A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara I Antibrowning Apel Fresh Cut adalah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengetahui peristiwa pencoklatan pada buah.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh berbagai penambahan bahan
untuk mengurangi reaksi browning pada buah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pencoklatan enzimatis adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh
pada umur simpan produk segar yang dipotong. Selama tahap persiapan,
dimana sel-sel yang patah menyebabkan enzim untuk dibebaskan dari jaringan
dan dimasukkan ke dalam kontak dengan substrat mereka. Pencoklatan
enzimatis adalah perubahan warna yang dihasilkan dari aksi sekelompok enzim
yang disebut polifenol oksidase (PPO), yang telah dilaporkan terjadi pada
semua tanaman, dan ada dalam jumlah sangat tinggi dalam jamur, pisang, apel,
pir, kentang dan alpukat (Garcia dkk, 2000).
Pencoklatan enzimatis merupakan pencoklatan yang disebabkan karena
bahan tanaman yang rusak atau luka dan disebabkan karena adanya peran
enzim polifenoloksidase (tironase) yang dibebaskan dari sel yang rusak. Enzim
ini mengoksidasi senyawa fenol yang terdapat secara alami dalam quinon.
Kemudian mengalami polimerisasi menjadi produk yang bermacam-macam
warnanya bisa merah, cokelat, bahkan kehitaman. Pencoklatan non enzymatis
disebabkan oleh degradasi gula oleh panas atau reaksi antara gula reduksi dan
gugus amino bebas dari asam amino atau protein terutama yang disediakan
residu lisin (Makfoeld dkk, 2002).
Pencoklatan merupakan proses enzimatis yang dikatalisasi oleh enzim
polifenolase dengan adanya oksigen. Mekanisme pencoklatan enzimatis terjadi
karena komponen fenolik terkonversi menjadi melanin coklat yang dikatalisis
oleh enzim polifenol oksidase. Penghambatan pencoklatan enzimatis dapat
dilakukan baik dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan,
aplikasi tekanan tinggi, irradiasi, dan lain-lain), maupun penambahan zat
penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan, penghambat enzim, dan agen
pengkompleks). Asam organik yang dapat digunakan untuk menghambat
reaksi pencoklatan enzimatik diantaranya adalah asam sitrat, asam malat dan
asam tartrat (Nurdjannah dkk, 2008).
Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan
oleh pengaruh aktivitas enzim Polyphenol Oxidase (PPO), yang dengan
bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi
phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon
inilah yang membentuk warna coklat. Untuk mencegah terbentuknya warna
coklat pada buah itu, dilakukan blanching atau pemanasan. Caranya, buah apel
setelah dikupas dan dipotong-potong direndam dalam air panas (8293o C) atau
dikenai uap air panas selama 3 menit. Selanjutnya direndam dalam larutan
vitamin C 200 mg/l. Maksud perendaman untuk menonaktifkan enzim
penyebab pencoklatan itu, sehingga menunda terbentuknya warna coklat
pada buah (Isyuniarto dkk, 2007).
Hasil pencoklatan enzimatis dari oksidasi senyawa fenolik dikatalis
oleh polyphenol oksidase (PPO) diikuti oleh pembentukan non enzymatik
pigmen. Peroksidase (POD) dan Fenilalanin Amonia Liase (PAL) yang
ditemukan terkait erat dengan kematangan buah-buahan dan sayuran segar.
Berbagai perawatan fisik dan kimia yang berpotensi untuk dikonsumsi oleh
buah segar dapat membantu dalam penghambatan reaksi pencoklatan.
Perawatan dapat dibagi menjadi tiga metode yaitu mencelupkan bahan kedalam
zat anti pencoklatan, mengubah kemasan atmosfer, menaikkan temperatur dan
penyimpanan dalam suhu dingin (He, 2007).
