Anda di halaman 1dari 39

TUGAS INDIVIDU SAINS KEPERAWATAN

APLIKASI TEORI ST.CALISTA ROY


TERHADAP PASIEN DIABETES MELLITUS DENGAN
AMPUTASI

OLEH : RIZA GINANJAR M

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan tentang proses pengembangan empiris teori/model konseptual


merupakan dasar untuk memahami disiplin ilmu keperawatan, sehingga perawat
menyadari kebutuhan akan teori-teori keperawatan untuk membimbing penelitian
dan praktek professional keperawatan. Salah satu teori keperawatan yang
memberikan pengaruh di dalam pelayanan keperawatan adalah Nursing Process
Theory yang diperkenalkan oleh Sister Callista Roy,dimana manusia sebagai system
adaptif yang berasal dari Roys Adaptation Model.

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy
dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima
Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan
Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of California.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika
dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan
Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep
keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang
sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy
menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis psikologis.
Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon
adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi
yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis
stimulus yaitu : focal stimuli, kontekstual stimuli dan residual stimuli.

1
2

Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan


terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy
juga mengadaptasi nilai Humanisme dalam model konseptualnya berasal dari
konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut
Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping
manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.

Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain di
area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan
Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu
kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun
1970, model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum
sarjana muda keperawatan di Mount Saint Marys College. Sejak saat itu lebih dari
1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi,
menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang
peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.

Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-
1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi.
Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy
dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan,
tujuan, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu
perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manusia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi
keperawatan.

Roy menerbitkan banyak buku, artikel periodical dan menghadirkan banyak kuliah
dan workshops pada teori adaptasi perawatnya. Sebagian tentang budi pekerti dan
uraian yang baru dari Roy Adaption Model (RAM) yang diterbitkan di buku The
Roy Adaptation Model merupakan ungkapan yang pasti.
3

Pada tahun 1981 Roy adalah seorang dari Sigma Theta Tau dan Roy pun menerima
hadiah National Founder selama bertahan di Fosterus Proffesional Nurshing
Standars. Prestasinya masuk pada tahun 1984 sebagai kehormatan dokter dari
Humane Letters oleh Alverno College. Pada tahun 1985 mendapat kehormatan
dokter dari timur Michigan University dan pada tahun 1986 A.J.N menghadiahi
buku untuk model adaptasi utama Roy. Roy diakui di dunia siapa wanita itu ?
kepribadian dari Amerika dan sebagai Follow of the American Academy of
Nurshing.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan paradigma keperawatan teori dari Sr. Callista Roy


2. Menjelaskan konsep utama Nursing Process Theory dari Sr. Callista Roy
3. Menjelaskan tentang disilpin proses keperawatan menurut Sr. Callista Roy
4. Mengaplikasikan proses keperawatan Sr Callista Roy dalam asuhan
keperawatan di rumah sakit.
4

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 MODEL KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN St. CALLISTA ROY

2.1.1 Manusia Sebagai System Adaptive.


Sistem, adalah suatu set dari beberapa bagian yang berhubungan
dengan keseluruhan fungsi untuk beberapa tujuan dan demikian juga
keterkaitan dari beberapa bagiannya. Dengan kata lain bahwa untuk memiliki
keseluruhan bagian-bagian yang saling berhubungan, sistem juga memiliki
input, out put, dan control, serta proses feedback.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem yang dapat
menyesuaikan diri (adaptive system ). Sebagai sistem yang dapat
menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan secara holistik (bio, psicho,
sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai Input (masukan), Control dan
Feedback Processes dan Output (keluaran/hasil). Proses kontrol adalah
Mekanisme Koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri.
Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem yang dapat
menyesuaikan diri dengan aktififitas Kognator dan Regulator untuk
mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu : Fungsi
Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan menurut Roy manusia dijelaskan
sebagai suatu sistem yang hidup terbuka, dapat menyesuaikan diri dari
perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada dilingkungan. Sebagai sistem
yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan dalam karakteristik
sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan
antara unit unit fungsional atau beberapa unit fungsional yang mempunyai
tujuan yang sama. Sebagai suatu sistem manusia dapat juga dijelaskan dalam
istilah Input, Control, Proses Feedback, dan Output.

4
5

2.1.2 Input (Stimulus)


Roy menjelaskan bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus
(stressor) lingkungan sebagai stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan
dunia luar (external) manusia.(Faz Patrick & Wall,1989). Stimulus Internal
adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman,
kemampuan emosional, kepribadian dan Proses stressor biologis (sel maupun
molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus External dapat
berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai
ancaman(dikutip oleh Nursalam;2003).
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energy dari lingkungan yang dapat
menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal,
kontekstual, dan stimulus residual.
1) Stimulus Fokal
Stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan
ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab
terjadinya infeksi
2) Stimulus Kontektual.
Stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi)
seperti keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat
ini, misalnya penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat.
3) Stimulus Residual
sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi
terjadinya keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi,
sehingga terjadi kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien tentang
penyakit, gaya hidup, dan fungsi peran.
6

2.1.3 Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping,
dimana tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Stuart, Sundeen; 1995). Manusia sebagai
suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping, yang
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetik yang dimiliki,
umumnya dipandang sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa
dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping yang
dipelajari, dikembangkan melalui strategi seperti melalui pembelajaran atau
pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan
berkontribusi terhadap respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus
yang dihadapi.
Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan integritas dalam
batasan yang sesuai dengan tujuan human system.
Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi
yang sesuai dengan tujuan human system.
Dua Mekanisme Koping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistem
Regulator dan Susbsistie Kognator. Regulator dan Kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat effektor atau
cara penyesuaian diri yaitu: Fungsi Fisiologis, Konsep Diri, Fungsi Peran, dan
Interdependensi.

2.1.3.1 Subsistem Regulator dan Kognator


Mekanisme penyesuaian atau Koping yang berhubungan dengan
perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui perubahan Biologis, Psikologis
dan Sosial. Subsistem Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin.
Subsistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan
7

beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistem Kognator adalah


gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi,
termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat
alasan dan emosional.

