Anda di halaman 1dari 24

PERAN WIDYAISWARA

DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT PNS 1


Oleh

Drs. Faris Ihsan. M.Si 2

Abstraksi

Widyaiswara adalah pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai pejabat


fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab,
wewenang untuk mendidik, mengajar dan melatih pegawai negeri sipil pada
lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah. Widyaiswara yang profesional
harus mampu menentukan materi yang tepat, menguasai materi tersebut dan
memiliki kemampuan menyajikan materi sesuai dengan kondisi peserta diklat.
Diklat dikatakan berkualitas apabila didukung oleh semua unsur kediklatan yang
berkualitas, baik lembaga diklatnya, widyaiswara, dan pengelola diklat yang
profesional, kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pogram diklat,
ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
diklat.
Kata Kunci : Widyaiswara, Profesional, Diklat Berkualitas.

A. Pendahuluan

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan wahana pencetak sumber daya manusia agar

memiliki kompetensi yang diperlukan yaitu pengetahuan (knowledge/kognitif),

keterampilan (skill/psikomotorik), sikap perilaku (behavior/attitude/affective), baru berhasil

bila diklat tersebut berkualitas. Suatu diklat dikatakan berkualitas apabila didukung oleh

semua unsur kediklatan yang berkualitas, baik lembaga diklatnya, pengajar/widyaiswara,

dan pengelola diklat yang proffesional, kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan sasaran

1. Telah dikoreksi oleh Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB
2. Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB
1
pogram diklat, ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan

pelaksanaan diklat.

B. Penyelenggaraan Diklat PNS

Kebijakan diklat PNS yang berlaku pada saat sekarang ini dituangkan dalam peraturan

pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan pejabat pegawai negeri

sipil. Pada Bab II pasal 2 peraturan tersebut tercantum bahwa tujuan diklat PNS adalah :

1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakn

tugas jabatan secara profesional dengan di landasi kepribadian dan etika PNS sesuai

dengan kebutuhan instansi

2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan

dan kesatuan bangsa

3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasiu pada pelayanan ,

pengayom, dan pemberdayaan masyarakat

4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas

pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik

Dengan demikian diklat yang diselenggarakan bagi PNS intinya bertujuan untuk

meningkatkan profesionalisme, membentuk sikap dan prilaku, meningkatkan nasionalisme

dan menciptakan kepemerintahan yang baik. Tujuan inilah yang selanjutnya dijabarkan di

dalam kompetensi yang harus dimilki oleh PNS di dalam mengemban tugasnya di berbagai

bidang dan berbagai tingkatan serta berbagai tempat. Dari evaluasi yang selama ini di

berikan oleh para peserta diklat terutama diklat dalam jabatan (perjenjangan)

2
mengemukakan bahwa hingga saat ini masih terdapat kesenjangan antara penyelenggaraan

diklat secara normatif, baik sarana dan prasarana maupun substansi kenyataan didalam

praktik sehari-hari para peserta. Sehingga mereka saling mempertanyakan konsistensi antara

kemampuan atau kompetensi yang dicapai peserta setelah menyelesaikan diklat dengan

kompetensi yang seharusnya di capai oleh diklat tersebut di dalam menunjang jabatannya

atau tugasnya. Atas dasar penilaian dari pengalaman peserta tersebut maka seyogyanya

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi PNS harus didasarkan pada pendekatan

standar kompetensi. Dengan demikian, arah pendekatan penyelenggaraan diklat aparatur

harus di rencanakan sedemikian rupa , sehingga memenuhi kebutuhan PNS dalam mengatasi

kesenjangan kompetensinya. Perubahan-perubahan dan perbaikan ini menuntut tersedianya

sarana. Prasarana penyelenggaraan dan widyaiswara yang kompeten dan profesional.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan hanya akan dapat di selenggarakan apabila

segenap unsur dari kediklatan dapat dipenuhi. Berdasarkan PP no 101 tahun 2000, unsure

kediklatan terdiri atas :

1. Tenaga kediklatan yakni widyaisawara, pengelola dan tenaga kediklatan lainnya

2. Sarana dan prasarana

Mutu dari setiap unsur kediklatan akan mempengaruhi kuliatas dari keluaran pendidikan dan

pelatihan, disamping struktur kurikulum dari setiap jenis diklat, manajemen

penyelenggaraan diklat juga akan mempengaruhi keseluruhan proses pembelajaran dalam

diklat.

Kualitas manajeman penyelengg araan diklat di tunjukkan dengan :

1. Tersedianya rencana menyeluruh penyelenggaraan diklat

3
2. Terdapatnya kurikulum yang terinci

3. Terdapatnya penjadwalan dari setiap mata pelajaran

4. Terdapatnya widyaiswara yang sesuai dengan mata ajar yang di berikan

5. Tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai

6. Rencana tindak darurat apabila widyaiswara atau unsur lainnya mendapat gangguan.

Disamping itu, penyelenggaraan diklat harus dilakukan oleh suatu organisasi tertentu yang

memiliki kewenangan yang memadai serta menjalankan birokrasi yang minimal.

Terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan dan pelatihan

berkaitan dengan widyaiswara. Faktor tersebut antara lain adalah materi diklat dan

penyajian materi oleh widyaiswara. Dari aspek materi efektifitas diklat dipengaruhi oleh

beberapa hal termasuk ketepatan materi. Tingkat ketepatan materi diklat di pengaruhi oleh

dua hal, pertama materi yang di berikan dalam diklat adalah materi yang memang perlu di

kuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Pemberian materi yang tidak di

perlukan dalam tugas hanya membuang sumber daya. Kedua, materi diklat adalah materi

yang memang belum di kuasai oleh peserta diklat. Pemberian materi yang suadah di kuasai

hanya akan menurunkan motifasi belajar peserta. Dengan demikian materi yang seharusnya

di berikan adalah materi yang perlu di kuasai oleh pegawai untuk melaksanakan tugasnya,

namun materi itu belum dimilikinya. Untuk menentukan materi yang perlu di berikan dalam

diklat, salah satu metode yang paling terkenal adalah training need analysis (analisis

kebutuhan pelatihan). Dari aspek penyajian materi, efektifitas diklat setidaknya dipengaruhi

oleh kemampuan penyaji dalam menguasai materi dan kemampuan untuk menyajikan

materi. Sekedar menguasai materi tanpa menyadari pentingnya pengemasan materi menjadi

4
menarik cenderung akan membuat peserta tidak termotivasi untuk mengikuti penyajian.

Aspek penyajian/pengemasan ini menjadi penting karena peserta diklat adalah orang

dewasa, bukan anak – anak atau remaja. Orang dewasa mempunyai karakteristik tertentu

dalam menyerap materi baru. Anak-anak dengan mudah mengahafal, bertahan berjam-jam

dalam situasi ceramah, tetapi tidak demikian halnya dengan orang dewasa. Secara ringkas

dapat dinyatakan bahwa dari satu sisi materi diklat harus tepat (diperlukan tapi belum di

kuasai peserta) dan materi yang tepat tersebut di sajikan oleh widyaiswara yang memang

menguasainya dan mampu mengemas sajiannya sesuai dengan karakteristik target

audiencenya. Dengan demikian profesionalisme widyaiswara setidaknya dipengaruhi oleh

pemenuhan kedua syarat tersebut. Widyaiswara yang professional harus mampu

menentukan materi yang tepat , menguasai materi tersebut, dan memiliki kemampuan

menyajikan materi sesuai dengan kondisi peserta diklat.

Salah satu komponen yang sangat penting di dalam penyelenggaraan diklat PNS adalah

widyaiswara. Berdasarakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, widyaiswara

didefinisikan sebagai “Pegawai negeri sipil yang di angkat sebagai pejabat fungsional oleh

pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik,

mengajar , dan melatih pegawai negeri sipil pada lembaga pendidikan dan pelatihan

(Diklat) pemerintah. Widyaiswara sangat berperan dalam menghasilkan alumni yang sesuai

dengan kompetensi yang ingin di hasilkan dari diklat tersebut. Widyaiswara di persyaratkan

untuk mampu memberikan pelatihan secara tatap muka atau di alam bebas (outbound),

ditempat kerja (in-service) dan jarak jauh (distance-learning). Selain itu juga widyaiswara di

5
harapkan mampu untuk menjadi fasilitator pada setiap kesempatan pada masa pembelajaran.

Profesionalisme widyaiswara akan sangat mempengaruhi kinerja widyaiswara dalam

menjalankan tugasnya dan mutu diklat, banyak unsur yang mempengaruhi profesionalisme

seorang widyaiswara, namun setidaknya profesionalisme mereka sangat bergantung kepada:

1. Kompetensi dan kemampuan

2. Sikap pengabdian

3. Keihlasan

4. Pembinaan

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika ditinjau dari tujuannya, menurut Manpower

Services Commissions dalam Suparman dalam Handoko (2007), pendidikan adalah

kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan,

pemahaman dan penyerapan, nilai-nilai yang diperlukan dalam semua aspek

kehidupan, bukan hanya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan

kegiatan atau pekerjaan tertentu. Dari dua konsep tersebut masing-masing menekankan

kepada perubahan individu yang terkait dengan nilai-nilai, kemampuan kognitif dan

psikomotor melalui pengembangan potensi diri secara terencana. Lebih lanjut dapat

dijelaskan bahwa pendidikan dilakukan untuk menyiapkan individu mengarungi

6
kehidupan, yang tidak dibatasi oleh pekerjaan saat ini atau masa yang akan datang.