Salah satu cara untuk mencegah adanya pencoklatan terhadap buah
adalah dengan perendaman larutan garam. Perendaman dengan air garam
dilakukan untuk mencegah apel agar tidak kontak dengan oksigen sehingga
tidak terbentuk senyawa polifenol oksidase (fenolase). NaCl menghambat
browning dengan cara menurunkan pH pada apel sehingga mencegah
terjadinya browning. Garam juga dapat digunakan untuk meningkatkan cita
rasa dari apel (Friedman, 1996).
Banyak senyawa yang dapat digunakan untuk mengurangi polifenol
oksidase (PPO) browning dalam makanan. Salah satu senyawa yang paling
banyak digunakan adalah asam askorbat, karena sangat efektif dalam
mengurangi pencoklatan. Asam askorbat umumnya diakui sebagai asam yang
aman, murah dan ramah konsumen. Asam askorbat dapat mengurangi O-
kuinon, diproduksi oleh PPO-katalis oksidasi polifenol, kembali ke polifenol
dihidroksi dan memiliki telah banyak digunakan sebagai agen antibrowning
untuk pengolahan buah-buahan dan sayuran. Namun, efek asam askorbat
bersifat sementara (Javdani, 2013).
Kerusakan yang umum terjadi pada buah yaitu adanya reaksi
pencoklatan. Reaksi pencoklatan disebabkan oleh tiga faktor yaitu adanya
substrat, enzim, dan oksigen. Dengan adanya proses pengirisan pada buah apel
maka memungkinkan terjadinya kontak antara substrat dan enzim yang ada
pada daging buah apel dengan oksigen dari lingkungan. Interaksi ketiga
komponen tersebut akan menyebabkan perubahan warna daging buah apel
sehingga menjadi berwarna kecoklatan. Enzim yang berperan penting terkait
dengan perubahan warna produk adalah polifenol oksidase (PPO). Reaksi
pencoklatan adalah reaksi yang tidak diinginkan karena mengurangi
penampilan produk dan menyebabkan perubahan rasa. Untuk mencegah
terjadinya reaksi pencoklatan yaitu dengan menggunakan asam askorbat (AA)
sebagai inhibitor alami (Ioannou et al., 2013).
Faktor yang dapat mempengaruhi pencoklatan (browning) diantaranya
adalah asam askorbat, tirosin, enzim polifenol oksidase dan oksigen yang
tersedia. Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses. Dua proses
tersebut yaitu proses pencoklatan enzymatic, disebabkan oleh adanya enzim
PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non
enzimatis disebabkan karena reaksi Maillard, karamelisasi atau oksidasi asam
askorbat (Wahyuningsih, 2016).
Kontrol dari browning enzimatik adalah ide-ide besar yang penting bagi
industri hortikultura, karena reaksi ini terjadi dalam banyak buah-buahan dan
sayuran. Dampak negatif mempengaruhi atribut warna, rasa, aroma, dan gizi
nilai. Lebih dari 50% buah yang ada di pasar mengalami kerusakan enzimatik
browning. Sebagai hasil dari aktivitas antioksidan polyphenol tinggi, yang
menguntungkan bagi kesehatan manusia, varietas dengan kandungan polifenol
yang tinggi juga menarik untuk konsumsi segar, sedangkan enzimatik rendah
potensi browning relevan untuk pengolahan pengolahan sebagai cara untuk
menghindari pembentukan off flavour dan memelihara asli warna, pulp dan gizi
nilai untuk jangka waktu yang lama (Holderbaum, 2010).
Asam sitrat merupakan salah satu jenis organik yang telah banyak
digunakan dan terbentuk secara alami didalam buah-buahan seperti jeruk,
nanas, buah lainnya. Asam sitrat diproduksi dalam bentuk kristal dan memiliki
kreteria yang tidak berwarna, berasa asam, tidak berbau dan lebih cepat larut
dalam air panas. Asam sitrat juga memiliki kemampuan menurunkan derajat
keasaman (Surianti, 2012).
