluks yang terjadi tidak terlalu berat. Terapi yang tepat dan adekuat akan menurunkan
DAFTAR PUSTAKA
Beale,Gough. Treatment Options for Primary Varicose Veins-A Review. Eur J Vasc Endovasc