Anda di halaman 1dari 14

MATERI INISIASI 7

Setelah mempelajari materi inisiasi ini Anda diharapkan mampu


menjelaskan Perkembangan Apeksi Remaja. Oleh karena itu materi inisiasi 7 ini
tentang perkembangan intelektual dan emosional remaja di sekolah menengah.
Anda diharapkan berperan aktif dalam tuton ini. Disamping itu Anda dituntut
dapat mengerjakan tugas yang diberikan dalam tuton ini. Dipersilahkan Anda
mempelajari materi inisiasi 7 tuton ini dengan seksama.

PERKEMBANGAN AFEKSI REMAJA

A. PENDAHULUAN
Sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara
perkembangan intelektual dan emosional remaja di sekolah menengah.
Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai
macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah. Mereka
telah dibanjiri informasi berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-
konsep pengetahuan melalui media massa (televisi, video, radio, dan film) yang
semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para remaja sekarang.
Dari segi fisik, para remaja sekarang juga cukup terpelihara dengan baik
sehingga mempunyai ukuran tubuh yang sudah tampak dewasa, tetapi mempunyai
emosi yang masih seperti anak kecil. Terhadap kondisi remaja yang demikian,
banyak orang tua yang tidak berdaya berhadapan dengan masalah membesarkan
dan mendewasakan anak-anak di dalam masyarakat yang berkembang begitu
cepat, yang berbeda secara radikal dengan dunia dimasa remaja mereka dulu
(http://www.sekolahindonesia.com/sidev/NewDetailArtikel.asp).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan
semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan
aspek kognitif (kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan,
ketakwaan, mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana ditegaskan dalam
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa
dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan persekolahan.
Hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan pendidikan lebih
mengutamakan mengejar ilmu pengetahuan dari pada mendidik dan membina
kepribadian dan akhlak mulia anak didik. Dunia pendidikan tidak
mengembangkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pembinaan kepribadian anak
yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di
Negara kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh
Pendidikan Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan
kognitif dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan
skill cakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina
terutama di kalangan remaja sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural
dan menjadi penyebab dehumanisasi dan demoralisasi. (http://pages-
yourfavorite.com/ppsupi/abstrakpu2004.html)
Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah,
takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa,
perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap
aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga
perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal dan mulus
tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.

B. PEMBAHASAN
Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk
mencapai atau memiliki sesuatu. Perilaku seseorang dan munculnya berbagai
kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Seberapa banyak
dorongan dan minat seseorang terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman
emosionalnya. Seorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, dimana
dorongan dan minat dapat terpenuhi cenderung emosionalnya stabil dan dengan
demikian dapat menikmati hidup dengan tenang. Sedangkan jika seorang
keinginan dan dorongannya tidak terpenuhi, baik hal itu disebabkan kurang
kemampuan untuk memenuhi atau karena kondisi lingkungan yang kurang
menunjang, maka perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh
penalaran dan pertimbangan objektif Akan tetapi pada saat-saat tertentu didalam
kehidupannya, dorongan emosional banyak ikut campur dan mempengaruhi
pemikiranpemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu untuk memahami
remaja, memang perlu mengetahui apa yang dilakukan dan dipikirkannya. Dalam
kehidupan remaja kita harus merasakan apa yang dirasakannya. Makin banyak
kita memahami dunia remaja makin perlu kita melihat kedalam kehidupan
emosional remaja dan memahami perasaannya.

1. Pengertian Emosi
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum
dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut
Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior. “
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh
perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih,
tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi
disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama
otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat
keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat
mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
2. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap
perilaku individu di antaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas
hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan
dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa
(frustasi)
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup
(nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. (Yusuf, 2004 : 115)
Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) antara
lain: (1) reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona, (2) peredaran darah:
bertambah cepat bila marah, (3) denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut, (4)
pernapasan: bernapas panjang kalau kecewa, (5) pupil mata: membesar mata bila
marah, (6) liur: mengering kalau takut atau tegang, (7) bulu roma: berdiri kalau
takut, (8) pencernaan: mencret-mencret kalau tegang, (9) otot: ketegangan dan
ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor), (10) komposisi
darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan
kelenjar-kelenjar lebih aktif. (Sunarto, 2002:150)

3. Karakteristik Perkembangan Emosi


Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan
tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki
dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru,
sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk
menghadapi keadaan-keadaan itu.
Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar
juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu
sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan
harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Pola emosi remaja adalah sama dengan pola emosi kanakkanak. Jenis
emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah,
takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak
pada macam dan derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan
khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi
remaja.

a. Cinta/kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk
mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain.
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk
memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam
dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih
sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada
tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka,
menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu
pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan
jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Tidak ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa menampakkan
cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi
sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan
secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan
mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari. (Sunarto, 2002:152)
Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari
pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang
dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang
mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan
yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti
secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai
kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan
emosional (Yusuf, 2005:206)
b. Gembira dan bahagia
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira
sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan
takut atau tingkah problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira
akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja
akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia
jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan oleh yang dicintai.
Perasaan bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu.
Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu
situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau
berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan
kegelisahan dirinya.