Polifenol oksidase atau polyphenol oxidase (PPO) adalah enzim yang
bertanggung jawab atas reaksi pencoklatan pada tanaman akibat adanya
kerusakan sel pada tanaman tersebut. PPO telah diisolasi dari buah apel (Malus
domestica) dalam bentuk crude-PPO diperoleh dengan cara isolasi dengan
hasil yang cukup akurat. Aktivitas PPO dalam crude-PPO apel malang sebesar
47,2892unit/ml terhadap substrat fenol 0,25 mM dalam pelarut bufer fosfat 50
mM pada kondisi optimum pH 7 dan suhu ruang 25C (Murniati, 2014).
Buah dan sayuran potong segar adalah salah satu segmen industri
makanan yang baru dan cepat berkembang. Produk potong segar dipotong
menjadi beberapa potong, dicuci, dikemas dan disimpan dalam alat
pendinginan. Buah dan sayur berada dalam keadaan mentah, meski sedikit
diproses, buah dan sayur tetap berada dalam keadaan segar, siap makan atau
siap untuk dimasak (Lamikanra, 2002).
Umbi-umbian dan buah-buahan mengalami pencoklatan setelah dikupas
dan selama pengolahan. Hal tersebut disebabkan oleh oksidasi dengan udara
sehingga terbentuk reaksi pencoklatan karena adanya pengaruh enzim
(enzymatic browning). Reaksi pencoklatan non enzymatik Maillard dipengaruhi
beberapa faktor terutama suhu dan pH. Laju reaksi akan meningkat dengan
meningkatnya suhu. Disamping suhu aspek penting lainnya adalah pH.
Intensitas reaksi Maillard akan meningkat, seiring dengan meningkatnya pH
antara 3-8 dan mencapai maksimum (warna coklat maksimum) pada pH basa
sekitar 9-10 (Qomari, 2013).
Apel (Malus Sylvestris Mill) merupakan tanaman yang berasal dari
daerah subtropis. Di Indonesia terdapat empat varietas apel yang
dikembangkan oleh petani yaitu Manalagi, Anna, Rome Beauty, dan Wangling.
Buah apel rentan mengalami pencoklatan atau browning. Pencoklatan pada
apel dapat dicegah dengan salah satu cara yatu penambahan garam. Fungsi
penambahan garam dalam mencegah browning apel yaitu untuk mencegah apel
agar tidak kontak dengan oksigen sehingga tidak terbentuk senyawa polifenol
oksidase. NaCl menghambat browning dengan cara menurunkan pH pada apel
sehingga mencegah terjadinya browning. Garam juga dapat digunakan untuk
meningkatkan cita rasa dari apel (Utomo dkk, 2015).
Vanili merupakan senyawa kimia yang sering digunakan sebagai perisa
pada makanan dan pada konsentrasi tinggi dapat digunakan sebagai
antioksidan. Secara alami vanili untuk mendapatkan senyawa vanili dapat
diperoleh dengan cara isolasi dari buah vanili. Vanili dihasilkan dengan
mengisolasi buah vanili yang dihasilkan secara sintesis (Kadarohman, 2010).
Menurut Setyaningsih (2007), Vanili (Vanilla planifolia Andrews)
adalah salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis karena kandungan
flavor vanili yang dihasilkan. Vanili Indonesia memiliki flavor kurang manis
dan creamy sera flavor kayu, asap dan jerami. Menurut Nurcahyani dkk (2012),
Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman industri
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai komoditas ekspor penghasil
devisa yang masih potensial dikembangkan di Indonesia.
Gula berfungsi sebagai sumber nutrisi yang ada didalam makanan,
sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan.
Daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya air merupakan sifat-
sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan
pangan. Konsentrasi gula yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat
mencegah pertumbuhan mikrobia, sehingga dapat berperan sebagai pengawet
(Sulardjo, 2012).
Asam sitrat adalah yang paling banyak digunakan, karena mengurangi
browning dengan menangkap atau chelating tembaga di situs aktif dari PPO,
karena asam sitrat membantu mengurangi pH dan dengan demikian menjamin
keamanan mikrobiologi. Selain itu, beberapa dari asam sitrat dapat bertindak
sebagai fungisida agen/fungistatic dan sebagai inhibitor pertumbuhan sebagian
besar flora pembusukan. Acidifier sering digunakan dalam kombinasi dengan
lainnya agen yang mencegah pencoklatan, karena sangat sulit untuk mencapai
penghambatan lengkap browning hanya dengan kontrol pH (Denoya, 2012).
