NIM : 2111415034
Sinopsis Buku
Kesustraan indonesia Modern masih sangat muda usianya, baru 60 tahun.tumbuh
waktu berkembangnya kesustraan indonesia modern ini bersamaaan waktu dengan bangkit
dan berkobarnya kesadaran kebangsaan indonesia, yang bila dinyatakan dengan tahun yang
pasti ialah tahun 1908, yaitu tahun berdirinya organisasi kebangsaan yang pertama kali ialah
Boedi Oetomo. Pada tahun itu pula didirikan komisi Bacaan rakyat yang pada tahun 1917
menjadi Balai pustaka namanya, yang akan memegang peranan penting dalam penerbitan
karya-karya, yang akan memegang peranan penting dalam penerbitan karya-karya sastra
indonesia ditahun-tahun selanjutnya dan juga mempengaruhi pertumbuhan kesustraan
indonesia modern meskipun pada mulanya hanya bertujuan untuk menyediakan buku-buku
yang baik bagibacaan bangsa bumi putera.
Seperti yang dikatakan William Henry Hudson perkataan kritik (criticism) dalam
artinya yang tajam adalah penghakiman (judgment) dan dalam pengertian ini biasanya
memberi corak pemakaian kika akan istilah itu, meskipun bila kata itu dipergunakan dalam
pengertian yang paling luas. Karena tu kritikus sastra pertama kali dipandang sebagai seorang
ahli yang memiliki suatu kepandaian khusus dan pendidikan untuk mengerjakan suatu karya
seni sastra, atau pekerjaan penulis tersebut memeriksa kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya
dan menyatakan pendapatnya akan hal itu
Jadi kritikus sastra atau seorang krtikus dapat memberi keterangan tentang hal-hal
yang masih samar-samar kita ketahui dalam membaca karya sastra hingga dengan
demikian.Kita dapat menangkap denga jelas nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam karya
sastra itu, Disamping itu, kritik sastra juga dapat mempertajam kepandaian pembaca dalam
menangkap maksud isi karya sastra, dalam memahami karya sastra.Dan hal itu dapat
membuat masyarakat ebih menghargai kesusastraan yang sudah ada.
Dan seperti H.B. Jassin seseorang kritikus harus dapat bersifat lembut dan juga harus
dapat bersifat keras dimana peru, pokoknya berdasarkan akal budi. Maka dengan sikap yang
demikian itu kritiknya akan bersifat membangun, tidak bersifat merusak. Sepert apa kata
Hudson yang telah kita kutip barusan bahwa seorang kritikus harus berwawasan luas
(flexibe). Kritik sastra sebagai buah karya seorang kritikus memang sering mencerminkan
pribadi kritikus sendiri.Seperti kata T.S. Eliton dalam bukunya Introduction to the Use of
Poetry, 1933, Bila para kritikus adalah para penyair, dapat dikira-kirakan bahwa mereka
membentuk pernyataan kritiknya berdasarkan suatu pandangan untuk menimbang
pelaksanaan-pelaksanaan praktik-praktik puisi mereka.
Aoh Kartahadimaja mengemukakan bagaimana H.B. Jassin menyaring sajak-sajak
yang diterimanya, maka syarat pertama yang diletakkan adalah kepada keindahan dan barulah
pada moral baik keindahan atau moral itu subyektif, kemudian dijawabnya: sebuah
keindahan seni biasanya tidak perlu menuntut pengertian yang diletakkan dalam hasil seni
itu. apabila keindahan terasa, cukuplah bagi sipendengar atau sipeninjau untuk menerimanya,
akan tetapi bila pengertian itu didapatnya maka lebih semangatlah ia.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 berdirilah Lembaga Kebudayaan Rakyat, disingkat
LEKRA, Dalam LEKRA ini berkumpullah karyawan karyawan seni dan budaya diantaranya
para sastrawan yang berpaham rasionalisme (komunisme). Para sastrawan lekra menghedaki
kesusastraan yang berpaham realism-sosialis.Paha mini datang dari Negara sosialis Rusia
dengan tokohnya atau bapak realism-sosialisnya Maxim Gorky.
1. H. B. JASSIN
H. B. Jassin merupakan kritikus dalam sastra Indonesia yang terutama, baik oleh
pekerjaan sastranya maupun jumlah karyanya. Dia lahir tahun 1917 (31 Juli 1917), Telah
dialaminya tiga atau empat angkatan kesusastraan, kesusastraan Angkatan Balai Pustaka,
Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angkatan 50 (ia menamakan angkatan 66).
Meskipun ia telah menulis da menyiarkan sajak dan cerita pendek, namun terutama ia
menulis beberapa kritik sastra, Ia juga menyusun antologi atau bunga sampal sastra, penulis
studi penerjemah, seorang redaktur majalah-majalah kesusastraan, dan dokumentator
kesusastraan yang tangguh. Buku-buku yang telah diterbitkan Kesusastraan Indonesia di
masa Jepang, bunga rampal prosa dan puisi hasil karya para sastrawan Kesusastraan
Angkatan Perang Dunia II, Nilai buku ini terutama terletak pada nilai dokumenternya.