Dapat dijelaskan bahwa semua input stimulus yang masuk diproses oleh
subsistem Regulator dan Kognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua
diperlihatkan pada empat perubahan yang ada pada manusia sebagai sistem
adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
Interdependensi (Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:
a. Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk
mempertahankan keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar
adrenal bagian korteks mensekresikan kortisol atau glukokortikoid,
bagian medulla mengeluarkan epenefrin dan nor epinefrin), sirkulasi dan
oksigen.
b. Perubahan konsep diri
Adalah keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi,
perilaku dan respon. Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi
pandangan dan persepsi terhadap dirinya.
Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri rendah.
c. Perubahan fungsi peran
Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.
Contoh : peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.
d. Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing
komponen menjadi satu kesatuan yang utuh.
Contoh : kecemasan berpisah.
8

Cara penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan


mengkategorikan perilaku manusia, dimana perilaku tersebut merupakan
hasil dari aktifitas Kognator dan Regulator yang diobservasi.
Kebutuhan dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas
Fisik, Psikologis dan Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam
subsistem regulator maupun dalam subsistem kognator dan digambarkan
sebagai proses yang menghubungkan dua subsistem tersebut. Input-input
untuk regulator diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah proses dari
kognator dan respon-respon yang mengikuti sebuah persepsi adalah
Feedback baik untuk kognator maupun Regulator. Secara keseluruhan
konsep manusia sebagai sistim Adaptive dapat digambarkan dengan
skema pada Gambar 1 dibawah ini.

2.1.4 Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistem adaptive
adalah respon adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon maldaptive
(tidak dapat menyesuaikan diri). Respon-respon yang adaptive itu
mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan respon
maladaptive dapat mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-
respon itu selanjutnya akan menjadi Input (masukan) kembali pada manusia
sebagai suatu sistem.
Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang
berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau
tidak efektif berdampak terhadap respon sakit (maladaptife). Jika pasien
masuk pada zona maladaptive maka pasien mempunyai masalah keperawatan
adaptasi (Nursalam; 2003).
2.1.4.1 Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)
Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan integrasi secara keseluruhan . Integritas atau
keutuhan manusia meyatakan secara tidak langsung bahwa kesehatan
9

atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan


dan kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi
intergrasi adalah sehat sebaliknya kondisi tidak ada integrasi adalah
kurang sehat.
Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi
termasuk penekanan pada kondisi baik. Dalam model adaptasi
keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi.
Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak
efektif dan memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang
lain. Mengurangi dan tidak menggunakan energi ini dapat
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan, ini adalah
pembebasan energi yang dihubungkan dengan konsep adaptasi dan
kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalam model adaptasi
keperawatan didalamnya menggambarkan manusia sebagai sistem
yang dapat menyesuaikan diri .
Adaptasi dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor dan
produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistik
untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan
integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan
lingkungan dan dua bagian proses.
Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam
lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.
Perubahan-perubahan itu adalah stressor-stressor atau stimulus focal
dan ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian
bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress,
bagian kedua dari stress adalah mekanisme koping yang merangsang
menghasilkan respon adaftif atau inefektif .
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan
digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan
10

manusia yang meliputi: kelangsungan hidup, dan pertumbuhan yang


disebut Intergritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan
dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon.
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga
keseimbangan dinamik dari manusia berada pada tingkat yang lebih
tinggi.
Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai adaptive sistem. Jadi peningkatan adaptasi
mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada keadaan baik atau
sehat. Adaptasi kemudian disebut suatu fungsi dari stimulus yang
masuk dan tingkatan adaptasi lebih spesifik, fungsi yang lebih tinggi
antara stimulus fokal dan sistem adaptasi.

Gambar 1: Skema Manusia Sebagai Sistem Adaptive

Input Proses Efektor Output


kontrol

Stimuli Respons :
internal dan
external Mekanisme Fs. Fisiologi
Tkt. Adaptasi koping Konsep Diri Adaptif
Fokal
Regulator Fs. Peran Maladaptif
Kontextual
Residual Kognator Interdependen

Umpan Balik
11

Sumber : Tomey and Alligood. 2006. Nursing theoriest, utilization and


application. Mosby : Elsevier.

2.1.5 Keperawatan.
Roy menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek
. Sebagai ilmu, keperawatan mengobservasi,mengklarifikasi dan
menghubungkan proses yang secara positif berpengaruh pada status
kesehatan (1983). Sebagai disiplin praktek keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan secara ilmiah untuk menyediakan pelayanan
pada orang-orang (1983).
Lebih spesifik dia mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan
praktek dari peningkatan adaptasi untuk tujuan mempengaruhi kesehatan
secara positif. Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok
dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang
berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam model tersebut
keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh kehidupan
manusia yang berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban
terhadap stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi.
Ketika stressor yang tidak biasa (focal stimulus) atau koping
mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi
koping yang tidak efektif manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak
harus, bagaimanapun diinterpretasi untuk memberi arti bahwa aktivitas
tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit . Roy menyetujui
pendekatan holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk
mempertahankan keadaan yang baik dan tingkat fungsi yang tinggi .
Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan . Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia
dengan lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap 4 cara
12

menyesuaikan diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep diri , fungsi peran dan
interdependensi. Harapan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan
berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian
yang bermanfaat.
Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada didalam
suatu area tingkatan adapatasi manusia, dan ketika stimulus fokal tersebut
tidak ada dalam area , manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau
respon efektif. Adaptasi tidak memerlukan energi dari upaya koping yang
tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang
lain . Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan
kesehatan . Jadi , peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada konsep
ini.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas
keperawatan, yang digunakan pada proses keperawatan meliputi
pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan evaluasi.
Adaptasi model keperawatan ditetapkan data apa yang
dikumpulkan,bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama,
pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas
proses keperawatan. Unit- unit analisis dari pengkajian keperawatan
adalah interaksi manusia dengan lingkungan.
Proses pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian . Tingkat
pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat
cara penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi
penilaian respon dan komunikasi dengan individu. Dari data tersebut
perawat membuat alasan sementara tentang apakah perilaku dapat
menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah
mengumpulkan data tentang focal, kontekstual, dan residual stimuli.
Sebelum tingkat pengkajian ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat
pertama.
13