Madu alami banyak mengandung banyak mineral serta tujuh jenis
vitamin B kompleks, juga terdapat vitamin C, dekstrin, pigmen tumbuhan,
asam amino. Kandungan madu lain 17% air, 40% levulose, 34 % dekstrose, 2%
sukrosa, 2% dekstrin, dan sejumlah silica. Mineral yang terkandung antara lain
tembaga, mangan, klorin, kalsium, kalium, fosfor, sulfur, magnesium, zat besi
(Purbaya, 2007).
Madu merupakan substansi alam yang diproduksi oleh lebah madu yang
berasal dari nektar bunga atau sekret tanaman yang dikumpulkan oleh lebah
madu, diubah dan disimpan di dalam sarang lebah untuk dimatangkan. Madu
juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan
jaringan baru. Madu juga memiliki kandungan fenol, komponen peroksida dan
non-peroksida, memiliki viskositas kental, serta pH yang rendah sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat hidroskopik yang dimiliki madu
dapat menarik air dari lingkungan hidup bakteri yang mengakibatkan bakteri
mengalami dehidrasi. Madu juga bersifat imunomodulator yaitu dengan cara
memicu makrofag untuk menghasilkan sitokin yang terlibat untuk membunuh
bakteri dan perbaikan jaringan. Sifat antibakteri tersebut efektif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhii, Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes, Staphylococcus aureus serta Pseudomonas
aeruginosa (Wineri, 2014).
Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga
tanaman. Madu memiliki warna, aroma dan rasa yang berbeda-beda,
tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah
madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu bunga
timun (rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit
dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih
tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu
karet. Madu yang baik harus dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985. Kadar yang sesuai
dengan standar SII hanya mungkin terdapat pada madu murni, yaitu madu yang
belum diberi campuran dengan bahan-bahan lain. Di pasaran dalam negeri,
jaminan akan keaslian dan mutu madu masih belum ada, oleh karenanya
kecurigaan akan kepalsuan madu selalu ada. Standar mutu madu salah satunya
didasarkan pada kandungan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu
minimal 60%. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak
hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin
(Ratnayani, 2008).
Garam adalah benda padatan bewarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan sebahagian besar terdiri dari Natrium
Chlorida (>80%), serta senyawa-senyawa lain seperti Magnesium Chlorida,
Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida. Garam mempunyai sifat karakteristik
hidroskopis yang berarti mudah menyerap air, tingkat kepadatan sebesar 0,8
0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 81C. Garam merupakan salah satu bahan
kimiawi untuk stabilisasi tanah lempung, struktur garam (NaCl) meliputi anion
ditengah dan kation menempati pada rongga octahedral. Larutan garam juga
merupakan suatu elektrolit yang mempunyai gerakan brown dipermukaan yang
lebih besar dari gerakan brown pada air murni sehingga bisa menurunkan air
dan larutan, ini menambah gaya kohesi antar partikel sehingga ikatan antar
partikel lebih rapat (Herman, 2015).
Perendaman larutan garam dengan tujuan mencegah browning atau
timbulnya warna pencoklatan pada buah dan mengurangi rasa pahit dapat
dilakukan dengan cara dikupas kulitnya, buah direndam dalam larutan garam
dengan konsentrasi kurang dari 10% selama 1 jam hinggs 1 hari, tergantung
jenis buahnya. Jumlah pemakaian garam adalah 1,5% atau 16,6 gram untuk
setiap 1 kg pala. Merendam buah dalam air garam juga berfungsi untuk
meningkatkan citarasa makanan (Rachmani, 2010).
