Anda di halaman 1dari 35

Kemampulasan

Baja Paduan Rendah


(WELDABILITY OF LOW ALLOY STEEL)

Dr. Ir. Winarto, M.Sc.

Departemen Metalurgi & Material


Fakultas Teknik Universitas Indonesia

PENDAHULUAN
Baja Paduan Rendah

 High-strength low-alloy steels (HSLA)


 Quenched and tempered steels (QT)
 Heat-treatable low-alloy steels (HTLA)
 Chromium-molybdenum steels (Cr-Mo)

Penggunaanya :
Lebih dari 95% konstruksi logam menggunakan
baja ini karena memiliki kekuatan mekanis yang
bervariasi yang dikombinasikan dengan harga
yang murah dan kemudahan dalam fabrikasinya

1
Klasifikasi pengelasan baja
Jenis Karakteristik Prosedur Pengelasan

Di las pada kondisi as-rolled, annealed atau


1 Baja Karbon C  1,00 %; Mn  1,65 %; Si  0,6 %
normalised.
Di disain untuk memberikan sifat
High Strength mekanik yang lebih baik dari no.1 diatas
2 Low Alloy Steels  Di las pada kondisi as-rolled, atau normalised.
(HSLA) Dibedakan atas dasar sifat mekanis (y
= 42-70 ksi)
Umumnya di heat treatment pada  Di las pada kondisi heat treated
Quenched-and-
3 prosedur tertentu untuk menghasilkan y  Umumnya, weldments tidak di PWHT kecuali untuk
Tempered Steels
= 50-150 ksi tujuan penghilangan tegangan sisa
 Dari sudut pandang mampu las, material ini tidak
Memiliki kadar C (0,25-0,45 %) lebih
dapat mempertahankan sifat awal setelah pengelasan
Heat-treatable tinggi dari no.3
 Umumnya di las pada kondisi annealed atau over
4 Low Alloy Steels
tempered
(HTLA) Mampu memiliki sifat mekanis yang
 Harus di PWHT untuk memperoleh kombinasi
tinggi tetapi ketangguhannya rendah
terbaik antara kekuatan dan ketangguhan

 Di las pada berbagai kondisi heat treated, annealed,


Chromium normalised, tempered atau quenched and tempered
Penggunaan utama pada lingkungan
5 Molybdenum  Sambungan las sering di heat treated untuk
temperatur tinggi
Steels meningkatkan keueletan, ketang-guhan dan
menghilangkan tegangan sisa

JIS standard and steels


 Steels for
 General structure SS series (SS400, SS490, etc…)
 Weld structure SM series
 Building construction SN series ( Tensile strength )
 High strength steel
Tensile strength > 490 MPa
by QT, TMCP (Thermo-Mechanical Control Process), etc
called as HT{Tensile strength}
 HW{Yield or proof strength}, SPV{Yield or proof stress}
 Low temperature service steel
 SLA series, Al, Ni, Austenite stainless steel (304, 304L)
 High temperature service steel
 SB series : ex. for Boilers (Mo)
 Others
 SMA series : Atmospheric corrosion resisting
4

2
APLIKASI LOW ALLOY STEEL

 Konstruksi lasan yang


besar seperti jembatan,
 Kapal laut,
 Bejana Tekan

MEKANISME PENGUATAN BAJA


PADUAN RENDAH

 Solid solution strengthening (i.e., %Mn)


 Grain size (ferrite)
 Precipitates (distance between ppts)
 Cold work (dislocation density)
 Hardening (Martensite)

3
PENGUATAN LOW C STEEL
2 CARA UTAMA:
 Meningkatkan Kandungan C
– Turun % elongasi & toughness karena Fe3C
 Menurunkan ukuran butir (grain size)
– Kekuatan naik tapi tidak menurunkan keuletan
– Pers. Hall-Petch

=> Kekuatan lebih baik tanpa korbankan keuletan


(ductility) & ketangguhan (toughness)
trend => menggunakan “fine grained steels” &
menurunkan kandungan C
7

4
GRAIN SIZE AND STRENGTH

Ukuran Butir ASTM


 Batas butir berperan sebagai penghalang (barriers) terhadap
pergerakan dislokasi ( to dislocation motion )

 Dislokasi sulit melewati batas butir (crossing grain boundary).


 Jika ukuran butir lebih kecil, maka semakin banyak jumlah
butir & juga batas butir, sehingga dislokasi bertumpuk di batas
butir dan baja jadi semakin kuat.