Keterlibatan ini penting untuk menetapkan faktor-faktor utama


yang mempengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam
konteks proses keperawatan dan meliputi pengelolaan atau manipulasi
stimulus focal,kontekstual dan residual. Manipulasi atau pengaturan
stimulus ( baik internal dan eksternal) bisa termasuk didalam
penghilangan, peningkatan, pengurangan , pemeliharaan atau merubah
stimulus. Melalui pengelolaan faktor-faktor stimulus , pencetus tidak
efektifnya perilaku diubah atau meningkatkan kemampuan individu untuk
mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Jadi stimulus
akan jatuh ke area yang dibangun oleh tingkat penyesuaian diri manusia
dan perilaku adaptif akan terjadi . Intervensi keperawatan berikutnya ,
mengevaluasi hasil akhir perilaku dan memodifikasi pendekatan-
pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus dicatat bahwa dalam
model manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi aktif dalam
perawatan dirinya. Tujuan disusun berdasarkan tujuan yang saling
menguntungkan.
Menurut Roy, kapan Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya
adalah: Manusia sebagai Sistem Adaptive (dapat menyesuaikan diri), sakit
atau memilki potensi sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau
kelemahan/kekurangan mekanisme Koping, biasanya manusia berusaha
untuk menanggulangi yang tidak efektif. Manusia berusaha meminimalkan
kondisi yang tidak efektif dan memelihara yang adaptive. Dengan
peningkatan adaptasi manusia terbebas dari pemakaian energi dan energi
tersebut dapat digunakan untuk stimulus yang lain.

2.2 Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.


Adaptasi adalah konsep sentral dan konsep yang menyatukan konsep-konsep
lain dalam model ini. Penerima pelayanan keperawatan adalah manusia sebagai
adaptif sistem yang menerima stimulus dari lingkungan internal dan eksternal.
14

Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam area atau di luar area adaptasi
manusia dan subsistem regulator dan kognator digunakan untuk mempertahankan
adaptasi dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat stimulus jatuh dalam
area adaptasi manusia, respon adaptif akan terjadi dan energi dibebaskan untuk
berespon terhadap stimulus lain.
Dalam hal ini meningkatkan integritas atau kesehatan. Keperawatan
mendorong adaptasi melalui penggunaan proses keperawatan dengan tujuan
meningkatkan kesehatan. Hubungan antar komponen dasar dari model adaptasi
keperawatan digambarkan berikut ini:

Keperawatan

Menggunakan proses Keperawatan


untuk meningkatkan

Manusia Output Adaptasi Integriatas Kesehatan

Input Interaksi Respon


inefektif

Lingkungan

Gambar 5: Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan. (sumber:


Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and
Function, 3rd ed, DLMN/DLC.

2.3 PROSES KEPERAWATAN PENDEKATAN TEORY MODEL ADAPTASI


ROY

Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses


keperawatan. Element Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian
15

Perilaku, Pengkajian stimulus, Diagnosa keperawatan, Rumusan Tujuan, Intervensi


dan Evaluasi.
2.3.1 Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi
perawat untuk mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive. Data
spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui proses observasi, pemeriksaan dan
keahlian wawancara. Faktor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi:
genetic, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok,
konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial, mekanisme
koping dan gaya hidup, stress fisik dan emosi, budaya, lingkungan fisik
(Martinez yang dikutip oleh Nursalam, 2003).

1. Pengakajian Fisiologis.
Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis yang menjadi perhatian
pengkajian perawat yaitu;
a. Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan
dengan respirasi dan sirkulasi.
b. Nutrsisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki
kondidi tubuh dan perkembangan.
c. Eliminasi: menggambarkan Pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat
dan tidur.
e. Intergritas kulit: menggambarkan pola fisiologis kulit.
f. Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perceptual berhubungan
dengan panca indra.
g. Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan
dan elektrolit.
h. Fungsi Neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan
dan intelektual.
16

i. Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk


respon stress dan system reproduksi.
2. Pengkajian Konsep diri.
Pengkajian Konsep diri: menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola
nilai, kepercayaan, emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri.
Perhatian ditujukan pada keadaan diri sendiri tentang fisik, individual dan
moral-etik.
3. Pengkajian Fungsi Peran.
Pengkajian Fungsi peran (sosial): menggambarkan atau mengidentifikasi
tentang pola interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat
dari peran ganda.

4. Pengkajian Interdependensi.
Pengkajian Interdependensi: menggambarkan atau mengidentifikasi
pola nilai manusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi
melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok.
Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptive dilaksanakan dengan
pendekatan sistimatis dan holistic.
Pengkajian itu diklarifikasikan, difokuskan oleh perawat atau Team
keperawatan sebagai data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan pada
pasien. Secara ideal keseluruhan data pasien tersebut saling berhubungan
dan pengkajian keperawatan dicatat dalam format empat model adaptive
keperawatan. Dan dapat dimengerti sebagai masukan data bagi tim asuhan
keperawatan yang terlibat pada pasien. Dibutuhkan keahlian dalam praktek
keperawatan kaitannya dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan
membandingkan kriteria evaluasi spesific respon perilaku manusia bahwa
adaptive atau inefefektive (maladaptive).
17

Data dikelompokkan dalam: data subjektif, objektif dan data


pengukuran/pemeriksaan fisik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari
apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektive maupun
maladaptive. Roy sudah menidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan
dengan aktivitas Subsistem regulator dan Subsistem Kognator yang tidak
efektive, seperti pada table berikut :

Table 1: Indikasi Kesulitan Adaptasi


Gejala berat dari aktivitas Regulator : Gejala Inefektiv dari Kognator :
peningkatan deyut jantung dan Gangguan persepsi/ proses
tekanan darah. informasi.
Tegang. Pembelajaran inefektive.
Hilang nafsu makan. Tidak mampu membuat
Peningkatan kortisol serum justifikasi.
Afektive tidak sesuai.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional
Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut.