Silica gel merupakan salah satu material berbasis silica yang
mempunyai kegunaan secara luas seperti pada industri farmasi, keramik, cat,
dan aplikasi khusus pada bidang kimia. Silica gel adalah polimer asam silicat
dengan berat molekul besar dan banyak menyerap air sehingga berbentuk padat
kenyal. Definisi lain dari silica gel adalah silica amorf yang terdiri atas
globula-globula SiO4 tetrahedral yang tidak teratur dan beragregat membentuk
kerangka tiga dimensi. Saat ini pembuatan silica gel dilakukan melalui proses
sol-gel karena berlangsung pada temperatur rendah. Melalui proses ini, bahan
oksida anorganik dengan sifat yang dikehendaki seperti kekerasan, ketahanan
termal, transparansi optik, porositas, dapat dilakukan pada temperatur rendah.
Pembuatan silica gel melalui proses sol-gel melibatkan proses hidrolisis dan
kondensasi dari turunan alkoksi silikon seperti tetraetil ortosilicat atau TEOS
dan tetrametil ortosilicat atau TMOS (Nuryono, 2005).
Silica gel secara umum dapat digunakan sebagai adsorben. Silica gel
yang pada umumnya digunakan sebagai adsorben untuk senyawa-senyawa
polar, desikan, pengisi pada kolom kromatografi dan sebagai isolator. Silica gel
juga dapat digunakan untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran
ion, namun kemampuannya untuk menyerap logam terbatas (Yusuf, 2014).
Natrium bisulfit bertujuan untuk menghambat reaksi pencoklatan.
Natrium bisulfit juga berfungsi sebagai anti mikroba, memperpanjang masa
simpan bahan pangan sebagai pengawet. Natrium bisulfit adalah bahan sulfitasi
yang tidak karsinogenik dan telah mendapat predikat GRAS (Generally
Recognized As Save) dari Food and Drug Administration atau FDA (Pratama,
2013).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Pisau
b. Gelas beker
c. Desikator
d. Pengaduk
e. Piring
f. Nampan
2. Bahan
a. Apel
b. Larutan Garam 1%, 3%, dan 5%
c. Larutan Gula 1%; 3%; dan 5%
d. Larutan Asam sitrat 0,1%; 0,2%; dan 0,5%
e. Larutan Madu 5%, 10%, dan 20%
f. Larutan Na Bisulfat 0,1%, 0,5% dan 1 %
g. Silica gel
3. Cara Kerja
1 buah apel
Keterangan:
1 = Segar/putih 5 = Coklat sedikit gelap
2 = Sangat sedikit putih 6 = Coklat gelap
3 = Sedikit coklat 7 = Coklat sedikit gelap
4 = Coklat
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Reaksi pencoklatan (browning) merupakan proses enzimatis yang
dikatalisasi oleh enzim polifenolase dengan adanya oksigen sehingga
terbentuk pigmen berwarna cokelat.
2. Bahan yang efektif menghambat reaksi browning apel adalah larutan
garam dengan konsentrasi 5% dan yang paling tidak efektif adalah apel
yang dimasukan ke dalam desikator.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, Made. 2016. Proses Pencoklatan (Browning Process) Pada Bahan Pangan.
Universitas Udayana Bali.
Chandra, Andy., Hie, Maria Inggrid., Verawati. 2011. Pengaruh Ph Dan Jenis Pelarut
Pada Perolehan Dan Karakteristik Pati Dari Biji Alpukat. Jurnal Teknologi
Pangan. Vol. 4(17):7-17.
Denoya, Ardanaz, Sancho, Benitez, Gonzalez, Dan Guidi . 2012. Effect Of the
Application Of Combined Treatments Of Additives On the Inhibition Of
Enzymatic Browning In Minimally Processed Apples Cv. Granny Smith.
Jurnal Agriculture. Vol 39(1).
Friedman, Mendel. 1996. Food Browning And Its Prevention: An Overview. J.
Agric. Food Chem. Vol. 44(3).
Garcia, Elisabeth Dan Diane M. Barrett. 2000. Preservative Treatments For
Fresh-Cut Fruits And Vegetables. International Journal of Agriculture. Vol
03(04):01-18.