Sedangkan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi

untuk meningkatkan kinerja pegawai (Suprijanto, 2005). Secara operasional, pelatihan

merupakan kegiatan yang didesain untuk membantu pegawai memperoleh pengetahuan

keterampilan dan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga tujuan

organisasi dapat tercapai. Pelatihan berorientasi pada pekerjaan saat ini atau masa datang.

Pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi aparatur dapat jadikan sebagai treatment bagi

optimalisasi kinerja organisasi. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Negeri Sipil

yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan

dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dijelaskan, bahwa diklat adalah

proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan

Pegawai Negeri Sipil.

C. Penataan Kediklatan

1. Kelembagaan

Menurut Sri (2013) penataan kelembagaan diklat daerah yang diarahkan pada

pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) lembaga diklat dalam

rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah. Penataan kelembagaan

merupakan rangkaian kegiatan untuk memperbaiki totalitas system organisasi

diklat yang terdiri dari aspek-aspek kelembagaan diklat yang statis (struktur

organisasi, uraian jabatan, syarat jabatan), dan aspek ketatalaksanaan dan proses yang

dinamis seperti pedoman kerja, tata hubungan kerja, dan koordinasi di dalam dan

7
dengan organisasi luar. Penataan kelembagaan diklat ini perlu dilakukan mengingat

fungsi penyelenggaraan diklat itu sangat terkait erat dengan berbagai stakeholders

seperti bagian kepegawaian, instansi pengirim/dinas dan badan terkait. Disamping itu

penataan kelembagaan juga diperlukan untuk mendorong lembaga diklat agar lebih

berfokus pada upaya inovasi program dan metode pelaksnaan diklat yang efektif

dalam peningkatan kompetensi aparatur. Dalam praktek kediklatan, kita masih

menjumpai beberapa masalah yang sering muncul terkait dengan kelembagaan diklat

diantaranya:

a. Mekanisme koordinasi yang belum jelas antara lembaga diklat di

Kabupaten/Kota dengan lembaga Pembina diklat di Propinsi, terutama pada

Kabupaten/Kota yang sudah memiliki badan/kantor diklat sendiri.

b. Belum ditaatinya kebijakan tentang akreditasi dan sertfifikasi lembaga

diklat. Masih banyak SKPD di daerah yang bukan lembaga diklat, namun masih

menyelenggarakan diklat atau yang diakali dengan bentuk bimbingan

teknis, tanpa bekerjasama dengan lembaga diklat terakreditasi.

c. Diperlukan penataan koordinasi yang lebih erat antara bidang diklat

dengan bidang kepegawaian terutama menyangkut rekrutmen dan seleksi calon

peserta diklat, dan penempatan serta pemberdayaan alumni atau lulusan

diklat dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.

Dari beberapa fenomena tersebut, maka diperlukan rumusan strategi penataan

kelembagaan diklat daerah agar benar-benar mampu menjadi pendukung

peningkatan kompetensi aparatur di daerah. Beberapa strategi tersebut adalah:

8
a. Badan Diklat sebagai pusat pembelajaran (Training Center) dengan model

diklat satu pintu, yang memiliki keleluasaan dan lebih fokus dalam

menjalankan tugas dan fungsi utamanya dalam pengembangan dan peningkatan

kualitas sumber daya aparatur. Terlebih dengan akan diberlakukannya ASN,

dimana setiap PNS yang ada memiliki hak yang sama untuk mendapatkan

kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang

berbasis kompetensi. Dengan pemisahan ini nantinya memiliki implikasi yang

sangat besar terhadap pengembangan kurikulum dan inovasi kediklatan yang

bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.

b. Penegakkan aturan akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat. Akreditasi dan

sertifikasi lembaga diklat dilakukan secara terintegrasi dengan akreditasi dan

sertifikasi program diklat serta akreditasi dan sertifikasi widyaiswara. Lembaga

diklat terakreditasi (Registered Training Organization/RTO) nantinya hanya

akan memiliki kewenangan untuk melaksanakan diklat-diklat tertentu saja,

dimana persyaratannya meliputi pemenuhan akreditasi program dan akreditasi

widyaiswara. Ini berarti bahwa suatu lembaga diklat hanya boleh

melaksanakan suatu program diklat tertentu apabila telah memilki program diklat

terakreditasi, dengan widyaiswara terakreditasi untuk diklat tersebut.

c. Akreditasi lembaga diklat harus lebih diarahkan pada pembentukan

spesialisasi. Kekhususan, dan keahlian suatu lembaga diklat dalam

menyelenggarakan diklat-diklat tertentu (RTO for specialized training program).