Dengan hasilnya yang agak banyak dan kritiknya yang berarti itu H. B. Jassin
menduduki kedudukan yang penting dalam perkembangan kesusastraan Indonesia modern,
ditambah pula oleh ketekunannya yang tak kunjung mengendor, bahkan karena
kedudukannya yang dominan itu, ia oleh salah seorang tokoh sastra Indonesia. Gajus Siagian,
dijuluki Faus dari kritikus-kritikus Indonesia, selanjutnya dikatakan Siagan : Tidaklah
berlebih-lebihan kalau saya sertai dengan penghargaan terhadap autoritas dan jasanya.
Dengan hasilnya yang banyak itu dan pengaruh nya yang besar, ia menjadi pengarah
kesusastraan Indonesia baik secara langsung atau tidak.
2. AMAL HAMZAH
Amal Hamzah mengumpulkan esai-esai kritiknya dalam buku dan penulis.Buku dan
penulis merupakan kumpulan kritik terhadap karya-karya sastra 17 penulis Indonesia
modern.Sepert kritik dan Esai H. B. Jassin, Buku ini tidak disusun berdasrkan perkmbangan
sejarah kesusatraan Indonesia dan juga tidak lengkap. Sebagian besar hampir semua adalah
pengarang sebelum Perang Dunia II, seperti Merari Siregar, Marah Rusli, Adi Negara,
HAMKA, Armijn Pane dan yang lainnya.
Hampir-hampir Amal Hamzah dalam beberapa kupasannya tidak melakukan analisis
ataupun hanya menyebutkan hal yang tidak berarti, sedangkan hal-hal yang lain didalamnya
saja, misalnya pada Dibawah Lindungan Kabah karya HAMKA (halm 87), ini hanya
meninjau cara melukiskan perasaan saja, sedangkan hal-hal yang lain tidak disoroti yang
sesungguhnya lebih penting sehingga dengan demikian buku diapa-apakan. Karena sibuk
pada hal-hal yang kurang penting, maka ia melupakan hal-hal yang penting misalnya pada
Belenggu.
3. AJIP ROSIDI
Yang dibicarakan dalam buku Ajip Rosidi Cerita Pendek Indonesia adalah khusus
mengenai cerita pendek. Dalam bukunya ia membicarakan cerita pendek dari permulaan
tumbuhnya, dengan mulai pembicaraan-pmbicaraanya M.Kasim dan Suman Hs, sampai
pertumbuhannya yang terakhir (1959), yang ditutup dengan pembicaraan cerita pendek
Sukanto S.A,Sastrawan seangkata Ajip.
Denga hanya meninjau pokok-pokok ini Ajip, dapat dikatakan bahwa ia tidak
meninjau bahasa dan gaya kalimat, tetapi hanya sedikit, tidak lengkap, memang dapat diakui
Ajip pandai mengemukakan persoalan yang diungkapkan oleh pengarang dan pandai
menceritakan kembali dengan liku-liku persoalan dan pemikiran pengarang hingga menjadi
jelas kepada pembaca apa yang digarap dan menjadi tujuan sastrawan dalam penulisannya.
Kutipan berikut ini kiranya membuktika kecakapan Ajip dalam mengemukakan persoalan
dan menceritakan kembali.
4. J. U. NASUTION
Hasil karya J.U. Nasution memiliki perbedaan dengan hasil karya Ajip Rosidi yang
tidak mementingkan aspek-aspek penelitian ilmiah dalam kritiknya, seperti sumber
pengutipan dan sebagainya.Nasution benar-benar memperhatikan aspek ini sebagai aspek
yang sangat penting.
Namuan metode tersebut dikritik oleh beberapa kalangan diantaranya adalah oleh Mh
Rustandi Kartakusumah dalam Faal Pengajaran Sastra di Perguruan Tinggai dan Sekolah
Lanjutan dalam Perkembangan Sastra, bukunya itu ditujukan sebagai kritik atas karya
Nasution yang berjudul Sitor Situmorang sebagai Pengarang Cerita Pendek (Sebelum
dibukukan).
J. U. Nasution banyak menulis buku yang diantara bukunya itu adalah Sitor
Situmorang sebagai Pengarang Cerita Pendek dan buku keduanya Sanusi Pane, metode
kritiknya bersifat induktif, hanya bersifat penafsiran apa yang ia baca dari syair-syair dan
cerita pendek.
Dalam pembahasan Drama Sanusi Pane nampaknya Nasution sudah melakukan beberapa
penilaian, namun tetap saja masih kurang, karena hanya menilai pada perwatakannya saja,
tidak mempertimbangkan norma-norma sastra yang lain.
Akan tetapi jika ditelisik lagi dari karyanya ini, teryata kritik sastranya masih belum
menyeluruh, sama seperti kritikus-kritukus sebelumnya, hanya bersifat menerima begitu saja
apa yang diungkap oleh seorang penulis (relativisme).
Hamka mengaku terpengaruh oleh ajaran takdir, tapi unsur keberhasilan ajaran ini
tidak dihubungkan dengan unsur-unsur lainya.
6. Boen S. Oemardjati
Dalam bukunya Jalan tak ada Ujung, Muchtar Lubis ia menyoroti karya sastra Lubis
dengan analisis Ilmu jiwa dalam, filsafat eksistensialisme dan sosiologi. Meninjau gaya
bahasanya dan juga menguraikan latar belakang cerita tersebut.
Sampai saat ini hanya buku-buku ini (1965) saja yang dikarang dalam sudut pandang
kritik sastra.