2.3.2 Pengkajian Stimulus.


Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang
muncul ke dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk
mengidentifikasi respon-respon inefektive atau respon-respon adaptive yang
perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku inefektive
atau perilaku adaptive yang memerlukan dukungan perawat, perawat
membuat pengkajian tentang stimulus internal dan ekternal yang mungkin
mempengaruhi perilaku.
Dalam fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang
stimulus fokal, kontekstual dan residual yang dimiliki pasien. Proses ini
mengklarifikasi penyebab dari masalah dan mengidentifikasi faktor-faktor
kontekstual (faktor presipitasi) dan residual (faktor Predisposisi) yang
berhubungan erat dengan penyebab. Berikut ini stimulus yang berpengaruh
yang telah diidentifikasi (dikutip dari Julia B.George; 1995)
18

Budaya : Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim


kepercayaan.
Keluarga : Struktur keluarga, tugas keluarga.

Fase perkembangan : Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor


keturunan.

Intergritas dari cara- : Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri,


cara penyesuaian fungsi peran, interdependensi.
(modes Adaptive)

Efektivefitas Kognator : Persepsi, pengatahuan, skill.

Pertimbangan : Perubahan lingkungan internal dan ekternal,


lingkungan menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan.
Alkohol, dan merokok.

2.3.3 Diagnosa Keperawatan.


Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E),
Symtom/kharakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode
merumuskan diagnosa keperawatan. (dikutip dari Julia B.George; 1995.
Nursalam;2003) adalah sebagai berikut:
1) Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4
(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan
cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang
ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi (lihat tabel 2). Respon
tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya:
inadekuat pertukaran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau
beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis.
Konstipasi (masalah fisiologis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu
defikasi, perubahan pola BAB. Kehilangan (masalah konsep diri) datanya:
diam, kadang-kadang menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).

2) Metode Kedua
19

Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon


dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang
sangat berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari
satu cara penyesuaian diri, respon perilaku tersebut dinyatakan sebagai
statemen masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang
stimulus. Stimulus tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya:
Nyeri dada yang disebabkan oleh kurannyag suplay oksigen ke otot
jantung

3) Metode Ketiga
Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive)
berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien
mengeluh nyeri dada saat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah
atlit senam. Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan ini
disimpulkan diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran
berkaitan dengan keterbatasan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja
melaksanakan perannya.

Tabel 2: Typologi Yang Biasanya Berkaitan Dengan Problem Adaptasi.


FISIOLOGIS MODE
1. Oksigenasi. 6. sensoris.
Hipoksia/syoks. Nyeri akut.
Gangguan ventilasi. Nyeri kronis.
Inadekuat pertukaran gas. Sensori overload.
Inadekuat transport Gas Gangguan sensori primer.
Gangguan perfusi jaringan. Potensial injuri.
Kehilangan kemampuan
2. nutrisi. perawatan diri.
Malnutrisi. Gangguan persepsi.
Mual,muntah. Potensial injuri/ hilang kemam-
Anoreksia. puan merawat diri.

3. eliminasi. 7. cairan dan elektrolit.


Diare. Dehidrasi.
Konstipasi. Retensi cairan intra seluler.;
Kembung. Edema.
20

Retensi Urine. Shok hipo/hipervolemik.


Inkontinensia urine. Hyper atau hipokalsemia.
Ketidakseimbangan asam basa.
4. aktivitas dan istirahat.
Inadekuat pola aktivitas dan 8. Fungsi Nerologis.
istirahat. Penurunan kesadaran.
Intolenransi aktivitas. Defisit memori.
Immobilisasi. Ketidakstabilan perilaku dan
Gangguan tidur. mood.

5. intergritas kulit. 9. Fungsi endokrin.


Gatal-gatal. Inefektiv regulator hormon.
Kekeringan. Inefektiv pengembangan
Infeksi. reproduksi.
Dekubitus Ketidakstabilan sikulus ritme
stress internal.

KONSEP DIRI

Pandangan terhadap fisik. Pandangan terhadap personal.


Penurunan konsep seksual. Cemas tidak berdaya.
Agresi. Harga diri rendah.
Kehilangan. Merasa bersalah.
Seksual disfungtion.

FUNGSI PERAN INTERDEPENDENSI


Transisi peran. Kecemasan.
Peran berbeda. Merasa ditinggalkan/isolasi.
Konflik peran.
Kegagalan peran.

2.3.4 Merumuskan Tujuan


Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu
dicatat merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi masalah
pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan meliputi:
perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu. Tujuan jangka panjang
menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi terhadap
masalah dan tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup,
tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi hasil
perilaku pasien setelah manajemen stimulus fokal dan kontekstual. Juga
21

keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator dan
kognator.

2.3.5 Rencana Tindakan


Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan
untuk mengatasi/memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Pelaksanaan juga difokuskan pada besarnya ketidakmampuan koping
manusia atau tingkat adaptasi, begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan
manusia dalam kemampuan untuk beradaptasi. Perawat merencanakan
tindakan keperawatan spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang
dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori adaptasi Roy adalah
seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang
optimal, dengan menggunakan koping yang konstruktif (Julia B.George;
1995). Intervensi ditujukan pada peningktan kemampuan koping secara luas.
Tindakan diarahkan pada subsistem regulator (proses fisiologis/biologis) dan
kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi, pengetahuan, pembelajaran).
Tabel 3: kriteria standar Intervensi Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS
Memenuhi kebutuhan Oksigen. Memenuhi kebutuihan aktivitas dan
Kriteria: Istirahat/tidur.
1. menyiapkan tabung oksigen dan flow Kriteria
meter. 1. melakukan latihan gerak pada pasien
2. menyiapkan hemodifier berisi air. tidak sadar.
3. menyiapkan slang nasal dan masker. 2. melakukan mobilisasi pada pasien
4. memberikan penjelasan pada pasien. pasca operasi.
5. mengatur posisi pasien. 3. mengatur posisi yg nyama pada
6. memasang slang nasal dan masker. pasien.
7. memperhatikan reaksi pasien. 4. menjaga kebersihan lingkungan.
5. Mengobservasi reaksi pasien.
Memenuhi kebutuhan Nutrisi:
Kriteria Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit
1. menyiapkan peralatan dalam dressing car. (kebersihan dan kenyamanan fisik)
2. menyeiapkan cairan infus/makanan/darah. Kriteria
3. memberikan penjelasan pada pasien. 1. Memandikan pasien yang tidak sadar/
4. mencocokan jenis cairan/darah/diet kondisinya lemah.
makanan 2. mengganti alat-alat tenun sesuai
5. mengatur posisi pasien. kebutuhan/ kotor.
6. melakukan pemasangan 3. Merapikan alat-alat pasien.
infus/darah/makanan
Mencegah dan mengatasi reaksi
22

Memenuhi kebutuhan Eliminasi fisiologsi


Kriteria Kriteria
1. menyiapkan alat pemberian 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan sesuai kebutuhan.
pemasangan kateter 2. melakukan tes alergi pada pemberian
2. memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter obat baru.
3. menutup dan memasang selimut. 3. mengobservasi reaksi pasien.
4. mengobservasi keadaan feses dan urine.
5. Mengobservasi reaksi pasien.