Konsentrasi lembaga diklat yang bertumpu pada diklat kepemimpinan harus

9
sebisa mungkin dihindari. Oleh karena itu, lembaga diklat harus

mengembangkan inovasi program diklat yang akan dijadikan kekhasan dan

“trade mark” lembaga diklat tersebut dimata stakeholdernya.

d. Koordinasi antar lembaga diklat harus lebih ditingkatkan melalui proses

benchmarking penyelenggaraan diklat dan widyaiswara. Dalam menata

kelembagaan ini, lembaga diklat tentunya tidak dapat dilaksanakan secara

internal saja atau oleh orang-orang yang bekerja di dalamanya saja. Penataan

kelembagaan ini perlu dan harus melibatkan pembuat kebijakan (policy maker)

dan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih kuat mendukung dan

mengembangkannya.

2. Program Kediklatan

Program diklat adalah rencana kegiatan pembelajaran yang berisi seperangkat

mata diklat, dan atau unit kompetensi yang harus diikuti peserta diklat agar

mencapai tujuan diklat yang ingin dicapai. Program diklat umumnya lebih

dikenal dengan namanya (misalnya Diklat Prajabatan dan Diklat Kepemimpinan).

Jadi inti dari sutau program diklat adalah rincian dari kurikulum yang berisi

mata diklat yang akan dipelajari oleh peserta diklat. Kurikulum dirancang

secara tepat agar tujuan diklat tersebut dapat tercapai dan meliputi jenis mata

diklat. Metode, waktu, dan sarana pembelajaran yang diperlukan. Dalam

penyelenggaraan diklat aparatur selama ini seringkali terkesan sebagai

penghamburan dana daerah atau hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat saja.

10
Bahkan ada juga yang beranggapan diklat sebagai saat-saat refreshing yang

menyenangkan bagi beberapa PNS, dimana mereka bisa terlepas sejenak dari

kepenatan tugas keseharian yang monoton. Namun demikian, ternyata program-

program diklat yang dilakukan selama ini dinilai masih belum mampu mewujudkan

tujuan yang diharapkan, yaitu peningkatan kompetensi aparatur. Ada berbagai

factor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah bahwa pengembangan

kompetensi PNS melalui program kediklatan tidak didasarkan pada kebutuhan baik

kebutuhan individual maupun organisasional (Zulpikar, 2008). Sehingga

menyebabkan munculnya beberapa fenomena menarik yang berkaitan dengan

dengan jenis-jenis program yang ditawarkan, antara lain:

- Pengembangan program diklat selama ini dilakukan tidak sesuai

dengan kebutuhan baik yang dibutuhkan oleh pegawai maupun organisasi itu

sendiri. Bahkan sebagian besar kegiatan diklat yang dilaksanakan tidak

berdasarkan analisis. Sehingga wajar saja ketika aparatur seringkali dianggap

tidak kompeten, karena mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang

tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang

digelutinya. Misalnya pejabat struktural dilibatkan dalam TOT substatif dsb.

- Kurang berkembangnya inovasi jenis-jenis diklat teknis, karena

lembaga/bagian diklat hanya fokus menyelenggarakan jenis-jenis diklat yang

sama dari tahun ke tahun. Padahal, inovasi jenis diklat teknis sangat diperlukan

dalam rangka pelaksanaan tugas pokok aparatur pemerintah di lapangan.

11
Dengan demikian maka diperlukan system pengaturan tentang jenis dan jenjang

program diklat yang dapat diselenggarakan dan ditawarkan. Pengaturan ini

dilakukan dengan tujuan agar diklat-diklat yang dilaksanakan benar-benar terkait

dengan peningkatan kompetensi aparatur pemerintah yang dibutuhkan di lapangan.

Sistem pengaturan ini harus disusun secara bersama-sama antara instasi Pembina

diklat (LAN), instansi pengendali diklat (BKN) dengan berbagai lembaga diklat.

Sistem pengaturan ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan akreditasi dan

sertifikasi program diklat (accrediting & certifying training program) terhadap

seluruh program diklat kepemimpinan, teknis dan fungsional.

3. Fasilitator

Fasilitator yang dimiliki oleh lembaga Diklat harus kapabel, fasititator atau yang

lebih dikenal dengan nama widyaiswara menurut Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan

Fungsional dan Angka Kreditnya, pasal I ayat 9, dikembangkan menjadi 4

kemampuan dasar. Dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa Standar

kompetensi adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh

widyaiswara dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya untuk

mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS, yang terdiri atas : Kompetensi

pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi

substantif. Berdasarkan masukan masukan dari penyelenggara diklat maupun para

alumni diklat, kita masih mendengar keluhan tentang kurangnya widyaiswara

baik dalam salah satu atau bahkan semua kemampuan dasar widyaiswara tersebut.
12
Sementara itu berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

nomor Per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya,

kapasitas dan kompetensi widyaiswara dinilai berdasarkan aspek-aspek pendidikan

secara formal, aktivitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pelaksanaan diklat,