10

5
Ukuran Butir ASTM

11

Pengaruh Butir terhadap Kekuatan Baja

12

6
Aplikasi Baja Karbon

13

High Strength Low Alloy (HSLA) steels


Mengapa harus memilih baja paduan rendah jika baja paduan tinggi
memberikan kekuatan tinggi?
 Secara tradisi umum, Untuk meningkatkan kekuatan baja struktural,
maka kandungan C dan Mn harus di tingkatkan.
 Misalnya mengunakan 0.25 - 0.30 %C & 1.2 - 1.5 %Mn
 peningkatan 1% Mn akan meningkatkan kek. Luluh (YS) sampai ~14%
 Hal tsb diatas akan bermasalah dengan:
– Weldability (bermasalah dengan meningkatnya C dan Mn)
– Brittle failure (bermasalah dengan meningkatnya C)
 Oleh sebab itu harus dikembangkan: Kekuatan  tetapi pakai C 
 Saat ini Baja dengan YS sampai 550 MPa tetapi dengan weldability
yang sangat baik dan sifat ketahanan thd kegetasan yang tinggi (high
brittle fracture resistance)

14

7
HSLA
 High strength low alloy (HSLA) steels
have been developed since the 1960s
originally for large diameter oil- and gas
pipelines. The requirement was high
strength as compared to mild carbon
steel, combined with improved
toughness and good weldability.
 HSLA steel typically contains 0.07 to
0.12% carbon, up to 2% manganese and
small additions of niobium, vanadium
and titanium in (usually max. 0.1%). in
various combinations. The material is
preferrably produced by a thermo-
mechanical rolling process, which
maximizes grain refinement as a basis
for improved mechanical properties
Composition range of HSLA steels (%)
C Mn Nb V Mo
0.06 - 0.12 1.4 - 1.8 0.02 - 0.05 0 - 0.06 0.2 - 0.35

15

High Strength Low Alloy (HSLA) steels


 Penguatan Kelarutan padat (solid solution hardening) (Mn)
 Penurunan Ukuran Butir (decrease ferrite grain size) dengan
 Kontrol canai (controlled rolling)
 Kontrol pendinginan (controlled cooling)
 Pengerasan Endapan (precipitation hardening)
 Nb (C,N)
 VC
 Baja Pipa saluran (pipeline) jenis API X70 memiliki %C = 0.06;
%Mn = 1.50; %Nb and/or V ~0.04
 Diproduksi dengan controlled rolling sehingga butirnya halus

16

8
High Strength Low Alloy (HSLA) steels

 Diperoleh dengan
penghalusan butir (ASTM
10-13) dengan
 Controlled rolling
 Controlled cooling

 Yield Strenght ditingkatkan


dengan micro alloying 100-
134 MPa (i.e. 300-440 MPa)

17

CONTROLLED COOLING AND GRAIN SIZE

18

9
MEANS of CONTROLLED COOLING

19

PRECIPITATION HARDENING

Micro-alloying – Nb, V, Ti
 Nb (C,N) ber presipitasi seama proses canai panas (hot
rolling) dalam fasa 
 Menahan pertumbuhan butir gama (restricts  grain growth)
 Menghaluskan butir Alfa (refines  grain size)
 Mempercepat rekristalisasi (retards Rx & raises Ttransf )

20

10
Strength in HSLA steels
 + Standard C-Mn Steel 200-300 MPa
 + Decrease grain size 100-134 MPa
 + Increase Mn 67 MPa
 + Increase Nb,V,Ti ppt hardening 67-100 MPa
Total: 434-600 MPa

 Meningakatkan baja karbon rendah sampai 470-500 MPa


 Dapat bervariasi kekuatannya dengan memvariasikan level pengutan
komponennya (varying the degree of strengthening components)

21

Evolution of Line-pipe Steel Production

22

11
TMCP of Line-pipe Steel Production

23

High Strength Steels of Pipeline

Microstructural effects for enhancing strength and toughness properties

24

12
Grain Structure in HSLA steels

25

Grain Structure in HSLA steels

26

13
CCT Diagram in HSLA steels

27

COOLING TIME t8/5

28

14
Grafik CCT untuk baja struktural S690Q dengan kecepatan
pendinginan yang berbeda menghasilkan kekerasan berbeda beda

29

Hydrogen Induced Cracking (HIC)


 Cold / Delayed Cracking
 Serious problem in steels
 In carbon steels
 HAZ is more susceptible
 In alloy steels
 Both HAZ and weld metal are susceptible

 Requirements for HIC


 Sufficient amount of hydrogen (HD)
 Susceptible microstructure (hardness)
 Martensitic > Bainitic > Ferritic
 Presence of sufficient restraint