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI


Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1. Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2. memberikan penjelasan tentang tibndakan yang akan dilakukan.
3. memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4. memperhatikan setiap keluhan pasien.
5. memotivasi pasien untuk berdoa.
6. membantu pasien beribadah.
7. memperhatikan pesan-pesan pasien.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN PERAN

1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna
bagi keluarga dan msayarakat.
2. mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3. melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.
4. Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.
5. bersifat terbuka dan komunikatif pada pasien.
6. mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
7. perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan
secara benar dalam perawatan.
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif
dari klein.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENDENSI

1. membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.


2. membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
3. membantu pasien memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi).
4. membantu pasien untuk berhias atau berdandan.
23

2.3.6 Evaluasi:
Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi
perilaku. Tujuan dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang
dihasilkan, dan bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki
tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi ditetapkan.
24

BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS

Tn.T Usia 47 tahun masuk perawatan tanggal 10 Oktober 2016 dirawat sudah 3
hari, memiliki riwayat menderita Diabetes Mellitus selama 10 tahun terakhir.
TTV Suhu 38C, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84 x/menit, dan respirasi 20
x/ mnt,. Hasil lab. terbaru Hb 10 gr/dl, leukosit 19 ribu/Ul, hematokrit 29% dan
trombosit 150.000/ul, Gula darah sewaktu 500 gr/dl, terdapat Ulcus Diabetic di
kaki kiri dan harus menjalani amputasi.

DATA DEMOGRAFI

Nama Tn.T
Usia 47 Tahun
JenisKelamin Laki-laki
NomorIP xxx
Pendidikan Sarjana
Pekerjaan Petugas Bank
StatusPernikahan Menikah
Agama Hindu
Informan Pasien dan istri
Tanggal masuk 10/10/2016

PENGKAJIAN TINGKAT PERTAMA

FISIOLOGIS-FISIK

Oxygenasi

Proses ventilasi dan pertukaran gas stabil , RR= 20 kali/mt.


Bentuk dada normal. Ekspansi dada normal pada kedua sisi.
Tidak ada ronchi atau crepitasi. Capillary refill 2 dtk
Detak di Apex normal, baik irama, nadi 84 x/mnt
Pulasasi Dorsalis pedis dari kaki yang sakit tidak teraba
Pulsasi yang lain normal baik jumlah,kedalaman dan iramanya
Tekanan darah normal 130/90 mmHg
S1& S2 normal

24
25

Tidak ada suara-suara jantung abnormal.


Tidak ada clubbing atau cyanosis.

Nutrisi

Dalam diet diabetic (1500kcal). Non vegetarian.


Baru-baru ini berat badannya berkurang banyak (10 kg/ 6 bulan).
Ada keluhan anorexia dan asupan makanan tidak adekuat.
Tidak ada distensi abdominal. Lembut, tidak ada nyeri tekan
Bising usus normal
Perkusi dullness pada area hepar
Mukosa Oral normal. Tidak ada kesulitan menelan makanan

Eliminasi:

Tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada nyeri selama mikturasi dan defekasi.
Pola kandung kemih normal. menggunakan urinal untuk mikturasi.
Feces keras dan ada keluhan konstipasi.

Aktifitas dan istirahat:

Istirahat cukup.
Pola tidur terganggu pada malam hari karena lingkungan yang tidak familiar.
Tidak melakukan cara relaxasi yang aneh.
Menyukai film dan membaca.
Berjalan dari rumah ke kantor pada pagi dan malam hari.
Sekarang, aktivitas berkurang karena luka yag diamputasi. Mobilitas berkurang.
Berjalan dengan tongkat (crutches).
Nyeri dari sendi ada. Tidak ada paralisis.
ROM terbatas pada kaki kiri karena luka.
Tidak ada kontraktur. Tidak ada bengkak pada persendian.
Pasien membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas.

Proteksi:

Kaki kiri bagian bawah diamputasi.


Warna hitam di area sekitarnya.
Tidak ada kemerahan, atau tanda-tanda lain dari infeksi.
Penyembuhan luka lebih baik sekarang.
Tidak memungkinkan untuk berjalan dengan kaki kiri.
Menggunakan crutches.
Nyeri dari sendi lutut dan pinggang ketika berjalan.
Pulsasi Dorsalis pedis, tidak terjadi pada kaki kiri. Kaki kanan normal panjang
dan ukurannya.
26

Semua denyut perifer ada dengan jumlah, irama, dan kedalaman normal sekitar
kaki kanan.

Indera:

Tidak ada sensasi nyeri dari lokasi luka. Secara relatif, pengurangan sensasi
sentuhan dan nyeri pada periferi bawah; dikarenakan neuropati. Menggunakan
kacamata untuk membaca. Indra penglihatan dan pendengaran normal.

Cairan dan elektrolit:

Minum sekitar 2000 ml air. Intake out put seimbang. Nilai Serum electrolyte
dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda asidosis atau alkalosis. Glukosa
darah sewaktu 500.

Fungsi neurologis:

Sadar dan orientasi baik.


Khawatir tentang kondisi penyakit.
Ingin pulang secepatnya.
Menunjukkan tanda-tanda stress.
Sensasi sentuhan dan nyeri berkurang pada ekstrimitas bawah.

Fungsi Endokrin

Menggunakan insulin. Tidak ada tanda dan gejala kelainan endokrin, kecuali
peningkatan kadar gula darah. Tidak ada pembesaran kelenjar.

KONSEP DIRI

Physical self:

cemas karena perubahan fisik yang terjadi


Berada dalam keluarga inti 5 orang. Tinggal bersama dengan istri dan tiga anak.
Hubungan baik dengan tetangga. Interaksi baik dengan teman-teman. Cukup
aktif dalam kegiatan sosial.