aktivitas dalam pengembangan profesi serta aktivitas penunjang lainnya.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapasitas widyaiswara, ada beberapa

hal yang dapat dilakukan oleh lembaga diklat daerah bekerjasama dengan Lembaga

Administrasi Negara sebagai instansi Pembina, anatara lain:

a. Kompetensi Widyaiswara

Kompetensi digunakan untuk mengidentifikasi widyaiswara sehingga mendapatkan

gambaran tentang : a). jumlah widyaiswara yang ada di lembaga diklat; b). jenis

dan jenjang diklat yang telah diikuti oleh widyaiswara; c). kelompok mata diklat

yang telah diampu oleh widyaiswara. Analisis terhadap peta kompetensi ini

nantinya akan menggambarkan arah kebijakan yang harus diambil dalam rangka

mengembangkan kemampuan para widyaiswara. Setidaknya, peta kompetensi ini

akan meminimalisir hal-hal sebagai berikut:

- Adanya fenomena jumlah widyaiswara yang banyak tetapi tetap saja tidak cukup

(many but never enough). Hal ini diakibatkan oleh penumpukan jumlah

widyaiswara dengan keahlian mengajar mata diklat yang sama, dan cenderung

mengajar pada program diklat yang sama. Harus diakui bahwa sebagain besar

widyaiswara sekarang ini cenderung mengajar pada diklat prajabatan dan


13
Diklatpim saja, bukan mengembangkan diklat teknis yang sangat dibutuhkan oleh

kebanyakan instansi pemerintah di daerah.

- Kurangnya pemberdayaan terhadap widyaiswara terutama yang berada di

lembaga diklat kabupaten dan kota karena keterbatasan anggaran untuk

pendidikan dan latihan serta kurangnya peluang untuk mengembangkan diri

sesuai dengan jabatannya. Misalnya sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional dan

Angka Kreditnya, pada Bab IV pasal 8 ayat 1 tentang Rincian Kegiatan

widyaiswara sesuai dengan jenjang jabatannya, bahwa untuk Widyaiswara madya

sudah harus mengajarkan diklatpim.

- Secara kelembagaan, fungsi konsultatif widyaiswara belum diberdayakan

dengan optimal. Terutama keterlibatannya dalam proses menganalisis kebutuhan

diklat, merancang program dan kurikulum diklat baik fungsional dan teknis

samapi dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat. Dimana widyaiswara

akan bisa memberikan masukan bagi terciptanya keputusan terbaik pimpinan

demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat dan prestasi kerja lembaga

diklat secara keseluruhan.

b. Akreditasi Sertifikasi Kompetensi

Akreditasi adalah pengakuan formal oleh instansi Pembina bahwa seorang

widyaiswara itu telah memenuhi standar kompetensi sesuai dengan jabatan dan

pangkat yang didudukinya. Sedangkan sertifikasi adalah pemberian bukti berupa

14
piagam atau sertifikat bahwa yang bersangkutan kompeten atau tidak. Kedua

instrument ini umumnya dilakukan sebagai proses pengujian apakah seorang layak

atau tidak mendapatkan suatu status tertentu yang dilaksanakan oleh lembaga yang

berwenang dalam bidang itu. Dalam konteks widyaiswara, akreditasi dan sertifikasi

akan dilakukan untuk menguji apakah seorang widyaiswara itu kompeten untuk

mengajar suatu mata diklat tertentu dan dilakukan secara periodic Proses

akreditasi dan sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang

telah diangkat sebagai widyaiswara akan terus menerus menjaga

profesionalismenya sehingga kiprah dalam proses pembelajaran diklat tetap

maksimal.

c. Penyelenggaraaan Diklat

Lembaga Administrasi Negara telah mengembangkan tiga jenis TOT untuk

para widyaiswara yaitu:

- TOT berjenjang yang dilaksanakan agai para widyaiswara sesuai dengan

jenjang yang saat ini didudukinya, misalnyawidyaiswara pertama wajib

mengikuti TOT Berjenjang Tingkat Pertama, dan widyaiswara utama wajib

mengikuti TOT berjenjang tingkat Utama.

- TOT Substantif yang bertujuan untuk memberikan pemahaman materi yang lebih

mendalam kepada para widyaiswara dalam suatu mata diklat atau topic tertentu,

misalnya pendalaman untuk materi diklatpim III maka seorang widyaiswara

harus mengikuti TOT substantif Diklatpim Tingkat IV.

15
- TOT metode pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam bagaimana

menyampaikan materi materi pelajaran kepada para peserta diklat secara

efektif, misalnya TOT Metode pembelajaran efektif, TOT metode studi kasus.