c. Kemarahan dan Permusuhan


Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja
untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang mandiri.
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang
memainkan peranan yang menonjolkan dalam perkembangan kepribadian. Dalam
upaya memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan
dengan rasa marah.
1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha
manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa
remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi
independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain yang
berkuasa.
2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa
remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang
dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana
ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan
masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka,
atau kecenderungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tampak
dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan
kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang
sangat besar.
3. Perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam
bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai
alat kemarahan.
4. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal,
aspek ini merupakan yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami.
(Sunarto, 2002:154)

d. Ketakutan dan Kecemasan


Menjelang anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian
perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa
ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak
yang masih tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya
kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu
sendiri.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha
untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada
seorangpun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa
takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah
menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia
tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak
menentu.
Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak
tidak berkembang daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan
penggugup. Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua
akan mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggup
bergaul dengan orang lain. (Willis, 2005:57)

e. Frustrasi dan dukacita


Frustrasi merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-
hambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut
muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustrasi dapat menimbulkan perasaan
rendah diri. Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu
berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu
atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang
panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup
serius hingga depresi.(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)
Biehler (1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional
remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 1215 tahun dan usia 15-18 tahun
Ciri-ciri emosional remaja usia 12-15 tahun
a) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak
dapat diterka.
b) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam
hal rasa percaya diri.
c) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin saja terjadi.
d) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan
membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa
percaya diri.
e) Remaja terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-
guru mereka secara lebih obyektif.
Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :
a) ‘Pemberontakan’ remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari
perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
b) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami
konflik dengan orang tua mereka.
c) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka.
Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka
sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan
memegang jabatan tertentu.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor
belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal
kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul
dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun
caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang
lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa
aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada "orang
sasaran" (Hurlock, 2002:213).
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain :
Belajar dengan coba-coba
Belajar dengan cara meniru
Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
Belajar melalui pengkondisian
Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi
(Sunarto, 2002:158)
5. Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku Serta Pengaruh Emosi
Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut dan marah dapat menyebabkan seorang gemetar. Dalam
ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran
darah, sistem pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi. Keadaan
emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk
mencerna, sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan.
Gangguan emosi dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-
hambatan dalam berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh
kelainan dalam organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama
mungkin menyebabkan seseorang menjadi gagap.
Sikap takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan
dapat muncul dengan hadirnya individu tertentu. Karena reaksi kita yang berbeda-
beda terhadap setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cara
yang sangat khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan merangsang
timbulnya emosi tertentu.
Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak
negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang,
ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia
yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang
tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan
mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya.
Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan
mudah diajak untuk bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang
pendidikan dan karir (Willis,2005:22)

6. Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi


Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih
lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi
yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi
emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi
itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka
menjadi berbeda-beda.
Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu
dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi
lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok,
anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam
rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi
sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak
laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan
jenis kelamin mereka. Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi
takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa
cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan
rasa iri lebih umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan
ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama
dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.

7. Upaya Pengembangan dan Pengelolaan Emosi serta Implikasinya dalam


Penyelenggaraan Pendidikan
Rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang
tentunya sering dialami remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi
itu ada juga aturannya. Supaya bisa mengekspresikan emosi secara tepat, remaja
perlu pengendalian emosi. Akan tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan
upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi melainkan:
a. Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional
b. Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan
terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional. Untuk dapat
menafsirkan yang obyektif, coba tanya pendapat beberapa orang tentang
situasi tersebut.
c. Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran
maupun emosi yang tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan
situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosial.
d. Belajar mengenal, menerima, dan mengekspresikan emosi positif (senang,
sayang, atau bahagia dan negative (khawatir, sedih, atau marah)
Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau
bersusah payah menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan.
Kegagalan mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan
emosi sendiri sehingga jadi “salah kaprah” dalam mengekspresikannya.
Karena itu, keterampilan mengelola emosi sangatlah perlu agar dalam
proses kehidupan remaja bisa lebih sehat secara emosional. Keterampilan
mengelola emosi misalnya sebagai berikut:
a. Mampu mengenali perasaan yang muncul
b. Mampu mengemukakan perasaan dan dapat menilai kadar perasaan
c. Mampu mengelola perasaan
d. Mampu mengendalikan diri sendiri
e. Mampu mengurangi stress.
Dalam keseharian remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog
dengan diri sendiri dalam menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan
optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga
harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat sosial. Artinya, mengenali pengaruh
sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik
terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga
harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian
masalah yang remaja hadapi dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm).
Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahan dari pendidikan
merupakan salah satu jalan yang paling strategis, karena bagi sebagian besar
remaja bersekolah dengan para pendidikan, khususnya gurulah yang paling
banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak
melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru
adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang
dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka yang
bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan
sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah
ditangani. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk
bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan
emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut,
mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa
tidak juga reda, guru dapat meminta bantuan kepada petugas bimbingan
penyuluhan. Dalam diskusi kelas, tekankan pentingnya memperhatikan
pandangan orang lain dalam meningkatkan pandangan sendiri. Kita hendaknya
waspada terhadap siswa yang sangat ambisius, berpendirian keras, dan kaku yang
suka mengintimidasi kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak
sependapat dengannya.
Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab,
belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat
menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini
adalah apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat
menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai
pribadi idola para remaja.

C. KESIMPULAN
1. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-
perubahan fisik. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
2. Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira,
marah, takut, cemas, sedih dan sebagainya.
3. Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan
faktor belajar.
4. Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak
negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih
sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja
menjadi manusia yang, bertanggung jawab terhadap keluarga..
5. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih
lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan
emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau
emosi yang menyenangkan lainnya.
6. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan, guru dapat melakukan
beberapa upaya dalam pengembangan emosi remaja misalnya: konsisten
dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing dengan diri sendiri,
pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami remaja, dan
membantu siswa untuk berprestasi.
7. Pemberian tugas - tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab,
belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan
sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling
strategis untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para orang tua
dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan
objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.

Anda mungkin juga menyukai