Personal self:

Kepercayaan diri terganggu karena beban finansial dan perawatan rumah sakit.
Percaya pada Tuhan dan melakukan budaya Hindu.
27

FUNGSI PERAN

Merupakan tulang punggung keluarga. Pergantian perannya tidak dikompensasi.


Anaknya tidak bekerja. merasa tidak dapat melaksanakan tugas sebagai kepala
keluarga.

INTERDEPENDENSI

Memiliki hubungan baik dengan tetangga. Interaksi yang baik dengan teman.
Tetapi beliau percaya tidak ada yang dapat membantunya sekarang. Beliau
mengatakan semua juga dalam batasan finansial.

PENGKAJIAN TINGKAT KEDUA

STIMULUS FOKAL

Luka yang tidak sembuh setelah amputasi pada ibu jari dan telunjuk jari kaki
kiri- 4 minggu. Satu luka pertama ditemukan antara ibu jari dan telunjuk kaki- 4
bulan yang lalu. Lukanya tidak sembuh dan perlahan bertambah besar dan
bernanah disekitar area luka
Pertama kali berkonsultasi pada Rumah Sakit Daerah. kemudian dirujuk ke
rumah sakit Pusat; dimana beliau dirawat selama 1 bulan. Selama perawatan di
rumah sakit, ibu jari dan telunjuk kaki diamputasi. Tetapi luka pembedahan
berubah menjadi tidak bisa sembuh dengan nanah dan warna hitam. Jadi dokter
menyarankan untuk amputasi di bawah lutut. Beliau menjalani operasi 3 minggu
sebelumnya.

STIMULUS KONTEKSTUAL

Kasus yang diketahui DM selama 10 tahun. Menjalani pengobatan hipoglikemik


oral selama 2 tahun pertama, tetapi diganti dengan insulin dan menggunakannya
selama 8 tahun. Tidak memakai alas kaki di rumah dan sekitarnya.

STIMULUS RESIDUAL

Memiliki TBC 5 tahun sebelumnya, menjalankan pengobatan lengkap.


Sebelumnya, dirawat di Rumah Sakit untuk nyeri kaki sekitar 4 tahun silam. .
Saudara laki-laki dari Ibunya memiliki DM. Ibunya memiliki riwayat TBC.
Beliau adalah lulusanEkonomi, tidak ada pengetahuan khusus akan masalah
kesehatan.

KESIMPULAN

Tn.T yang menderita DM selama 10 tahun. Ulkus Diabetic pada kaki kiri dan
amputasi baru-baru ini membuat hidupnya lebih stress. Pelayanan keperawatan pasien
28

ini berdasarkan pada Roy's adaptation model yang digunakan memberikan perubahan
dramatis terhadap kondisinya. Luka mulai sembuh dan berencana untuk dapat pulang
pada 4 hari yang akan datang. Beliau belajar menggunakan crutches dan bergerak
paling sedikit dua kali sehari. Kekhawatiran pasien berkurang banyak dengan
penjelasan yang sesuai dan meyakinkan. Beliau mendapat pengetahuan pada beberapa
aspek ulkus diabetic dikaki untuk melakukan perawatan diri di masa mendatang.
29

NURSING CARE PLAN

ASSESS OF ASSESSMENT NURSING


BEHAVIOUR OF STIMULI
GOAL INTERVENTION EVALUATION
DIAGNOSIS
Perlindungan Focal stimuli: 1. Kerusakan Long-term objective: - Jaga daerah luka tetap Short term goal:
yang tidak efektif Luka yang tidak integritas kulit 1. Area yang bersih karena Terpenuhi: ukuran
dan sense dalam sembuh setelah berhubungan diamputasi akan kontaminasi luka berkurang lebih
mode fisik- amputasi ibu jari dengan kerapuhan sembuh seluruhnya mempengaruhi kecil dr 1x1 cms.
psikologis dan telunjuk kaki kulit karena pada tanggal 20/12/16 penyembuhan. Nilai WBC menjadi
kiri- 4 minggu ketidakcukupan 2.kulit akan tetap utuh - Gunakan teknik steril normal pada 24/11/16
(Tidak ada rasa aliran vaskuler tanpa adanya ulcerasi. saat melakukan
nyeri dari daerah pelayanan untuk Long term goal:
luka) mencegah infeksi Terpenuhi sebagian:
Short-Term Objective: - Lakukan penutupan kulit sebagian utuh
i. Ukuran luka luka dengan cutticell tanpa ulcerasi.
berkurang menjadi 1x1 yang mempercepat Lanjutkan rencana
cm selama 24/11/16. penyembuhan dan kaji ulang tujuan dan
ii. Tidak ada tanda- pertumbuhan jaringan intervensi.
tanda infeksi pada luka baru. Tidak terpenuhi: tidak
selama 1 minggu - Jangan pindahkan area tercapai
iii. Nilai WBC normal yang terpengaruh sering- penyembuhan
selama 1 minggu sering karena akan lengkap dari area yg
iv. Keberadaan mempengaruhi granulasi diamputasi. Lanjutkan
jaringan granular sehat pembentukan jaringan. rencana. Kaji ulang
pada daerah luka dalam - Pantau tanda dan tujuan dan intervensi
1 minggu gejala infeksi atau
hambatan terhadap
penyembuhan.
- Berikan antibiotik
dan suplemen vit C yang
akan meningkatkan
30