4. Monitoring Dan Evaluasi

Monitoring adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik oleh pihak luar maupun

dalam untuk menjamin bahwa pelaksanaan suatu kegiatan itu sesui dengan apa yang

telah ditetapkan, sesuai prosedur, aturan hukum, serta peran dan fungsi masing-

masing. Dan fokus monitoring lebih ditekankan pada proses pelaksanaan tugas.

Sedangkan evaluasi berasal dari kata dasar value (nilai) adalah suatu pemeriksaan

(penyelidikan yang sistemis tentang manfaat atau kegunanaan sesuatu berdasarkan

standar tertentu (A joint Commintee on Standard for Evaluation). Sehingga evaluasi

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar maupun dalam untuk

mengetahui apakah tujuan dari suatu kegiatan atau program telah tercapai atau

tidak. Fokus evaluasi adalah untuk menentukan apakah program itu harus dilanjutkan

atau dihentikan, atau harus dilakukan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan

datang.

Unsur-unsur yang akan dimonitor dan evaluasi mencakup seluruh aspek-

aspek pengeloaan kediklatan, yaitu:

a. Analisis Kebutuhan Diklat


b. Tujuan Diklat dan pencapaian standar kompetensi
c. Materi diklat

16
d. Metode dan teknik penyampaian
e. Peserta Diklat
f. Widyaiswara
g. Proses pembelajaran
h. Sarana dan prasarana
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diklat, pimpinan lembaga diklat harus

memiliki komitmen yang kuat untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat.

Komitmen ini dapat ditunjukkan dengan melakukan dua proses monitoring dan

evaluasi yaitu internal dan eksternal pengawasan dan evaluasi diklat. Pengawasan dan

evaluasi internal dapat dilakukan dengan menunjuk pengawas (assessor) yang diberi

tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan diklat. Pengawasan

secara eksternal dilakukan dengan mengijinkan pengawas dari instansi Pembina

(LAN) untuk melakukan kunjungan pengawasan ( monitoring visit) terhadap proses

pembelajaran diklat. Kedua proses ini mengarah pada encapaian kualitas pembelajaran

diklat yang tinggi. Dengan melakukan pengawasan dan evaluasi yang tepat, kita

berharap bahwa kualitas penyelenggaraan diklat menuju peningkatan kompetensi

aparatur akan terus meningkat. Yang terpenting adalah harus ada komitmen antara

pengawas, evaluator, dan pejabat structural baik dari penyelenggara maupun instansi

Pembina.

D. Kondisi Widyaiswara Saat Ini Dan Kondisi Ideal Yang Diharapkan

Menurut data BKD Provinsi NTB bahwa jumlah widyaiswara tahun 2014 berjumlah 50

orang dengan penyebaran bertugas di instansi Pemda NTB, disamping itu adapula

17
widyaiswara bertugas di Kabupaten/Kota. Sehingga PNS dan widyaiswara dapat di

asumsikan tidak berimbang namun sampai saat ini belum ada kajian rasio minimal jumlah

PNS dalam suatu daerah memerlukan berapa widyaiswara dan berapa jenis kompetensinya.

Dari sejumlah widyaiswara yang ada masih belum mencukupi kebutuhan, lebih-lebih

apabila dilihat dari penyebaran. Kekurangan jumlah widyaiswara dan rasio kebutuhan

widyaiswara setiap daerah perlu segera di kaji khususnya untuk pelaksanaan diklat bagi

PNS bekerja di kabupaten/ kota yang menunjukkan jumlah. Pada awalnya profesi ini kurang

menarik dan diminati dan di jadikan tempat penampungan bagi pejabat yang akan memasuki

usia pensiun atau bagi pejabat yang merasa karirnya mendek karena beberapa hal. Dalam

kondisi yang demikian jabatan widyaiswara memiliki citra yang kurang baik yaitu

kumpulan pegawai yang sedang menunggu atau memperpanjang usia pensiun, atau pegawai

yang merasa terbuang sehingga terkesan tidak loyal, frustasi, bertindak aneh-aneh dan

bahkan mengarah sebagai provokator. Keadaan ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan

pemerintah menerbitkan PP Nomor 101 tahun 2000 tentang jabatan widyaiswara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, widyaiswara adalah

PNS yang di angkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dangan tugas ,

tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan melatih PNS dan lembaga diklat

pemerintah. Out put yang di harapkan dari kinerja widyaiswara adalah terwujudnya PNS

yang memiliki kompetensi netral, professional, berdaya guna, bebas KKN, transparan,

berwawasan persatuan dan kesatuan setia pada pancasila, UUD 1945, Negara dan

Pemerintah.