He, Luo, Dan Chen.2008. Elucidation Of The Mechanism Of Enzymatic Browning
Inhibition By Sodium Chlorite. Food Chemistry. Vol 2(110):847-851
He, Qiang Dan Yanguang Luo. 2007. Enzymatic Browning And Its Control In
Fresh-Cut Produce. An International Journal For Reviews In Postharvest
Biology And Technology. Vol. 06(03):1-7.
Herman., Joetra Willy. 2015. Pengaruh Garam Dapur (Nacl) Terhadap Kembang
Susut Tanah Lempung. Jurnal Momentum. Vol 17(1):1-2.
Holderbaum, Kon, Kudo, Dan Guerra. 2010. Enzymatic Browning, Polyphenol
Oxidase Activity, And Polyphenols In Four Apple Cultivars: Dynamics
During Fruit Development. Hort Science. Vol 45(8).
Ida, Latiful Ummah. 2013. Sintesis Silika Gel Menggunakan Metode Sol-Gel Dan
Aplikasinya Terhadap Absorpsi Kelembaban Udara. Jurnal Inovasi Fisika
Indonesia. Vol. 2(3):23-26.
Ioannou, Irina Dan Mohamed Ghoul. 2013. Prevention of Enzymatic Browning in
Fruit and Vegetables. European Scientific Journal. Vol. 09(30):310-341.
Isyuniarto Dan Agus Purwadi. 2007. Pengaruh Penggunaan Oksidan Ozon dalam
Pengemas Plastik Polietilen untuk Menyimpan Buah Apel Manalagi
(Malus Sylvestris M). Jurnal Ganendra. Vol. 10(01):1-18.
Javdani, Zahra., Mahmood Ghasemnezhad Dan Somaye Zare. 2013. A
Comparison Of Heat Treatment And Ascorbic Acid On Controlling
Enzymatic Browning Of The Fresh-Cuts Apple Fruit. International Journal
Of Agriculture And Crop Sciences.Issn 2227-670x. Vol. 05(03):186-193
Kadarohman, Siti, Fareza. 2010. Konversi Dan Karakteristiksasi Isoeugenol
Asetat Menjadi Vanili Asetat. Jurnal Sains Dan Teknologi Kimia. Vol
1(2):1-3.
Lamikanra, Olusola. 2002. Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Crc Press Llc.
America.
Makfoeld, Djarir., Djagal Wiseso Marseno., Pudji Hastuti., Sri Anggrahini., Sri
Raharjo., Sudarmanto Sastrosuwignyo., Suhardi., Soeharsono
Martoharsono., Suwedo Hadiwiyoto Dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah
Pangan Dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta.
Muchtadi. Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Murniati, Anceu., Buchar Dan Hussein, Panji Febriadi. 2014. Kinetika Enzimatis
Polifenol Oksidase yang Terkandung dalam Buah Apel (Malus
Domestica). Jurnal Kartika Wijaya Kusuma. Vol. 22(1):51-55
Nurcahyani, Endang., Sumardi, Issirep., Hadisutrisno, Bambang Dan Suharyanto,
E. 2012. Penekanan Perkembangan Penyakit Busuk Batang Vanili
(Fusarium Oxysporum F.Sp. Vanillae) Melalui Seleksi Asam Fusarat
Secara In Vitro. J. Hpt Tropika. Vol. 12(1):12-22.
Nurdjannah, Nanan Dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman Dalam Asam
Organik Dan Metoda Pengeringan Terhadap Mutu Lada Hijau Kering.
Bul Littro. Vol. 19(2):181-196.
Nuryono Dan Narsito. 2005. Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter
Silica Gel Hasil Sintesis Dari Natrium Silicat. Indo. J. Chem. Vol 5(1).
Ozdemir, Murat. 1997. Food Browning And its Control. Journal Agriculture. Vol.
01(01):1-14.
Pratama, Dodi., Suhaidi, Ismed., Julianti, Elisa. 2013. Pengaruh Konsentrasi
Natrium Bisulfit dan Jenis Kemasan Terhadap Mutu Jamur Tiram Putih
(Pleurotus Ostreatus) Pada Penyimpanan Suhu Rendah. J.Rekayasa
Pangan Dan Pert. Vol. 1(3):1-3.