proses penyembuhan.
Aktivitas yang Focal stimuli: 2. Gangguan Long term Objective: - Assess tingkatan Short term goal:
terganggu dalam Selama perawatan mobilitas fisik Pasien akan mendapat keterbatasan pergerakan Tercapai:crutches
mode fisik- di RS ibu jari dan berhubungan mobilitas maksimal - Sediakan latihan aktif digunakan dg benar
psikologis telunjuk kaki dengan amputasi yang memungkinkan dan pasif kepada semua pada 22/11/16.
diamputasi, tetapi kaki kiri dan selama 6 bulan. ekstrimitas untuk Dia termotivasi
lukanya menjadi keberadaan luka meningkatkan tonus otot sendiri untuk
tidak sembuh yang belum dan kekuatannya. melakukan latihann
dengan nanah dan sembuh. Short term objective: - Buat pasien untuk lebih banyak
warna hitam. i. Perbaiki penggunaan mengerjakan latihan
crutches sampai pada ROM pada ektrimitas
tgl 22/11/16 bagian bawah yang akan Tercapai sebagian :
ii. Berjalan menguatkan otot. mampu berjalan
menggunakan bantuan - Pijat ekstrimitas atas dengan bantuan
minimal-22/11/16 dan bawah yang minimal.
membantu meningkatkan
iii. Pasien akan sirkulasi. Long term goal:
termotivasi sendiri - Sediakan artikel dekat Tidak Tercapai :
dalam aktivitas- dengan pasien untuk mobititas fisik tidak
20/11/16. memberikan semangat tercapai secara
untuk melakukan maksimal
aktivitas dalam batas
yang membantu Lanjutkan rencana.
memberikan perasaan Kaji kembali tujuan
lebih baik. dan intervensi
- Berikan bantuan
positif bahkan untuk
kemajuan kecil untuk
meningkatkan frekuensi
dari aktivitas yang
diinginkan.
31

- Tindakan untuk
pengurangan rasa sakit
harus diberikan sebelum
aktivitas dimulai karena
rasa sakit dapat
menghalangi aktivitas
tersebut.
Perubahan diri Contextual 3. Cemas Long term Objective: - Izinkan dan Short term goal:
secara fisik stimuli: berhubungan Klien bebas dari cemas semangati klien dan Tercapai:
dalam Self- Kasus yang dengan perawatan keluarga untuk bertanya. Menunjukkan cara
concept mode diketahui DM di RS dan hasil Short term objective: Tunjukkan perhatian menghadapi masalah
selama 10 tahun yang belum i. menunjukkan cara- yang sama yang effective dalam
(Pasien cemas terakhir dan dalam diketahui dari cara menghadapinya treatmen
akan perubahan treatmen insulin penyakitnya dan dengan efektif dalam - Izinkan klien dan Dapat beristirahat
fisik yang terjadi) selama 8 tahun. hambatan treatmen keluarga mengutarakan dengan tenang.
finansial. ii. Dapat beristirahat kecemasannya
Residual stimuli: iii. Bertanya lebih - Tekankan bahwa Long term goal:
tidak ada sedikit assessment adalah hal Tidak tercapai: klien
pengetahuan rutin dan jangan tidak sepenuhnya
khusus mengenai memberitahu kondisi bebas dr kecemasan
masalah kesehatan yang memburuk jika karena masalah
tidak diperlukan. finansial- Lanjutkan
- Ulangi informasi jika rencana Tinjau ulang
perlu dikarenakan tujuan dan intervensi
berkurangnya perhatian
pasien dan keluarga
- Sediakan lingkungan
yang tenang dan nyaman
untuk klien dan keluarga
32

Contextual 4.Kurang Long term Objective: - Menjelaskan tindakan Short term goal:
stimuli: pengetahuan Pasien akan mendapat treatmen kepada pasien Tercapai: Verbalisasi
Perubahan pada Kasus yang mengenai pengetahuan yang dan keuntungannya dan demonstrasi foot
Role performance diketahui DM perawatan kaki, cukup dengan bahasa yang care.
mode. (Beliauselama 10 tahun perawatan luka, mengenaiperawatan sederhana dan dapat Dengan ketat
adalah tulangterakhir dan dalam diet diabetic, dan kaki, perawatan luka, dimengerti.-- - Jelaskan mengikuti rencana
punggung treatmen insulin kebutuhan akan diet diabetic, dan mengenaiperawatan diet diabetic
keluarga. selama 8 tahun. perawatan kebutuhan akan dirumah. Masukkan
Perubahan selanjutnya perawatan lanjutan dan poin-poin mengenai Tidak Tercapai:
perannya tidak Residual stimuli: latihan dalam aktifitas perawatan luka, nutrisi, Demonstrasi
terkompensasi) tidak ada sehari-hari. aktifitas dll perawatan luka
pengetahuan
khusus mengenai - Hilangkan keraguan Long term goal:
masalah kesehatan Short term objective: pada pasien karena Tidak tercapai: Tidak
i. Verbalisasi dan pasien mungkin memiliki sepenuhnya
demonstrasi foot care. suatu masalah yang memahami dan
ii. Secara ketat penting mengerjakan
mengikuti diabetic diet pengetahuan yang
plan - Ulangi informasi jika didapatkan. Lanjutkan
iii. Demonstrasi diperlukan untuk rencana Tinjau ulang
wound care. membantu pembelajaran. tujuan dan intervensi
33

BAB IV
KEKUATAN DAN KELEMAHAN
Model Adaptasi Roy

4.1 Kekuatan

Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapantahapan dalam proses


keperawatan yang lengkap. Kelebihan proses keperawatan berdasarkan Model
Adaptasi Roy ini adalah pada tahap 2 level pengkajian yang harus dilakukan perawat.
Pengkajian keperawatan dimulai dengan; level 1) perawat mengkaji respon prilaku
pasien terhadap stimulus yaitu fisiologis adaptasi mode, konsep diri adaptasi mode,
peran adaptasi mode dan interdependensi adaptasi mode, level 2) perawat mengkaji
stressor yang dihadapi pasein yaitu stimulus fokal & kontekstual ( yang pada dasarnya
merupakan faktor presipitasi dari masalah yang dihadapi pasien) dan stimulus residual
(yang pada dasarnya merupakan faktor predisposisi dari masalah yang dihadapi
pasien), sehingga pengkajian yang dilakukan perawat lebih lengkap dan perawat dapat
menegakkan diagnose lebih akurat dari pengkajian tersebut.

Selain itu, dengan Teori Adaptasi Roy ini, perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat lebih memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada
individu, yang dimulai dari adanya stimulus/stressor yang dapat menjadikan individu
mengalami stress, proses mekanisme koping (kognator dan regulator) dan effektor
sebagai upaya individu mengatasi stressor dan terakhir timbulnya respon prilaku
individu terhadap stressor yang dihadapinya.