18
Dalam kaitan dengan keberadaan sistem diklat pegawai negeri saat ini dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan yang secara langsung ataupun tidak berdampak terhadap kinerja

penyelenggaraan diklat permasalahan tersebut antara lain:

1. Belum adanya standar kompetensi PNS yang ingin dicapai dalam diklat, padahal

semestinya ada standar kompetensi merupakan acuan dalam penyelenggaraan diklat dan

penempatan pegawai pada berbagai posisi dan jabatan yang ada. Akibatnya, seringkali

muncul ketidak sesuaian antara kompetensi yang diperlukan organisasi dengan

kompetensi yang dimiliki oleh pegawainya. Dampak lain yang sering di temukan adalah

penyelenggaraan diklat yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

2. Kurangnya SDM kediklatan yang mempunyai kompetensi. SDM kediklatan meliputi

widyaiswara dan penyelnggara diklat.

3. Kurangnya efektifnya program-program kediklatan dalam meningkatkan kinerja

organisasi. Masih dianggap diklat yang pemula untuk peningkatan kompetensi kemudian

berubah hanya formalitas untuk jabatan

4. Kurang optimalnya daya dukung kelembagaan diklat. Diklat semestinya di

selenggarakan oleh lembaga diklat yang mempunyai kualifikasi memadai untuk

penyelenggaraan diklat. Baik sarana maupun prasarana termasuk personil penyelenggara

yang belum memahami kediklatan karena kurangnya koordinasi.

5. Kurang berjalannya monitoring dan evaluasi kediklatan. Salah satu fungsi manajemen

kediklatan yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan diklat adalah fungsi

monitoring dan evaluasi, baik evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan

penyelenggaraan suatu diklat tertentu (mikro ) maupu terhadap penyelenggaraan

19
program diklat secara keseluruhan (makro). Tanpa adanya monitoring dan evaluasi yang

memadai maka tidak akan ada feedback yang memadai, sehingga penyelenggaraan dari

waktu ke waktu “jalan di tempat” dan tidak ada perbaikan yang terus menerus.

6. Belum terkaitnya sistem kediklatan dengan pengembangan karir secara signifikan.

7. Belum terdapat hubungan yang sinergis antara penyelenggara dengan peserta dan

widyaiswara sesuai dengan yang di harapkan.

E. Kondisi Ideal Yang Diharapkan

Diklat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kompetensi pegawai tatkala di hadapkan

dengan kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki dengan kompetensi yang di butuhkan.

Apabila kita merujuk kepada tujuan kediklatan bagi pegawai negeri sebagaimana yang

terumuskan dalam PP 101 tahun 2000 yaitu bahwa diklat bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat

melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan di landasi kepribadian dan etika

PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.

2. Menciptakan aparaur yang mampu bereperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan

dan kesatuan bangsa.

3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan,

pengayoman, dan pemeberdayaan masayarakat

4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas

pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik

20
Tujuan diklat tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh sistem kediklatan yang kuat.

Untuk itu program diklat perlu di rancang sebaik mungkin agar tujuan tersebut dapat di

capai. Agar program diklat tersebut dapat mencapai tujuan ada beberapa sasaran yang perlu

harus di penuhi yakni antara lain sebagai berikut:

1. Saat ini penempatan pegawai ataupun penyelenggaraan program diklat belum

didasarkan kepada kompetensi. Kondisi ideal adalah di jadikannya kompetensi sebagai

acuan dalam penempatan dan penyelenggaraan program-program diklat.

2. Belum semua penyelanggaraan diklat saat ini memiliki kualifikasi yang memadai. Untuk

itu prasyarat utama yang harus di penuhi adalah standar kompetensi pengelola diklat

yang terdiri dari standar kompetensi widyaiswara dan standar kompetensi pengelola

diklat.

3. Widyaiswara dan pengelola diklat yang saat ini dianggap memiliki kmpetensi tidak

pernah di lakukan evaluasi secara berkala terhadap kompetensinya, untuk itu kompetensi

ideal yang semestinya adalah adanya system akreditasi dab sertifikasi bagi widyaiswara

dan pengelola diklat.

4. Agar diklat yang di selenggarakan sesuai dengan kebutuhan maka sebelumnya perlu di

lakukan analisis kebutuhan diklat

5. Program diklat yang ada saat ini belum semuanya memiliki standar kompetensi yang

ingin di capai kalaupun ada yang sudah memiliki banyak yang belum jelas dan masih

bersifat abstrak. Oleh karena itu perlu disusun program diklat berdasarkan standar

kompetensi.

21
6. Diklat di berikan kepada seorang pegawai jika ada kesenjangan kompetensi yang

dimiliki pegawai tersebut dengan standar yang di tetapkan. Oleh karena itu sebelum

pegawai di ikutsertakan dalam program diklat perlu adanya assessment kompetensi

7. Diklat akan memeberikan kinerja yang baik jika di selanggarakan oleh lembaga diklat

yang mempunyai kualifikasi untuk menyelenggarakan.