 Problem needs careful evaluation


 Technological solutions possible

30

15
Methods of Prevention of HIC
 By reducing hydrogen levels
 Use of low hydrogen electrodes
 Proper baking of electrodes
 Use of welding processes without flux
 Preheating

 By modifying microstructure
 Preheating
 Varying welding parameters

 Thumb rule (based on experience /


experimental results):
 No preheat if: CE < 0.4 & thickness < 35 mm
 Not susceptible to HAC if HAZ hardness < 350 VHN

31

Determination of
Preheat Temperature (#2/2)

 Hydrogen Control Approach


 Cracking Parameter
 PW = Pcm + (HD/60) + (K/40) x 104, where


Si Mn  Cu  Cr Ni V
Pcm  C      5B
30 20 60 15
 Weld restraint, K = Ko x h, with
 h = combined thickness
 Ko  69

 T (C) = 1440 PW – 392

32

16
HIC in Weld Metal
 If HD levels are high
 In Microalloyed Steels
 Where carbon content in base metal is low
 Due to lower base metal strength
 In Low Alloy Steels (like Cr-Mo steels)
 Where matching consumables are used
 Cracking can take place even at hardness as low
as 200 VHN

33

Lamellar Tearing

 Occurs in rolled or forged


(thick) products
 When fusion line is parallel to
the surface
 Caused by elongated sulphide Crack
inclusions (FeS) in the rolling
direction
 Susceptibility determined by
Short Transverse Test
 If Reduction in Area
 >15%, Not susceptible
 < 5%, Highly susceptible

34

17
Reheat Cracking

 Occurs during PWHT


 Coarse-Grain HAZ most susceptible
 Alloying elements Cr, Mo, V & Nb promote cracking
 In creep resistant steels due to primary creep
during PWHT !
 Variation:
 Under-clad cracking in pipes and plates clad with
stainless steels

35

Reheat Cracks

Crack

Crack

36

18
Reheat Cracking
(contd.…)
 Prediction of Reheat Cracking
 G = Cr + 3.3 Mo + 8.1V + 10C – 2
 Psr = Cr + Cu + 2Mo + 10V + 7Nb + 5Ti – 2
 If G, Psr > 0, Material susceptible to cracking

 Methods of Prevention
 Choice of materials with low impurity content
 Reduce / eliminate CGHAZ by proper welding technique
 Buttering
 Temper-bead technique
 Two stage PWHT

37

Temper-bead Techniques

38

19
HAZ Hardness Vs. Heat Input

 Heat Input is
inversely
proportional
to Cooling
Rate

39

Cr-Mo Steels

 Cr : 1–12 wt.-%  Welding


Mo: 0.5–1.0 wt.-%
 Susceptible to
 High oxidation & creep
resistance  Cold cracking &
 Further improved by  Reheat cracking
addition of V, Nb, N  Cr < 3 wt.-%
etc.
 Application temp. range:
 400–550 °C  PWHT required:
 Structure  650–760 °C
 Varies from Bainite to
Martensite with increase in
alloy content

40

20
41

42

21
43

Nickel Steels
 Welding (contd.)
 Ni: 0.7–12 wt.-%
 For steels with 1–3.5% Ni
 C: Progressively reduced
with increase in Ni Bainite/martensite structure
 For cryogenic applications Low HD consumables
 High toughness  Matching / austenitic SS
 Low DBTT No PWHT
 Structure Temper-bead technique
 Mixture of fine ferrite, Low heat input
carbides & retained
austenite
 Welding  For steels with > 3.5% Ni
 For steels with  1% Ni Martensite+austenite HAZ
 HAZ softening & toughness Low heat input
reduction in multipass
welds PWHT at 650 C
 Consumables: 1–2.5%Ni Austenitic SS / Ni-base
consumable

44

22
45

HSLA Steels
 Yield strength > 300 MPa  Welding problems
 High strength by
 Grain refinement  Dilution from base metal
through  Nb, Ti, V etc.
 Microalloying with  Grain growth in CGHAZ
 Nb, Ti, Al, V, B  Softening in HAZ
 Thermo-mechanical  Susceptible to HAC
processing  CE and methods to
 Low impurity content predict preheat
 Low carbon content temperature are of
limited validity
 Sometimes Cu added to
provide precipitation
strengthening

46

23
47

48

24
49

50

25
51

Gambar. Diagram Isothermal Transformation untuk


baja Q&T (ASTM A514 atau A517)

52

26
Pengelasan baja quenched and tempered (Baja Q&T)
 di disain khusus untuk welded construction dan di heat treatment, yield
strength antara 340 – 1050 MPa
 Baja Q&T berada dalam klasifikasi structural carbon-steel, low-alloy
steel dan other alloy steel ( C < 0,22 %).
 Secara umum, baja ini diberi unsur paduan yang mempromosikan
pembentukan tempered martensite dan lower-bainit.
 Jika terjadi transformasi pada rentang temperatur 500-800 C sebagai
akibat dari pendinginan yang lambat, maka strukturmikro akhir akan
terdiri dari campuran yang heterogen antara ferit , upper-bainit dan
austenit sisa bersama dengan high-carbon martensite. Campuran
struktur yang lunak dan keras tersebut tidak dapat menghasilkan
ketangguhan yang baik.
 Jika baja didinginkan dengan laju pendinginan relatif cepat, akan terjadi
transformasi austenit menjadi lower-bainit (<480 C). Struktur ini
homogen dan memiliki ketangguhan yang baik. Martensit mulai
terbentuk pada temperatur relatif tinggi (400 C). Tingginya temperatur
pembentukan martensit sangat baik untuk menghindari retak akibat
quenching dan selain itu juga dapat memberikan efek self tempering.

53

54

27
55

56

28
Pengelasan heat treatable low-alloy steels
(Baja HTLA)
 memiliki hardenability yang tinggi dan rentan terhadap hydrogen
cracking pada logam las dan HAZ.
 Untuk menghindari hydrogen cracking harus digunakan prosedur
pengelasan dengan hidrogen yang rendah disertai preheat dan
interpass temperature yang memadai.
 Baja HTLA keseringannya di las dalam kondisi annealed. Kemudian,
keseluruhan weldment di heat treatment agar diperoleh kekuatan
dan kekerasan yang diinginkan. Kekerasan yang tinggi dari baja
HTLA menyebabkan baja ini tidak mungkin di las dalam kondisi
hardened.
 Kandungan karbon baja HTLA umumnya antara 0,25 – 0,45 %
dibandingkan baja Q&T 0,10-0,25 %. Baja HTLA memiliki kadar C
dan unsur paduan yang cukup untuk memberikan sifat hardenability
yang tinggi dan dapat di heat treatment untuk memperoleh kekuatan
dan kekerasan yang tinggi.
 Kandungan S dan P dalam baja HTLA harus dikontrol (harus <
0,025%) karena kehadiran S dan P > 0,020 % dapat meningkatkan
sensitifitas retak dari baja HTLA, meningkatkan sensitifitas terhadap
hot cracking dan menurunkan keuletan serta ketangguhan.

57

58

29
59

60

30
61

62

31
Pengelasan Precoated Steels
Aluminized steels
 Ada dua jenis pelapisan metoda hot dipping yaitu Al murni dan Al-8%Si.
 Bila di las menggunakan las resistansi listrik seperti las titik, dibandingkan
dengan material yang sama tapi tidak diberi lapisan, diperlukan arus, gaya
elektroda dan waktu las yang lebih besar.
 Pengelasan metoda SMAW, digunakan elektroda yang memiliki fluk jenis basa,
contoh E7015.
 Pengelasan metoda GTAW tanpa logam pengisi, semua Al akan bereaksi
membentuk paduan pada logam las yang dapat menurunkan duktilitas,
sedangkan bila digunakan logam pengisi, kandungan Al dalam logam las harus
dikontrol.

Galvanized steels
 Ada dua metoda untuk membuat galvanized steels yaitu hot dip dan
electroplating.
 Problem pada pengelasan : terbentuknya retak bila di las menggunakan metoda
las busur listrik. Retak ini terjadi karena adanya intergranular penetration seng
ke logam las dan kadang-kadang disebut “zinc penetration cracking”. Baja
menjadi rapuh dengan adanya seng yang mencair. Seng yang mencair ini dapat
menyerang logam las baja karbon disepanjang batas butir dan membentuk
senyawa yang rapuh yang akan mengalami retak jika tegangan sisa cukup tinggi.
 Bahaya retak dapat dikurangi dengan cara; menggunakan single atau double
bevel, menghilangkan lapisan dan menjaga root opening yang sesuai. (minimum
0,06 inci). Elektroda yang direkomendasi untuk metoda SMAW adalah E6012,
E6013 dan E7016.

63

64

32
Heat treatments of the steel
 A : to soften the steel, remove residual stress in furnaces
 N : to obtain a uniform austenitic structure in the air
 Q : to make martensite (strong but usually too hard and brittle)
 QT : to give toughness to the martensite

65

Mechanical properties (strength, toughness, etc…)

Micro-structure Cooling rate

Hardness (index)

66

33
Continuous cooling transformation diagram
CCT diagram

67

68

34
69

Charpy test
 Absorbed energy
 Transition temperature

70

35

Anda mungkin juga menyukai