A. PENDAHULUAN
Sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara
perkembangan intelektual dan emosional remaja di sekolah menengah.
Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai
macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah. Mereka
telah dibanjiri informasi berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-
konsep pengetahuan melalui media massa (televisi, video, radio, dan film) yang
semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para remaja sekarang.
Dari segi fisik, para remaja sekarang juga cukup terpelihara dengan baik
sehingga mempunyai ukuran tubuh yang sudah tampak dewasa, tetapi mempunyai
emosi yang masih seperti anak kecil. Terhadap kondisi remaja yang demikian,
banyak orang tua yang tidak berdaya berhadapan dengan masalah membesarkan
dan mendewasakan anak-anak di dalam masyarakat yang berkembang begitu
cepat, yang berbeda secara radikal dengan dunia dimasa remaja mereka dulu
(http://www.sekolahindonesia.com/sidev/NewDetailArtikel.asp).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan
semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan
aspek kognitif (kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan,
ketakwaan, mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana ditegaskan dalam
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa
dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan persekolahan.
Hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan pendidikan lebih
mengutamakan mengejar ilmu pengetahuan dari pada mendidik dan membina
kepribadian dan akhlak mulia anak didik. Dunia pendidikan tidak
mengembangkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pembinaan kepribadian anak
yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di
Negara kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh
Pendidikan Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan
kognitif dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan
skill cakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina
terutama di kalangan remaja sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural
dan menjadi penyebab dehumanisasi dan demoralisasi. (http://pages-
yourfavorite.com/ppsupi/abstrakpu2004.html)
Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah,
takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa,
perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap
aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga
perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal dan mulus
tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.
B. PEMBAHASAN
Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk
mencapai atau memiliki sesuatu. Perilaku seseorang dan munculnya berbagai
kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Seberapa banyak
dorongan dan minat seseorang terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman
emosionalnya. Seorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, dimana
dorongan dan minat dapat terpenuhi cenderung emosionalnya stabil dan dengan
demikian dapat menikmati hidup dengan tenang. Sedangkan jika seorang
keinginan dan dorongannya tidak terpenuhi, baik hal itu disebabkan kurang
kemampuan untuk memenuhi atau karena kondisi lingkungan yang kurang
menunjang, maka perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh
penalaran dan pertimbangan objektif Akan tetapi pada saat-saat tertentu didalam
kehidupannya, dorongan emosional banyak ikut campur dan mempengaruhi
pemikiranpemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu untuk memahami
remaja, memang perlu mengetahui apa yang dilakukan dan dipikirkannya. Dalam
kehidupan remaja kita harus merasakan apa yang dirasakannya. Makin banyak
kita memahami dunia remaja makin perlu kita melihat kedalam kehidupan
emosional remaja dan memahami perasaannya.
1. Pengertian Emosi
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum
dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut
Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior. “
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh
perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih,
tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi
disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama
otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat
keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat
mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
2. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap
perilaku individu di antaranya sebagai berikut:
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas
hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan
dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa
(frustasi)
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup
(nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati.
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. (Yusuf, 2004 : 115)
Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) antara
lain: (1) reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona, (2) peredaran darah:
bertambah cepat bila marah, (3) denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut, (4)
pernapasan: bernapas panjang kalau kecewa, (5) pupil mata: membesar mata bila
marah, (6) liur: mengering kalau takut atau tegang, (7) bulu roma: berdiri kalau
takut, (8) pencernaan: mencret-mencret kalau tegang, (9) otot: ketegangan dan
ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor), (10) komposisi
darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan
kelenjar-kelenjar lebih aktif. (Sunarto, 2002:150)
a. Cinta/kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk
mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain.
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk
memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam
dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih
sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada
tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka,
menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu
pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan
jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Tidak ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa menampakkan
cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi
sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan
secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan
mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari. (Sunarto, 2002:152)
Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari
pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang
dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang
mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan
yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti
secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai
kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan
emosional (Yusuf, 2005:206)
b. Gembira dan bahagia
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira
sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan
takut atau tingkah problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira
akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja
akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia
jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan oleh yang dicintai.
Perasaan bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu.
Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu
situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau
berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan
kegelisahan dirinya.
C. KESIMPULAN
1. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-
perubahan fisik. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
2. Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira,
marah, takut, cemas, sedih dan sebagainya.
3. Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan
faktor belajar.
4. Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak
negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih
sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja
menjadi manusia yang, bertanggung jawab terhadap keluarga..
5. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih
lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan
emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau
emosi yang menyenangkan lainnya.
6. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan, guru dapat melakukan
beberapa upaya dalam pengembangan emosi remaja misalnya: konsisten
dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing dengan diri sendiri,
pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami remaja, dan
membantu siswa untuk berprestasi.
7. Pemberian tugas - tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab,
belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan
sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling
strategis untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para orang tua
dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan
objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.