8. Meskipun koordinasi secara implisit dalam berbagai peraturan kediklatan telah di

sebutkan, namun dalam pelaksanaannya masih menemukan kendala. Oleh karena itu

perlu adanya mekanisme koordinasi antar lembaga diklat

9. Monitoring dan evaluasi saat ini belum berjalan dengan baik salah satunya karena

instrument dan mekanisme monitoring dan avaluasi belum jelas., serta tidak ada personil

khusus yang bertugas melaksanakan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu perlu

adanya mekanisme dan instrument monitoring dan evaluasi yang lebih jelas, serta

personil khusus yang melakukan monitoring dan evaluasi pada setiap penyelenggaraan

diklat.

10. Sebagaimana disebutkan bahwa diklat di lakukan untuk meningkatkan kompetensi.

Kompetensi adalah prasyarat untuk prestasi. Maka dalam system pengembangan karier

yang didasarkan pada merit system, diklat harus terkait dengan pola pengembangan karir

PNS

F. Penutup

1. Suatu diklat dikatakan berkualitas apabila didukung oleh semua unsur kediklatan yang

berkualitas, baik lembaga diklatnya, pengajar/widyaiswara, dan pengelola diklat yang

22
profesional, kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pogram diklat,

ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan diklat.

2. Dari evaluasi yang selama ini diberikan oleh para peserta diklat, terutama diklat dalam

jabatan (perjenjangan), hingga saat ini masih terdapat kesenjangan antara

penyelenggaraan diklat secara normatif, baik sarana dan prasarana maupun substansi

kenyataan didalam praktek sehari-hari para peserta.

3. Penyelenggaraan diklat aparatur harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga

memenuhi kebutuhan PNS dalam mengatasi kesenjangan kompetensinya.

4. Keberadaan sistem diklat pegawai negeri saat ini masih terdapat beberapa permasalahan,

antara lain belum adanya standar kompetensi PNS yang ingin dicapai dalam diklat,

kurangnya SDM kediklatan yang mempunyai kompetensi, SDM kediklatan meliputi

widyaiswara dan penyelenggara diklat, kurang optimalnya daya dukung kelembagaan

diklat, kurang berjalannya monitoring dan evaluasi kediklatan.

Daftar Pustaka

Buku :

Arief Furkan, 2 0 0 4 , Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


AQF, 2005, Handbook of Qualification Framework
Burhanuddin, 2004, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Bumi Aksara,
Malang
Chelimsky, E and Shadish, W.R., 1997, Evaluation for 21th Century: A handbook,
Thousand Oaks Sage.
Hayat, Bahrul, Ph.D, 2011, Perubahan Menuju Perbaikan Presentasi tentang Penerapan
Reformasi Birokarasi, Kementerian Agama RI, Jakarta.

23
Handoko Hani, 2007, Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia, BPEE Fakultas
Ekonomi UGM, Jogjakarta
Krina, P. Loina Lalolo, 2003, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan
Partisipasi, Bappenas, Jakarta.
LAN RI, 2009, Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat: Evaluasi Diklat, Lembaga administrasi
Negara, Jakarta
Purwanto dan Atwi Suparman, 1999, Evaluasi Program Diklat, STIA LAN PRESS, Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi Negara, Jakarta
Simson John & Edmund Weiner, 1989, Oxford English Dictionary,: Oxford University
Press, United Kingdom
Sri Wahyuni, 2013, www: bkddiklat.ntbprov.go.id (diakses 7 Maret 2014)
Suparman, R., 2010, Model Program Pengembangan Karir Pegawai Berbasis Diklat Pada
Pusat Kajian dan pendidikan dan Pelatihan Aparatur I Lembaga
Administrasi Negara. Jurnal Diklat Aparatur. Volume 6: Nomor 2 : 2010.
PKP2A I LAN, Bandung
Suprijanto, H, 2005, Pendidikan Orang Dewasa , Bumi Aksara , Jakarta.
UNDP, 1997, Governance for Sustainable Development – A Policy Document, UNDP,
New York
Zulpikar, 2008, “Optimalisasi Penyelenggaraan Diklat Prajabatan dalam Upaya
Membentuk Kompetensi Kerja Pegawai Negeri Sipil” dalam Jurnal Diklat
Aparatur, Vol 4,No1.

Dokumen :

Undang-Undang RI nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU nomor 8 th 1974


tentang Pokok-Pokok Kepegawaian RI
Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS
Peraturan Presiden nomor 52 tahun 2006 tanggal 26 Mei 2006 tentang Jabatan Fungsional
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/M.PAN/2009 tentang
Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya
Keputusan Lepala LAN RI nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan PNS
Jurnal Diklat Aparatur volume 3 nomor 1 tahun 2007 Pusat Kajian dan Diklat LAN

Akses Internet :

Website BKD dan Diklat Provinsi NTB : http:///bkddiklat.ntbprov.go.id (diakses 14 Maret


2014).

24

Anda mungkin juga menyukai