Purbaya J Rio. 2007. Mengenal Dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir
Jaya. Bandung
Qomari, Firdausi. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Biji Nangka terhadap Sifat
Organoleptik dan Sifat Kimia Kerupuk. E-Journal Boga. Vol. 2(1):176-
182.
Rachmani, Lailia. 2010. Bisnis Rumah Tangga Camilan Dan Minuman. Jogja
Bangkit Publisher. Yogyakarta.
Ratnayani, K., Adhi S, N. M. A. Dwi., Gitadewi, I G. A. M. A. S. 2008.
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa pada Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurusan
Kimia Fmipa Universitas Udayana. Vol 2(2):77-86.
Sari, Elok Kurnia Novita., Bambang Susilo., Sumardi Hadi Sumarlan 2012.
Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus Sylvestris Mill) Secara Non-
Termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field (Omf). Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 13(2):78-87.
Setyaningsih, Dwi., Soehartono, Maggy T., Apriyantono, Anton., Mariska Ika.
2007. Karakteristik Enzim Beta-Glukosidase Vanili. Jurnal Teknol Dan
Industri Pangan. Vol 18(2):3-4.
Solivia-Fortuny, Miguel, Serrano, Goristein, Dan Belloso. Browning Evaluation
Of Ready-To-Eat Apples As Affected By Modified Atmosphere Packaging.
J. Agric. Food Chem. Vol 49.
Sulardjo., Santoso Agus. 2012. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir terhadap
Kualitas Jelli Buah Rambutan. Magistra. Vol 2(82):5-6.
Surianti, Nangah Sri Dkk. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap
Karakteristik Ekstrak Pigmen Limbah Selaput Lendir Biji Terung
Belanda(Cyphomandra Beatacea S.) Dan Aktivitas Antioksidannya. Jurnal
Pangan. Vol. 2(1):6-7.
Tien, Vachon, Mateescu Dan Lacroix. 2001. Milk Protein Coatings Prevent
Oxidative Browning Of Apples And Potatoes. Journal Of Food Science.
Vol 66(4).
Utomo, Tri Priyo., Bambang Dwi Argo Dan Wahyunanto Agung Nugroho. 2015.
Pengaruh Penambahan Gula Dan Asam Askorbat Pada Pengolahan
Minimal terhadap Kualitas Fisik Buah Apel Manalagi (Malus Sylvestris
Mill). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem. Vol. 03(2).
. 2016. Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol Oxidase (Ppo)
Terhadap Perubahan Warna Kentang. Vol 1(1):1-4.
Widiyowati, Iis Intan. 2007. Pengaruh Lama Perendaman dan Kadar Natrium
Metabisulfit dalam Larutan Perendaman pada Potongan Ubi Jalar Kuning
(Ipomoea Batatas (L.) Lamb) terhadap Kualitas Tepung yang Dihasilkan.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 2(2):55-58.
Wineri, Elsi., Rasyid, Roslaili., Alioes, Yusyini. 2014. Perbandingan Daya
Hambat Madu Alami Dengan Madu Kemasan Secara In Vitro Terhadap
Streptococcus Beta Hemoliticus Group A Sebagai Penyebab Faringitis.
Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 3(3).
Yusuf, Maulana., Suhendar, Dede., Hadisantoso, Eko Prabowo. 2014. Studi
Karakteristik Silica Gel Hasil Sintesis dari Abu Ampas Tebu dengan
Variasi Konsentrasi Asam Klorida. Jurnal Tekn. Pertanian. Vol 3(1):9-11.
Zulfahnur., Rd Rina Nurapriani., Titi Tegar Dan Dewi Askanovi. 2009.
Mempelajari Pengaruh Reaksi Pencoklatan Enzimatis pada Buah dan
Sayur. Program Kreativitas Mahasiswa Institut Pertanian Bogor.
Zumiati. 2009. Pewarna Alami Nabati. Kanisius. Yogyakarta.