4.2 Kelemahan

Selain itu Model Adaptasi Roy merupakan model keperawatan yang


kompleks dengan konsep dan mempunyai hubungan antar konsep-konsep. Sehingga
perlu diklarifikasi kembali tentang:

33
34

Overlaping yang terjadi pada psikososial adaptif mode yaitu pada konsep diri, fungsi
peran dan interdependen. Konsep diri terdiri dari 5 komponen, salah satunya adalah
fungsi peran. Bagaimana perawat dapat membedakan antara konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi.
sulit diaplikasikan pada pasien umur < 12 tahun terutama untuk pengkajian konsep
diri, fungsi peran danInterdepandensi.
Ketika menilai prilaku adaptif dan maladaptif, ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi penilaian tersebut, salah satunya adalah sistem nilai yang dianut
perawat.
Model Adaptasi Roy lebih berfokus pada proses adaptasi pasien dan bagaimana
pemecahan masalah pasien dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak
menjelaskan bagaimana sikap dan prilaku caring perawat ketika melakukan asuhan
keperawatan. Pada prinsipnya pemecahan masalah pasien sangat penting dalam
keperawatan, tetapi prilaku caring juga sangat diperlukan ketika memberikan asuhan
keperawatan pada pasien, karena bisa saja seorang perawat yang tidak mempunyai
prilaku caring akan menjadi stressor baru bagi pasiennya.
35

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari aplikasi kasus Diabetes Mellitus yang mengalami amputasi kaki kiri pada
pasien Tn T, dirasakan sesuai dalam penggunaan teori Model Adaptasi Roy mengingat
dalam kasus ini Tn T yang kehilangan kaki kirinya dan saat ini dia harus mampu
menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan dirinya, mampu berjalan dan
mobilisasi dengan menggunakan crutches.

Dalam kasus ini penulis mengaplikasikan teori Model Adaptasi Roy dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap Tn. T ,mulai dari tahap pengkajian, perumusan
diagnose keperawatan, menyusun rencana intervensi sampai evaluasi.

Dalam pengkajian penulis melakukannya dalam dua tahap pengkajian, yaitu ;

Tahap pertama penulis melakukan pengkajian terhadap Physiologic Mode yang meliputi
Oksigenasi, Nutrisi, Eliminasi, Aktivitas dan istirahat, Proteksi,Indera, Cairan dan
elektrolit, fungsi neurologi, dan fungsi endokrin. Pengkajian kemudian dilakukan terhadap
Self Concept Mode atau Konsep Diri, Fungsi Peran dan Interdependensi. Pada tahap kedua
pengkajian dilakukan terhadap Focal Stimulus, Contextual Stimulus dan Recidual
Stimulus.

Dalam tahap pengkajian dari Model Adaptasi Roy perawat harus mampu melakukan
pengkajian dengan lengkap mulai dari pengkajian terhadap prilaku pasien, dalam tahap ini
perawat harus mampu mengkaji tingkat adaptasi dan koping mekanisme dari pasien dan
mampu menganalisa stimulus yang diterima pasien baik stimulus yang berasal dari dalam
maupun dari luar dan sejauh mana perubahan lingkungan yang diterima pasien dapat
mempengaruhi empat fungsi pada dirinya, diantaranya fungsi fisik, konsep diri pasien,
fungsi peran dan interdependensi dari pasien. Kemampuan seorang perawat dalam
menganalisa hal-hal tersebut akan memudahkannya dalam proses asuhan keperawatan
yang diberikannya kepada pasien tersebut. Dari mana seorang perawat hendak memulai
peranannya untuk membantu pasien tersebut supaya mudah dan mampu mengoptimalkan

35
36

mekanisme koping pasien yang adaptif dalam menerima perubahan pada dirinya yang
ditimbulkan dari berbagai stimulus untuk segera mampu beradaptasi, karena pada dasarnya
seorang individu adalah system yang adaptif.

Dalam perumusan Diagnosa Keperawatan penulis merumuskan empat Diagnosa


Keperawatan diantaranya adalah :

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerapuhan kulit karena ketidak cukupan
aliran vaskuler
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan amputasi kaki kiri dan adanya luka yang
belum sembuh
3. Cemas berhubungan dengan perawatan di RS dan hasil yang belum diketahui dari
penyakitnya dan hambatan financial
4. Kurangnya pengetahuan mengenai perawatan kaki, perawatan luka, diet diabetic dan
perawatan selanjutnya.
Dalam tujuan penulis membagi menjadi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang untuk keempat giagnosa keperawatan tersebut.
Dari keempat diagnose keperawatan dan tujuan yang di susun, dalam evaluasi
perawat mendapatkan beberapa tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang tercapai,
tapi ada juga yang belum tercapai diantaranya : Dalam tujuan jangka panjang,
penyembuhan luka pada area amputasi belum sepenuhnya sembuh dan pasien belum
mampu merawat luka secara mandiri, dan diagnose cemas juga belum sepenuhnya pasien
terbebas dari cemas karena masalah financial. Sehingga dalam evaluasi perawat harus
mengkaji ulang tujuan dan rencana intervensi, supaya semua diagnose keperawatan yang
terjadi pada Tn. T dapat teratasi seluruhnya, seperti pada gangguan mobilitas fisik, saat ini
pasien telah mampu berjalan menggunakan crutches dengan bantuan yang sangat minimal,
artinya pasien mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Dalam mengaplikasikan teori Model Adaptasi Roy, seorang perawat berarti
memberikan asuhan keperawatan yang holistic, mulai dari fisik, psikologis, dan sosia dari
pasien.
37

5.2 Saran
Model Adaptasi Roy sebagai landasan dasar dalam praktik pelayanan keperawatan
dan dijadikan dalam penentuan kurikulum pendidikan keperawatan, agar jenjang
pendidikan dan skill yang dimiliki oleh peserta didik bisa berbanding lurus dan
seimbang sesuai dengan bodyknowlage.
38

DAFTAR PUSTAKA

George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth Edition. USA :
Appleton & Lange.

Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott: Raver
Publisher

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta: Salemba
Medika

Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London, William
Heinemann Medical Books

Martha, R. &Aliggod(2014). Nursing Theorist and Their Work. United Satates of


America:Deborah L Vogel.

Tomey and Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.

Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6 Ed. USA :
Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai