Oleh:
Pembimbing:
dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, Sp. M (K), MARS
Telaah Ilmiah
Oleh:
Vivi Lutfiyani Mardhatilla, S.Ked
04054821719158
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Periode 11 Desember 2017 – 15 Januari 2018.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
"Penatalaksanaan Thyroid Eye Diseases". Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dr.Hj. Devi Azri Wahyuni, Sp. M (K), MARS selaku pembimbing yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun. Akhir
kata, semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi banyak orang dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
BAB I .................................................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 3
DEFINISI ........................................................................................................................ 3
EPIDEMIOLOGI ............................................................................................................ 3
PATOGENESIS .............................................................................................................. 4
KLASIFIKASI ................................................................................................................ 5
MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................ 6
DIAGNOSIS ................................................................................................................. 10
PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................................. 11
DIAGNOSIS BANDING.............................................................................................. 13
TATALAKSANA ......................................................................................................... 14
PROGNOSIS ................................................................................................................ 18
BAB III ............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sejumlah uji klinis acak pada pengobatan thyroid eye diseases telah
dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir, dan hasilnya telah mempengaruhi
pengelolaan pasien secara substansial. Mengingat hal itu, maka sudah selayaknya
apabila penatalaksanaan thyroid eye diseases diketahui, dari penatalaksanaan
penyakit yang paling ringan sampai yang terberat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Thyroid eye diseases (TED) dapat juga disebut sebagai TED, thyroid
associated orbitopathy (TAO), atau orbitopathy dystyroid. Penyakit ini
didefinisikan sebagai suatu kondisi autoimun yang dihubungkan dengan status
kadar tiroid yang tidak normal, dimana terdapat inflamasi berat yang
menyebabkan remodelling jaringan orbita, termasuk akumulasi makromolekul
ekstraseluler dan lemak.1 Kondisi ini ditandai dengan retraksi kelopak mata,
proptosis (penonjolan bola mata ke luar), miopati ekstraokluler restriktif, dan
neuropati optik.2
Penyakit ini mengenai kedua mata, namun dapat tidak simetris. Meskipun
kejadiannya kerap dihubungkan dengan penyakit hipertiroid, TED dapat terjadi
juga pada keadaan hipotiroid, atau pada kasus yang langka, yaitu Hashimoto
thyroiditis. Pada beberapa pasien, tanda-tanda klinis tersebut tidak diikuti temuan
objektif kelainan tiroid (euthyroid Graves disease).3
EPIDEMIOLOGI
Sesuai dengan namanya, TED banyak terdeteksi pada pasien yang
menderita penyakit Grave. Penyakit Grave adalah suatu kondisi autoimun dimana
autoantibodi menempel pada reseptor thyroid stimulating hormone (TSH-R) yang
ada di sel tiroid, hal ini akan memicu terjadinya produksi hormon tiroid yang
berlebihan. Pada kondisi hipertiroid sekitar 80% pasien dengan penyakit Grave
menimbulkan manifestasi klinis pada mata yang selanjutnya disebut dengan
TED.1 Insidensi kejadian TED pada populasi umum adalah 16 kasus untuk jenis
kelamin perempuan dan 3 kasus untuk jenis kelamin laki-laki per 100.000 orang
per tahun dengan bentuk penyakit yang parah tidak lebih dari 3-5% kasus.3
Meskipun TED lebih sering terjadi pada wanita namun tingkat keparahan
lebih tinggi pada pria jika penyakit ini menyerang. Penderita usia 30-50 tahun
3
4
terbukti paling sering terkena penyakit ini, dengan kasus berat sering dijumpai
pada pasien di atas usia 50 tahun. Dari pasien yang mengalami orbitopati tiroid
sekitar 80% adalah hipertiroid secara klinis dan 20% adalah eutiroid secara
klinis.2
PATOGENESIS
Melewati dekade terakhir, penelitian invitro telah bergeser dari miosit
ektraokuler ke fibroblas orbital sebagai target primer dalam proses inflamasi
terkait dengan TED. Diakui bahwa fibroblas orbital secara fenotip berbeda dari
fibroblas yang berasal dari bagian lain di dalam tubuh. Fibroblas orbital melalui
ekpresi karakteristik reseptor permukaaan, gangliosides, dan gen proinflamatory-
berperan aktif dalam proses inflamasi ini. Tidak seperti fibroblas dari bagian
tubuh lain, fibroblast orbital mengekspresikan reseptor CD 40, umumnya
ditemukan pada limfosit B. Ketika terlibat dengan sel T terikat CD 154, beberapa
gen proinflamasi fibroblas secara teratur naik, termasuk interleukin-6 (IL-6), IL-8,
and prostaglandin E (PGE).5
Selanjutnya, terjadi kenaikan sintesis ofhyaluronan and glycosamino-
glycan (GAG). Hal tersebut terjadi pada tingkat yang 100 – kali lipat lebih besar
dalam fibroblas orbital dibandingkan fibroblas di perut pasien TED dari pasien
yang sama. Kaskade kenaikan regulasi ini berdampak pada penambahan dosis
pada terapi kortikosteroid.4
Peradangan otot ekstraokuler dikarakteristikan oleh infiltrasi seluler
pleomorfik. Terkait dengan peningkatan sekresi glikosaminoglikan dan imbibisi
osmotik air menyebabkan otot-otot membesar terkadang sampai delapan kali
ukuran normal, dan dapat menekan saraf optik. Degenerasi serat otot
menyebabkan fibrosis, yang akan memberikan efek penarikan pada otot yang
terlibat, sehingga menghasilkan restriktif miopati dan diplopia. Inflamasi seluler
dengan infiltrasi limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast jaringan intersisial,
lemak dan kelenjar lakrimal orbital terkait dengan akumulasi glikosaminoglikan
dan retensi cairan. Ini menyebabkan peningkatan volume isi orbital.5
5
KLASIFIKASI
American Thyroid Association (ATA) mengklasifikasikan TED menjadi
enam kelas.5
dengan diskus yang pucat atau papil edem dan defek dari lapangan
pandang
MANIFESTASI KLINIS
Retraksi palpebra
Retraksi palpebra merupakan tanda yang khas ditemukan pada oftalmopati
tiroid. Retraksi ini dapat melibatkan palpebra superior maupun inferior. Namun,
yang paling sering dijumpai adalah retraksi palpebra superior – disebut dengan
dalrymple sign, seringkali disertai dengan terpaparnya sklera pada bagian
temporal mata (temporal flare). Retraksi palpebra dapat terjadi secara unilateral
maupun bilateral.6
Eksoftalmos
Eksoftalmos (proptosis) yang disertai dengan retraksi palpebra merupakan
tanda khas yang membedakan oftalmopati tiroid dengan penyakit yang lain.
Eksoftalmos dapat diperiksa dengan palpasi retropulsi, yaitu dengan melakukan
palpasi digital bola mata di atas kelopak mata penderita yang tertutup. Pada
penderita dengan eksoftalmos berat dapat dirasakan berkurangnya dorongan ke
belakang orbita (retropulsi) pada palpasi. Untuk hasil yang lebih objektif,
eksoftalmos dapat diukur dengan menggunakan Eksoftalmometer Hertel atau
Krahn. Hasil pengukuran dapat menunjukkan derajat eksoftalmos mulai dari
ringan, yaitu kurang dari 24 mm, hingga berat yaitu 28 mm atau lebih.6
7
Lagoftalmus
Lagoftalmus adalah kelainan pada mata berupa kelopak mata tidak dapat
menutup dengan sempurna. Lagoftalmus terjadi karena proptosis dan retraksi
kelopak mata.4 Mata yang tidak dapat tertutup dengan sempurna dapat
mengakibatkan mata bagian depan terpapar oleh udara, sedangkan proses
penggantian tears film oleh kelopak mata juga terganggu. Akibatnya kornea mata
menjadi kering dan mudah terjadi infeksi seperti konjungtivitis dan keratitis.7
Miopati Restrikrif
Retraksi palpebra pada oftalmopati tiroid sering pula disertai dengan
miopati restriktif, yang menyebabkan gangguan atau adanya hambatan pada
pergerakan bola mata. Miopati pada mulanya melibatkan musculus rectus inferior,
kemudian melibatkan otot-otot rectus yang lain.6 Otot-otot yang paling sering
terlibat adalah musculus rectus inferior dan musculus rectus medialis. Pada
keadaan yang lebih berat, hal ini dapat pula menyebabkan strabismus dengan
deviasi ke bawah (hipotropia) atau deviasi ke nasal (esotropia).7
Miopati restriktif dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan forced
ductions.10 Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan penyebab gangguan
pergerakan bola mata karena gangguan neurologis atau restriksi mekanik.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendorong konjungtiva yang sudah
8
dianestesi secara pasif dengan forsep. Jika penyebabnya adalah restriksi mekanik,
maka pendorongan secara pasif tidak dapat dilakukan.8
Selain forced ductions, dapat pula dilakukan pemeriksaan tekanan
intraokular, yaitu terjadinya peningkatan tekanan dengan pergerakan bola mata.
Misalnya, pada pasien hipotropik, terjadi peningkatan tekanan intraokular pada
saat menggerakkan bola mata ke atas.8
Diplopia
Diplopia adalah penglihatan ganda. Diplopia selalu dimulai dari tatapan
lapang pandang atas karena infiltrasi miopati menyerang otot rektus inferior.
Namun akhirnya semua otot ekstraokuler dapat terserang sehingga diplopia dapat
terjadi di lapang pandang manapun.4 otot ekstraokuler dapat membesar secara
9
- Ballet sign: adanya restriksi pada satu atau lebih otot ekstraokular.
- Gifford's sign: kelopak mata atas sulit untuk di eversi (dibalik)
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan jika ditemukan dua dari tiga tanda berikut:4
1. Sedang dalam perawatan imun karena disfungsi tiroid akibat satu atau
lebih penyakit dibawah ini:
a. Graves hipertiroidisme
b. Hashimoto tiroiditis
11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes fungsi tiroid
Seperti pada penyakit hipertiroid didapatkan kadar T3 dan T4 yang
meningkat, FT4 meningkat, dan TSH menurun.
2. Pemeriksaan visual
Pada pemeriksaan visus bisa didapatkan penurunan visus sampai pada
kebutaan. Sedangkan pada pemeriksaan persepsi warna dapat pula pasien
salah mengenali warna karena terdapat gangguan pada penglihatan
warna.
3. Ultrasonografi
12
DIAGNOSIS BANDING
1. Selulitis orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Kuman penyebab biasanya adalah
pneumokok, streptokok, atau stafilokok dan berjalan akut. Bila terjadi akibat
jamur dapat berjalan kronik. Masuknya kuman ini ke dalam rongga mata
dapat langsung melalui sinus paranasal, penyebaran melalui pembuluh darah
atau akibat trauma.7
Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
mata edema, mata proptosis, tajam penglihatan menurun. Tanda-tanda
tersebut muncul pada bola mata yang sakit saja sedangkan pada TED
biasanya gejala muncul pada kedua mata. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis sebagai penanda infeksi sedangkan pada TED tidak,
dan pemeriksaan T3, T4 dan TSH dalam batas normal.9
2. Tumor orbita
Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Rongga
orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar
sinus ethmoid dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan
sebelah lateral oleh zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar. Sebelah
14
inferior oleh atap sinus maksilari. Tumor orbita terdiri dari primer dan
sekunder yang merupakan penyebaran dari struktur sekitarnya, atau
metastasase.5
Gejala klinis terdiri atas proptosis yang biasanya unilateral sesuai
tempat tumor menyerang. Proptosis kedepan adalah gambaran yang sering
dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun
(tumor jinak) atau cepat (lesi ganas). Nyeri orbital terlihat jelas pada tumor
ganas yang tumbuh cepat Pembengkakan kelopak mungkin jelas pada
pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotid-kavernosa. Palpasi
bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata.
Ketajaman penglihatan mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf
optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler. Saat dilakukan
pemeriksaan CT scan terlihat lokasi massa tumor orbita dan dapat
membedakan apakah proptosis disebabkan oleh karena pembesaran otot dan
lemak seperti pada TED atau karena adanya tumor. Pemeriksaan T3, T4 dan
TSH juga pada kadar yang normal.10
TATALAKSANA
Berdasarkan konsensus European Group on Grave’s Orbitopathy (EUGOGO),
penatalaksanaan dari TED berprinsip pada adanya pokok-pokok utama yang harus
diikuti. Hal tersebut adalah12:
1. Merujuk pasien dengan TED ke pusat yang memiliki spesialis
Merujuk menjadi urgent bila terdapat gejala yang bersifat sight threatening
seperti penurunan visus, perubahan intensitas dan kualitas warna, corneal
opacity, atau edema macula.
2. Managemen masalah oleh nonspesialis
Managemen faktor risiko yang dapat mengakibatkan TED seperti
merokok, dan disfungsi tiroid. Merokok diketahui dapat menurunkan
efektivitas dari terapi, dan meningkatkan progresi TED setelah pemberian
terapi radioiodine untuk hyperthyroid.
3. Managemen masalah oleh spesialis
15
PROGNOSIS
Prognosis dari TED dipengaruhi oleh beberapa faktor. Usia salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi. Anak-anak dan remaja umumnya memiliki
penyakit yang ringan tanpa cacat yang bermakna sampai batas waktu yang lama.
19
Pada orang dewasa, manifestasinya sedang sampai berat dan lebih sering
menyebabkan perubahan struktur karena gangguan fungsional. Diagnosis yang
ditegakkan secara lebih dini diikuti intervensi dini terhadap perkembangan proses
penyakit dan mengontrol perubahan jaringan lunak dapat mengurangi morbiditas
penyakit dan mempengaruhi prognosis dalam jangka waktu yang lama.7
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21